Ctasss....
Jderrr.....
Jderrr....
Petir menggelegar dan cahaya kilat menyilaukan mata seakan membela awan hitam yang menutupi langit siang ini berbarengan dengan hujan deras yang turun membasahi bumi.
Semua orang yang masih berada diluar berlari kalang kabut mencari tempat perlindungan dengan wajah ketakutan setelah salah satu pohon tinggi yang ada dikota tumbang tersambar petir.
Kriettt....
Kriettt....
Kriettt....
Angin kencang diikuti oleh gerimis yang terbawa olehnya membuat gorden berwarna putih tersebut melambai – lambai dengan ujungnya yang mulai basah.
Suana didalam ruangan terasa dingin dan mencekam seiring suara petir yang terus menggelegar dilangit disertai kilat yang menyambar.
Tangan putih mulus seperti porselen tersebut bergetar hebat dengan isak tangis tertahan mencengkeram erat sebuah kertas putih yang dia tangkup kedadanya.
Sebuah surat yang membuat harapan dan hatinya hancur berkeping – keping oleh satu kalimat yang tertulis disana.
“ Aku telah menemukan kekasihku yang menghilang dan aku akan segera menceraikanmu begitu anak yang kamu kandung lahir ”
Liliana kira, setelah dia mengandung buah hati mereka sang suami akan luluh dan perlahan mulai mencintainya karena ada pengikat diantara keduanya.
Tapi siapa sangka ternyata selama ini suaminya masih sibuk mencari wanita yang telah meninggalkannya dihari permikahan mereka sehingga terpaksa dia yang menggantikannya karena almarhum kedua orang tuanya memiliki utang budi terhadap keluarga Bahtiar dimasa lalu.
“ Bercerai ”, satu kata yang selama ini berusaha untuk Liliana hindari dengan mengorbankan waktu dan perasaannya demi bisa diterima oleh sang suami.
Namun pada kenyataannya, bukan hanya tak mendapatkan hati suaminya, Liliana juga harus menerima fakta jika selama ini sang suami sering pulang larut malam bukan karena sibuk lembur melainkan sibuk mencari keberadaan kekasihnya itu.
“ Pantas saja satu bulan terakhir ini dia jarang pulang kerumah, bukan hanya bekerja lembur tetapi dia pergi untuk menemani kekasih yang telah berhasil dia temukan ”, gumannya miris.
Dengan berderai air mata Liliana meremas kertas tersebut hingga tak lagi berbentuk sambil berguman pelan “ Satu bulan, hanya satu bulan lagi waktu yang tersisa untuk aku menjadi istrinya ”.
Liliana berusaha untuk tetap tegar karena tak ingin bayi yang ada dalam kandungannya ikut bersedih sehingga mempengaruhi perkembangannya.
“ Maafkan mama nak ”
“ Mama tak bisa mempertahankan papamu bahkan sebelum kamu terlahir kedunia ini ”, gumannya sesenggukan.
Lilianapun meringkuk diatas tempat tidurnya sambil berderai air mata yang lajunya tak bisa dia tahan meski sudah berusaha dia cegah.
Sementara itu ditempat lain tampak seorang lelaki berbadan tegap dan paras yang rupawan sedang memandangi wanita yang ada dihadapannya.
Wanita sang pemilik hati satu – satunya yang selama ini dengan sekuat tenaga dia cari dan tunggu kehadirannya.
Meski sempat sakit hati karena kekasihnya itu pergi tepat dihari pernikahan mereka, tapi mendengar alasan jika kepergian wanita itu akibat penyakit yang dideritanya membuat hatinya seketika luluh.
Rasa rindu yang teramat dalam tampaknya telah mengalahkan logika sehingga dia bisa dengan mudah menerima alasan klasik yang diucapkan wanita tersebut dengan mudahnya.
Semua kenangan yang mereka jalani selama lima tahun berpacaran dulu tak bisa dengan mudah dihapus begitu saja, apalagi wanita bernama Imelda tersebut merupakan cinta pertama Harold yang tak bisa dilupakan begitu saja.
“Ikutlah denganku dan aku berjanji akan menjagamu sepenuh hati sambil berusaha untuk mencarikan donor jantung yang tepat buatmu agar kamu bisa sembuh sepenuhnya ”, ucap Harold tulus.
Imelda merasa sangat bahagia mengetahui jika lelaki yang sempat dia kecewakan dan lukai tersebut ternyata masih menyimpan rasa cinta yang cukup dalam untuknya.
Semua perhatian dan sikap Harold sama sekali tak pernah berubah setelah dua tahun kepergiannya, meski lelaki itu telah menikah sekarang.
Saat ini Imelda tak tahu harus merasa sedih atau bahagia melihat Harold kembali mengajaknya bersama.
“ Bukannya aku tidak mau bersamamu, hanya saja aku takut. Aku tak mau dicap sebagai wanita perusak rumah tangga orang lain ”, ucap Imelda dengan wajah cemas.
“ Tidak, kamu bukanlah pelakor karena kamu datang lebih dulu dalam kehidupanku sebelum dia ”, ucap Harold sambil memeluk Imelda dengan erat.
Harold yang tak ingin kembali kehilangan cintanya berusaha untuk membujuk Imelda agar mau menerima kebaikan hatinya.
“ Sesuai janjiku dulu, hanya ada namamu dalam hatiku ”
“ Mulai dulu hingga sekarang itu tak akan pernah berubah dan sampai kapanpun tak akan tergantikan ”
“ Untuk membuktikan ketulusanku, ikutlah denganku malam ini ”
“ Aku akan merawatmu dengan baik dan menemukan pendonor jantung yang tepat sehingga kamu bisa sembuh dan bisa hidup berbahagia denganku ”, ucap Harold berusaha menyakinkan hati Imelda dengan suara lembut.
Imelda merasa sangat terharu mendengar ucapan Harold hingga dia pun mulai meneteskan air mata.
Melihat hal tersebut Haroldpun kembali memeluk wanita yang sangat dicintainya itu dengan erat seolah dia takut jika pelukan ini dia lepas Imelda akan pergi meninggalkannya lagi.
“ Tapi Harold, aku tak ingin menyakiti hati istrimu karena bagaimanapun juga aku wanita jadi mengerti apa yang akan istrimu rasakan nanti ”, ucap Imelda sesenggukan.
Harold segera melepaskan pelukannya dan menatap netra hitam yang ada dihadapannya dengan hangat.
“ Percayalah, istriku tak akan keberatan karena sebentar lagi kami akan bercerai ”, ucap Harold dengan wajah serius.
“ Tapi...”, belum selesai Imelda berkata Harold sudah lebih dulu menginterupsinya.
“ Kami bercerai karena memang tak ada cinta dan itu sudah kesepakatan diawal pernikahan jika aku menemukanmu maka dia harus ikhlas aku ceraikan ”, ucap Harold jujur.
Melihat tak ada kebohongan dikedua mata Harold, Imelda pun mengangguk pelan dan segera memeluk kekasih hatinya itu dengan tangis bahagia.
Harold yang melihat jika Imelda telah luluh dan menyetujui keputusannya maka lelaki itupun segera membantu Imelda untuk membereskan semua barang yang akan dibawa kerumahnya.
Lelaki itu begitu bahagia dan tak memperdulikan jika nanti akan ada hati yang terluka karena keegoisannya.
Begitu semua sudah masuk kedalam koper, Harold segera menggandeng tangan Imelda dengan mesra dan keduanya tersenyum lebar masuk kedalam mobil.
Setelah menempuh perjalanan kurang lebih empat puluh lima menit mereka berdua akhirnya tiba di rumah milik Harold.
“ Wow besar sekali rumahnya ”
“ Aku tak menyangka jika Harold akan sesukses ini sekarang ”
“ Jika tahu dari dulu akan sekaya ini dia aku tak mungkin meninggalkannya ”, batin Imelda bahagia.
Harold dan Imelda masuk kedalam rumah dengan senyum lebar sementara Liliana yang melihat kedatangan suami dan kekasihnya hanya bisa menangis dalam diam.
“ Tega kamu mas ”
“ Aku tak menyangka jika kamu akan membawanya tinggal dirumah ini sebelum kamu resmi menceraikan aku ”, guman Liliana perih.
Liliana berusaha menggingit bibir bawahnya agar suara tangisnya tak sampai keluar dan didengar oleh sang suami yang pastinya akan sangat murka kebahagiaannya malam ini terganggu.
Dengan lunglai, Liliana berjalan menuju ranjangnya dan langsung berbaring karena sekarang dia merasa jika seluruh tenaganya telah habis.
Liliana langsung menutup mata ketika dia mendengar suara pintu dibuka dari luar dan tak berapa lama aroma parfum sang suami mulai tercium.
“ Maafkan aku Liliana, tapi ini adalah yang terbaik untuk kita ”
“ Aku harap kamu bisa menemukan lelaki yang mencintaimu dengan tulus seperti cintaku terhadap Imelda ”
“ Dan masalah anak kita, kamu jangan khawatir karena aku akan tetap bertanggung jawab untuk menafkainya meski kita sudah bercerai nanti ”, ucap Harold sambil membelai rambut Liliana dengan lembut.
Begitu pintu kamar kembali tertutup dan bau parfum suaminya menghilang, airmata Liliana kembali mengucur deras hingga dia harus menutup mulutnya dengan bantal agar isakannya tak terdengar keluar.
“ Kenapa...kenapa rasanya sesakit ini Tuhan...”, batin Liliana sedih dan kecewa.
Keesokan harinya, hembusan angin yang masuk melalui jendela yang sejak semalam dibiarkan terbuka telah mengelitik lehernya akibat kencangnya angin yang masuk hingga membuat surai hitam panjang milik Liliana terbang terbawa angin.
Mata Liliana terasa panas dan berat karena semalamam suntuk dia menangis dan baru menyudahinya setelah dia tertidur akibat kelelahan.
Liliana mengelus perutnya yang mulai bergerak dan segera menyapa bayi munggil yang belum lahir tersebut dengan lembut sambil tersenyum lebar.
“ Maaf mama ya nak jika semalam mama membuatmu sedih ”
“ Mama janji itu adalah terakhir kalinya mama menangis untuk papamu ”
“ Kuharap dimasa depan kamu tak akan menyalahkan mama akan keputusan yang akan mama ambil setelah ini ”, ucap Liliana sambil membelai perutnya dengan lembut.
Liliana pun segera bangkit dan membersihkan diri didalam kamar mandi sebelum suaminya bangun.
Jujur saja Liliana masih belum sanggup untuk bertatap muka dengan Harold, apalagi kini ada wanita lain disampingnya.
Sungguh, sekeras apapun Liliana mencoba iklhas dia tak pernah bisa untuk rela dimadu seperti ini.
“Nyonya....”, mbok Sumi menatap majikannya dengan sedih.
Mbok Sumi mengkhawatirkan kondisi nyonya mudanya yang pagi ini turun dengan mata sembab dan lesu.
“ Pasti semalam nyonya telah melihat segalanya ”
“ Tuan Harold benar – benar jahat ”
“ Kenapa dia bisa membawa wanita lain kerumah ini disaat nyonya sedang hamil besar ”, batin mbok Sumi sedih.
Liliana yang melihat kesedihan diwajah pembantunya itu buru – buru tersenyum lebar agar wanita tua itu tak khawatir terhadapnya.
“ Mbok, aku mau beli bubur dulu didepan sekalian jalan – jalan mumpung cuaca cerah ”, ucapnya berusaha ceria.
“ Apa perlu mbok temani ?....”, tanyanya penuh kekhawatiran.
“ Nggak usah mbok ”
“ Mbok Sumi dirumah saja menyiapkan sarapan seperti biasa ”, ucapku sambil tersenyum.
Mendengar suara pintu dibuka, Liliana pun mempercepat langkahnya untuk pergi keluar dari rumah sebelum sang suami menggagalkan aksinya.
“ Pagi - pagi begini nyonya pergi kemana mbok ? ”, tanya Harold penasaran melihat siluet tubuh sang istri menghilang dibalik pintu.
“ Nyonya beli bubur didepan komplek tuan sekalian jalan pagi katanya ”, jawab mbok Sumi sopan.
“ Oh...”, ucap Harold dengan ekpresi datar.
Sudah biasa baginya jika Liliana pergi keluar pagi – pagi seperti ini untuk membeli bubur yang sejak masa kehamilannya ini menjadi hidangan favoritnya.
Harold yang memang tak menganggap keberadaan Liliana tak terlalu terpengaruh ketika istrinya itu pergi dan membiarkannya sarapan sendirian dirumah seperti sekarang.
Melihat mbok Sumi sibuk didapur, Harold pun segera naik keatas untuk membersihkan diri dan berganti pakaian karena semua perlengkapannya ada didalam kamar.
Begitu masuk, Harold yang melihat semua perlengkapannya pagi ini telah tersedia diatas ranjang langsung berjalan menuju kamar mandi.
Meski tak dianggap namun Liliana selalu menyiapkan semua keperluan Harold mulai pakaian, hingga hidangan yang akan dia makan meski hal tersebut tak pernah sedikitpun diapresiasi oleh suaminya.
Begitu tiba di jalan raya, Liliana segera masuk kedalam taxi online yang telah menunggunya didepan gerbang dan langsung meluncur kerumah sahabatnya, Lola.
Semalam, Liliana yang sudah sebatang kara setelah kedua orang tuanya meninggal dalam kecelakaan menumpahkan semua rasa sakit hatinya kepada Lola sahabatnya melalui telepon.
Lola yang semalam berada diluar kota mengurusi bisnisnya menyuruh Liliana datang ke apartemennya pagi ini untuk menghiburnya.
Dan disinilah sekarang, Liliana menceritakan semuanya dengan wajah penuh kekecewaan kepada sahabatnya yangs etia mendengarkannya.
Tak ada setitikpun air mata yang keluar karena semuanya telah habis dia tumpahkan sejak semalam.
“ Aku akan membantumu mengurus semuanya, kamu jangan khawatir ”, ucap Lola berusaha menghibur.
Lola pun segera menghubungi pengacaranya untuk mengurusi masalah perceraian sahabatnya tersebut sekaligus dia juga ingin mengambil alih perusahaan milik papa Liliana yang selama ini dikelola oleh Harold.
“ Hari ini, istirahatlah ditempatku dulu hingga suasana hatimu membaik ”
“ Seperti biasa, aku sudah menyiapkan makanan kesukaanmu didalam kulkas jadi jika ingin makan tinggal kamu panaskan dimicrowave ”
“ Aku akan pergi kekantor dulu untuk meeting pagi ini ”
“ Siang, jika tak ada hal penting dikantor aku akan usahakan pulang untuk menemanimu ”, ucap Lola penuh perhatian.
“ Maaf jika aku terus saja merepotkanmu ”, ucap Liliana tak enak hati.
“ Sudahlah, kita ini bersaudara meski tak memiliki hubungan darah sedikitpun ”
“ Apapun yang menjadi masalahmu akan menjadi masalahku juga ”
“ Semua sudah diurus pengacaraku dan aku akan memberimu kabar begitu pak Petrus menghubungiku ”, ucap Lola sebelum dia beranjak untuk mengambil tas kerjanya dan pamit pergi.
Sementara itu dikediaman Liliana tampak Harold dan Imelda menikmati sarapan mereka pagi ini dengan bahagia.
Keduanya tampak seperti pasangan pengantin baru dimana Imelda dengan telaten mengambilkan makanan kepada Harold yang menyambutnya dengan senyum ceria.
Hal yang tak pernah lelaki itu tampakkan selama menikah dengan Liliana dan tentu saja pemandangan tersebut membuat hati mbok Sumi merasa sedih.
“ Andaikan tuan bisa sehangat itu kepada nyonya mungkin rumah tangga mereka akan harmonis selamanya ”, batin mbok Sumi pilu.
Imelda yang merasa belum melihat istri Harold merasa penasaran akan sosok wanita yang menjadi pengantinya waktu itu setelah dia kabur dihari pernikahan mereka.
“ Harold, kemana istrimu ? ”
“ Kenapa dia tidak ikut sarapan dengan kita ? ”, tanya Imelda penuh perhatian.
“ Dia pergi keluar membeli bubur ”, jawab Harold singkat.
“ Apakah jauh tempatnya ”
“ Kenapa dia belum kembali padahal sebentar lagi kamu akan berangkat kekantor ”, tanyanya lagi dengan wajah penuh selidik.
“ Mungkin setelah makan bubur dia jalan – jalan sebentar ditaman mumpung hari cerah ”, jawab Harold sekenanya.
Imelda yang masih merasa tak puas akan jawaban yang diberikan oleh Harold berusaha untuk kembali bertanya “ Apakah dia sengaja menghindariku ? ”.
Harold yang melihat wajah Imelda berubah menjadi senduh segera menghibur hati wanita yang dicintainya itu agar dia merasa nyaman.
“ Kamu jangan salah paham ”
“ Aku yakin dia tak keberatan kamu tinggal disini ”
“ Selama hamil, Liliana memang selalu membeli bubur dan pulangnya dia akan jalan – jalan sebentar ditaman untuk menghirup udara pagi yang masih bersih agar janinnya sehat ”, ucap Harold menjelaskan dengan sabar.
“ Jadi istrimu sedang hamil ? ”, tanya Imelda dengan raut wajah terkejut.
“ Kami sepakat akan bercerai begitu anak tersebut lahir jadi kamu jangan khawatir karena setelah itu aku akan langsung menikahimu ”, Harold menjelaskan semuanya sambil mengenggam kedua tangan Imelda dengan lembut berharap wanita itu bisa mengerti keadaannya saat ini.
Melihat jika pagi ini bukan waktu yang tepat untuknya berdebat dengan Harold maka Imelda pun menyimpan kembali argument yang hendak dia keluarkan dan akan menunggu hingga lelaki itu pulang kantor nanti.
Setidaknya, dia bisa berbicara dengan Harold dan istrinya nanti sehingga hal yang menganjal dalam hatinya bisa segera hilang.
Sementara itu didapur, mbok Sumi yang tak sengaja mendengar percakapan keduanya tak terasa air matanya menetes tanpa diperintah dengan derasnya.
“ Malang benar nasibmu nduk ”
“ Jika mbok bisa, mbok akan membawamu pergi jauh dari rumah yang sudah seperti neraka ini agar hatimu tak semakin sakit ”, batin mbok Sumi nelangsa.
Sebagai wanita yang mengasuh Liliana sejak bayi dan meluhat tumbuh kembang putri semata wayang majikannya tersebut tentu saja mbok Sumi yang sudah ditinggal mati sang suami serta tak memiliki anak sudah menganggap Liliana seperti anaknya sendiri.
Jadi melihat perlakuan Harold seperti itu hatinya merasa hancur dan sakit. Jika saja dia memiliki kemampuan, sudah sejak lama Liliana akan dia bawa pergi jauh.
Namun sayangnya dia melihat Liliana mulai mencintai suaminya sehingga mbok Sumi hanya bisa berada disisinya untuk menguatkan dan mendoakan yang terbaik untuk majikannya tersebut.
Lola yang mendengar laporan dari Petrus sangat terkejut mengetahui jika perusahaan papa Liliana telah berpindah tangan ke Harold.
Bahkan kedua bola wanita muda itu membulat sempurna waktu dia melihat surat perjanjian yang papa Liliana tulis disana yang mengatakan jika perusahaan tersebut akan secara otomatis berpindah ketangan Harold jika lelaki itu bertahan dalam pernikahannya selama dua tahun dengan Liliana.
“ Sungguh menjijikkan ”
“ Ternyata dari awal ini niat keluarga Bahtiar menikahkan Liliana dengan Harold hanya untuk harta ”
" Bahkan mereka tak segan - segan berbohong mengenai balas budi agar Liliana mau menikah meski dengan terpaksa ", guman Lola geram.
Semakin Lola membaca semua laporan yang Petrus berikan kepadanya, darah dalam tubuhnya semakin mendidih karena banyak fakta mencengangkan dia dapatkan.
Disana dapat Lola lihat jika sebenarnya keluarga Bahtiarlah yang telah dibantu oleh kedua orang tua sahabatnya hingga perusahaan mereka bisa berkembang seperti sekarang dan bukan sebaliknya.
" Seharusnya merekalah yang membalas budi kepada Liliana atas kebaikan kedua orang tuanya "
“ Apa ini semua tak bisa diubah pak, mengingat Liliana adalah pewaris sah dari LLA company ? ”, tanya Lola penuh harap.
“ Tidak bisa bu, karena tuan Wicaksono sudah melegalkan perjanjian tersebut dinotaris. Bahkan ada foto dan video yang menguatkan surat pernjajian tersebut sehingga jika kita gugat maka pihak kitalah yang akan kalah dipengadilan ”, ucap Petrus menjelaskan.
" Kurang ajar..."
" Mereka tampaknya telah merencanakan semuanya dengan rapi dan terencana ", desis Lola penuh amarah.
Dada Lola naik turun akibat menahan emosi yang meluap - luap dalam dirinya hingga kedua matanya seperti mengeluarkan bara api yang akan membakar siapa saja yang berani mendekatinya.
Tak ada pilihan lain, Lola harus segera menyelamatkan sahabatnya tersebut dari neraka yang mengurungnya selama ini sebelum semuanya terlambat.
“ Jika begitu, tolong segera urus surat perceraian Liliana dengan Harold pak. Jika bisa secepatnya ”, ucap Lola sambil mengertakkan gigi penuh amarah.
Petrus yang menerima berkas pengajuan cerai yang Lola ajukan atas nama Liliana segera mempelajarinya dengan cepat dan seksama.
“ Jika benar pak Harold selingkuh, sebaiknya kita memiiliki bukti berupa foto atau video sehingga proses persidangan nanti akan berjalan cepat dan hal itu juga bisa dijadikan senjata untuk mendapatkan hak asuh anak yang sedang ibu Liliana kandung saat ini ”, ucap Petrus memberi saran.
Lola pun menerima saran pengacara keluarganya itu dengan baik dan merasa jika sekarang adalah waktu yang tepat untuk mencari bukti perselingkuhan tersebut mengingat wanita tersebut sudah dibawah Harold kedalam rumah mereka.
Sekarang yang perlu Lola pikirkan adalah bagaimana caranya untuk memberitahukan semua fakta yang didapatkan tersebut kepada sahabatnya.
Lola tak ingin Liliana semakin sedih dan tertekan sehingga berimbas pada kondisi janin yang ada dalam kandungannya saat ini.
Sementara itu dilain tempat, Liliana yang tak ingin tinggal diam dan meratapi nasibnya juga menghubungi salah satu orang kepercayaan sang papa diperusahaan yang masih ada hingga saat ini.
Anwar, staf keuangan LLA Company ini masih ada hingga sekarang karena hasil kerjanya yang memuaskan hingga Harold mempertahankan setelah memecat beberapa orang yang terlihat membahayakan posisinya sebagai Direktur Utama di LLA Company.
" Bagaimana pak, apa bapak bisa membantu saya ", tanya Liliana sopan.
" Bisa bu, kebetulan tadi secara tak sengaja saya mendengar jika pengacara nona Lola juga sedang mencari informasi ini ”
“ Sebentar, saya akan segera mengirimkan semua hal yang ingin ibu ketahui yang bisa saya dapatkan ”, ucap Anwar melalui pesan yang dikirimnya kepada Liliana.
" Baik pak, saya tunggu informasinya dan terimakasih bapak sudah mau bertahan di LLA Company ", ucap Liliana tulus.
Anwar pun segera mengirimkan semua file yang selama ini dia simpan secara sembunyi - sembunyi dan langsung menghapus semua pesan yang ada setelah berhasil dikirim agar jejaknya tak terlacak.
Tring tring tring....
Begitu semua file dari Anwar masuk, Liliana langsung membulatkan kedua matanya dengan satu tangan membungkam mulutnya Syok dengan apa yang baru saja dia baca.
" Apa ini ? "
" Jadi mereka hanya menginginkan hartaku saja ", gumannya terkejut.
Sama dengan Lola, Liliana sama sekali tak menyangka jika pernikahan yang terjadi memang telah direncanakan dengan begitu matang oleh keluarga Bahtiar untuk menjebaknya agar masuk dalam skema licik yang mereka buat.
“ Lalu, apakah hilangnya Imelda waktu hari pernikahan adalah scenario mereka juga sehingga bisa menjebakku menikah dengan Harold ”, guman Liliana curiga.
Ingatan Liliana kembali pada satu bulan sebelum kedua orang tuanya meninggal karena kecelakaan mobil ketika sedang pulang dinas dari luar kota.
Waktu itu sang papa memang sempat mengatakan untuk menjodohkan dirinya dengan Harold, anak dari sahabat orang tuanya.
Tapi karena Liliana tahu jika Harold telah memiliki kekasih sementara dirinya masih belum ingin menikah muda pun menolak rencana perjodohan yang akan orang tuanya buat itu
Dan setelah pembicaraan tersebut kedua orang tuanya pun tak lagi membahas mengenai masalah perjodohan sehingga Liliana menganggap jika hal tersebut telah berlalu.
Lamunan Liliana buyar seketika ketika dia mendengar suara pintu apartemen dibuka dan muncul sosok Lola dengan wajah senduh menatapnya.
Belum juga Lola bersuara, Liliana sudah lebih dulu menginterupsinya “ Lola, apakah kamu bisa membantuku ”.
“ Katakan, apa yang bisa aku bantu ”, jawab Lola tulus.
Liliana pun segera menceritakan semuanya kepada sahabatnya itu hingga membuat Lola yang sudah tahu fakta yang ada hanya bisa memberikan pelukan hangat sebagai penguat untuk sahabatnya.
“ Menangislah jika itu bisa mengurangi beban dihatimu ”, ucap Lola sambil mengusap punggung Liliana dengan lembut.
Liliana yang sudah berjanji tak akan menangis kembali harus mengingkari ucapannya tadi pagi dan kembali terisak dalam pelukan Lola setelah dia menyadari skema jahat yang telah suami dan keluarganya buat untuknya.
Begitu Liliana sudah sedikit tenang, Lola melepaskan pelukannya dan berjalan menuju dapur untuk mengambil air minum buat sahabatnya.
“ Minumlah dulu agar kamu bisa sedikit tenang ”, ucapnya sambil menyodorkan segelas air putih yang langsung ditegak habis oleh Liliana.
“ Aku memiliki sebuah rencana, tapi aku harap kamu bisa tegar menghadapinya karena semua orang yang kamu hadapi sangat kejam dan licik ”, ucap Lola tajam.
Liliana hanya mengangguk pelan dan diapun mendengarkan semua rencana yang sahabatnya itu susun untuk dirinya dengan seksama.
Lola segera memberikan beberapa cameras kecil beserta microfonnya untuk bisa Liliana tanam dibeberapa sudut rumahnya dalam mencari bukti perselingkuhan keduanya untuk memperlancar proses perceraiannya yang sedang Liliana ajukan.
“ Jika kamu bisa, tanam juga dibeberap titik rumah mertuamu ”
“ Entah kenapa kau memiliki feeling jika kecelakaan kedua orang tuamu ada sangkut pautnya dengan mereka ”, ucap Lola berspekulasi.
Meski Liliana terkejut tapi tampaknya apa yang sahabatnya katakan itu tidak salah jika melihat fakta bagaimana mereka menipu dirinya selama ini
“ Aku juga sependapat denganmu ”
“ Setelah mengetahui semuanya, kau jadi tidak bisa berpikir positif tentang mereka ”
“ Kamu tahukan betapa baiknya keluarga Bahtiar kepadaku selama ini hingga aku terjebak dalam skema jahat mereka dengan mudah ”, ucap Liliana penuh kekecewaan karena tak menyadari konspirasi yang ada sejak dini.
Pintarnya keluarga Bahtiar berakting didepannya selama ini membuat dirinya terlena dan tak menyadari konspirasi yang ada.
“ Kenapa....”
“ Kenapa mereka melakukan semua ini kepadaku ”
“ Apa salahku sehingga mereka menyiksaku seperti ini ”, ucap Liliana sesenggukan.
Air matanya pun kembali deras mengalir tanpa diminta sambil memegangi dadanya yang terasa sangat sesak sehingga terasa sulit untuk bernafas.
“ Istighfar Li.....Istigfar.....", ucap Lola dengan wajah cemas.
Meski Liliana tak bersuara namun Lola dapat lihat dari gerak bibirnya jika sahabatnya itu tengah melantunkan Istighfar sambil sesekali menutup mata dan memegangi dadanya yang masih terasa sangat sesak.
Melihat sahabatnya masih kesulitan untuk bernafas sambil komat - kamit beristighfar, Lola yang merasa sangat khawatir segera memeluk tubuh rapuh tersebut dengan erat sambil berderai air mata.
" Sabara ya Li...."
“ Aku tahu ini sangat berat bagimu ”
“ Tapi, kamu harus ingat ada anak yang harus kamu perjuangkan ”
“ Kamu harus kuat ”
“ Ingat anakmu ”
“ Jadi, bertahanlah ”, ucap Lola penuh kasih sayang.
Air mata Liliana mengalir semakin deras mendengar ucapan Lola dan diapun kembali menangis sesenggukan.
“ Aku tak seharusnya mencintainya ”
“ Cintaku padanya membuatku menjadi lemah La....”, guman Liliana lirih.
“ Tak ada yang salah dengan perasaanmu jadi jangan membebani dirimu akan hal itu ”
“ Fokuslah pada kandunganmu dan calon anakmu ”, ucap Lola penuh perhatian.
Lola terus saja mengusap punggung Liliana dengan lembut hingga suara tangis sahabatnya itu tak lagi terdengar.
Melihat kedua mata Liliana terpejam, Lola segera membaringkan kepala sahabatnya itu dengan hati – hati dan memberinya bantal sofa sebagai alas kepalanya.
“ Tidurlah sahabatku. Semoga setelah kamu bangun nanti semua mimpi buruk ini akan berakhir ”, bisik Lola sambil menutup tubuh Liliana dengan selimut.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!