"Sana Mona, ini adalah kesempatan terakhir elo." cewek remaja yang mengenakan seragam putih abu-abu berkacamata minus itu mendorong punggung sahabatnya pelan.
"Tapi Ana, aku malu, aku takut, bagaimana kalau Adipati....mmmm menolakku." gadis remaja yang juga mengenakan kacamata besar berwajah tembem itu merasa gugup sekaligus takut, tangannya yang membawa kotak kue berwarna bening itupun bahkan sampai gemetaran.
"Duhh, lo belum mencobanya tapi sudah berfikiran bakalan ditolak, ingat Mona, ini kesempatan terakhir elo, lo tahukan kalau Adipati bakalan kuliah diluar setelah lulus, kalau lo gak nyatain perasaan elo sekarang, hangus sudah kesempatan elo."
"Tapi aku...aku...."
Gadis remaja bernama Mona itu melarikan matanya pada lapangan basket sekolah, dimana beberapa remaja cowok berpostur tinggi dan jangkung tengah pada bermain basket, namun disini Mona memfokuskan perhatiannya pada sosok remaja laki-laki berwajah tampan dengan kulit putih bersih dengan rambut hitam jabriknya, remaja laki-laki bernama Adipati Chandra Kusuma, laki-laki yang yang sudah ditaksir oleh Mona pada pandangan pertama.
"Duhhh, ye emeng ribet ya Mon, betah mendem perasaan selama 3 tahun, atau ye mau ekei wakilin gitu nembak sik ganteng itu." salah satu sahabat Mona yang biasa dipanggil Merry gemes sendiri dengan Mona, Mona yang mendem perasaannya, dia yang jadi capek sendiri.
Merrry, dia adalah cowok, tapi ya begitu dehh, dia gemulai dan kemayu, sikapnya dan dandanannya kayak cewek, anak itu selalu up to date dengan berita-berita gosip disekolah mereka SMA PERTIWI, namanya aslinya sieh Mario, tapi dia tidak suka dipanggil nama aslinya, dia lebih suka dipanggil Merry.
Jelas Mona ngeri mendengar ide Merry tersebut, "Aku sebaiknya membatalkan niat aku saja deh, aku takut ditolak." ucapnya sekali lagi.
"Astaga naga anak ini." Ana, gadis cerdas itu menepuk keningnya, dia juga sama gregetannya seperti Merry melihat sang sahabat, diakan tidak mau melihat Mona tersiksa karna memendam perasaannya terus-menerus, seenggaknya apapun hasilnya Mona berani gitu mengutarakan perasaannya agar hatinya lega.
"Lo mau mendem perasaan lo gitu seumur hidup dan terus-terusan tersiksa."
Iya sieh, Mona membenarkan kata-kata Ana, dia tersiksa dengan perasaannya sendiri, dia ingin Adipati tahu tentang perasaannya, tapi dia takut mendengar kata penolakan dari Adipati, dia pasti akan sakit hati banget, apalagi Adipati adalah cinta pertamanya.
"Tapi Adipati sama teman-temannya An, gimana gue ngungkapin perasaan gue."
"Terus lo mau tunggu sampai Adipati sendirian gitu, mana pernah dia sendirian, lo tahu sendirikan anak itu selalu dikelilingi oleh teman-temannya, kalau enggak, ya dikelilingi oleh cewek-cewek gatal yang mengaguminya."
Dengan ketampanannya dan kecerdasannya dalam bidang akademik dan sekaligus merupakan kapten basket SMA PERTIWI dan selalu mengharumkan nama sekolah, tidak heran sehingga Adipati menjadi idola di SMA PERTIWI yang banyak dikagumi oleh kaum cewek disekolahnya, tidak hanya anak-anak cewek disekolahnya saja, bahkan cewek-cewek dari sekolah lainpun banyak yang menyukai Adipati.
Merry merebut kue ditangan Mona dengan tidak sabaran, "Sudah habis kesabaran ekey, sini biar ekei yang ngewakilin ye mendatangi sik ganteng itu dan...."
Dengan panik Mona merebut kue coklat buatannya itu kembali dari tangan Merry, "Gak usah, gak perlu, biar gue saja." daripada Merry yang melakukan itu, lebih baik dia sendiri yang maju apapun resikonya.
Merry dan Ana saling melempar tatapan dan tersenyum tipis.
"Ya udah sana cepetan." Ana kembali mendorong punggung Mona.
*****
Mona semakin gugup begitu mendekati lapangan, wajahnya berkeringat hebat.
"Udah benar gak sieh keputusan gue ini, apa gue batalkan saja niat gue menyatakan perasaan gue." batinnya, namun dia tidak bisa mundur tatkala beberapa teman-teman Adipati kini melihatnya.
Dan salah satu teman Adipati yang dekat dengan laki-laki itu mencolek bahu Adipati dan menunjuk ke arah Mona untuk memberitahu kedatangan Mona, sepertinya teman-teman Adipati tahu kalau Adipatilah yang bakalan di cari, mungkin karna Adipati cowok populer kali ya sehingga mereka berfikiran setiap cewek yang datang sudah pasti mencari Adipati, tapi dalam hal inikan Mona memang mencari Adipati.
Mona benar-benar semakin grogi parah, apalagi semua mata anak-anak dilapangan tertuju kepadanya termasuk Adipati juga, mereka menatap Mona seolah-olah Mona adalah mahluk dari planet lain.
"Siapa nieh cewek, gue kok baru lihat."
"Iya, gue juga baru tahu kalau ada cewek modelan gini bersekolah disekolah kita, apa bener dia anak sekolah kita."
Maklum, Mona bukan tipe cewek yang bakalan dilihat dua kali, bahkan orang cendrung tidak mau bersusah-susah menegurnya, hanya teman-teman sekelasnya saja yang mengenalnya sehingga tidak heran anak-anak itu berkata begitu.
Dari semua mata yang menatapnya penuh dengan rasa ingin tahu, ada salah satu mata yang menatap Rose dengan penuh rasa benci, mata seorang gadis yang duduk di tepi lapangan, gadis cantik dan juga populer yang juga menyukai Adipati, gadis itu adalah Clara.
"Mau apa sik gendut itu, jangan bilang dia mau nembak Adipati, hahh, dia benar-benar tidak tahu malu dan tidak sadar diri, dengan bentuk tubuh segembrot itu dan wajah yang sangat jelek begitu, sudah pasti Adipati menolaknya tanpa berfikir." ejek Clara menatap Mona dengan tatapan jijik.
Mona berhenti tepat didepan Adipati, laki-laki itu menatapnya, Mona memberanikan diri menatap mata coklat tua milik laki-laki yang dicintainya itu, namun hasilnya, baru sedetik saja kakinya terasa lemas, untungnya dia masih bisa menahan tubuhnya, karna tidak kuat menatap mata Adipati sehingga membuat Mona menunduk.
"A...ad...Adi....Adipati." Mona tidak bisa bicara dengan benar saking gugupnya, tenggorokannya terasa dipenuhi oleh pasir.
Adipati menunggu dengan sabar apa yang akan dikatakan oleh gadis yang ada didepannya itu.
"Mmmm, aku....aku...." rasanya Mona tidak bisa mengatakan hal itu, namun dia sudah ada didepan Adipati, dia tidak mungkin membatalkan niatnya, "Aku...aku menyukaimu Adipati, maukah kau menjadi pacarku." dengan kepala masih tertunduk dan tangannya terulur memberikan kue yang memang dia buat khusus untuk Adipati.
Memang, sejak menyukai Adipati tiga tahun yang lalu, Mona selalu rutin mengirimkan kue secara diam-diam pada Adipati, tidak hanya Mona saja sieh, cewek-cewek yang menyukai Adipati juga melakukan hal yang sama seperti dirinya, dan Mona selalu memperhatikan dari jauh kalau Adipati selalu memakan kue buatannya dan melihat hal itu membuat hati Mona menghangat dan merasa ada harapan kalau hatinya bakalan bersambut.
"Hahhh." Adipati terlihat bengong, padahal ini bukan pertamakalinya dia ditembak begitu oleh seorang cewek, mungkin kali ini yang membuat Adipati bengong karna cewek yang menembaknya itu jauh dari kata cantik seperti cewek-cewek sebelumnya, entahlah, hanya Adipati sendiri yang tahu.
******
Terjadi keheningan yang mencekam, sampai kemudian keheningan itu digantikan oleh suara tawa membahana diseantero lapangan.
"Ha ha ha ha ha ha."
Mona menggigit bibirnya menahan rasa malu karna dia sangat yakin dialah yang ditertawakan oleh anak-anak itu, mereka mungkin tertawa karna gadis jelek dan gendut sepertinya dengan tidak tahu malu menembak sang idola sekolah yang tampan, cerdas dan segala-galanya.
"Ya Tuhan, apa yang telah aku lakukan, seharusnya memang sejak awal aku tidak pernah punya fikiran untukk menyatakan perasaanku pada Adipati, lihatlah mereka semua mentertawakan aku, bahkan Adipati juga." Mona sempat mendongak untuk melihat ekpresi Adipati, Adipati sieh tidak tertawa ngakak seperti teman-temannya, dia nyengir doank, namun itu sudah lebih daru cukup untuk membuat hati Mona sesak.
"Demi apa, gadis gendut dan jelek ini nembak lo Adipati, hahaha, sumpah lawak banget, ini adalah lelucon terlucu yang pernah aku lihat sepanjang sejarah hidupku." komen salah satu teman Adipati.
"Mimpi apa ya dia sampai tidak tahu malu nembak lo Adipati, kayaknya semalam dia dapat wangsit deh."
Adipati hanya diam tidak menanggapi setiap ucapan teman-temannya.
Mona hanya berdiri mematung, sumpah tubuhnya bergetar mendengar setiap hinaan yang dilontarkan oleh teman-teman Adipati, seharusnya dia memang pergi, namun sayangnya kakinya seperti tertancap dilantai lapangan basket.
"Tapi kuenya boleh juga tuh, kelihatan enak banget." teman Adipati yang mengatakan itu akan mengambil kue yang ada ditangan Mona, namun sebelum dia berhasil melakukan itu, dia didahului oleh Clara yang merebut kue itu dengan kasar.
Mona mendongak dan melihat wajah cantik itu menatapnya dengan tatapan menghina, senyum sinis tersungging dibibir gadis itu.
"Kue buatan sik gendut ini lebih baik dibuang." Clara membuang kue itu tanpa dosa dan menatap kue yang berserakan dilantai itu dengan pandangan puas.
Mona menatap kue yang dibuatnya dengan susah payah dengan mata berkaca-kaca, "Kueku." desisnya pilu, tidak pernah seumur hidupnya dia benar-benar dipermalukan seperti ini, didepan umum lagi, sungguh hal ini tidak akan pernah dilupakan oleh Mona seumur hidupnya.
Sekali lagi Adipati hanya diam, dia sudah kayak patung tampan saja.
"Hehh Clara, kenapa lo buang anjirr, kan sayang." anak cowok itu protes.
"Otak lo ya isinya cuma makanan doank, sudah bagus nieh kue gue buang, gimana coba kalau kue ini diguna-guna oleh sik gendut ini agar Adipati tergila-gila padanya, dan kalau lo pada yang kena karna makan nieh kue gimana, emang lo rela kalau lo pada tergila-gila pada sik gendut jelek ini."
Tawa penghinaan kembali terdengar, Mona mengepalkan tangannya geram, mana mungkin dia melakukan hal itu, meskipun dia tidak terlalu paham-paham banget ilmu agama, tapi dia tidak mungkin menggunakan cara musryk seperti itu hanya untuk mendapatkan cinta Adipati.
"Lo benar juga Clara, astaga, kenapa gue tidak berfikir sampai sejauh itu ya, lo beruntung bro selamat dari niat jahat sik gendut itu."
Untuk pertamakalinya Adipati buka suara, "Jangan berfikir negatif kalian, dia kelihatan baik kok orangnya."
Namun bagi Mona yang sudah terlanjur benci sama Adipati dan semua teman-temannya yang ada dilapangan, dia tidak tersentuh sedikitpun dengan pembelaan yang Adipati katakan, rasa cinta yang menggebu-gebu itu kini berubah menjadi rasa benci yang teramat sangat.
"Lo emang kebiasaan deh, sifat baik lo harus lo hilangkan, kalau lo kayak gini terus, bisa-bisa cewek-cewek, apalagi cewek gendut kayak gini dengan gampang guna-gunain elo pakai makanan."
Kata-kata cowok barusan disambut dengan tawa.
"Hehh jelek." Clara dengan kasar menarik dagu Mona sehingga gadis itu dengan jelas melihat genangan di kedua pelupuk mata Mona yang membuatnya dengan senang hati mencemooh, "Lo itu harusnya tahu diri, Adipati itu tampan, pinter dan segala-galanya, lo itu gendut, jelek dan bodoh." Clara menekan jari tangannya dikening Mona beberapakali, "Lo itu gak pantas untuk Adipati, ngerti lo." dalam hati Clara menambahkan, "Adipati itu pantasnya sama gue, dia untuk gue dan selamanya hanya untuk gue." Clara juga memang sejak dulu menyukai Adipati, dan gadis itu dengan terang-terangan menampakkan rasa sukanya, hanya saja, Adipati tidak pernah menggubrisnya, itulah yang sering membuat Clara uring-uringan, dia selalu bertanya pada dirinya sendiri kenapa Adipati tidak pernah memperhatikannya, padahal dia cantik dan kaya, banyak kok cowok yang ngantri untuk jadi pacarnya, sayangnya Clara hanya mencintai Adipati.
Mona sudah tidak bisa menahan air matanya, sebulir kristal bening lolos begitu saja dari sudut matanya.
"Huhhh, dasar gadis cengeng." ejek Clara tersenyum puas melihat air mata Mona.
Teman-teman Adipati yang lain mentertawakan Mona, tapi tidak dengan Adipati, dia merasa kasihan dengan gadis itu, saat dia berniat membela Mona dan meminta teman-temannya terutama Clara untuk berhenti membuly Mona, namun sebelum dia melakukan itu, sebuah tangan dengan kasar menghempaskan tangan Clara dari dagu Mona yang membuat gadis itu hampir terjatuh, untungnya dia masih bisa menjaga keseimbangan tubuhnya.
"Lepasin tangan kotor lo dari wajah sahabat gue." bentak Ana yang tiba-tiba sudah berada didekat kumpulan tersebut, Ana menatap Adipati dan semua yang ada dilapangan itu dengan tatapan galak.
"Awhhh sakit, dasar bar-bar." Clara memegang tangannya yang sakit karna dihempaskan oleh Ana.
Ana tidak memperdulikan ucapan Clara, dia dengan langkah percaya diri dan dengan wajah galaknya mendekati Adipati dan menunjuk laki-laki remaja itu tepat dimatanya, "Lo, dasar cowok brengsek gak punya hati, bisa-bisanya elo mempermalukan sahabat gue didepan teman-teman elo."
Adipati terlihat membuka bibirnya untuk menjawab setiap ucapan yang dikeluarkan oleh Ana, tapi Ana tidak membiarkan Adipati untuk membela diri, "Mentang-mentang lo tampan dan segala-galanya, elo fikir bisa gitu berbuat seenak jidat lo sama sahabat gue hahh, benar-benar laki-laki tidak punya hati, dajjal, mati saja lo."
Semua yang ada dilapangan itu membeku, mereka mungkin takjub melihat Ana yang marah-marah seperti singa betina yang kelaparan, hanya isak tangis Mona yang sesekali terdengar.
Setelah puas melampiaskan amarahnya dan mengata-ngatai Adipati, Ana berbalik dan menarik pergelangan tangan Mona, "Ayok Mona, cowok jahat seperti itu gak pantas untuk lo sukai, lo pasti bisa dapat laki-laki yang seribu kali jauh lebih baik daripada sik dajjal itu."
"Dajjal lo semua." ulang Merry mengikuti kedua sahabatnya menjauhi lapangan.
Adipati hanya menatap punggung gadis yang menyatakan perasaannya itu dengan nelangsa, sumpah dia merasa sangat bersalah, "Apa yang telah gue lakukan." sesalnya.
Sebenarnya Adipati tidak salah, diakan sejak tadi kebanyakan diam, dia sama sekali tidak ikut-ikutan menghina Mona, hanya saja dia merasa sangat bersalah, apalagi dia sempat dilabrak oleh Ana dan mengata-ngatainya.
*****
7 tahun berlalu.
"Iya oma iya." seorang laki-laki dewasa tengah melakukan percakapan melalui ponselnya, nada bicaranya begitu sangat lembut.
Terdengar sahutan dari seberang, "Benar ya Chandra kamu akan pulang menjenguk oma, awas lho kalau kamu bohong."
Laki-laki yang dipanggil Chandra itu terkekeh, "Mana mungkin Chandra bohong sama omaku tersayang ini, oma tahu sendirikan kalau Chandra akan melakukan apapun untuk oma."
"Hmmm, kamu memang cucu kesayangan oma, kebanggaan oma, sejak dulu tidak pernah membuat oma kecewa."
"Mana mungkin Chandra membuat oma kecewa karna itu sudah pasti akan membuat oma sedih, dan Chandra tidak mau melihat oma sedih."
Wanita tua yang berumur 80 tahun itu terlihat menyeka matanya yang tiba-tiba saja mengeluarkan air mata haru, cucunya itu persis seperti almarhum suaminya, baik dari segi fisik dan juga sifatnya yang bertanggung jawab, "Kamu benar-benar persis almarhum opamu sayang, tidak pernah mengecewakan oma, oma jadi rindu dengan mendiang opamu, kalau kamu disini, itu akan mengobati kerinduan oma." curhat wanita tua itu mengenang almarhum suaminya.
"Jangan sedih donk oma, Chandra yakin opa disana tidak ingin melihat oma sedih."
Wanita tua itu menyeka matanya karna membenarkan ucapan cucu kesayangannya, "Kamu benar Chandra, oma tidak boleh bersedih, oma tidak mau opamu melihat oma seperti ini."
"Nahh, begitu donk oma."
"Oma, oma sebaiknya istirahat oke, jaga kesehatan oma, oma tidak maukan nanti ketemu Chandra dalam keadaan sakit." Chandra yang tidak lain adalah Adipati memperingatkan omanya mengingat usia omanya yang sudah sepuh membuat wanita tua itu sering sakit-sakitan, oma Ratih memang satu-satunya orang dalam keluarganya yang memanggilnya dengan panggilan Chandra.
"Hmmm, baiklah sayang, kamu juga istirahat, oma sudah tidak sabar bertemu dengan cucu kesayangan oma ini."
"Iya oma, I LOVE YOU OMA."
"I LOVE YOU TO sayang."
Cucu dan nenek itu mengakhiri pembicaraan mereka.
Adipati sebenarnya malas untuk pulang ke tanah airnya dan mengajukan cuti pada perusahaan tempatnya bekerja, tapi kalau omanya yang sudah meminta, dia tidak bisa menolak, dia tidak bisa menolak permintaan wanita yang dia sayangi itu.
*****
Kilatan cahaya blitz dari kamera tidak henti-hentinya berpendar menyinari sosok gadis cantik bertubuh tinggi dan langsing yang saat ini tengah melakukan pemotretan untuk sebuah majalah ternama ditanah air, gadis itu berpose dengan berbagai gaya, dia benar-benar menawan dan membius setiap orang yang melihatnya, sang potografer yang mengambil gambarnyapun begitu sangat puas dengan hasil yang didapatkannya.
"Oke, tahan Mona, tahan." dan cekrek, sik potografer tersenyum puas karna berhasil mendapatkan gambar yang dia inginkan, dia melihat kembali hasil bidikannya dan kembali melontarkan pujian dari bibirnya, "Sempurna."
"Akhhh, kesayangan eke, ye betul-betul Dewi kesempurnaan." Merry yang selalu mendampingi Mona kemana-mana bertepuk tangan kegirangan.
Gadis itu adalah Monalisa, gadis gendut dan jelek yang dibully 7 tahun yang lalu, ternyata, hinaan waktu itu berdampak besar bagi kehidupan gadis itu, lihatlah dia sekarang, begitu cantik, anggun dan elegan, tidak ada yang pernah menyangka kalau gadis gendut dan jelek itu ternyata kini menjadi seorang model terkenal, dengan kecantikan dan kulit putih dan mulusnya dia juga didapuk menjadi BA produk-produk kecantikan, wajahnya sering menghiasi majalah-majalah ternama, sering berlenggak-lenggok dicatwalk dan sepertinya dia juga tengah mempertimbangkan untuk merambah dunia perfilman mengingat ada beberapa tawaran dari beberapa produser film.
"Oke Mona, seperti biasa, sempurna." Reval mengacungkan jari jempolnya untuk mengapresiasi, "Dan cukup untuk hari ini."
Senyum kepuasan tercetak dari bibir yang dipulas oleh lipstik berwarna merah terang itu, Mona selalu bangga pada dirinya sendiri.
Mona mendekat ke arah Merry, Merry yang merupakan sahabatnya yang merangkap managernya, make up artisnya, hair staylisnya, intinya Merry serba guna banget deh, sehingga tidak heran Mona membayar Merry dengan gaji tinggi.
Merry dengan sigap mengambilkan minuman untuk Mona, "Thanks Merry." Mona duduk dikursi yang memang disediakan untuknya.
"Ye memang luar biasa sayangku."
Mona tersenyum congkak, sekarang, dengan kesempurnaan yang dimiliki, tidak ada seorangpun yang bisa menghinanya, dan setiap mengingat kejadian 7 tahun silam yang terjadi dilapangan sekolah selalu saja membuatnya geram, terutama saat mengingat Adipati, sejak peristiwa itu, Mona tidak tahu dan tidak mau tahu lagi kabar Adipati, dia bahkan tidak akan peduli kalau seandainya Adipati mati.
Terlihat Reval berjalan mendekati Mona dan Merry "Apa kamu free malam ini Mona." tanya laki-laki itu, ini sudah lebih sepuluhkali dia menanyakan hal itu sejak mengenal Mona, Reval memang menyukai Mona, sayangnya Mona sepertinya tidak tertarik dengan Reval, karna dia juga selalu memberikan jawaban yang sama saat Reval menanyakan hal itu.
"Sorry Re, gue sama Merry ada acara, iyakan Merr."
"Ohh tentu saja." jawab Merry selalu mengerti kalau sahabatnya itu menolak seseorang secara halus.
"Ohh begitu." Reval kecewa, dia tidak pernah berhasil mengajak wanita yang disukainya itu hanya sekedar untuk menghabiskan waktu bersama, "Kalau kamu ada waktu, kasih tahu aku Mona, pasti bakalan asyik jika kita menghabiskan waktu bersama." ujarnya dengan penuh harap.
"Hmmm, lihat entar deh." selalu dengan jawaban yang itu-itu saja.
"Oke Mona, aku akan menunggu kapan hal itu akan terjadi." ucap Reval sebelum berlalu dari hadapan Mona.
"Huhh, haruskah gue menolaknya secara terang-terangan Merr supaya dia berhenti mengganggu gue, sumpah gue bosan lihat dia bolak-bolak menanyakan hal yang sama." keluh Mona menatap punggung Reval dengan wajah bete.
Merry cekikikan, "Ye bilang saja kalau ye sudah punya gandengan, bereskan, eke yakin tuh bujang tidak bakalan gangguin ye lagi."
"Ishhh, tau ah gelap, pusing gue, gue butuh hiburan Merr."
"Cuss, kita clubing."
Mona tersenyum lebar, "Elo emang tahu apa yang gue butuhkan."
"Ya donk, Merry gitu lho."
"Ajak Ana biar rame."
"Duhh, perlu gitu kita ngajak tuh wanita gila kerja, yang ada diotak wanita galak itu kerja dan kerja."
"Justru itu, sekali-kali tuh anak juga butuh tuh hiburan, gue kok jadi mengkhawatirkan dia, takut gue kalau tiba-tiba dapat kabar kalau dia masuk rumah sakit jiwa."
"Hmmmm." Merry mengeluarkan ponselnya untuk menghubungi sahabatnya satu itu.
"Halo Ana darling, ye punya waktukan untuk ke club."
"......"
"Apa, ye gak bisa, ye kerja, astagfirullah, nieh malam minggu ye kerja juga."
"........"
"Terserah ye, bye." Merry menutup telpon dengan gusar.
"Tuh, ye dengar sendirikan kalau best friend ye itu sibuk kerja."
"Yahh, kita memang sepertinya harus pergi berdua."
******
Sebagai seseorang manager, disini Merry bertugas untuk memastikan Mona baik-baik saja, tidak hanya masalah pekerjaan, tapi dia juga merasa bertanggung jawab membuat Mona bahagia, salah satu caranya adalah dengan membawa Mona ke club untuk menjaga kewarasan sang sahabat ditengah menumpuknya pekerjaan yang harus dijalani setiap harinya.
Dan seperti biasa, Merry hanya minum satu gelas saja untuk memastikan dirinya tidak sampai teler karna dia bertugas untuk menjaga Mona selama gadis itu bersenang-senang, selain itu juga dia harus menyetir pulang ke apartmen, dia dan Mona memilih apartmen yang sama dengan kamar berseblahan.
******
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!