NovelToon NovelToon

Janda Muda Dan Brondong Tampan.

Sebutan wanita mandul.

"Sayang...malam ini ayah dan ibu mengajak kita untuk makan malam bersama."

Ajakan suaminya berhasil membuat Fana menghela napas panjang mendengarnya. Bagaimana tidak, setiap kali menginjakkan kaki di kediaman mertuanya, ia hanya akan menjadi bahan perbandingan dengan istri dari adik iparnya oleh ibu mertuanya, di mana mereka telah memiliki anak dari hasil pernikahan mereka, sementara dirinya sampai saat ini belum kunjung diberikan kepercayaan oleh sang maha kuasa untuk mendapatkan seorang anak padahal usia pernikahannya dengan Indra sudah hampir memasuki usia dua tahun.

Jika bukan karena rasa cintanya yang begitu besar pada sang suami mungkin Fana tak akan sanggup menghadapi sikap ibu mertuanya terhadap dirinya yang sering kali membanding-bandingkan dirinya, bahkan tega menyebut dirinya wanita mandul.

"Sayang...." Indra terdengar berseru saat Fana masih diam saja, seperti sedang melamun.

"Baiklah mas, aku akan pulang lebih awal hari ini."

Dengan memaksakan senyum terbit di bibirnya Fana menjawab demikian.

Indra tersenyum seraya mengelus lembut rambut panjang Fana. "Thank you, sayang." ucapnya.

Fana merupakan lulusan luar negeri dengan gelar S.sn di bidang Fotografer sesuai dengan hobinya. Menjadi lulusan luar negeri bukan karena dirinya berasal dari keluarga berada karena kenyataannya Fana hanya berasal dari keluarga sederhana, namun berkat kepintaran serta keberuntungan lah yang membuatnya bisa mengenyam pendidikan hingga ke luar negeri. semenjak kembali ke tanah air Fana membuka sebuah agensi untuk foto model dan semacamnya untuk mengembangkan bakatnya, sebelum beberapa bulan kemudian sang kekasih, Indra, datang untuk melamar dirinya dan mereka pun akhirnya menikah.

**

"Kamu kenapa, jangan bilang kamu habis ribut lagi sama ibu mertua kamu???." tebak Chici ketika Fana tiba di kantor dengan wajah tak bersemangat. Fana mejadikan Sebuah ruko sebagai studio sekaligus kantornya, ruko yang cukup besar dengan fasilitas studio super lengkap serta kantor staf untuk dirinya dan juga beberapa pegawainya. Chici merupakan teman sekaligus pegawai pertama Fana sejak awal ia membuka agensi untuk agensi tersebut dan Chici cukup dekat dengan Fana.

Fana melanjutkan langkahnya menuju ruangan kerjanya dan diikuti oleh Chici. Fana sengaja tak langsung menjawab pertanyaan Chici karena tak ingin sampai percakapan mereka terdengar oleh pegawainya yang lain.

Setibanya di ruang kerjanya, Fana meletakkan tasnya di atas meja lalu kemudian mendaratkan bokong di kursi kerjanya.

"Malam ini mas Indra akan mengajakku makan malam di rumah ibunya."

Mendengar pengakuan Fana akhirnya Chici jadi paham apa yang menjadi penyebab hingga teman sekaligus atasannya itu menjadi galau seperti saat ini.

"Aku heran deh sama ibu mertua kamu itu, sebagai sesama wanita seharusnya dia lebih paham dengan posisi kamu saat ini, bukannya justru semakin menyudutkan kamu seperti apa sudah dia lakukan selama ini padamu." komentar Chici. Sebagai teman sekaligus salah satu pegawai Fana, Chici tahu betul bagaimana menderitanya Fana selama ini atas sikap ibu mertuanya.

"Jangan-jangan aku benar benar mandul kali, Chi???." Dengan raut wajah layu nya Fana berkomentar tentang dirinya sendiri setelah cukup lama merenung.

"Kamu ngomong apa sih, jangan pernah ngomong kayak gitu lagi aku nggak suka mendengarnya!!! Lagi pula kamu belum pernah memeriksakan kondisi kesehatan reproduksi kamu ke dokter mana mungkin bisa berpendapat negatif seperti itu." tegur Chici, tak suka mendengar kalimat yang diucapkan Fana.

"Aku takut Chi, aku takut jika kenyataannya tudingan ibu mertuaku itu benar, aku mandul dan tidak bisa memberi keturunan untuk mas Indra."

Membayangkan hal itu air mata Fana luruh begitu saja membasahi pipinya.

***

Sesuai janjinya pada indra pagi tadi, hari ini Fana kembali lebih awal dari biasanya karena mereka akan berkunjung ke rumah kedua orang tua Indra untuk makan malam bersama.

Di sepanjang perjalanan menuju kediaman mertuanya, Fana terlihat seperti sedang gelisah. Terbukti, wanita itu nampak saling menautkan jemarinya untuk sekedar menghilangkan kegelisahan dihatinya. Setiap kali berkunjung ke kediaman mertuanya, Fana selalu di Landa rasa cemas, gundah, gelisah bahkan takut, takut dirinya akan kembali dijadikan bahan perbandingan oleh ibu mertuanya untuk kesekian kalinya.

Keringat dingin nampak bercucuran di dahi Fana ketika mobil yang dikendarai suaminya telah memasuki gerbang rumah mewah milik mertuanya.

Dari balik kaca mobil Fana dapat menyaksikan istri dari adik iparnya yang kini tengah menggendong anak laki-lakinya yang berusia sekitar satu tahun. Dengan memaksakan kakinya untuk melangkah Fana turun dari mobil. Seperti biasa kedatangan Fana di rumah itu seperti tak kasat mata, ibu mertuanya hanya akan menyambut indra yang notabenenya adalah putranya tanpa peduli dengan keberadaan Fana di sisi putranya. namun Fana mulai membiasakan diri untuk itu, lagi pula ini bukan pertama kali untuknya sudah hampir dua tahun ia merasakan hal yang serupa.

Meski dirinya seakan tak terlihat namun Fana tetap mengulas senyum manis di bibirnya seolah sikap ibu mertuanya itu tidak masalah baginya. Namun baru saja berada di ambang pintu masuk utama, jantung Fana seperti berhenti berdetak saat melihat sosok wanita yang kini tengah duduk sembari bercengkrama di ruang tengah bersama dengan anggota keluarga suaminya.

Fana menatap ke arah suaminya dengan tatapan penuh tanya.

"Oh iya, tadi mas lupa bilang sama kamu kalau ibu juga mengajak Marisa untuk makan malam bersama dengan kita malam ini." ungkap Indra seolah paham dengan arti sorot mata istrinya.

"Apa???." kedua kelopak mata Fana melebar dengan sempurna tak habis pikir jika ternyata keberadaan mantan kekasih suaminya di rumah itu atas undangan dari ibu mertuanya sendiri.

Meski hatinya terasa begitu nyeri tetapi Fana berusaha menunjukkan pada semua orang yang ada di sana jika keberadaan Marisa di rumah itu tidak berpengaruh sedikitpun terhadap dirinya apalagi hubungannya dengan sang suami, bahkan Fana terlihat mengulas senyum manisnya pada Mantan kekasih suaminya itu.

*

"Coba kalau dulu indra nikahnya sama kamu, Risa, mungkin saat ini ibu sudah bisa menggendong cucu dari Indra."

Di sela makan malam tiba-tiba saja ibu mertuanya mengeluarkan kalimat yang berhasil menyesakkan dada Fana.

"Ibu ngomong apa sih." tak senang dengan ucapan istrinya ayah Bobi terdengar menegur istrinya.

Fana hanya bisa tersenyum kaku saat ayah mertuanya meminta maaf atas ucapan ibu mertua terhadapnya. Selama ini Fana diam saja bukan berarti ia takut pada ibu mertuanya namun lebih kepada menghargai sebab bagaimanapun wanita itu adalah ibu yang telah melahirkan pria yang begitu dicintainya ke dunia ini, akan tetapi semakin Fana diam semakin pula sikap wanita itu menjadi jadi.

Ya, bisa di bilang saat ini Fana telah dibutakan oleh rasanya cintanya pada sang suami sehingga ia selalu memilih menutup mata dan telinga setiap kali mendapatkan kalimat pedas bahkan hinaan dari ibu mertuanya. Untungnya Fana masih memiliki ayah mertua yang sikapnya berbeda seratus delapan puluh derajat dengan ibu mertuanya, pria paru baya tersebut memperlakukan Fana sama dengan menantunya yang lain tanpa membeda-bedakannya.

Selamat datang di karya recehku yang baru sayang sayangku 😘😘😘😘😘

Membekas di hati.

Sampai dengan acara makan malam usai Fana lebih banyak diam, hanya sesekali ia terdengar bersuara jika ada yang bertanya sesuatu tentang dirinya. Sejujurnya sebagai seorang istri, Fana merasa sedikit kecewa dengan sikap suaminya yang hanya diam saja di saat ibunya melontarkan kalimat yang tidak sepantasnya saat di meja makan tadi, namun begitu Fana memilih diam karena tak ingin sampai hal itu menjadi pemicu pertengkaran di antara ia dan suaminya.

Melihat jarum jam yang melingkar di pergelangan tangannya telah menunjukkan pukul setengah sebelas malam, Indra lantas berpamitan pada kedua orang tuanya.

"Oh iya Dra, kebetulan tadi Marisa ke sini naik taksi, kamu bisa kan mengantarkan Marisa pulang sekalian."

Fana menghela napas dalam-dalam saat mendengar permintaan tak masuk akal dari ibu mertuanya itu. Jika tidak ingat dosa ingin sekali rasanya Fana meneriaki ibu mertuanya tersebut.

Indra tidak langsung menjawab permintaan ibunya, pria itu lebih dulu menoleh pada Fana seolah meminta persetujuan dari istrinya itu.

"Maafin Indra, bu, bukannya indra nggak mau nganterin Marisa tapi arah menuju rumah Indra dan Marisa itu tidak searah, Bu." jawaban tersebut di berikan Indra pada ibunya ketika melihat Fana hanya diam saja, tak merespon tatapannya.

Setelah melewati drama yang cukup panjang akhirnya Indra pun mengalah dan menuruti permintaan ibunya untuk mengantarkan mantan kekasihnya itu kembali ke rumah orang tuanya.

Setelah mengantarkan Marisa kembali ke rumah orang tuanya, Indra kembali melajukan mobilnya menuju kediamannya bersama Fana. kediaman yang Mereka tempati bersama selama hampir dua tahun terakhir ini.

"Mas, jika seandainya suatu saat nanti ibu akan meminta kamu untuk menceraikan aku, apa kamu juga akan menurutinya???."

Pertanyaan Fana sanggup mengalihkan perhatian Indra dari fokusnya menatap garis putih jalanan.

"Kenapa kamu bicara seperti itu???." bukannya menjawab Indra justru balik bertanya dengan wajah yang terlihat bingung.

"Tidak apa apa mas, aku hanya sekedar ingin tahu saja. Jika suatu saat ibu ingin kamu menceraikan aku apa kamu juga akan menurutinya???." untuk kedua kalinya Fana bertanya demikian.

Air mata yang sejak tadi tergenang di pelupuk mata indah Fana seketika terjun bebas membasahi pipinya saat melihat indra masih diam saja. Bagi Fana Diamnya Indra sudah cukup menjadi jawaban atas pertanyaannya tadi.

Sesaat kemudian, dengan tangis tercegat Fana berkata. "Jika bisa memilih, aku juga tidak ingin terlahir sebagai wanita mandul, mas." ucapan Fana terdengar begitu menyesakkan dada bagi siapapun yang mendengarnya, tak terkecuali Indra, pria itu sontak saja menepikan mobilnya lalu kemudian menggenggam kedua tangan Fana dengan penuh kasih sayang.

"Mas sangat mencintai kamu, Fana, lebih baik kita sama sama berdoa agar semua itu tidak akan pernah terjadi." ungkap Indra sebelum kemudian membawa tubuh istrinya itu ke dalam pelukannya.

Merasa cukup tenang Fana lantas melerai pelukannya begitu pun dengan Indra. kini keduanya pun kembali melanjutkan perjalanan menuju pulang ke rumah.

Makan malam di rumah mertuanya malam ini sungguh membekas di hati Fana, mungkin hingga ajal menjelang ia tak akan lupa dengan sikap ibu mertuanya malam ini.

Beberapa saat setelah tiba di rumah, Fana memilih menyendiri di balkon kamar sedangkan Indra sudah terlelap dalam tidurnya, mungkin karena kesibukannya di kantor seharian membuat pria itu kelelahan hingga memutuskan untuk segera mengistirahatkan tubuhnya.

Fana terlihat memeluk tubuhnya yang mulai terasa dingin akibat hembusan angin malam. kembali teringat akan kata-kata ibu mertuanya tadi, air mata Fana jatuh begitu saja tanpa permisi.

"Sampai kapan ibu akan terus bersikap seperti itu padaku????." batin Fana seraya mengusap sisa air mata di pipinya.

Cukup lama Fana menikmati hembusan angin malam, hingga akhirnya wanita itu pun meninggalkan balkon saat merasakan angin malam terasa semakin dingin.

"Aku sangat mencintai kamu, mas Indra. Aku berharap cinta kamu tidak akan pernah berubah padaku,mas." batin Fana seraya memandangi wajah lelap suaminya dengan tatapan sendu.

Keesokan harinya.

 "Morning, sayang." Indra yang telah rapi dengan pakaian casual nya tersebut mengecup kening Fana yang baru saja terjaga dari tidurnya.

"Morning, mas." Fana mengukir senyuman manis di bibirnya. "Kamu nggak berangkat ke kantor mas??." tanya Dea yang baru menyadari suaminya tidak mengenakan pakaian kerjanya.

Pandangan Fana tak sengaja tertuju pada koper besar yang berada di samping lemari pakaian. "Kamu ada urusan pekerjaan di luar kota, mas???." tebak Fana.

"Tidak sayang, tadi ibu menelpon dan meminta mas untuk menemani mereka ke Semarang selama beberapa hari untuk menghadiri acara lamaran anaknya om Tito." beritahu Indra.

"Kamu nggak apa-apa kan, mas tinggal sendiri di rumah untuk beberapa hari????."

Fana mengangguk sambil memaksakan senyum agar terukir di bibirnya, saat indra bertanya sembari mengelus lembut Surai panjangnya. "Nggak papa kok mas. Kamu hati hati ya mas dan Jangan lupa untuk segera mengabari aku jika sudah tiba di Semarang nanti!!!."

"Iya sayang mas pasti akan segera menghubungi kamu setibanya di Semarang nanti. kamu juga hati-hati di rumah, jangan menerima tamu orang yang tidak dikenal!!!." pesan Indra.

Fana kembali mengangguk. "Baik mas."

Melihat waktu hampir menunjukkan pukul tujuh pagi, Indra pun pamit pada Fana untuk segera menuju ke rumah ibunya, dan Fana pun mengantarkan Indra hingga ke depan rumah.

Dari balik kaca mobil Indra menyaksikan senyuman tulus istrinya yang kini melambaikan tangan ke arahnya. Ada rasa nyeri di hati Indra kala teringat perkataan ibunya di telepon tadi, di mana wanita yang telah melahirkan dirinya tersebut menolak mentah-mentah permintaan Indra yang ingin mengajak serta istrinya.

Fana hanya bisa menghela napas dalam saat melihat mobil Indra telah bergerak keluar meninggalkan pekarangan rumah. "Ya tuhan lindungilah suami hamba di manapun dia berada. Lindungi hati dan raganya." batin Fana.

Setelah mobil Indra tak lagi terlihat oleh pandangannya Fana kembali ke dalam untuk mandi dan bersiap ke studio.

Setelah selesai mandi dan juga bersiap serta tak lupa mengisi perutnya dengan selembar roti dan juga segelas susu, Fana segera beranjak menuju studio.

*

"Emangnya kamu belum punya pacar, Za???."

"Untuk pacar sih belum, tapi untuk pujaan hati sudah ada sejak dulu di dalam sini." ucap pria bernama lengkap Rizaidan Fathariano tersebut sembari menunjuk serta membusungkan dada dengan bangganya sambil tersenyum.

"bisa aja Lo bocah...." Luki yang merupakan editor sekaligus fotografer di agensi tersebut ikut tersenyum melihat tingkah pria yang belum genap berusia dua puluh tahun tersebut. Ya, dua bulan lagi Riza baru genap dua puluh tahun, maka dari itulah pria itu masih sering mendapat julukan bocah meskipun penampilan serta postur tubuhnya sama sekali tak menunjukkan usianya yang sebenarnya. Memiliki dada yang bidang, tinggi badan yang hampir mencapai seratus delapan puluh tiga sentimeter membuat orang yang baru mengenalnya tidak akan menyangka jika pria itu masih berusia sembilan belas tahun.

Obrolan ringan di antara Riza dan Luki akhirnya terhenti saat melihat kedatangan Fana dan juga Chici ke studio pemotretan.

"Selamat pagi." ucap Fana dengan seulas senyum yang menghiasi wajah cantiknya.

"Pagi, mbak Fana." sahut Riza dan juga Luki hampir bersamaan.

"Gimana persiapan pemotretan hari ini???." tanya Fana setelah mendaratkan bokongnya di sofa.

"Semuanya sudah rampung mbak, kita hanya tinggal menunggu model yang akan melakukan pemotretan bersama dengan Riza hari ini" beritahu Luki.

Jawaban Luki sontak saja membuat Fana menatap ke arah jarum jam yang melingkar pada pergelangan tangannya. "Ini sudah pukul setengah sepuluh, kenapa model wanitanya belum juga datang??? Apa kemarin kamu tidak berpesan padanya untuk datang lebih awal??."

"Sudah mbak, saya sudah berpesan seperti itu tetapi entahlah mungkin ada kendala sehingga putri datang terlambat pagi ini." jawaban Luki membuat Fana mulai tak tenang.

Fana beralih pada Chici. "Chi coba deh kamu hubungi Putri!!!." pinta Fana

"Baiklah."

Baru saja putri mengeluarkan ponselnya tiba-tiba saja sebuah pesan baru saja masuk ke aplikasi hijau milik gadis itu.

"Ada apa????." cecar Fana ketika melihat wajah Chici berubah panik.

"Putri baru saja dilarikan ke rumah sakit karena mencoba melakukan percobaan bunuh diri, Fan."

Dengan wajah syoknya Chici memperlihatkan pesan singkat yang dikirim dari nomor ponsel Putri pada Fana. Pesan tersebut sepertinya di kirimkan oleh salah seorang anggota keluarganya untuk mengabarkan pada mereka.

"Oh Tuhan....." Fana mengusap wajahnya tidak habis pikir dengan tindakan gila Putri. bagaimana tidak, dirinya saja yang hampir kehilangan kewarasan akibat menghadapi sikap ibu mertuanya tidak sampai berpikir untuk mengakhiri hidupnya tetapi putri yang notabenenya anak seorang pengusaha kaya raya dan berprofesi sebagai seorang model justru berpikir sedangkal itu.

Rencana licik.

Gurat wajah Fana semakin tak tenang mengingat semua model untuk pakaian wanita hari ini tak ada yang free sementara beberapa hasil pemotretan harus segera di kirim pada klien Malam ini juga. Tidak jauh berbeda dengan Fana, raut wajah Cici pun menunjukkan kecemasan yang hampir sama.

"Bagaimana ini Fan, bisa bisa klien akan menuntut ganti rugi karena menganggap kita tidak profesional." ungkap Cici di sela kegelisahannya.

"Please calm down, Ci, biarkan aku berpikir sejenak!!!." sejujurnya Fana tak kalah panik dan gelisah dibanding Cici namun wanita itu berusaha menenangkan diri agar bisa berpikir dengan jernih.

"Kenapa tidak mbak Fana saja yang menggantikan putri sebagai model untuk projek kali ini!!!." Riza yang sejak tadi hanya diam saja menyaksikan percakapan di antara ketiganya akhirnya mengemukakan idenya.

Sontak Riza menjadi pusat perhatian Fana, Cici dan juga Luki.

"Apa kamu sudah tidak waras." cetus Fana yang merasa ide Riza sangat tak masuk akal mengingat selama ini ia sama sekali tidak berpengalaman dalam bidang tersebut.

"Sepertinya tidak ada salahnya kamu mengikuti ide Riza, Fan, daripada harus membayar ganti rugi sepuluh kali lipat!!!." komentar Chici, dan Luki pun mengangguk sebagai dukungan atas ucapan Chici.

Fana tak langsung menjawab, ia masih terlihat diam dengan wajahnya yang terlihat frustrasi.

"Baiklah akan aku coba." tutur Fana setelah cukup lama menimbang nimbang akan keputusan yang hendak diambilnya tersebut.

Dengan langkah kurang bersemangat Fana beranjak menuju kamar ganti untuk mengganti pakaiannya dengan pakaian yang hendak digunakannya untuk pemotretan. Dengan di bantu oleh seorang MUA, tiga puluh menit kemudian Fana kembali ke ruang pemotretan.

Tap.

Tap.

Tap.

Langkah sepatu heels beradu di lantai mengalihkan perhatian Luki, Chici dan juga Riza ke sumber suara.

"Wah...kamu cantik sekali, Fan, aku sampe pangling." Chici dibuat kagum dengan kecantikan sahabatnya itu, begitu pun dengan Luki.

"Mbak cantik sekali." puji Riza. Pandangan pria itu bahkan tak berkedip sedikitpun saat menatap Fana dari ujung kaki hingga ujung rambut.

"Daripada kamu sibuk memujiku lebih baik kita segera mulai pemotretannya, aku tidak nyaman berlama lama dengan pakaian terbuka seperti ini." ungkap Fana, yang kini mengenakan long dress mewah berwarna hitam dengan belahan bagian depan yang memperlihatkan sebagian pa_hanya serta bagian da_da yang cukup terbuka.

"Ayo mbak!!!." Riza mengulurkan tangannya untuk menyambut tangan lentik Fana.

"Ayo kemana???." sepertinya kepintaran Fana sedikit tak berfungsi kali ini hingga ia masih bertanya demikian saat Riza mengajaknya memulai pemotretan.

"Mulai bekerja lah mbak, masa mau bawa bini orang ke KUA sih." kelakar Riza dengan gaya khasnya sehingga membuat Chici dan Luki tersenyum seraya menggelengkan kepala melihat tingkah pria itu.

Mendengar itu spontan Fana memukul lengan kekar Riza karena sebal dengan ucapan nyeleneh bocah itu.

 Untungnya dalam projek kali ini tidak ada pengambilan gambar dengan posisi yang terlalu int_im hanya sekedar berpegangan tangan saja.

Setelah memakan waktu kurang lebih delapan jam akhirnya semua pemotretan untuk projek kali ini pun selesai dengan sukses.

"Lain kali aku tidak ingin sampai kejadian seperti ini terulang kembali, sehari sebelum pemotretan pastikan ada model cadangan untuk berjaga-jaga jika sampai terjadi sesuatu yang tidak diinginkan seperti ini!!!." tegas Fana setelah selesai melakukan semua pemotretan.

"Baik." meskipun mereka bersahabat namun Cici selalu bersikap profesional jika dalam urusan pekerjaan, ia sama sekali tidak merasa kecil hati jika Fana bersikap tegas dalam urusan pekerjaan.

Karena semua pemotretan untuk hari ini telah selesai Fana lantas kembali mengganti pakaiannya dengan pakaian yang ia kenakan sebelumnya lalu kemudian kembali ke ruangan kerjanya. Sementara Riza memilih menikmati secangkir kopi bersama dengan Luki dan tim lainnya. hampir lima bulan bekerja sebagai model di agensi milik Fana, membuat Riza cukup dekat dengan Fana dan juga semua pegawainya. Sehingga mereka semua sudah seperti saudara jika sedang berkumpul dan itu sama sekali tidak mengurangi rasa profesionalitas kerja diantara mereka semua.

Kini Fana telah kembali ke ruang kerjanya dengan diikuti oleh Chici yang ingin memastikan jika semua gambar yang diambil saat pemotretan sesuai dengan keinginan klien.

"Sebaiknya kamu cek dulu deh Fan, apa semua sudah sesuai dengan permintaan klien atau masih ada yang perlu di perbaiki lagi????." Cici memperlihatkan beberapa gambar dilayar Laptop-nya pada Fana.

"Sepertinya semua sudah Ok, tinggal kirim saja ke email aku!!!." komentar Fana setelah memastikan semua gambar aman dan sesuai dengan permintaan dari kliennya.

"Baiklah."

"BTW kamu belum ingin pulang, Fan????." tanya Cici karena biasanya jam lima sore Fana sudah bersiap-siap untuk meninggalkan studio.

"Sepertinya malam ini aku mau lembur masih banyak gambar yang ingin aku periksa, lagi pula mas Indra sedang keluar kota bersama dengan ibunya sampai dengan beberapa hari ke depan jadi aku tidak harus buru-buru pulang ke rumah." jawab Fana dengan wajah lesunya.

"Dengan ibunya??? acara keluarga???."

pertanyaan Cici di jawab Fana dengan anggukan kepala.

"Loh kok kamu gak ikut sekalian???."

Fana tersenyum kecut. "Gimana mau ikut kalau nggak di ajakin????." jawaban Fana berhasil mengakhiri pertanyaan Cici tentang indra.

Merasa kepentingannya di ruangan Fana sudah tak ada lagi, Cici lantas pamit kembali ke ruangan kerjanya untuk melanjutkan beberapa pekerjaannya dan Fana pun mengiyakannya.

*

Hingga pukul sembilan malam Fana masih berkutat dengan pekerjaannya, bahkan di saat hampir semua pegawainya termasuk Cici telah meninggalkan studio, Fana masih saja berkutat didepan layar laptopnya.

Di tengah kesibukan Fana yang tengah lembur bekerja hingga pukul dua belas malam, di belahan kota yang berbeda justru terjadi keributan akibat Indra yang terciduk bersama seorang wanita yang tak lain adalah Marisa, mantan kekasihnya berada di atas tempat tidur yang sama.

"Kamu benar benar keterlaluan Indra, bagaimana mungkin kamu melakukan hal seperti itu pada Marisa." ibunya menyentak Indra yang terlihat bingung dengan apa yang baru saja terjadi.

"Indra tidak melakukan apapun pada Marisa, Bu, indra juga bingung kenapa Marisa bisa ada di kamar indra." Indra mencoba mengelak dari tudingan ibunya. Sementara Marisa, jangan tanya, wanita itu sudah mengeluarkan air mata buayanya. Wanita itu dengan liciknya bersikap seolah-olah ia baru saja di paksa oleh Indra untuk melayani pria itu di ran_jang.

Ya, tadinya indra bersama beberapa orang sepupunya sedang menikmati secangkir teh namun tiba-tiba saja ia merasakan pusing pada kepalanya, dengan begitu Indra pamit ke kamar untuk beristirahat, setelahnya indra tak ingat apa-apa lagi, barulah pria itu tersadar saat mendengar keributan yang terjadi di dalam kamarnya. Sementara Marisa sendiri, wanita itu sengaja di ajak oleh ibunya Indra untuk berkunjung ke Semarang untuk menghadiri acara lamaran keponakannya. Di saat ia menolak mentah-mentah Indra mengajak serta istrinya, ibunya justru mengajak wanita lain dan itu tanpa sepengetahuan Indra sebab Marisa berangkat dengan pesawat yang berbeda.

"Ibu tidak mau tahu, kamu harus bertanggung jawab atas apa yang telah kamu lakukan pada Marisa!!!."

Indra tidak habis pikir dengan kalimat yang baru saja diucapkan ibunya itu.

"Tidak bisa Bu, indra sudah menikah mana mungkin indra bisa menikah dengan perempuan lain lagi. Lagi pula indra sangat mencintai Fana, Bu, indra tidak ingin menyakiti hati wanita yang sangat indra cintai."

Plak.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!