NovelToon NovelToon

Jebakan Cinta Dokter Anggi

Bab 1

Dentuman suara musik beradu dengan sorakan para pengunjungnya membuat suasana kian terdengar riuh. Banyak pasangan yang berjoget tak beraturan di bawah lampu temaram di tengah ruangan sana. Namun tampaknya itu tidak berlaku bagi seorang wanita cantik yang saat ini duduk di salah satu sofa yang ada di sana bersama kedua sahabatnya.

"Nggi, kau yakin tidak mau ikut?" tanya Bela, karena kini ia berniat untuk ikut turun berjoget di sana.

"Hm, aku akan menunggu di sini saja," wanita itu kembali meminum minumannya tanpa mempedulikan kedua temannya yang sejak tadi mengajaknya untuk berjoget.

"Kau bisa diganggu laki-laki buaya jika di sini, lebih baik ikut kami saja." ajak Kia.

"Lebih bahaya lagi kalau aku berjoget di sana. Kau tidak lihat laki-laki dan perempuan itu? Menjijikkan." tukas Anggi menatap jijik pada pasangan yang tengah asik berjoget sembari berciuman.

"Hahaha come on 'lah Nggi, itu hal biasa." ucap Bela santai.

"Aku tidak terbiasa, kalian saja." Anggi tetap pada pendiriannya.

Bela dan Kia saling lirik, lalu keduanya mengendikan bahu secara bersamaan dan langsung melangkah menuju lantai di tengah ruangan untuk berjoget bersama yang lain. Kedua wanita itu langsung berlenggok mengikuti alunan musik yang mengalun memekakan telinga.

Sedangkan Anggi, wanita cantik itu hanya memperhatikan kedua sahabatnya dari kejauhan sembari menggelengkan kepala. Ia sunguh tidak menyangka jika malam ini ia akan menginjakkan kaki di tempat ini. Jika sampai ada keluarga yang melihatnya, mungkin ia akan langsung dihapus dari keanggotaan keluarga Nugroho, beruntung saja semua keluarganya tidak ada yang memiliki kebiasaan buruk semacam ini, sehingga ia tidak akan mungkin bertemu keluarganya di sini. Kalau tidak habislah ia.

Anggi kembali meminum minumannya secara perlahan, hingga kedatangan seorang laki-laki yang duduk di sampingnya membuatnya sedikit bergeser karena merasa risih. Ya, jelas saja ia risih, sebab laki-laki itu terlihat cukup tua dari pada dirinya. Bahkan jika dilihat dari wajahnya, laki-laki ini mungkin seumuran dengan Ayahnya.

"Aku membutuhkan bantuanmu cantik. Kau tenang saja, aku akan membayarmu mahal jika kau mau menemaniku malam ini." ucap laki-laki itu membuat Anggi bergidik ngeri. "Bagaimana?" tanya laki-laki itu lagi.

"Maaf, tapi aku sedang menunggu seseorang," Anggi mencoba bersikap biasa.

"Menunggu seseorang? Apa itu klien-mu?"

"Katakanlah begitu."

"Berapa dia membayarmu untuk malam ini, satu milyar, dua milyar, atau berapa, katakan saja. Aku akan membayarmu jauh lebih mahal darinya." tampaknya laki-laki itu benar-benar tertarik untuk memiliki Anggi malam ini.

"Kau tidak akan mampu," cibir Anggi.

"Benarkah? Jadi berapa dia membayarmu, katakan saja."

"Anda yakin ingin tahu?" tanya Anggi.

Anggi memindai penampilan laki-laki itu dari atas ke bawah, tatapannya benar-benar mampu membuat laki-laki paruh baya tersebut merasa terhina. Namun demi mendapatkan Anggi, ia masih bertahan di tempatnya.

"Berikan seratus milyar untuk malam ini maka aku akan meninggalkan klien-ku demi melayanimu." tukas Anggi. Jujur demi apapun ia sangat takut laki-laki di sampingnya ini menyetujui ucapan gilanya.

"Apa? Seratus milyar? Dalam mimpimu bocah ingusan!" laki-laki itu beranjak dan pergi dari sana.

"Dasar tua bangka, tidak punya uang tapi sok-sokan mau membeli gadis cantik sepertiku."

Anggi bernapas lega karena berhasil mengusir laki-laki tua itu. Pandangannya langsung kembali menatap kedua sahabatnya yang kini berangsur mendekat.

"Ada apa, apa laki-laki itu menggodamu?" tanya Bela, sebab tadi ia melihat Anggi didekati oleh laki-laki tua itu, maka dari itu ia mengajak Kia untuk menyudahi acara joget mereka yang tengah seru-serunya.

"Hm, mungkin dia pikir akan mudah mendapatkan wanita cantik bergelar dokter sepertiku." jawab Anggi.

"Memang apa yang kau katakan padanya, sepertinya wajahnya terlihat memerah saat tadi meninggalkanmu," timpal Kia.

"Dia memintaku menjadi wanitanya malam ini."

"Lalu bagaimana, apa yang kau katakan? Dia benar-benar terlihat marah tadi." tanya Kia lagi.

"Aku meminta bayaran yang setimpal jika dia mau mengajakku malam ini."

"Berapa kau meminta bayaran?" Bela dan Kia sudah siap mendengar jawaban Anggi selanjutnya.

"Tidak banyak, hanya seratus milyar."

"What? Se-seratus milyar? Kau pikir kamus!"

Bab 2

Bela dan Kia kembali duduk bersama Anggi, ketiganya kembali terlibat obrolan sekarang. "Oh iya Nggi, kau akan pulang ke mana malam ini?" tanya Bela.

Ahh ya, Anggi melupakan satu hal penting itu ternyata. Ya, ia tidak memikirkan hal itu sebelumnya. Tidak mungkin ia pulang ke rumah orang tuanya 'kan, sebab setahu kedua orang tuanya ia masih berada di luar negeri sekarang dan baru akan pulang besok.

"Siapa diantara kalian berdua yang mau menampungku malam ini?" tanya Anggi akhirnya.

"Kami siap-siap saja, kau pilih saja ingin pulang dengan siapa. Iya 'kan Bel?" Kia menanyakan persetujuan Bela yang langsung mendapat anggukan pasti dari sahabatnya tersebut.

"Baiklah, aku pulang ke rumahmu saja kalau begitu," ucap Anggi pada Kia. "Sudah ayo kita pulang, aku sudah mengantuk."

Anggi dan teman-temannya langsung berjalan keluar. Namun saat akan keluar, tiba-tiba seorang laki-laki menabrak tubuh Bela hingga Bela terhuyung dan hampir jatuh, beruntung Kia dengan sigap menahan tubuhnya.

"Mabuk bukan berarti menjadi buta 'kan?" laki-laki itu menatap sinis dan langsung melanjutkan langkahnya.

"Ish dasar laki-laki sombong!" ucap Bela geram. Bagaimana tidak geram, laki-laki itu menabraknya hingga hampir jatuh dan langsung pergi begitu saja tanpa meminta maaf.

"Sudahlah, mungkin laki-laki itu baru putus cinta. Abaikan saja, ayo!" Anggi kembali mengajak teman-temannya untuk pergi.

"Tunggu!" Kia merentangkan sebelah tangannya untuk menghadang langkah kedua sahabatnya. Tatapan Kia bertemu dengan tatapan Bela, membuat kedua wanita itu saling pandang, kemudian tersenyum bersamaan.

"Kenapa kalian tersenyum seperti itu?" Anggi sudah tampak waspada, sebab yang sudah-sudah senyuman kedua sahabatnya itu mengandung arti berbahaya.

"Ehem!" Kia berdehem pelan, sembari menaik turunkan alisnya.

"Kenapa? Kalian jangan macam-macam ya!" ancam Anggi.

"Kenapa? Takut pesonamu tidak lagi menarik?" pancing Bela.

"Siapa bilang?" Anggi tentu tidak suka saat kemampuannya di remehkan.

"Berarti kau siap menerima tantangan kami 'kan?"

Pikiran Anggi sudah mampu menebak jalan pikiran kedua sahabatnya. Ya, kedua sahabatnya ini pasti memintanya untuk menggoda laki-laki tadi. Anggi menengok dan menatap punggung tegap laki-laki yang tadi menabrak Bela, setelah itu ia kembali menatap kedua sahabatnya.

"Kalian yakin?" tanya Anggi, mempertanyakan keseriusan kedua sahabatnya akan tantangan mereka.

"Hm, aku tahu kau sangat menyukai tantangan, maka dari itu aku menantangmu untuk mendapatkan laki-laki itu." ucap Kia, diangguki oleh Bela.

"Jadi kalian menantangku? Baiklah, akan aku buktikan bahwa tidak ada satu laki-laki 'pun yang sanggup menolak pesona seorang Anggi." Anggi mengibas rambut panjangnya dan membalik badan kembali. "Kalian pulanglah, malam ini aku akan diantar pulang olehnya." ucap Anggi yakin.

Anggi kembali melangkah memasuki club, meninggalkan kedua sahabatnya yang masih berdiri di ambang pintu masuk. Anggi mengedarkan pandangannya ke seluruh sudut club demi menemukan laki-laki yang tadi menabrak Bela. Hingga tatapannya berhenti di sofa yang berada di sudut ruangan, dimana laki-laki yang ia cari berada.

Dengan langkah pasti, Anggi mendekati laki-laki tersebut yang kini duduk bersama tiga wanita berpakaian minim. Anggi berdehem pelan, membuat tiga wanita tadi menatap sinis ke arahnya. Beberapa saat saling tatap, ke-tiga wanita itu kembali fokus melayani klien mereka.

"Biar aku yang melayaninya." ucap Anggi.

"Heh, cari saja mangsa yang lain, kau tidak lihat dia sudah bersama kami?" salah satu dari ke-tiga wanita itu menghardik.

"Yang aku inginkan adalah dia!" ucap Anggi tanpa mengalihkan tatapannya dari laki-laki di depannya.

"Hei!—"

"Pergilah!" laki-laki itu menggerakan tangannya, memberi intruksi pada ke-tiga wanita itu untuk pergi. Akhirnya, ke-tiga wanita itu pergi dengan menghentak kaki mereka kesal.

Melihat kepergian tiga wanita tadi, Anggi menjadi sedikit gentar. Bagaimana tidak, laki-laki di depannya ini menatapnya dengan tatapan lapar, seakan ia adalah santapan lezat yang tidak akan laki-laki itu abaikan begitu saja.

"Kemarilah!" laki-laki itu melambaikan tangannya pada Anggi, membuat dada Anggi semakin berdebar tak karuan.

Bab 3

"Minumlah." laki-laki itu menyodorkan segelas minuman pada Anggi.

"Aku tidak minum," tolak Anggi.

"Tidak minum?" laki-laki itu memicingkan mata menatap Anggi, hingga akhirnya ia menyemburkan tawanya. "Kau bercanda? Lalu bagaimana kau akan melayaniku jika kau saja tidak minum. Oh, atau jangan-jangan kau ini seorang pemain handal ya, jadi kau tidak perlu berada di bawah pengaruh alkohol untuk bisa melakukannya. Oh, aku tidak menyangka kalau aku akan mendapat keberuntungan malam ini."

Anggi meneguk ludahnya kasar. Ahh, sungguh ia ingin menjerit sekarang. Ia ingin memaki atau tidak menghajar laki-laki ini sekarang. Namun mengingat misinya untuk menjerat laki-laki ini, ia berusaha untuk tetap tenang.

"Ayo," laki-laki itu mencekal pergelangan tangan Anggi hendak mengajaknya menuju kamar.

"Jangan macam-macam!" Anggi menghempas tangan laki-laki itu kasar. Sedetik kemudian ia tersandar akan perbuatannya. "Ahh maaf, maksudku kita jangan langsung ke intinya. Bukankah kita juga perlu saling mengenal?"

"Saling mengenal?" laki-laki itu tersenyum sinis mendengar ucapan Anggi. "Mengenal untuk apa? Bukankah kita hanya akan melakukannya malam ini saja, lalu untuk apa saling mengenal. Kau hanya perlu mengenalkan jurus-jurus pelayanan terbaikmu padaku, itu saja. Ayo!"

"Tunggu dulu!" tahan Anggi lagi. Ia mengulurkan tangannya pada laki-laki di hadapannya. "Namaku Anggi."

"Apakah ini penting?" laki-laki itu benar-benar tidak habis pikir dengan keanehan partner-nya kali ini.

"Tentu, perkenalan itu sangat penting untuk menjalin chemistry. Jadi, siapa namamu?"

Meski bingung, laki-laki itu tetap menerima uluran tangan wanita yang ia tahu bernama Anggi tersebut. "Morgan," ucapnya.

"Morgan? Nama yang bagus, aku suka." Anggi mulai meluncurkan rayuannya. "Jadi, apa kau memang sering ke tempat ini?"

"Apakah hal ini benar-benar penting? Kita hanya akan menjadi partner ranjang, aku rasa hal konyol seperti ini sangat tidak perlu untuk kita lakukan."

"Chemistry itu penting untuk menjalin kedekatan, dan nantinya kita bisa mendapat kenikmatannya bersama-sama."

Semakin ngawur. Ahhh ya tuhan, batin Anggi benar-benar menjerit sekarang. Apalagi ketika merasakan tangan laki-laki di sampingnya ini mulai mengelus pinggangnya, membuat bulu kuduk Anggi serasa berdiri semuanya. Tidak lama, wajah Morgan semakin dekat dan mengikis jarak diantara mereka. Bahkan mata laki-laki itu mulai terpejam, siap menikmati santapan pembukanya.

"Stop!"

Morgan menghela napas kasar dengan tubuh yang melemah. Entahlah, Morgan merasa dipermainkan oleh wanita di depannya ini. Ia menjauhkan tubuhnya dari Anggi dan memilih bersandar pada sofa yang ia duduki.

"Pergilah, kali ini aku memaafkanmu." ucap Morgan. Sungguh kekesalannya sudah mencapai ubun-ubun karena ulah Anggi.

"Tidak, mm kau jangan kesal dulu padaku, aku hanya ingin mengenalmu lebih dulu karena itulah kebiasaanku setiap akan berhubungan," elak Anggi.

"Pergilah, aku bisa mencari partner lain malam ini."

"Kau memintaku pergi? Hei dengar, aku menghabiskan waktuku untuk bisa menemanimu dan kau mengusirku begitu saja? Dasar tidak sopan!"

"Lalu apa maumu? Aku tidak bisa menahan lebih lama, dan aku tidak bisa melakukan pendekatan konyol denganmu. Sudah pergilah, aku akan mencari partner lain yang bisa menuntaskan hasratku malam ini." Morgan bangkit dari duduknya dengan tubuh lemah. Bagaimana tidak, hasratnya sudah menggebu tapi Anggi terus-menerus mengulur waktu.

"Tunggu!" seru Anggi.

"Apalagi?"

"Kau tidak bisa meninggalkanku begitu saja, kau harus bertanggung jawab karena aku sudah menemanimu. Kau tahu, waktuku jauh lebih berharga dari apapun!"

Morgan sudah lemah dan lelah, ia tidak lagi ingin mendengar ocehan wanita gila di hadapannya ini. Ia lantas merogoh saku-nya dan mengeluarkan uang dari sana. "Tarifmu karena sudah mengacaukan mood-ku." Morgan melempar uang satu juta ke meja

"Aku tidak butuh ini."

Morgan menatap Anggi dengan tatapan tajam, Anggi adalah spesies wanita menyebalkan yang pernah ia temui. "Katakan apa maumu," Morgan masih berusaha bersabar menghadapi wanita gila di depannya ini, maka dari itu ia memberi kesempatan Anggi untuk memilih bayaran atas waktunya.

"Antarkan aku pulang."

"What? Hahahaha wanita konyol."

Morgan pergi dari sana dengan tertawa. Sungguh, wanita gila itu cukup membuatnya kesal dan terhibur dalam waktu bersamaan. Apa katanya tadi, mengantar pulang? Bahkan Morgan tidak mendapatkan apa-apa darinya, tapi wanita itu dengan berani meminta diantar pulang.

"Dasar wanita aneh!"

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!