Ellea tak menyangka jika di hari bahagia kerabat ayahnya, dia diberikan kejutan yang membuat dadanya berdegup tak karuhan.
"Menikahlah dengan Ahlam."
Lelaki yang namanya disebut sang ayah pun ikut mematung mendengar kalimat tersebut. Dia sempat menoleh ke arah Ellea yang juga membeku.
"Ayah sudah sepakat dengan Om Rifal untuk menikahkan kamu dengan Ellea."
Kalimat sang ayah membuat tubuh Ahlam semakin kaku. Ternyata dipanggilnya dia ada maksud tertentu.
"El, Ayah harap kamu tidak menolak. Ayah ingin melihat anak yang amat Ayah sayangi menikah dengan lelaki yang baik dan mampu bertanggung jawab atas diri kamu."
Mata Ellea seketika berembun mendengar penuturan sang ayah. Kepala Ghea menggeleng dengan pelan menandakan dia tidak setuju dengan ucapan ayahnya.
"El, hanya butuh Ayah."
Ahlam menoleh ke arah Ellea. Hatinya tiba-tiba sakit mendengar suara Ellea yang bergetar.
"Kamu butuh suami, El," bantah ayah Rifal dengan begitu lembut.
"Lambat laun Ayah akan pergi. Sudah pasti kamu sendiri. Kamu itu butuh suami supaya ketika Ayah sudah pergi ke tempat abadi, ada suami kamu yang akan menemani."
Hati Ahlam begitu ngilu mendengar penuturan dari Om Rifal. Pandangannya tertuju pada Ellea yang kini sudah memeluk ayahnya.
"Jangan bilang begitu, Yah. Ayah akan tetap bersama El selamanya."
.
Pandangan Ellea terus tertuju pada sang ayah. Di mana dia terlihat bahagia bisa berkumpul dengan para saudara juga kerabat yang sudah ayahnya anggap keluarga. Ellea juga melihat jika sang ayah terus memandangi pengantin baru dengan sorot mata yang berbeda. Ada harapan besar yang sorot matanya katakan.
Baru kali ini Ellea melihat sang ayah tertawa selepas itu. Wajah ayahnya pun begitu ceria. Beda dari yang biasa dia lihat. Helaan napas begitu berat keluar dari mulut Ellea. Dia teringat akan ucapan sang ayah kemarin siang.
"Boleh kita bicara berdua?" Ellea sedikit terkejut sampai memegang dadanya ketika seorang lelaki tinggi sudah ada di sampingnya.
"Tapi, tidak di sini," lanjut Ahlam.
Ellea memastikan ayahnya terlebih dahulu. Barulah dia mengikuti langkah Ahlam yang menjauhi acara resepsi. Kini, mereka duduk di kursi panjang di halaman belakang.
"Apa keputusan kamu?"
Ahlam langsung bertanya perihal niatan kedua orang tua mereka yang spertinya tak main-main. Sampai Ahlam tak bisa tidur memikirkannya.
"Entah," sahut Ellea begitu lesu.
"Kalau mau nolak, ayo kita tolak!"
Ellea memutar kepalanya. Menatap Ahlam yang juga menatapnya. Sorot matanya begitu sendu.
"Apa kamu juga tidak mau?"
Ahlam malah menghela napas begitu berat karena Ellea malah balik bertanya. Dia mulai menatap lurus ke depan. Belum ada sedikitpun kata yang terlontar. Keadaan mendadak hening hanya ada semilir angin yang menerpa tubuh mereka.
"Aku bingung mau nolaknya."
Ellea kembali menatap Ahlam. Dia masih menunggu kalimat lanjutan. Lelaki di sampingnya itu terlihat gamang.
"Aku tidak ingin mengecewakan kedua orang tuaku untuk kedua kalinya," papar Ahlam.
"Apalagi aku," balas Ellea.
Pandangan Ahlam seketika kembali tertuju pada Ellea. Memandang wajah cantik dan mungil dengan begitu serius.
"Aku tidak ingin membuat ayahku sedih. Surga yang aku miliki satu-satunya di dunia ini yang harus aku bahagiakan bagaimanapun caranya."
Hati Ahlam begitu pedih mendengar jawaban yang terucap dari bibir Ellea.
"Sekalipun mengorbankan kebahagiaan kamu?" timpal Ahlam yang masih memandangi Ellea.
Putri dari Rifal Addhitama pun mulai menoleh. Mereka berdua kini saling menatap. Sebuah anggukan menjadi jawaban dari Ellea. Ahlam pun ikut mengangguk kecil.
"Ya udah. Berarti kita terima keinginan orang tua kita." Begitu entengnya ucapan Ahlam.
"Apa kamu juga bersedia?"
"Demi bakti kepada orang tua," sahut Ahlam.
Dua orang ini begitu santai membicarakan pernikahan, yang ada di kepala mereka hanya ingin membahagiakan kedua orang tua. Tanpa perlu berdebat atau saling tarik urat, keputusan itu dengan mudah mereka buat.
.
Keputusan Ellea dan Ahlam membuat ayah Rifal dan juga ayah Aska sedikit terkejut. Secepat itu kedua anak mereka menyetujui perjodohan yang sudah mereka rencanakan.
"Apa kamu serius?" tanya ayah Aska kepada Ahlam. Wajahnya nampak tak percaya.
"Iya."
Ayah Aska kira sang putra akan menolak, tapi dia salah. Dengan mudahnya sang putra menyetujuinya.
"Iam udah pernah janji kan sama Ayah dan Bunda, apapun akan Iam lakukan untuk kebahagiaan Ayah dan Bunda. Iam gak mau buat Ayah dan Bunda kecewa lagi. Iam ingin menjadi anak yang berguna."
Hati ayah Aska pun mencelos mendengarnya. Dia menatap dalam wajah sang putra yang tak menunjukkan kebohongan sama sekali.
"Iam tahu, ini tidak akan pernah bisa menebus rasa kecewa Ayah dan Bunda. Tapi, setidaknya Iam bisa buat Ayah dan Bunda bahagia."
Ayah Aska memeluk tubuh Ahlam. Sang putra begitu dewasa sekarang. Hampir saja air mata ayah Aska terjatuh.
Di lain kamar, ayah Rifal menatap serius ke arah sang putri. Dia tengah mendengarkan Ellea berbicara.
"Jika, itu bisa membuat Ayah bahagia. El akan melakukannya, Yah. Kebahagiaan Ayah di atas segalanya."
Ellea mengusap lembut air mata yang mulai terjatuh dari pelupuk mata ayahnya karena sangat terharu atas ucapan putri semata wayangnya.
"Ayah adalah prioritas El. Alasan El kenapa gak mau nikah karena El takut sayang dan cinta El terbagi untuk Ayah. Tapi, jika Ayah yang mencarikan jodoh untuk El, El akan menerima. El yakin dan percaya jika lelaki pilihan Ayah itu adalah lelaki terbaik dari ribuan yang baik."
Ayah Rifal memeluk tubuh sang putri dengan begitu erat. Mata Ellea mulai berembun.
"Bunda, hanya ini yang bisa El lakukan untuk membahagiakan Ayah. Bunda jangan khawatir. Kalaupun nanti pernikahan El tidak bahagia, El tidak akan pernah menyesali itu. El ingin Ayah seperti ayah-ayah yang lain yang bisa menyaksikan anaknya menikah."
Terbiasa mengorbankan kebahagiaannya, itulah Ellea. Dia memandangi foto mendiang sang ibu yang tengah tersenyum begitu cantik.
"Apapun akan El lakukan untuk Ayah, Bun. El ingin mengganti air mata yang setiap malam Ayah teteskan untuk El. Ayah banyak mengorbankan semuanya untuk El. Bahkan, Ayah rela tidak menikah lagi karena Ayah tidak ingin El memiliki ibu tiri. Juga Ayah tidak ingin mengkhianati Bunda."
Ellea menghela napas berat sebelum melanjutkan ucapannya.
"Ayah adalah sosok ayah dan ibu terbaik yang El miliki di dunia ini. Maka dari itu, El ingin menjadi anak yang berbakti yang mampu buat Ayah bahagia."
Ellea memeluk foto ibunya sebelum dia masukkan ke dalam tas. Tak pernah mendapatkan kasih sayang dari seorang wanita yang telah melahirkannya, tak membuat Ellea lupa pada wanita yang kini sudah berada di surga.
"El minta restu ya, Bun. Ridho Ayah dan Bunda insha Allah akan membuat El bahagia."
...***To Be Continue***...
Tes ombak, kalau komen di atas 50 up bab baru lagi.
Kesepakatan Ellea dan Ahlam untuk menikah bari diketahui oleh kedua orang tua mereka. Keluarga besar mereka belum tahu sama sekali. Baik Ahlam dan Ellea berniat ingin memberikan kejutan kepada mereka.
Tiga Minggu setelah keputusan penting dibuat, ayah Rifal dan ayah Aska sepakat untuk memberitahukan kepada keluarga besar. Mereka berdua sangat yakin jika keluarga besar mereka akan terkejut.
Ayah Rifal tersenyum ketika melihat sang kakak, Rindra Addhitama terkejut dengan kalimat yang diucapkannya.
"Jangan bercanda, Pang! Gak lucu!!"
"Beneran, Bang. Ellea akan nikah sama Ahlam."
Rindra Addhitama hanya bisa menggelengkan kepala pelan. Apalagi setelah mendengar penjelasan dari ayah Rifal yang semakin membuatnya terkejut. Rindra ingin marah, tapi dia urungkan. Pasti ada alasan di balik ini semua.
Kabar tersebut tak Rindra simpan sendiril. Dia menghubungi kedua putranya untuk bertemu. Di jam makan siang pertemuan ketiga lelaki yang begitu tampan bertemu di sebuah restoran yang begitu private.
"Ada apa, Pih?" tanya Rio ketika dia sudah duduk di depan sang ayah.
"Masalah seriuskah?" timpal Restu. Anak angkat Rindra yang begitu bengis.
"Tadi Om Ipang telepon Papih."
Wajah Rindra seketika berubah. Kedua putranya mulai kompak menukikkan kedua alis mereka. Tak seperti biasanya sang ayah seperti itu. Namun, mereka sama sekali tak memotong ucapan Rindra. Menunggu Papih mereka melanjutkan perkataannya.
"Ellea mau menikah."
Respon kedua anak Rindra Addhitama di luar ekspektasi sang ayah. Mereka berdua malah tersenyum bahagia.
"Kenapa kalian malah senang?" tanya sang ayah heran.
"Kenapa Iyo harus sedih? Ini kan kabar baik. Lagipula Zey--"
"Ellea akan menikah dengan Ahlam."
"Apa??"
Restu begitu terkejut mendengar penjelasan sang ayah. Dia meminta ayahnya untuk menjelaskan secara rinci. Namun, sang ayah hanya menggelengkan kepala. Rio dan Restu mulai saling tatap. Sebuah kalimat Rio ucapkan dengan spontan.
"Ke Surabaya sekarang."
Dua lelaki itu sudah memesan tiket untuk ke Surabaya pada hari itu juga, menemui adik sepupu mereka. Kabar yang mereka berdua terima di luar prediksi dan membuat mereka harus pergi dan bertemu langsung dengan perempuan cantik yang sangat mereka jaga dan sayangi.
"Gua tahu Ahlam baik. Tapi, kalau begini caranya mereka menikah gua sedikit gak setuju." Rio berkata dengan begitu tegas.
"Lu tahu kan gimana perlakuan Om Ipang ke mendiang Tante El setelah pernikahan mereka yang didasari perjodohan?" Restu pun mengangguk.
"Gua gak mau Ellea merasakan hal yang sama seperti bundanya. Disakiti dulu, baru dicintai. Gua sangat mengharamkan itu."
Bukan hanya Rio yang memiliki ketakutan seperti itu. Restu pun merasakan hal yang sama.
"Orang baik seperti Om Ipang aja bisa bersikap seperti itu. Tak menutup kemungkinan itu bisa Ahlam lakukan kepada Ellea." Ketakutan yang beralasan. Itulah yang tengah Rio rasakan.
Kedatangan Rio dan Restu ke rumahnya membuat ayah Rifal terkejut. Dia mengerutkan dahi meminta penjelasan dari kedua keponakannya.
"Om tahu kan Iyo dan Restu gak akan tiba-tiba datang kayak setan kalau gak ada maksud dan tujuan." Anggukan kecil menjadi jawaban dari ayah Rifal.
"Iyo ingin penjelasan detail perihal pernikahan Ellea yang tidak sesuai ekspektasi Iyo."
Ayah Rifal menghela napas begitu berat. Dia menyuruh kedua keponakan tampannya itu untuk duduk. Wajah Rio dan Restu sudah tidak biasa.
"Ellea sudah cukup umur. Sudah saatnya dia menikah," tutur ayah Rifal dengan sorot mata menyiratkan kesedihan.
"Iyo tidak masalah Ellea akan menikah, yang jadi pertanyaan besar Iyo itu kenapa Ellea menikah dengan Ahlam? Padahal ada lelaki yang--"
"Ahlam memang pernah melakukan kesalahan yang membuat dia diungsikan. Restu pasti tahu cerita lengkapnya seperti apa." Sang paman menatap ke arah Restu yang belum berbicara sedikit pun.
"Tapi, Om yakin dari kesalahan itu Ahlam bisa menjadi pribadi yang semakin baik." Seulas senyum tersemat di bibir pria yang terlihat tidak terlalu sehat.
"Apa Om punya alasan yang lain memilih Ahlam untuk menjadi suami Ellea?" Restu mulai membuka suara.
"Dia adalah fotokopian Agha. Sedikit banyak sikapnya pasti seperti Agha. Tapi, Om yakin dia akan bersikap lembut kepada Ellea karena dia keturunan Askara."
Rio mulai menatap teduh wajah sang paman. Dia ingin bicara dari hati ke hati.
"Om kan pernah merasakan bagaimana rasanya dijodohkan. Kenapa sekarang Om malah melakukan hal yang sama pada putri tunggal Om?"
Mata Rifal mulai berair. Memorinya mulai memutar kejadian dua puluh lima tahun yang lalu. Di mana dia teramat jahat menyakiti mendiang istrinya.
"Apa Om tidak berpikir, jika nanti nasib Ellea akan sama seperti--"
Restu mengusap lembut pundak Rio. Dia menggeleng dengan pelan. Menyuruh Rio untuk berhenti melanjutkan ucapannya.
"Maaf," sesal Rio dan segera memeluk tubuh sang paman.
Restu tak bicara apapun karena Restu berada di pihak keluarga Ellea dan Ahlam. Dia tahu bagaimana Ellea dan dia juga tahu bagaimana Ahlam. Ditambah, dia melihat betapa inginnya sang paman melihat Ellea menikah.
.
Kehadiran kedua kakak sepupunya di depan kamar membuat Ellea senang bukan kepalang. Dia memeluk tubuh Rio dan Restu.
"Kenapa gak bilang?"
"Kejutan," balas Rio. Ellea pun tertawa.
Setelah melepas rindu, keadaan kamar Ellea mendadak hening. Tatapan Rio dan Restu terlihat berbeda.
"Kenapa kamu gak bilang kalau kamu akan menikah?" Rio berbicara begitu serius.
Ellea hanya tersenyum. Dia balik menatap Rio dan juga Restu bergantian.
"El gak mau membuat keributan dari kabar pernikahan El," balas Ellea dengan senyum yang tak pudar.
"El tahu, pasti akan ada pihak yang pro dan kontra. Tapi, ini semua murni kemauan El dan Ahlam. Tidak ada desakan dari siapapun." Ellea mencoba meyakinkan.
"El, menikah karena dijodohkan itu tidak sama seperti menikah karena saling sayang," jelas Rio.
Ellea menggenggam tangan Rio dengan begitu erat. Matanya menatap serius ke arah pria tampan tersebut.
"Kak, El tidak akan pernah menyesali keputusan yang sudah El ambil. El akan terima takdir Allah ke depannya seperti apa. Sekarang, yang El inginkan hanya melihat Ayah bahagia. Mungkin ini jalannya untuk membahagiakan surga yang El miliki satu-satunya di dunia ini."
Rio segera memeluk tubuh Ellea dengan begitu erat. Kalimat demi kalimat yang keluar dari mulut Ellea membuat hatinya sakit.
"El ingin menebus air mata yang selalu Ayah teteskan di saat malam tiba. El ingin mengubah air mata itu menjadi senyum yang tak pernah luntur dari bibirnya. Hanya dengan cara ini El bisa membuat Ayah bahagia."
Restu mengusap lembut ujung kepala Ellea. Senyum pun menjadi balasan untuk sentuhan penuh kehangatan yang Ellea terima.
"Terima kasih sudah memberikan banyak cinta Kepada El. Terima kasih sudah menjaga El dengan sangat baik selama ini. Selalu ada untuk El tanpa El minta," ucapnya begitu tulus kepada kedua pria tinggi nan tampan.
Melepas adik yang mereka sayang dengan orang yang tak mereka sangkakan teramat sulit mereka lakukan. Rio dan Restu tak bisa berkata. Mereka hanya menatap wajah Ellea. Hingga Ellea bersimpuh di depan dua lelaki itu. Meminta sebuah restu.
"Restui El menikah dengan Ahlam, Kak. Lelaki yang sudah Ayah pilihkan untuk El dan El yakini dia bisa menjadi imam yang baik untuk El."
...***To Be Continue***...
Boleh minta komen dan dukungannya? Dengan mengikuti terus kisah ini sampai akhir. Jangan berhenti di tengah jalan, ya.
Ayah Aska mengumpulkan keempat anaknya dan juga sang istri di ruang keluarga. Tidak biasanya dila seperti itu. Balqis sudah memandang Apang yang menggeleng kepala pelan.
"Ada apa, Yah?" Hanya Dalla yang berani membuka suara. Sedangkan Ahlam terdiam santai.
"Ada hal penting yang ingin Ayah katakan pada kalian."
Apang dan Balqis sedikit membeku. Jika, sudah begini sang ayah sama seperti sang paman. Terlihat garangnya.
"Kak Apang ngelakuin kesalahan gak?" bisik Balqis. Apang dengan cepat menggeleng.
"Ini tentang pernikahan."
Apang dan Balqis kompak menoleh ke arah Dalla. Kakak pertama mereka yang memang sudah mengikat seroang wanita cantik yang berprofesi dokter magang.
"Ayah sudah bicara dengan keluarga Rene. Mereka meminta pernikahan kalian dipercepat sebelum Rene ditugaskan ke Bali."
Dalla mengangguk patuh. Dia akan mengikuti apapun yang diputuskan oleh ayahnya. Namun, ada sebuah kalimat tambahan yang membuat tubuh Dalla, Apang serta Balqis menegang.
"Satu hari setelah Dalla menikah, Ahlam akan melakukan akad juga."
Mereka bertiga tak bisa berkata. Hanya bisa menatap kompak ke arah Ahlam yang terlihat santai seraya menyunggingkan senyum begitu tulus.
"Sa-sama siapa?" Balqis masih berada antara percaya dan tidak.
"Ellea, anak Om Ipang."
Jawaban sang ayah membuat mata mereka bertiga melebar. Mereka nampak terkejut sampai tak bisa berkata apapun.
"Kenapa dadakan?" Apang pun mulai berani bertanya kepada sang ayah.
"Abang dijodohin."
.
"Abang kenapa mau sih?" omel Balqis ketika mereka berempat berada di kamar Ahlam.
"Nikah karena cinta aja belum tentu bahagia. Apalagi pake cara kuno begini," tambah Dalla.
Hanya Apang yang tak bersuara. Dia melihat jelas tatapan Ahlam kepada Ellea di acara pernikahan Ghea dan Reksa tiga Minggu yang lalu. Namun, dia tidak menyangka jika mereka dijodohkan.
"Boleh Abang jawab?" tanya Ahlam dengan begitu santai. Dalla dan Balqis pun terdiam.
"Pernikahan Abang dan Ellea mutlak karena kesepakatan kami berdua. Terpaksa, pasti ada. Tapi, kami memiliki niat yang sama, ingin membahagiakan orang tua."
Tak ada kebohongan yang Ahlam katakan. Ketiga kembaran Ahlam dapat merasakan itu. Semakin hari Ahlam menjadi lelaki yang lebih kalem. Tidak seperti dulu di mana dia menjadi anak yang paling aktif yang selalu menempel kepada Mas Agha, kakak sepupu mereka.
"Mas, Apang dan Aqis tahu kan. Kalau Abang pernah membuat Ayah dan Bunda kecewa. Bahkan, Daddy sampai murka." Ahlam menjeda ucapannya.
"Ayah meminta Abang untuk menikah dengan perempuan yang sudah Ayah siapkan. Perempuan yang tak asing untuk kita, dan sudah dipastikan perempuan itu adalah perempuan terbaik yang Ayah pilihkan untuk Abang." Ahlam tersenyum ke arah ketiga saudaranya.
"Dengan Abang menyetujui perjodohan ini. Setidaknya ada tiga orang yang sudah Abang buat bahagia. Ayah, Bunda, dan juga Om Ipang, ayah Ellea. Meskipun, itu tak mampu menebus rasa kecewa Ayah dan Bunda, tapi Abang berusaha menjadi anak yang berguna dan berbakti kepada mereka."
Apang memeluk tubuh sang kakak. Diikuti Balqis dan juga Dalla. Mereka tahu bagaimana beratnya hidup Ahlam. Bagaimana kecewanya kedua orang tua mereka kepada Ahlam. Hingga sampai di mana sang paman membebaskan Ahlam dari hukuman. Membawanya kembali ke dekapan orang-orang yang menyayanginya.
"Kalian jangan khawatir. Abang ikhlas menerima perjodohan ini. Begitu juga dengan calon istri Abang."
.
Dua Minggu sebelum pernikahan Ahlam dan Ellea diselenggarakan. Rindra serta Radit menjemput Rifal dan Ellea di Surabaya. Anak kedua dari mendiang Addhitama akan kembali ke rumah besar dan meninggalkan rumah sederhana tersebut.
Tatapan Rindra dan Radit membuat Ellea tak kuasa menahan laju air mata. Ellea berhambur memeluk tubuh Papih dan Baba-nya.
"Terlalu jauh El. Terlalu jauh," ucap Rindra. Tangan Ellea semakin melingkar erat di pinggang sang paman.
"Ini tak sebanding dengan pengorbanan Ayah, Pih."
Ellea mulai mengendurkan pelukannya. Menatap dalam wajah Rindra yang menyiratkan kesedihan yang mendalam karena keputusan yang Ellea ambil.
"El sudah mengikuti larangan Papih dan Baba untuk tidak mendonorkan ginjal karena itu terlalu berisiko. Sekarang, El mengambil keputusan yang minim risiko." Senyum Ellea ukirkan di bibirnya.
"Kebahagiaan kamu yang kamu pertaruhkan, El," sahut Radit dengan nada begitu lembut.
Ellea meraih tangan sang baba. Dia menatap dalam wajah pamannya yang masih teramat tampan.
"Kebahagiaan El adalah melihat Ayah bahagia."
Radit menghela napas begitu berat. Dia merasakan apa yang Ellea rasakan. Tak mengenal sosok ibu sama sekali. Juga tak merasakan kasih sayang dari wanita yang melahirkannya. Sampai pada sang Papih pun rela mengurusnya sendirian tanpa bantuan nanny. Dan tidak memikirkan perihal pernikahan sampai sang ayah menutup mata. Sama seperti sang kakak sekarang.
"Jangan khawatirkan El, Pih, Ba. El janji, El tidak akan pernah mengecewakan kalian dengan pernikahan El."
Rindra dan Radit memeluk tubuh sang keponakan dengan begitu erat. Ellea adalah malaikat kecil yang Tuhan berikan untuk mereka semua jaga dan besarkan dengan penuh kasih sayang. Memberikan cinta yang banyak supaya dia tidak merasakan kesedihan karena tidak memiliki ibu. Istri dari Rindra dan Radit pun mencurahkan kasih sayang mereka kepada Ellea. Bergantian mengurus Ellea, dan berusaha selalu ada di setiap acara penting sekolah Ellea. Itu semua mereka lakukan karena mereka sangat menyayangi Ellea. Berusaha menjadi sosok ibu yang nyata untuk sang keponakan.
Tibanya di Jakarta, Ellea dipeluk erat oleh dua wanita yang begitu cantik. Air matanya kembali menetes.
"Jangan nangis, El." Echa sudah mengusap air mata Ellea dengan begitu lembut.
Rifal hanya bisa menghela napas kasar ketika melihat sang putri sangat nyaman memeluk dua iparnya. Dia merasakan jika ada kerinduan yang Ellea pendam. Merindukan sosok yang sudah melahirkannya ke dunia ini.
Keesokan malamnya, keluarga Aska datang melamar Ellea ke rumah utama Addhitama. Mereka membawa seserahan yang begitu banyak. Agha dan Ghea baru tahu jika calon istri Ahlam adalah Ellea.
Setelah kalimat demi kalimat formal terucap, Ellea keluar dari kamar diapit oleh Aleesa dan Aleeya. Seketika mata Ahlam tak berkedip melihat kecantikan Ellea malam ini. Apalagi melihat Ellea tersenyum.
"Udah Bang terpesonanya," ejek sang bunda dan membuat Ahlam gelagapan. Semua orang tersenyum melihat Ahlam yang sudah salah tingkah.
Cincin pun sudah tersemat di jari manis Ellea dan juga Ahlam. Kini, mereka ada di halaman samping berdua.
"Sebelum kita menikah, apa perlu kita membuat sebuah perjanjian?"
Ellea menatap wajah Ahlam dengan penuh kebingungan. Sorot mata yang begitu polos itu membuat Ahlam gemas.
"Apa kamu akan membuat perjanjian seperti di novel-novel nikah paksa? Di mana di tahun yang telah ditentukan kamu akan menceraikan aku?"
Ahlam pun tertawa mendengar kalimat yang terucap dari bibir mungil Ellea. Namun, kalimat lanjutan yang keluar dari bibir Ellea membuat Ahlam terdiam.
"Aku hanya ingin menikah sekali seumur hidup."
Ahlam semakin menatap dalam wajah Ellea yang juga tengah menatapnya dengan begitu serius.
"Sekalipun kamu tidak pernah mencintaiku, jangan pernah menjatuhkan talak kepadaku. Aku lebih ikhlas jika kamu berpoligami. Aku tidak ingin mempermainkan pernikahan yang sakral. Juga, aku tak ingin mengecewakan orang-orang yang aku sayangi. Lebih baik aku yang tersakiti."
...***To Be Continue***...
Boleh minta komennya? Dan terus baca bab awal sampai akhir, ya. Jangan cuma mampir. 🙏
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!