NovelToon NovelToon

Balas Dendam Harus Dibayar Tuntas

Episode 1

"Erina...."

"Erina..."

"Kamu kemanakan gaun yang berwarna grey aku beli minggu lalu?" Teriak Nina.

"Erinaaaaa...!".

"Kakak ipar menyebalkan! tidak berguna" Gerutu Nina.

Erina yang mendengar itu dengan cepat berlari menuju sumber suara. Dengan nafas yang terengah dia tiba di kamar adik iparnya itu. Nina terlihat sedang bersiap untuk menghadiri sebuah acara bersama dengan teman-temannya, dia bersolek dengan sangat glamour dengan pakaian yang sangat terbuka.

Dengan wajah yang kusam dan pakaian yang sederhana, Erina mengatur nafasnya pelan agar dia bisa menghadapi Nina.

"Maaf Nina, gaun itu masih basah, aku belum ....".

"Ha?!! bukannya aku menyuruhmu mencucinya kemarin?" Ucap Nina dengan sinis.

"Maaf, aku tidak punya waktu untuk.....".

Ucapan Erina terbantahkan dengan ucapan-ucapan kasar dari Nina adik iparnya, dia mengatakan bahwa Erina tidak becus, tidak berguna bahkan dia mencemooh fisik dan wajah Erina yang tidak terawat dengan baik. Dengan kesal Nina mengusir Erina keluar dari kamarnya dengan mendorong tubuh Erina yang lemah.

"Keluar dari kamarku, dasar tidak berguna, pantas saja kakaku tidak pernah ingin tidur denganmu, dia lebih memilih tidur di kamar lain dibanding tidur bersama wanita tidak berguna seperti kamu!"Teriak Nina.

Braaaaaakkkkk....

Suara pintu tertutup sangat keras tepat di hadapan Erina. Dia hanya bisa menahan tangisnya dengan mendapatkan perlakuan Nina yang sejak awal tidak berubah kepadanya.

Erina berjalan dengan lemah memasuki kamarnya dan melihat wajahnya yang terlihat kusam. Dia manis dan kulit yang putih, hanya saja dia tidak pernah memiliki waktu luang merawat diri karena pekerjaan rumah dan melayani adik ipar serta ibu mertua yang tidak pernah menganggapnya sebagai menantu dalam keluarga tersebut.

Erina menangis tersedu-sedu, dia menahan sesak di dadanya. Erina mengingat selama ini dia telah berusaha menjadi istri, menantu dan ipar yang baik untuk mereka. Dia menyiapkan segala keperluan dan makan mereka dan juga dia mengerjakan semua pekerjaan asisten rumah tangga tanpa digaji atau diberi pujian sama sekali.

Dia tidak habis pikir apa yang salah dengannya. Dia menerima lamaran Gusti dulu, karena dia yakin Gusti pun mencintainya.

Flashback.

Di sebuah restoran bintang lima, Erina berlari menuju ruangan VIP. Erina sesekali melihat jam tangannya karena takut terlambat berang satu menit pun.

"Semoga saja Gusti belum datang," gumamnya.

Nafas Erina terengah-engah saat tiba tepat di depan pintu ruang VIP tersebut. Dia berusaha merapikan diri kemudian mengetuk pintu dan masuk ke dalamnya.

Mata Erina membulat sempurna, mulutnya bahkan dia tutup menggunakan tangannya karena merasa sangat syok atas apa yang dilihatnya.

Gusti, lelaki yang selama ini dia sukai, membawa sebuket bunga mawar merah dan tersenyum kepadanya. Tidak hanya itu, ruangannya dipenuhi dengan bunga dan tentu saja meja-meja tersusun rapi layaknya dinner romantis yang selama ini Erina impikan.

"Apakah aku sedang bermimpi?"Gumam Erina.

"Tidak, ini untukmu," ucap Gusti kemudian memberikan buket bunga tersebut.

Erina dan Gusti makan dengan raut wajah yang berbinar, tepatnya hanya Erina yang sangat berbinar dan sangat bahagia, sedangkan Gusti terlihat biasa saja.

Mungkin karakter Gusti yang seperti itu atau memang Erina yang lebih mencintainya, jika cinta bisa diukur besar dan kecilnya, pikir Erina.

"Sudah dua bulan kita bersama. Bagaimana perasaanmu, kau bahagia?" Tanya Gusti.

Erina mengangguk dengan sangat cepat, rasanya bibir manis Erina sangat malu untuk mengucapkan sepatah kata saat itu.

"Bagaimana kalau kita menikah?" Ucap Gusti spontan.

Erina yang mendengar ucapan Gusti secara tiba-tiba itupun merasa syok, bahkan sendok yang ditentengnya terjatuh. Dia tidak bisa mengatakan apa-apa lagi, selain dia sangat bahagia.

Gusti terdiam dan menunggu balasan Erina saat itu yang sibuk mengatur nafas dan mengendalikan dirinya karena bahagia. Bahkan pipinya merona sangat lama.

"Erina.."

"Erina...".

Erina yang mendengar itupun tersenyum lebar dan kembali dengan kesadarannya. Dia mengangguk dan mengatakan setuju untuk pernikahan itu.

"Aku sebenarnya sudah sangat lama menyukaimu dan lamaran ini membuatku sangat bahagia sampai aku tidak bisa mengatakan apapun lagi," jelas Erina dengan mata yang berkaca-kaca.

"Aku tahu perasaanmu," timpal Gusti.

"Kau tahu perasaanku??" Ucap Erina kembali.

Gusti mendengar itu mengangguk, dia kemudian menjelaskan bahwa dia tahu tentang perasaan Erina kepadanya, dimulai saat Gusti sering berkunjung ke sebuah Cafe dan disana Erina sering melirik kepadanya.

Erina bahkan sering menulis sebuah catatan surat misterius dan dititipkan ke pemilik cafe untuk Gusti. Saat dia tahu Gusti adalah senior di kampus Sindi, dia berusaha agar bisa kenal dengannya melalui Sindi, dan akhirnya komunikasi mereka terjalin.

Tidak jarang, usaha Erina untuk memberikan yang terbaik untuk Gusti. Kado disetiap bulan dihari spesial menurut Erina. Perhatian dan juga saat Gusti menginginkan sesuatu, Erina akan berusaha mewujudkannya.

Persoalan ekonomi bahkan hingga Gusti melakukan pekerjaan lapangan. Erina akan selalu datang membawa bekal makanan tanpa mengenal lelah dan kondisi cuaca saat itu.

Acara lamaran berhasil, Erina yang meminta izin kedua orang tuanya tidak memiliki kesulitan sama sekali, bahkan mereka sangat terburu-buru ingin melangsungkan pernikahan Erina, mungkin saja karena mereka tidak sabar agar Erina meninggalkan rumah tersebut.

Erina tidak khawatir, dia yakin bahwa menikah dengan Gusti, lelaki yang dicintainya. Kehidupan Erina akan berubah menjadi lebih baik lagi dan akan mendapatkan kebahagiaa.

"Hufftt, aku akan lepas dari mereka dan aku akan hidup bahagia bersama Gusti" Gumam Erina disepanjang hari sebelum tidur menjelang hari pernikahannya.

Pernikahan Erina tidaklah terlalu megah tapi bisa dikatakan cukup untuk keluarga level stay privacy, walau sebenarnya mereka bisa melakukan yang lebih meriah, tapi Erina sadar dengan posisinya dalam keluarga Nugroho.

Erina bahkan, turun tangan sendiri melakukan persiapan dekor ruangan untuk acara pernikahannya. Berbeda dengan pernikahan wanita lain yang menjelang hari H dia akan sibuk mempercantik diri.

"Besok aku akan menikah, semoga saja semuanya berjalan dengan lancar" Ucap Erina.

...----------------...

Esok hari, pernikahan berlangsung lancar sesuai harapan Erina. Hanya saja setelah pertemuan dua keluarga kembali, ada yang sedikit aneh dari pihak keluarga Gusti.

Erina pun tidak mengerti, dia hanya melihat jika ibu mertuanya Mira meminta Widya dan Nugroho memasuki sebuah ruangan untuk membicarakan sesuatu, tapi dia pun tidak paham apa yang mereka lakukan, kesepakatan? Mungkin saja seperti itu.

Resepsi pernikahan selesai, malam hari para tamu undangan satu persatu meninggalkan tempat acara, Erina dan gusti pun akhirnya pulang ke rumah Gusti.

...----------------...

Kediaman Gusti.

"Huffff...." Gusti menghembuskan nafas karena lelah melayani tamu undangan.

Erina yang melihat itu segera meminta asisten rumah tangga untuk mengambil minuman untuk Gusti. Dia tersenyum manis saat melihat Gusti kelelahan dan menyenderkan tubuhnya di sofa ruang tamu rumah Gusti.

Episode 2

Mira yang memasuki ruangan bersama dengan Nina, melihat keadaan itu hanya tersenyum datar dan meninggalkan Erina bersama dengan Gusti di ruangan tersebut.

"Apa kau butuh sesuatu?" Tanya Erina dengan lembut.

Gusti hanya terdiam dan mengabaikan apa yang Erina katakan. Tidak berselang lama asisten rumah tangga membawa sebuah nampan berisi minuman yang hangat dan dingin. Erina dengan lembut membantu meraih gelas berisi minuman tersebut dan menyimpannya tepat di hadapan Gusti dengan lembut.

Gusti sedikit melirik dan segera meraih gelas tersebut dan meneguknya. Gusti kemudian melangkah untuk meninggalkan ruangan tersebut. Erina yang melihat itupun segera ikut melangkah mengikuti Gusti.

"Apa yang kau lakukan, kamarmu berada di ruangan itu"Ucap Gusti.

Erina tercengang mendengar hal tersebut. Bagaimana bisa mereka tidur terpisah sedangkan dia telah resmi menjadi suami-istri. Erina memberanikan diri untuk menyela ucapan Gusti yang menurutnya sangat aneh.

"Kau hanya perlu menuruti ucapanku, aku cape. Sudahlah aku mau tidur" Ucap Gusti.

Erina kembali ingin memberi pertanyaan tapi Gusti mengabaikan Erina dan segera memasuki kamarnya. Erina yang kebingungan berjalan ke arah kamar yang Gusti tujukan, dia masuk ke dalam kamar tersebut dengan wajah yang bingung.

Tidak ada pilihan lain, dia memasuki ruangan tersebut dengan memperhatikan setiap detail ruangan tersebut. Hanya ada sebuah lemari sederhana, meja rias dan tempat tidur yang hanya bisa dihuni oleh Erina seorang.

"Apa maksud semua ini," gumam Erina.

Masih dengan gaun yang menjuntai, dia merebahkan tubuhnya yang lelah karena selama ini hanya Erina sendiri yang menyiapkan segala keperluan pernikahannya dan juga acara pada malam tersebut yang sangat padat.

Erina menatap langit-langit kamar, pikirannya menerawang di masa depan. Harusnya malam itu dia akan menikmati malam pertama yang indah, bersama lelaki yang dicintainya tapi semua itu tidak sesuai yang Erina harapkan.

Tepatnya malam pernikahan Erina, suram.

"Aku berharap pernikahanku bisa memberikan kebahagiaan, aku benar-benar lelah" gumam Erina dengan air mata yang mengalir dari sudut matanya, hingga dia tertidur dengan nyenyak dalam balutan gaun pengantin yang indah.

...----------------...

Esok hari, suara teriakan terdengar keras dari depan pintu kamarnya dan suara ketukan yang cukup keras. Erina dengan panik berlari membuka pintu dan melihat ada Mira disana dengan wajah yang terlihat kesal.

"Mama?" Ucap Erina.

"Menantu mana yang mertuanya bangun terlebih dulu sebelum menantunya. Cepat buat sarapan!!"Ucap Mira dengan wajah geram.

"Tapi Ma, aku tidak memiliki baju ganti, aku belum.....".

"Kopermu ada di teras, cepat buatkan kami sarapan" Ucap Mira lagi dengan wajah yang kesal kemudian meninggalkan tempat tersebut.

Kaki Erina terasa lemah, dia masih bingung dengan keadaan tersebut. Mira, ibu mertuanya yang dia kenal sebelum pernikahan sangat baik dan penuh kasih sayang, lemah lembut. Tapi, saat ini dia terlihat berbeda.

Erina berjalan dengan lemah menuju teras rumah, dia melihat sebuah koper lusuh disana. Dengan nafas yang berat Erina membawa koper lusuh itu memasuki kamarnya, dia terduduk dan memikirkan hidupnya sendiri selama ini.

"Apakah papa dan mama begitu ingin aku meninggalkan rumah mereka?" Gumam Erina mengingat kedua orang tuanya.

"Erinaaaaa...".

Suara teriakan kembali menggema, dia segera mengganti gaunnya dengan baju rumahan. Setelah itu dia berlari ke dapur. Tidak berselang lama, Mira kembali datang dan memeriksa pekerjaan Erina.

Mira terlihat sangat marah karena saat itu Erina hanya diam mematung dan kebingungan. Mira belum melihat satupun sajian makanan untuk mereka santap pagi itu.

"Apa yang kau lakukan, kenapa lama sekali? apakah kau tidak pandai memasak?" Teriak Mira dengan geram.

"Bukan begitu ma, aku bingung letak peralatan dapur. Aku mencari beberapa alat untuk memasak tapi tidak menemukannya dan juga asisten rumah tangga tidak ada untuk membantu" Jelas Erina.

Dengan amarah Mira kembali menjelaskan jika mulai saat itu Erina yang akan menggantikan pekerjaan asisten rumah tangga di rumah mereka karena tugas sebagai seorang menantu dalah berbakti, dengan menyiapkan makan pagi, siang dan malam untuk suami dan keluarganya.

"Apakah kau masih ingin membantah?" Ucap Mira.

Erina mendengar itu hanya bisa menggelengkan kepalanya. Dia baru saja bermimpi akan memiliki keluarga yang bahagia tapi sepertinya dia akan kembali memasuki dunia yang sama,'penderitaan'.

Setelah sajian makanan tersusun rapi di atas meja Erina segera berlari ke depan pintu kamar Gusti untuk membangunkannya.

"Gusti".

"Gusti, bangun..." Ucap Erina dengan lembut mengetuk pintu kamar Gusti.

Tidak ada sahutan dari dalam ruangan tersebut, akhirnya Erina memutuskan untuk masuk ke dalam kamar tersebut tapi Mira mencegatnya. Dia menjelaskan bahwa Gusti telah meninggalkan rumah pagi tadi, dia telah menuju kantornya.

"Tapi ma, kenapa dia tidak memberitahuku dan...".

"Sudahlah, kau tahu sendiri dia seorang manager di perusahaan besar, dia sangat sibuk," timpal Mira.

Erina berjalan menuju ruang makan dengan niat ingin sarapan bersama Mira dan Nina, tapi mereka terlihat tidak senang bahkan ucapan mereka berusaha membuat Erina untuk tidak ikut bergabung untuk sarapan dengan mereka.

"Kau yakin ingin sarapan? Apakah semua isi kopermu sudah kau rapikan? Lebih baik kau rapikan terlebih dulu," jelas Mira.

"Hmm aku sebenarnya malas makan satu meja dengan wanita tidak jelas seperti dirinya," timpal Nina.

"Sayang, sudahlah. Ayo sarapan yang banyak," ucap Mira lembut.

Erina dengan sedih meninggalkan tempat tersebut, dia berjalan dan memasuki kembali ruangannya untuk merapikan isi koper dan meletakkan beberapa pakaian di lemari miliknya.

Air mata Erina mengalir, bagaimana tidak. Seumur hidupnya, dia juga telah mendapatkan penderitaan dari kedua orang tuanya.

Dia adalah anak pertama dari keluarga terhormat, ayahnya salah seorang pemilik perusahaan sedangkan ibunya seorang desainer.

Erina juga memiliki seorang adik bernama Sindi. Adik yang menjadi kebanggan keluarga dan kesayangan ibunya, bukan karena tanpa alasan tapi karena Erina adalah anak angkat yang diadopsi dari panti asuhan.

Kakek Handoko yang membawa Erina memasuki rumah besar itu, awalnya terlihat biasa saja, Erina yang masih polos sangat bahagia di usianya yang ke enam tahun dia akhirnya memiliki keluarga dan rumah yang besar, Erina menganggap hidupnya akan bahagia memiliki kelurga yang baru ditambah dia memiliki seorang adik perempuan yang lebih muda dua tahun darinya.

"Erina..."

"Erina...." teriak Widya.

Erina berlari dengan riang setiap kali Widya menyebut namanya, dia sangat bahagia walau itu termasuk perintah yang bisa membuat Erina kelelahan. Dia menganggap semua hal bentuk kasih sayang Widya kepadanya.

"Buatkan mama jus".

"Baik ma," timpal Erina.

"Erina, bersihkan rumput taman bunga mama dan halaman depan, mama tidak ingin melihat ada rumput yang berserakan disana, tukang kebun sedang sakit jadi mama harap kau bisa membantunya" Ucap Widya.

"Baik ma".

Episode 3

Saat Erina dan Sindi sedang bermain, tanpa sengaja Sindi melukai dirinya, membuat Widya murka dan akhirnya menghukum Erina. Memukul, menampar bahkan menjemur Erina sepanjang hari di halaman rumah tanpa memberi makan dan minum sebagai bentuk hukuman jika melakukan sedikit saja kesalahan.

Erina pun sering diminta mengerjakan pekerjaan dapur dan membersihkan rumah. Erina di beri tempat, sebuah kamar dengan ruangan yang sangat kecil, bahkan kamar asisten rumah tangga di kediaman tersebut jauh lebih luas dengan fasilitas yang lebih baik dibandingkan kamar milik Erina.

Suatu ketika, Erina merasa lebih baik berada di panti, dia memutuskan untuk meninggalkan rumah dan keluarga tersebut tapi karena permintaan kakek Handoko yang menginginkan dia tetap berada di rumah membuat Erina sangat berat.

Erina sangat menyayangi kakek Handoko, karena itu selama ini dia berbohong kepada Kakeknya bahwa Widya dan Nugroho ayahnya memperlakukannya dengan baik.

"Erina apakah kau baik-baik saja?".

"Iya kek, Erina baik-baik saja dan akan selalu seperti itu" Timpal Erina.

"Katakan pada kakek jika kau memiliki masalah dan...".

"Papa, kami menyayangi Erina seperti anak sendiri, anda jangan khawatir, harusnya papa menjaga kesehatan papa saja itu lebih penting" Jelas Widya dengan suara yang lembut.

Erina pun berusaha tampil dengan wajah biasa-biasa saja, agar kakeknya tidak merasa aneh kepada Erina, hingga Handoko di vonis demensia (gejala penurunan daya ingat), dia akan di rawat penuh dan di bawah pengawasan dokter, hingga akhirnya Erina tidak pernah bertemu lagi dengannya.

Flashoff.

...----------------...

Erina menyeka air matanya yang saat itu mengalir deras karena mengingat semua kejadian dimasa lalu dan juga selama enam bulan pernikahannya, Gusti tidak pernah menyentuhnya sama sekali, bahkan Gusti tidak menjadi suami yang sesuai Erina harapkan.

Erina hanya menjadi babu untuk mertua dan adik iparnya yang juga sebagai lintah darat kepada Erina. Tabungan Erina yang dia dapatkan dari kakek Handoko habis karena ulah Mira dan Nina yang sering kali menindasnya.

Hanya kakek Handoko yang menyayanginya tapi sudah sejak lama, Handoko sakit. Dia divonis demensia dan akhirnya mendapat perawatan di sebuah rumah sakit, membuat Erina tidak bisa bertemu dengannya lagi.

Sebelum Handoko sakit, dia memita asisten pribadinya secara diam-diam mengirim uang ke tabungan Erina setiap bulannya, membuat Erina seikit terbantu selama ini. Dia tidak mendapatkan nafkah dari Gusti selama ini.

Drrrrrtttttt

Drrrtttttttt

Erina menatap layar ponselnya, disana ada nama Mira yang tertera. Dia menghembuskan nafasnya berat kemudian meraih ponsel tersebut dan menerima panggilan Mira.

"Cepat siapkan makanan yang enak karena teman-teman mama akan datang berkunjung ke rumah" Ucap Mira kemudian mematikan ponselnya.

Erina diam sejenak dan sudah membayangkan jika rumah akan kembali berantakan setelah hampir seluruh waktunya digunakan untuk membersihkan kediaman tersebut, dengan berat hati Erina segera bergegas ke dapur untuk menyiapkan makanan, tiba-tiba ponselnya kembali berdering.

Sebuah panggilan oleh asisten kepercayaan Handoko bahwa hari itu ibunya akan mengadakan Fashion show dengan karya terbaru.

Mata Erina berbinar mendengar informasi tersebut.

"Tapi, mama tidak mengundangku" Jelas Erina.

"Benarkah? saya tidak menahu tentang itu" Timpal asisten tersebut.

Panggilan berakhir, Erina pun terdiam. Dia berpikir tentang apa yang dia dengar, apakah dia akan menghadiri acara tersebut atau tidak. Erina kembali melanjutkan untuk menyiapkan makanan menyambut Mira bersama dengan para teman sosialitanya.

"Awwww" Erina meringis.

Darah segar mengalir terkena pisau yang tanpa sengaja menggores jemarinya.

"Tidak, aku tidak bisa tinggal diam disini, aku harus menunjukan gaun buatanku kepada mama supaya dia mengakui kemampuanku" Gumam Erina.

Dia akhirnya berlari ke kamarnya dan membuka koper yang dia simpan dengan aman di dalam lemari. Sebuah gaun indah buatan Erina dan juga sebuah buku yang penuh dengan rancangan gaun impian Erina. Dia mengganti pakaiannya dan bergegas meninggalkan rumah.

Erina kemudian berlari menuju pintu dan akhirnya, brrraaaaaakkkkkk!

"Awww, apa yang kau lakukan?" Ucap Mira dengan geram.

"Maaf ma, saya terburu-buru".

Seperti biasa, dia akan marah dan mencemooh Erina di depan teman-temannya, tidak ada yang bisa menghentikan Mira kecuali uang. Erina yang sudah tahu menangani Mira saat marah, segera mengeluarkan ATM card (Anjungan Tunai Mandiri).

"Ini untuk mama, maafkan Erina yang tidak menyelesaikan masakan yang mama inginkan, Erina janji akan masak untuk makan malam, mama bisa memesan makanan untuk saat ini, gunakan uang yang ada dalam ATM ini" Jelas Erina dengan wajah yang gusar.

Mira tersenyum mendengar ucapan Erina, dengan senang hati dia menerima ATM tersebut dan meminta para sahabatnya masuk ke dalam rumah dan melakukan apa saja yang mereka inginkan, termasuk menghamburkan beberapa perabot untuk menyenangkan mereka memasak sesuai keinginan, karaoke dan juga menari.

Terkadang mereka pun akan bermain kartu untuk menghabiskan waktu luang mereka.

...----------------...

Di sepanjang jalan, Erina masih menggunakan mobil buntut pemberian kakek Handoko, dia sesekali menelpon Gusti untuk memberitahukan kemana dia saat itu. Dia tetap berusaha menjadi istri yang baik.

"Halo..".

"Maaf nyonya, tuan sedang sibuk, dia sedang rapat"Ucap asisten Gusti yang menerima panggilan Erina.

"Baiklah, katakan apdanya aku menelpon dan ingin memberitahukan sesuatu yang penting" Gumam Erina dengan mematikan ponselnya.

Asisten tersebut membalasnya dengan singkat, walau sebenarnya dia takut jika kebohongannya terungkap. Erina pun berharap jika Gusti sekali saja peduli dengannya dan menanyakan kemana dia akan pergi, bahkan dia akan bersama siapa.

Itu hanya angan belaka, sekali lagi itu harapan Erina yang selama ini bersikap menjadi istri yang baik dan taat kepada Gusti.

Erina dengan hati yang berdebar membawa rancangannya, dia membayangkan ketika tiba di tempat tersebut Erina akan mendapatkan tepuk tangan dari mamanya, Widya.

...****************...

Erina akhirnya tiba dengan memarkir mobil buntutnya tepat di samping mobil para karyawan perusahaan, bahkan mobil mereka jauh lebih berkelas dibanding mobil miliknya yang semua orang tahu, Erina adalah putri tertua keluarga Nugroho.

Sedangkan di tempat lain, di sebuah ruangan ada seorang pria dengan membawa paper bag dan sebuket bunga yang indah dan cukup besar. Dia tersenyum manis ke arah Sindi yang tengah mendapatkan pelayanan yang luar biasa oleh para asisten fashion di ruangan itu.

"Selamat Sin, kau berhasil membuat seluruh orang bangga padamu".

Sindi dengan angkuh hanya tersenyum manis kepada pria tersebut dan kembali menatap dirinya dalam pantulan cermin, dia sangat mengagumi tubuh dan wajahnya. Sejak kecil Sindi tidak pernah mendapatkan cela sedikitpun, ia selalu penuh dengan pujian.

Hingga dewasa kebiasaan tersebut telah melekat dalam dirinya bahwa dia adalah seorang wanita yang sempurna.

"Sin, bunga ini untukmu" Ucap pria tersebut.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!