NovelToon NovelToon

Esmee

1: Kerja Di Honey Bunch.

[KAMU BISA MEMBACA WIYATI TERLEBIH DAHULU UNTUK MENGETAHUI MASA LALU CASSIA]

...BAB 1 : Kerja Di Honey Bunch....

“Lo yakin kerja di Honey Bunch?”

Pertanyaan itu meluncur dari bibir sepupunya – Evita Upasama.

“Yakin. Kenapa enggak?” jawab Cassia yang meletakan hair dryer kembali ke dalam laci. Rambutnya telah kering, ia akan segera berganti baju. Karena hari ini ia akan berangkat kerja lebih awal.

“Lo gila.” Evita berdiri dari ranjang, mendekati Cassia. “Lo pikir gue nggak tahu Honey Bunch itu tempat kayak apa?”

Cassia mendongak, tatapan mereka bertemu. “Gue nggak pernah mikir lo nggak tahu, Vit. Honey Bunch emang tempat kayak gitu. Tapi lo tahu, kan? Gue kerja di sana sebagai pelayan di bagian lantai 3.”

“Mungkin emang deket sama private room Honey Bunch. Tapi lo nggak perlu khawatir, takut gue merangkap jadi lac*ur. Gue masih punya harga diri. Gue kerja disana, karena itu satu-satunya jalan ngehasilin uang lebih cepat di bandingkan jadi pelayan biasa,” imbuh Cassia.

Evita menggeleng kuat. “Enggak. Lo … ah! Kesel banget gue! Kan lo bisa kerja di perusahan makanan yang dinaungin keluarga kita. Atau lo jadi sekertaris gue – “

“Udah-udah diem lo. Gue mau berangkat kerja.” Cassia mendorong mundur Evita untuk duduk kembali di ranjang. “Nona Muda Evita Upasama mending lo sekarang istirahat. Tidur. Kerja jadi Direktur Operasional pasti bikin lo capek.”

Evita berdecak dan menatap kesal pada Cassia. “Gue belum selesai ngomong!”

“Iya iya gue ngerti. Maka dari itu, ngomongnya di lanjut nanti kalau gue udah balik.” Cassia telah selesai memakai baju, dan jaket. Kini ia menenteng tas dan siap berangkat. Kali ini, ia naik ojek saja. Malas membawa mobil – yang lagi lagi akan disembunyikannya, dan menambah uang bensin serta parkir. “Gue berangkat. Bay!”

Soulful Food Company adalah milik Kakeknya – Wiradharma Upasama. Dulu yang mengelola adalah Om Sadajiwa adik dari Ayahnya. Namun sekarang di kelola oleh anak angkat Kakek. Dan rencananya mungkin akan diwariskan pada Evita sehingga disana Evita dipekerjakan dengan mudah.

Sedikit iri. Namun Cassia sadar, bahwa Ayahnya – Hermawan Upasama adalah anak yang buruk. Jadi sangat wajar Kakek memperlakukannya berbeda dari cucu-cucu lainnya.

Lagi pula, harta hanyalah harta, bisa dicari, tidak perlu diwariskan Cassia akan berusaha sendiri. Meskipun sekarang ia harus bekerja di tempat yang seperti ini. Setidaknya, ia telah berusaha. Karena pada akhirnya, jika ia bekerja di muka umum. Maksudnya seperti pekerjaan pelayan restoran, pegawai, atau lainnya yang berinteraksi langsung dengan masyarakat, akan membuat Cassia di hina.

Tentu semua karena kesalahan Ayahnya. Bahkan sudah 3 tahun berlalu Cassia tetap merasa takut untuk menerima penghinaan itu. Anak koruptor! Itu yang sering terdengar. Dan doa-doa buruk justru juga sering di panjatkan. Cassia pernah mendengar yang menurutnya terkejam adalah seperti, semoga dia menerima karma atas apa yang dilakukan Ayahnya. Haruskah pembalasan menjatuhinya? Sedangkan, ia saja tidak tahu atas dasar apa Hermawan melakukan hal keji pada gadis-gadis muda di Upasama High School.

Mungkin jika orang-orang yang menghina Cassia tahu bahwa dirinya bekerja di tempat seperti Honey Bunch. Cassia yakin, mereka akan mengira ia sedang menjual diri, atau paling jahat mereka mengira dirinya di jual oleh Sang Ayah.

Muak, rasanya.

Tetapi hidup harus tetap berjalan.

“Mbak, sudah sampai.”

Suara tukang ojek itu menyadarkan diri dari lamunan panjang bak jalan yang penuh derita. Cassia turun, mengembalikan helm. “Bayarnya sudah di aplikasi ya, Pak.”

“Iya, Mbak. Makasih.”

Tepat pukul 20.30 WIB Cassia sampai di Honey Bunch, biasanya ia berangkat jam 9 malam. Namun karena Madam Lena – muci*kari disini meminta bertemu dengannya, membuat Cassia datang lebih awal. Sesungguhnya ia berdebar, entah bantuan semacam apa yang dibutuhkan. Padahal disini ia baru bekerja satu minggu.

“Cas, ganti baju dulu sana. Ada tamu VVIP yang mau di temani,” ujar patner kerjanya, Sella.

Cassia menatap. “Gue ada jam temu sama Madam Lena –“

“Justru sebelum lo kesana. Madam Lena sendiri yang minta lo buat layani tamu-tamu itu. Kata Madam kayak biasanya, tamu-tamu itu minta dituangin minuman doang. Mereka nggak minta cewek sewaan Madam buat nemani. Jadi aman, Cas. Udah sana!”

Penjelasan Sella sedikit membuat Cassia lega. Mungkin mereka pejabat atau anak pejabat. Lagi pula juga ia pandai bela diri. Jika terjadi sesuatu akan Cassia lawan sekuat tenaga.

“Selamat malam.” Cassia berjalan masuk perlahan dan berdiri tempat di depan meja – dengan menunduk. “Saya akan membantu melayani Tuan Tuan.”

Deg.

Mata Cassia melebar, ia terkejut bukan main saat dagunya di tarik. Laki-laki itu berdiri dan seperdetik kemudian Cassia sadar bahwa itu adalah Vincent – teman sekolahnya dulu.

“Cassia? Lo kerja disini?!”

Suara itu terlalu keras. Dan mata Cassia secepat itu menangkap bahwa di belakang Vincent ada beberapa murid alumni Upasama High School. Lingga, Aldo, Abhimana dan bahkan juga … Abhimata? Mantan kekasihnya semasa sekolah.

“Lepas,” ujar Abhimata yang menepis tangan Vincent di dagu Cassia.

Cassia bergumam, “Abhimata.” Ini gila. Tamu VVIP itu adalah mereka. Anak-anak konglomerat di Upasama High School dulu. “Saya permisi –“

“Cassia!”

Lengannya di tahan oleh Abhimata. Tetapi suara itu adalah milik Vincent. “Mau kemana lo? Profesional dong. Lo kerja disini jadi karyawan gue. Lo udah masuk berarti lo harus layani kita dengan segenap kemampuan lo. Gue kerjain orang itu nggak gratis. Gue bayar. Ngerti lo?”

Karyawan? Jangan katakan bahwa tempat ini milik Vincent? Sungguh tidak mungkin. Ia telah memasuki kandang macam. Bagaimana caranya untuk pergi?

“Vincent, mulut lo!” bentak Abhimata.

Vincent memandang datar. “Dia kerja di tempat gue. Nggak ada salahnya gue minta dia profesional, kan? Dia itu gue bayar, dan lo semua itu tamu gue. Jadi sebagai Bos gue minta dia kerja yang bener.”

Cassia dapat mendengar Abhimata mengumpat.

“Cepet tuangin minuman,” titah Vincent.

Aldo terlihat menarik Abhimata untuk kembali duduk. Sedangkan Cassia berjalan menuju meja bar. Disini Cassia juga diajarkan cara menyajikan minuman layaknya bartender.

“Ngapain lo kerja? Jadi pelayan lagi.” Aldo menjeda, dengan mengamati Cassia dari atas hingga bawah. “Bukannya Bokap lo udah bebas?”

Cassia memilih untuk tidak menjawab. Namun matanya berkeliling menatapi satu persatu lelaki yang duduk. “Anda sekalian ingin saya sajikan minuman apa?”

“Wine.” Tiga orang menjawab sama. Selain Aldo.

Sedangkan Lingga menatap tajam, hingga pandangan mereka bertemu. “Vodka.”

Sialan. Cassia menelan ludah. Apa-apaan tatapan Lingga itu?

“Lo nggak sekalian merangkap? Jadi cewek sewaan. Misalnya?” imbuh Lingga.

Bajingan ini! Ingin sekali Cassia robek mulutnya. Dari dulu memang Adiwangsa sangat membuat Cassia muak. Kebodohan macam apa yang dulu ia lakukan hingga memacari Abhimata – yang jelas juga turunan Adiwangsa.

“Bangs*t mulut lo, Lingga!” sentak Abhimata.

Sungguh memuakan. Mengapa Abhimata harus membelanya?

Pandangan Lingga beralih pada Abhimata. “Lo kenapa, Bhimata? Biasa aja, dong. Gue cuma tanya kok.”

Tiga detik kemudian Lingga kembali berkata, “Kalau dia jadi cewek sewaan. Lo kan gampang ngatur dia. Nggak perlu ribet kayak SMA dulu.”

Abhimata kian membabi buta. Cassia rasanya ingin menghilang saja. Para bajingan ini terlalu banyak mengoceh. Cassia muak. Bagaimana cara mendiamkan mereka?

“Udah! Stop, anj*ng!”

Deg.

Jujur Cassia terkejut mendengar suara keras Abhimana –yang tak lain adalah saudara kembar Abhimata. Ia bahkan jatuh terduduk, karena takut mendengar suara itu. Tidak. Tidak boleh terlihat lemah. Cassia berdiri sekuat tenaga.

“Suruh cewek ini keluar, Vincent!” titah Abhimana dengan lantang.

...[.]...

Catatan:

• First mengarang cerita yang cowoknya kayak Lingga, nikah sama cewek yang notabenenya baik kayak Cassia. Mungkin ini akan menjadi cerita yang disuguhkan dalam benci jadi cinta. Dan penyesalan dalam hubungan. Dan mungkin juga ini yang terakhir, untuk menulis cerita para bajingan seperti mereka. — Soalnya saya baru sadar, di setiap cerita saya ya ... entah Beda Tiga Tahun, entah WIYATI, entah Harshada. Kok ... banyak banget ya cowok brengseknya. Hamil di luar nikah lah, jadi Bapak gak bertanggung jawab lah. DLL. Setelahnya saya akan belok ke anak-anak Panti Asuhan Al-Hikmah. Ingin menulis lagi cowok-cowok baik seperti Linggar, Lutfan dan Jafar.

• Honey Bunch \= Hiburan Malam Elit. (Kamu boleh membaca Ratri Adanu untuk tahu detail bagaimana Honey Bunch itu)

• Ada pembangunan karakter yang tidak sedap untuk dibaca. Beberapa berisi ucapan kotor/kasar. Setiap cerita saya adalah fiksi. Buang buruknya, ambil baiknya. Semoga amanat cerita saya tersampaikan.

2 : Reuni?

Mata Cassia berkaca-kaca, bibir bawahnya berdarah akibat gigitan yang ia lakukan sendiri. Sialan, berpura-pura tegar tetap membuatnya gemetar. Setelah bebas dari para bajingan itu, Cassia langsung berlari menuju toilet dan mencuci muka. Tidak boleh menangis. Seharusnya ia telah terbiasa. Seharusnya bertemu dengan Abhimata tak mendebarkan. Seharusnya ia juga sadar, bahwa pekerjaan ini memungkinkan dirinya bertemu dengan anak konglomerat – yang tanpa arti menghamburkan uang sesuka hati mereka.

“Gue harus ketemu Madam Lena. Apa maksud dia suruh gue layani mereka?” gumam Cassia.

Cassia mengambil beberapa tisu dan mengeringkan muka. Sekarang ia berbalik, berjalan menuju ruang pribadi Madam Lena. Namun setelah sampai di depan pintu Cassia terdiam. Mengapa harus takut? Madam Lena tidak akan menyuruhnya melakukan sesuatu seperti yang ia pikirkan.

“Madam Lena,” panggil Cassia dengan mengetuk pintu dua kali.

“Masuk.”

Balasan suara itu membuat Cassia memberanikan diri untuk membuka pintu.

“Saya masuk, Madam.”

Madam Lena melempar senyuman. “Duduk, Cassia Cantik.”

“Bagaimana? Apa reuni itu menyenangkan?” imbuh Madam Lena yang baru saja bangun dari ranjang. Lantas menggunakan selendang satin, dan duduk tepat di depan Cassia.

“Untuk apa Madam melakukan itu?” Cassia menatap dengan berani. “Apa saya telah melakukan kesalahan?”

“Tidak ada. Madam hanya berpikir kamu akan senang bertemu Bos Vincent pemilik Honey Bunch. Sekaligus teman lamamu,” jawab Madam Lena dengan santai. Muci*kari itu mengangkat tangan, lalu menuang minuman yang Cassia ketahui adalah wine di dalam gelas kaca.

Sejujurnya Cassia kesal. Namun ia menghela napas, berusaha mengontrol emosi. “Saya akan menganggap itu sebagai perlakuan khusus dari Madam. Terimakasih. Untuk selanjutnya saya harap Madam tidak melakukannya lagi untuk saya.”

“Baiklah, Cassia Cantik. Kenapa kamu harus menampilkan wajah muram seperti itu? Kecantikanmu akan cepat pudar, jadi banyak-banyak lah tersenyum.”

Gila. Ucapan Madam Lena sangat tidak masuk akal.

Bagaimana bisa Cassia memasang wajah senang? Setelah menerima perilaku buruk dari para bajingan? Hinaan diluncurkan, seolah tiada kata baik yang bisa diucapkan apabila bertemu dengannya.

“Mulai hari ini Madam meminta kamu menjadi pelayan khusus di private room Honey Bunch,” ujar Madam lagi secara tiba-tiba.

“Saya diizinkan menolak?” tanya Cassia. Karena ia sangat tak ingin mengganti profesi pelayan biasa menjadi pelayan khusus. Meskipun Madam Lena menjamin setiap pekerja Honey Bunch terlindungi, ia tetap ragu. Apalagi setelah tahu bahwa pemilik asli tempat ini adalah Vincent.

Madam Lena melambungkan tawa. “Kalau Madam bilang, tidak. Bagaimana?”

Cassia berdiri dengan tiba-tiba.

“Saya a-akan tetap menolak,” jawab Cassia dengan berani. Meskipun ia terbata-bata.

Madam Lena bersandar, kaki jenjang itu menyilang. Cassia tidak tahu, akankah ia bisa menghadapi? Orang-orang berkata Madam Lena itu berbahaya, walau saat di pandang mata biasa berperilaku tenang, wanita di depannya tetaplah muci*kari.

“Duduk. Madam belum selesai bicara Cassia.”

Cassia kembali duduk.

“Cassia Upasama. Anak dari Hermawan Upasama dan Alana Tejas Wiguna. Kedua orang tuamu masing-masing menikah lagi. Harta mereka bisa dibilang banyak. Tapi mengejutkan anak semata wayang mereka, menginjakan kaki di Honey Bunch sebagai seorang pekerja. Apa Hermawan bangkrut? Apa Alana menelantarkanmu? Apa – “ Ucapan Madam Lena terpotong.

“Hentikan.” Cassia menatap marah pada Madam Lena. “Apa urusan Madam dengan latar belakang keluarga saya? Bukankah pekerja Honey Bunch di terima apabila dia memenuhi kriteria tertentu?”

“Ya. Kamu benar.”

Cengkraman Cassia pada kursi besi yang didudukinya kian kuat. “Lalu kenapa Madam mengungkit-ungkit kehidupan pribadi saya?”

“Madam tidak mengungkit. Hanya mengingatkan saja riwayat keluargamu.” Segelas wine Madam Lena teguk sejenak. Lantas ia kembali berkata, “Seseorang bekerja karena membutuhkan uang. Syarat dan ketentuan disini telah kamu patuhi dengan baik. Tapi kamu, sangat tidak profesional menghadapi teman-teman lamamu.”

Tidak profesional? Sialan. Vincent saja berani menyentuh dagunya, tidak salah jika Cassia ingin pergi meninggalkan private room, itu, kan?

“Madam memantaumu dari cctv. Jadi …” Kepala Madam Lena miring kesamping, dengan tersenyum lebar ia mengangkat gelas wine. “Madam berencana mendisiplinkanmu.”

“Mendisiplinkan dengan cara menjadikan saya pelayan khusus?” Cassia melempar tanya.

“Ya. Tepat sekali!”

Menolak pun rasanya percuma. Dan berhenti pun sangat disayangkan, uang bulanan telah menipis. Ia membutuhkan bayaran dari Honey Bunch untuk menyambung hidup. Meskipun tinggal di rumah Om Sadajiwa, ia tetap tidak ingin menjadi beban.

“Ba-bagaimana cara kerjanya?”

Senyuman manis – yang menurut Cassia menakutkan lagi lagi Madam Lena lemparkan untuknya. “Kamu hanya akan bekerja dan datang sesuai dengan jadwal tamumu. Mudah, kan, Cassia?”

“Jadi jika tamu itu meminta saya datang dini hari. Saya harus datang?”

Madam Lena mengangguk. “Tidak masalah kan? Lagi pula Cassia … tamumu adalah orang yang kamu kenal. Kalian akan akrab. Dan seperti yang kamu ketahui yang paling pantang di Honey Bunch adalah kehamilan. Jadi jika kamu terlibat hal hal semacam itu dengan tamumu. Lebih baik hentikan, Madam tidak menyukai pelayan khusus yang berlagak seperti la*cur.”

“Saya tidak berniat memiliki hubungan seperti itu dengan tamu tamu di Honey Bunch,” jawab Cassia tegas. Ia sudah lebih sedikit tenang. “Siapa tamu yang Madam maksud?”

“Bagus jika seperti itu. Karena pelayan khusus memang bekerja bukan sekedar menuangkan minum dan menemani. Mereka menyimpan segala informasi pribadi tamu, yang tidak boleh di ketahui publik sedikitpun.” Setelah menjelaskan, Madam Lena berdiri, mengeluarkan semacam baju mungkin – yang sepertinya adalah seragam untuk pelayan khusus. “Itu seragam barumu. Tamu yang akan kamu layani adalah Bos Vincent dan Lingga Adiwangsa.”

Adiwangsa? Sungguh Lingga? Citra baik hanyalah kepura-puraan. Menjadi anak dari Gumira Adiwangsa tetap tidak membuat Lingga menjadi lelaki yang baik. Menjijikan. Entah sudah berapa kali para Adiwangsa itu meni*duri gadis-gadis.

“Sejujurnya saya ingin bertanya, kenapa tamu saya adalah mereka? Tapi saya rasa percuma. Madam tetap tidak mengizinkan saya menolak.” Cassia menjeda saat Madam Lena mengiyakan perkataannya. “Tolong Madam jangan membedakan saya dengan pelayan khusus lainnya. Meskipun tamu saya adalah pemilik Honey Bunch dan Adiwangsa, saya tetap ingin di lindungi, seperti pelayan lain.”

“Ya. Tentu saja. Apabila Bos Vincent atau Lingga memperlakukanmu buruk, bodyguard kami akan turun tangan. Tenang saja, Cassia Cantik.”

Kemarahan Abhimata adalah hal yang tidak Lingga pedulikan. Biarlah saja. Ucapannya tidak salah, kan? Jika Cassia benar-benar bisa di sewa, saudaranya itu tidak perlu sulit mengatur Cassia lagi. Sialan. Apa bagusnya wanita itu? Hingga Abhimata tergila-gila?

Bahkan jika ia memiliki rasa ingin terhadap wanita. Akan lebih baik pada seseorang yang seperti Shanum saja. Iya, Lingga paham bahwa Shanum adalah istri Linggar. Tetapi jauh sebelum Linggar memperistri Shanum, perasaannya telah ada. Kasus ruda paksa Shanum pun sempat membuatnya menggila. Dan sampai sekarang sepertinya masih, apalagi saat melihat Cassia – ia langsung tersulut emosi.

Ayah dari wanita sialan itu – Hermawan Upasama adalah dalang dari kasus ruda paksa Shanum. Bagaimana bisa Cassia merasa bebas? Bagaimana bisa seperti terlihat tak bersalah? Bahkan masih bisa hidup juga ternyata?

Lingga ingin derita yang lebih sengsara dari Shanum harus Cassia rasakan. Supaya wanita itu sadar, dijatuhkan sampai pada titik terendah adalah hal yang menyakitkan. Dari dulu Cassia dan Shanum berteman, tetapi pertemanan macam apa yang terjadi di antara mereka? Bahkan keluarga Upasama dan Citaprasada adalah partner bisnis terbaik.

Namun mengapa terjadi pengkhianatan?

Sungguh ia tidak peduli Shanum telah menjadi istri Linggar. Balas dendam atas rasa sakit pujaan hatinya akan tetap ia lancarkan. Pernikahan itu – Shanum dan Linggar, ia turut bahagia. Karena pada akhirnya, ketulusan Linggar memang nyata, mata mereka pun tidak bisa berbohong. Mereka saling jatuh cinta. Jadi biarlah bertepuk sebelah tangan, Lingga tidak merasa ini menyakitkan. Kebahagiaan Shanum adalah hal yang menyenangkan untuknya.

Dan Linggar adalah pria yang bisa di percaya.

Mengikhlaskan Shanum adalah pilihan. Tetapi menghindari perasaan untuk Shanum bukan lah hal yang bisa dilakukan. Jadi, biarlah saja perasaan ini mengalir entah terbawa kemana, Lingga tak peduli.

“Pantes lo ngomong kayak gitu?”

Mata Lingga mencari suara dari orang yang berucap tadi. Abhimata, ya? Jadi masih belum selesai dengan pembahasan tentang Cassia?

“Pantes nggak pantes tergantung lo menanggapi omongan gue aja sih,” jawab Lingga santai dengan meneguk vodka yang sempat disajikan Cassia sebelum wanita sialan itu pergi.

Abhimana menyahut, “Gue paham banget lo punya perasaan ke Cassia. Tapi gue kesini tuh mau have fun. Mau dia jadi pelayan atau apapun, kalau dia kerja ya biarin kerja, Bhimata. Nggak usah lo usik, gua muak banget lihat drama percintaan lo nggak ada habisnya sama tuh cewek.”

Gue setuju, batin Lingga dengan mengangguk-angguk.

“Gue nggak ngusik dia. Kalian yang banyak bacot, segala ngerendahin dia.” jawab Abhimata.

Lingga menggaruk hidungnya yang tak gatal. Lagi lagi pembelaan di lakukan Abhimata. Menyebalkan. Lingga bangkit, dan berjalan menuju pintu.

“Mau kemana lo?” tanya Aldo.

“Nyari angin bentar. Tenang aja, gue nggak selera sama cewek-cewek yang ada di Honey Bunch.” Tangan Lingga menunjuk Vincent. “Jadi lo Vincent! Nggak usah suruh-suruh Madam Lena buat nawarin gue cewek. Capek gue nolaknya. Nggak ada tenaga. Yang ada makin stress gue.”

...[To Be Continue]...

Catatan:

• Lingga memang banyak bicara dibandingkan Linggar. Pembawaan dia ini blak-blakan, apa aja di ucap tapi soal perasaan tertutup. Sifat Mama Gistara nurun ke Lingga.

• Cassia seperti perempuan kota pada umumnya. Mandiri, tidak suka di atur. Tapi juga nangis kalau disakitin.

3 : Rooftop

Keluar dari ruangan Madam Lena membuatnya bernapas lega. Jadi sekarang ia harus kembali bekerja ke lantai 3 sebagai pelayan biasa atau pelayan khusus? Membingungkan. Lebih baik ke rooftop saja, jika kembali ke lantai 3 ia akan kembali bertemu dengan para bajingan itu.

Kaki Cassia melangkah menaiki tangga. Di atas sini sepi, tetapi untung saja di rancang dengan bagus – ada tempat duduk dan beberapa meja, serta ada bola lampu redup berwarna cokelat di setiap pinggiran meja.

“Wah. Bulannya tumben kelihatan jelas, bisa seterang itu?”

Cassia bergumam dengan menatap langit dan melepas jas kerja – yang menjadi bagian seragam Honey Bunch. Lekuk tubuh yang kecil di bagian pinggang terlihat jelas, dan beberapa bagian lainnya. “Ketat banget nih seragam. Gue berasa jadi model kalau kerja disini. BB aja nggak boleh naik naik banget. Untung bayarannya lumayan.”

“Cassia?”

Deg.

Astaga. Kurang ajar! Jantungnya benar-benar tidak aman. Bahkan reflek ia menarik kain yang di gunakan menutupi meja demi melindungi tubuhnya dari mata lelaki yang entah siapa itu.

“Lo …” Mata Cassia menyipit. “Lingga?”

Lingga berdecak. “Tempat gue ternyata di huni sama orang lain juga?”

Tempat dia? Maksudnya rooftop ini? batin Cassia bingung. Tangannya masih memegang kain meja. Dan tanpa sadar ia bergerak tadi, jas kerja itu terjatuh.

“Ngapain lo disini?” sambung Lingga.

Cassia berani menatap. “Suka suka gue. Disini nggak ada tulisan yang menyatakan larangan.”

“Oh. Gue tahu gue tahu.” Lingga mengangguk-angguk sambil tertawa. “Lo lagi mau mangsa cowok, kan? Atau nungguin – “

Muak.

Cassia dengan cepat menyanggah, “Lo bisa berhenti ngoceh nggak, sih?”

“Gue pikir anak Om Gumira itu kelakuannya lumayan baik. Ternyata sama aja. Lo bahkan lebih berisik dibandingkan Abhimata. Mending lo tiru Linggar, dia kayaknya nurunin gen baik-baik yang dipunyai Bokap lo,” sambung Cassia kesal.

Setelahnya ia menunduk, mengambil jas. Dan saat hendak pergi, Cassia mendengar tawa Lingga yang menggelegar. Lelaki ini gila. Dari dulu dibandingkan Linggar, Lingga memang banyak sekali berbicara. Sungguh menyerap energi saja, membuat istirahatnya terganggu.

“Nggak usah ngomongin gen baik gen baik segala.” Lingga menyentuh perut karena tertawa dengan keras tadi membuat ia cukup lelah. “ Ngaca sana lo!”

Cassia berdiri. “Gue nggak pernah ngerasa jadi orang baik.”

“Oh ternyata lo sadar?” Lingga bertepuk tangan. “Bagus bagus. Kesadaran diri lo patut di apresiasi.”

Apresiasi?

Wah.

Adiwangsa satu ini benar-benar membuat Cassia muak. Andai saja tidak dalam jangkauan jam kerja atau di ranah Honey Bunch, ia akan dengan semang hati meladeni Lingga. Sudah lah. Biarlah saja, Cassia berbalik dan cepat-cepat menggunakan jas kembali.

“Cas.”

Cassia berhenti.

“Body lo lumayan juga,” sambung Lingga.

Betapa menyenangkan melihat Cassia lari dalam kekesalan seperti itu. Lagi pula siapa yang menyuruhnya membandingkan kebaikan seseorang dari gen orangtua mereka? Bodoh! Benar-benar tidak terampil dalam menghina seseorang, tapi tetap saja ingin mencoba. Cassia memang bodoh!

Dan mengenai ucapannya tadi ... ia cukup jujur. Lumayan, memang. Sial ia jadi teringat Shanum, namun ia cepat cepat menggelengkan kepala. Shanum istri Linggar! Sadar, brengsek! Pemikiran seperti itu tidak boleh memasuki otaknya. Tidak. Shanum adalah wanita baik-baik.

Drrttt …

Gawai Lingga yang berada di meja bergetar. Pesan masuk. Terterah dengan jelas nama Linggar disana.

“Tumben banget. Ngirim apaan coba?’ gumam Lingga sembari membuka gawai.

Linggar

Lo minimal kalau udah kerja jangan dugem mulu.

Tawa Lingga menggema. Siapa juga yang clubbing? Lingga hanya mencari ketenangan, lagi pula pun ia mengunjungi Honey Bunch untuk menempati private room saja. Meskipun menyukai keramaian, klub malam dengan musik dan gemerlap lampu bukanlah seleranya.

Lagi pula pun pukul dua belas malam ia akan segera pulang ke apart. Karena sebagai pria ia tahu, bahwa pekerjaannya adalah tanggung jawab. Dan bisa bekerja di Majeed Airlines adalah usaha terbesar yang ia lakukan tanpa bantuan dari Ayahnya – Gumira Adiwangsa.

Papa Gumira pikir hanya Linggar saja yang bisa bekerja di Lazuardi Hotel milik Om Gautama tanpa bantuan? Dirinya juga bisa. Lingga juga bisa bekerja di Majeed Airlines milik Nenek Yasmina yang tidak lain adalah Ibu sambung sang Ayah. Ya meskipun sekarang sudah di bawah naungan Aryandra Adyuta, tetap saja maskapai itu pernah menjadi aset milik Nenek sambungnya.

Jabatan yang di dapat memang tidak tinggi. Ia bekerja sebagai Finance & Management Accounting. Meskipun dulu di Upasama High School lebih mengarah pada seni. Lingga memutuskan untuk mengambil kuliah Fakultas Ekonomi dan Bisnis ( FEB) hampir sama dengan Linggar. Tetapi setelah menjelajahi segala bisnis keluarganya – Lingga merasa cocok di Majeed Airlines. Jadi, ya sudah. Kerja tetaplah kerja. Meskipun harta Adiwangsa tidak akan habis 7 turunan, sang Ibu tidak akan pernah mau memiliki anak pemalas.

^^^Lingga^^^

^^^Dugem apaan?^^^

^^^Gue sebagai teman yang baik, cuma menghargai undangan Vincent, ya!^^^

Tidak.

Lingga datang atas keinginannya sendiri.

“Dah lah. Gue pulang aja. Ngantuk banget.”

Lingga berdiri melewati tempat yang di duduki Cassia tadi. Namun saat mencoba acuh, ia menemukan name tag, mungkin? Disana tertera dengan nama Cass. Lingga tidak tahu apakah wanita itu menggunakan nama asli atas samaran di tempat kerja ini. Tetapi … boleh juga. Apa lebih baik balas dendamnya ia mulai dari sekarang?

“Gimana kalau gue kasih dia pekerjaan tambahan?” Lingga mendongak menatap langit malam dan tersenyum miring. “Jadi pelayan ranjang. Misalnya?”

“Body lo lumayan juga.”

Mulut menjijikan! Lingga sialan! Segala umpatan yang lebih buruk ingin ia haturkan untuk Lingga. Berani sekali! Kurang ajar! Benar-benar tidak mempunyai sopan santun! Ah, Cassia ingin teriak. Ia kesal, ia marah!

“Cas, lo naik jabatan?”

Naik jabatan? Apa hal seperti ini bisa dibilang naik jabatan? Sella … jika boleh kita berpindah posisi akan lebih baik Sella saja yang menjadi pelayan khusus. Karena bagi Cassia kenaikan jabatan di tempat semacam ini – sangat tidak mengenakan. Tak nyaman saja, berpindah tempat kerja dimana sebenarnya itu tidak ia inginkan

“Bisa di bilang, iya. Maybe?” jawab Cassia.

Mata Sella melebar. “Wah gila … Madam Lena yang minta langsung ke elo buat jadi pelayan khusus?”

“Iya gitu deh. Gue nggak bisa nolak.”

Sella mengibas tangan di udara. “Yaudah sih terima aja, enak juga kerjanya santai, Cas.”

Cassia hanya mengangguk saja. Kemudian mengambil duduk di meja bar, dari sini ia dapat memandang keluar jendela. Bahkan samar-samar suara dari musik yang ada di bagian klub malam Honey Bunch terdengar. Lalu lalang orang yang mencari kenikmatan semu datang bergantian.

Sesungguhnya ia malu untuk membicarakan dosa. Tetapi baginya, pekerjaan di Honey Bunch tidak seburuk itu, kan? Cassia hanya bisa berharap bahwa Sang Pencipta tidak pernah memandangnya hina. Bahwa untuk melangkah menuju tempat suci tidak membuatnya ragu. Bahkan untuk memakai penutup kepala saat beribadah tidak membuatnya merasa bahwa itu tidak lah pantas.

Pekerjaan ini terus ia lakukan. Waktu silih berganti. Bahkan telah memasuki pukul dua belas malam – saatnya untuk pulang. Cassia melepas atribut kerja dan keluar dari Honey Bunch. Seperti biasa, saat malam ia akan pulang di antar ojek langganan. Tetapi sudah hampir sepuluh menit menunggu ojek itu tidak kunjung datang.

“Maaf banget Mbak nunggu lama. Tadi anak saya belum tidur. Rewel. Soalnya lagi demam,” jelas tukang ojek itu – dengan raut wajah panik.

Jadi pria di depannya ini seorang Ayah, ya? Cassia termenung sejak. Lalu naik di belakang. Rasa iri menghinggapi hati kembali. Tetapi sekarang pikiran Cassia adalah perihal bersih dan tidaknya uang yang diberikan untuk tukang ojek ini. Tidak boleh. Cassia tidak akan memberikan uang hasil kerja Honey Bunch untuk seorang Ayah. Cassia akan memberi uang yang ia hasilkan dari kerja freelance nya sebagai admin salah satu toko online. Uang hasil Honey Bunch akan ia gunakan untuk yang lain.

“Mbak sekali lagi saya minta maaf. Saya janji nggak akan telat lagi.”

Cassia mengangguk. “Nggak papa, Mas. Cepat sembuh untuk anaknya Mas.”

Setelah mengatakan itu Cassia memasuki kediaman Sadajiwa Upasama dengan wajah letih. Evita sudah tidur, begitu pula para pelayan. Hari ini sangat melelahkan tetapi lagi lagi hidup tetap harus dijalani.

Nggak usah mandi lah. Capek, batin Cassia yang langsung mengganti pakaiannya dengan piyama satin. Lalu menuju kamar mandi untuk membersihkan make up dan menggosok gigi.

Drrttt …

Gawai yang bergetar itu terdengar jelas sampai pada kamar mandi. Mungkin karena sunyi dan kebetulan air pun ia matikan.

Klek.

Pintu kamar mandi di tutup. Cassia mengambil gawai yang berada di meja – lantas merebahkan diri di ranjang. Namun keningnya tiba-tiba mengerut. Nomor tidak dikenal? Siapa? Jangan katakan bahwa orang itu adalah yang menerornya tiga tahun lalu – saat kasus Shanum belum selesai.

Besok jam 10 malam di private room Honey Bunch. Gue tunggu.

- Abhimata.

...[TBC]...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!