NovelToon NovelToon

THE ADVENTURE OF STAZARS

Kekacauan di dunia nyata

Hujan mulai mengguyur medan perang yang hancur, irama tembakan senjata bercampur dengan jeritan para manusia yang sekarat. Suara Ledakan di mana-mana, asap hitam membumbung tinggi ke langit yang gelap. Rasa takut menyelimuti segalanya, seperti selimut tebal yang mencekik. Hanif sebagai komandan perang naik ke atas batu dan berteriak. "Semuanya!! kita tidak boleh menyerah!!" Teriak Hanif. Hanif bertujuan membangkitkan semangat juang pasukannya kembali.

Evan sebagai wakilnya menambahkan. "Itu benar, kita tidak boleh mundur!! Tidak peduli apa pun yang akan terjadi!! Kita harus bertahan di sini!! bahkan jika itu berarti kita harus mati!!" Teriak Evan untuk meyakinkan semangat di sisi lain.

Semua prajurit yang mendengar kata kata itu dari komandan dan wakilnya serentak berteriak dan langsung maju ke area musuh dengan semangat membara. Beberapa saat kemudian Hanif bersembunyi di balik batu besar sambil mengisi ulang senjata, Hanif melihat Sultan dan langsung memberi perintah. "Sultan lempar bom ke arah sana!" Teriak Hanif.

Sultan kaget dan hampir menjatuhkan senjatanya. "SIAP!" Jawab Sultan, lalu dia mengambil bom dari tasnya, dan Sultan melempar bomnya ke lokasi yang disuruh, bom itu meledak saat bersentuhan dengan tanah. Setelah ledakan dari bomnya mereda, dan Hanif sudah selesai mengisi ulang senjatanya dia keluar dari tempat persembunyian-nya dan kembali menyerang musuhnya.

Selama pertempuran Hanif yang berada di deket Sultan sering memperhatikan Sultan yang kurang mahir di barisan depan, Hanif memerintahkan Sultan Untuk balik ke barisan belakang. " Sultan sepertinya lebih baik kau bantu Supply." Ucap Hanif yang tidak ingin kehilangan siapapun lagi.

Sultan yang mendengar perkataan itu, dengan ekspresi kurang semangat meng iyakan perintah itu." Dimengerti," Ucap Sultan yang kurang semangat.

Di sebelah kiri pertempuran terdapat Evan dan Arya. Prajurit musuh menodongkan senjatanya ke arah Arya. "Matilah kau," Ucap prajurit musuh melesatkan pelurunya.

Evan melihat Arya yang sedang lengah dengan sekitar dengan cepat bergegas menghampiri. "Awas Arya!" Ucap Evan sambil mendorong Arya dan menembak prajurit musuh. Namun sayangnya peluru tersebut terkena di bahunya Evan, lalu dengan cepat Evan langsung melancarkan pelurunya ke prajurit musuh tersebut.

Arya melihat sekitar dengan kepala yang sedikit pusing. "Arghhh, apa yang terjadi?" tanya Arya, setelah mendingan Arya menoleh ke sekitar dan melihat bahu Evan berdarah.

"Hah, Evan, apa yang terjadi? Apa kau tidak apa-apa!?" Tanya Arya yang panik setelah melihat bahu Evan yang berdarah.

Evan berdiri kembali dan tersenyum kepada Arya. "Tenang saja Arya aku baik-baik saja." Dengan tersenyum.

Evan mulai membalut lukanya supaya tidak mengeluarkan darah lagi. Setelah membalut lukanya dia mulai menghadap ke musuh kembali. "Arya, dari pada mementingkan luka ini lebih baik kita kembali fokus kepada musuh." Ucap Evan dengan tenang menyuruh Arya konsentrasi.

Arya juga berdiri kembali dan menatap ke depan kembali. "Maafkan aku Evan, tadi aku sedang lengah, dan kau benar Evan, ini bukan saatnya untuk termenung dan bimbang." Ucap Arya yang mulai mendapatkan keberaniannya.

Evan menepuk dada Arya. "Begitu dong semangat." Ucap Evan dengan senyuman.

Arya membalas dengan senyuman. Arya mengepalkan tangannya dengan sangat erat. “(Sekarang aku tidak boleh bimbang dengan keputusan yang aku pilih, hanya ini yang aku harus lakukan)" Ucap Arya dalam hati.

Setelah Arya selesai mempertimbangkan sesuatu, Arya bergegas pergi menghampiri tim supply yang berada di barisan belakang. "Evan, aku pergi Sebentar." Ucap Arya berjalan menjauh ke belakang.

"Oke." Jawab Evan yang mulai maju kembali.

Setelah Arya sampai di tempat supply, Arya melihat Sultan yang sedang membantu pasukan supply, Arya bergegas menghampiri Sultan. "Hei Sultan, apakah ada senjata jarak dekat seperti shotgun?" Tanya Arya.

Sultan berfikir sejenak. "Sepertinya ada." Jawab Sultan.

"Bolehkah aku memakainya?" Tanya Arya.

Setelah mendengar permintaan Arya, Sultan langsung bergegas menyiapkan keperluan untuk senjata shotgun "Ya tentu, ini shotgun nya." Jawab Sultan melempar shotgun dan memberikan pelurunya ke Arya.

Arya mempersiapkan semua yang dibutuhkan. "Terima kasih Sultan." Ucap Arya.

Setelah Arya siap, dia langsung menatap ke depan kembali. "Aku sudah siap mempertaruhkan hidupku untuk peperangan ini walau pun aku akan mati di sini, dan aku tidak akan mengulangi kesalahan yang sama!" Dalam hati Arya yang sudah di penuhi rasa amarah dan memegang senjatanya erat dan tiba-tiba di mata Arya muncul bintang gelap.

Arya tanpa satu kata pun langsung berlari kembali ke barisan depan, setelah Arya sampai di barisan depan Arya tidak berhenti di dekat pasukannya melainkan Arya langsung menerjang pasukan musuh, pasukan musuh yang melihat Arya mendekat mereka pun meluncurkan serangannya. Arya tidak berhenti, tetapi dia malah menghindari peluru yang berdatangan dari pihak lawan dan menembaki kembali musuh-musuhnya tanpa ragu.

Di sisi musuh. Prajurit dari kejauhan yang melihat satu orang langsung menerjang wilayahnya dan menghabisi para pasukannya dengan buas dia langsung masuk ke dalam tenda dengan panik dan memberitahukan ke kaptennya. "Kapten gawat ada satu orang yang langsung menerjang wilayah kita, dan membunuh prajurit dengan cepat." Ucap prajurit musuh yang panik.

"Hah, satu orang! dia nekat sekali?” kapten tersebut tersenyum. “Tapi kalian tidak perlu risau Jika dia hanya sendiri, dia tidak akan bertahan lama!" Ucap kapten dengan nada arogan.

Prajurit itu tidak yakin dengan kata-kata kaptennya. "Tatatapiii, kapten, dia itu." Ucap prajuritnya dengan panik.

Kapten itu tidak memperdulikan perkataan dari prajuritnya dan keluar dari tenda untuk melihatnya, dan setelah beberapa menit melihat cara bertempur Arya yang sangatlah lincah, Kapten mulai terdiam.

Tapi kapten masih berfikir bahwa dia tidak akan bertahan lama. "Dia tidak akan bertahan" Ucap Kapten musuh.

Namun setelah melihat tidak ada peluru yang terkena dia melainkan para pasukannya yang mati dia mulai sangat panik. "Dia tidak...." Ucap Kapten musuh yang mulai panik.

Kapten mulai berkeringat dan pucat. "Dia.." Ucap Kapten yang semakin panik.

"Dia, dia, dia kenapa bisa seperti itu!! Kenapa dia bisa menghindari semua peluru yang di tembakan!! dan kenapa dia bisa selalu menembak secara tepat!!" Dalam hati kapten.

Prajurit yang melihat kapten terdiam, dan seperti kurang sehat menanyakan "Kapten kau baik-baik saja? Wajahmu pucat loh." Tanya prajurit musuh.

Kapten yang tidak mau kehilangan harga dirinya sebagai kapten "Tidak apa-apa. Kalian semua dengarkan, kerahkan semua kekuatan yang kalian miliki untuk membunuh orang tersebut!" Perintah Kapten yang mulai kesal dan menunjuk ke arah Arya.

"Siap laksanakan!" teriak semua prajurit.

Kapten menampar dirinya sendiri. "Tenang saja diriku, sebentar lagi bom itu akan datang, dan dia pasti mati maka dari itu aku tidak perlu takut lagi, dan lebih baik aku kabur menghindari jangkauan ledakan bom itu." Ucap Kapten dalam hatinya sambil tersenyum.

Kembali ke sisi Evan, Hanif, Sultan, dan yang lain.

Sultan maju ke barisan depan untuk memberikan supply dan kebetulan Evan dan Hanif sedangkan bersama. Sultan mengasih persedian ke Hanif dan Evan. "Nih pelurunya." Ucap Sultan.

"Terima kasih Sultan, Tapi dia benar-benar sangat nekat sekali." Ucap Evan yang melihat Arya membantai musuhnya.

Sultan belum sempat melihat ke pertempuran yang hanya ada Arya di kepung musuh. "Siapa?" Tanya Sultan yang masih membereskan peluru.

Hanif menjawab seperti sudah mengerti apa yang dia lakukan. "Ya dia memang selalu nekat." Ucap Hanif menjawab dengan santai.

"Hei Arya kau pasti melakukan hal senekat ini untuk balas dendam mereka kan? Maafkan aku gara gara tidak bisa membantu." Dalam hati Hanif yang melihat Arya membunuh musuhnya satu persatu.

Setelah selesai membereskan keperluan peluru, Sultan melihat ke arah Arya yang bertarung sendiri. "Tapi bagaimana dia bisa menghindari semua peluru yang di luncurkan dan memakai shotgun seperti itu?" Tanya Sultan yang melihat kelincahan Arya menghindari peluru yang berdatangan.

Hanif berfikir. "Entahlah, tapi setahuku dia memiliki mata yang bagus, dan dia sangat alih dengan senjata jarak dekat." Jawab Hanif yang juga bingung.

Sultan tidak mendengarkan yang di bicarakan Hanif di hanya melihat Arya yang berjuang dengan keras. "Hei dari pada kita hanya berbincang di sini dan tidak melakukan apa-apa, bukannya lebih baik kita membantu Arya mengalahkan pasukan musuh?" Tanya Sultan melihat perjuangan Arya yang sangat hebat.

"Kau benar Sultan, kita tidak boleh menyerahkan hanya ke pasukan dan Arya, sedangkan kita hanya melihat dan ngobrol." Ucap Hanif.

"Jadi, apakah aku bisa ikut pertempuran? Hanif?" Tanya Sultan dengan mata penuh semangat.

Hanif yang melihat semangat Sultan. "Ya kau boleh ikut." Jawab Hanif.

Evan yang sudah siap "Mari kita maju." Ucap Evan sambil tersenyum.

Sultan mengangkat senjatanya ke atas. "Ya mari kita habisin mereka!!" Teriak Sultan.

Setelah beberapa jam kemudian. Arya menahan tubuhnya dengan senjata. "Ha,ha,ha tidak ini belum selesai." Ucap Arya sambil terengah-engah dan membersihkan keringatnya.

Arya telah mengalahkan 76 orang secara sendiri. Evan, Hanif, dan sultan menghampiri Arya yang sedang istirahat.

"Yo Arya gimana rasanya mengalahkan musuh secara sendiri dan nekat." Sapa Hanif.

"Kenapa kamu melakukan hal senekat tadi Arya?" Tanya Sultan ke Arya.

"Alasan pribadi." Jawab Arya dengan ekspresi menakutkan.

"Masalah apa Arya?" Ucap Evan.

"Untuk apa kalian ingin mengetahui masalah pribadiku." Ucap Arya dengan tatapan mencengkam ke mereka bertiga dan muncul kembali bintangnya.

"Kali saja ada yang bisa kami bantu untuk masalah pribadi mu Arya." Ucap Evan.

"Hah membantu? Tau apa kalian tentang masalah pribadiku hah!" Ucap Arya.

"Kami ingin benar-benar membantumu Arya." Ucap Hanif dengan tulus.

"Cukup, aku tidak ingin kalian ikut campur dalam urusan pribadiku." Ucap Arya dengan emosi. Sebelum Arya pergi dia menatap ke arah Hanif sesaat dan langsung pergi kembali ke medan pertempuran.

"Hei apa kalian lihat mata Arya kenapa bisa seperti itu? dan juga Kenapa dia semarah itu?" Tanya Sultan yang heran.

"Kalau masalah matanya lebih baik jangan di bahas, dan untuk kenapa dia marah karena dia memiliki masa lalu yang kelam." Ucap Hanif yang melihat tatapan Arya.

"Masa lalu apa yang membuat dia begitu nekat dalam pertempuran ini?" Tanya Evan yang penasaran.

"Coba kalian tebak, dia sudah berapa kali ikut perang?" pertanyaan Hanif.

"Dua, atau tiga?" jawab Evan dengan asal.

"Ya, dia sudah melewati satu pertempuran yang lebih parah dari pertempuran ini." Ucap Hanif.

"Memang apa yang terjadi di pertempuran itu?" Tanya Sultan sambil keheranan.

"Kalian pernah dengar tidak korban yang selamat dari pertempuran itu?" Ucap Hanif.

"Ya aku tau yang selamat hanya sepuluh orang dari dua ratus empat puluh tujuh orang." Jawab Evan.

"Yang selamat hanya sepuluh orang dari pertempuran itu! memangnya apa yang terjadi!" Ucap Sultan sambil terkejut.

"Yang terjadi di pertempuran itu." Sebelum Hanif menyelesaikan pembicaraannya Evan memotong pembicaraan.

Evan menunjuk ke Arah atas. "Hei lihat ke atas, apa itu!" Ucap Evan yang kebingungan.

Hanif dengan tenang. "Begitukah, mereka memakainya lagi. Arya mungkin kali ini kita tidak akan selamat, dan aku berterima kasih kepadamu Arya karena kau berani untuk bales dendam." Ucap Hanif sambil menatap ke atas yang sudah mengetahui apa yang akan terjadi.

"Kenapa memangnya?" Tanya Sultan yang kebingungan akan tingkah laku Hanif yang berubah mendadak.

"Maafkan aku semuanya, maafkan aku karena tidak bisa melakukan apa-apa, aku adalah teman dan komandan yang payah yang bahkan tidak bisa berani balas dendam." Ucap Hanif yang mulai memikirkan kembali masa lalunya yang tidak bisa menyelamatkan siapa-siapa.

Evan terjatuh beku. "Begitukah kita akan mati. Ibu maafkan Aku, karena tidak bisa kembali dan menepati janjiku." Ucap Evan yang terduduk diam di tanah dan menatap ke langit sambil meneteskan air mata.

Sultan yang masih berharap untuk hidup, dia berteriak untuk membangkitkan semangat mereka berdua. "Kalau begitu ayo lari!! Woi kalian ayo lari!! sejauh mungkin!! Apakah kalian ingin mati!?" Ucap Sultan dengan Teriak.

"Percuma saja Sultan. Kita ini sedang berada di tengah medan pertempuran, jika ingin selamat dari ledakan, kau harus menempuh jarak yang jauh untuk menghindari ledakannya." Ucap Hanif nada tenang.

Sultan menarik baju Hanif. "Kalau begitu lebih baik berusaha lari untuk menghindar dari bom itu, dari pada menyerah dan menatapi masa lalu! Ayo Evan." Ucap Sultan dengan teriak dan berlari menjauh sambil menarik Evan.

Setelah itu bom-bom mulai di jatuhkan, dan komandan musuh yang sedang berlari tiba-tiba kakinya terkena tembakan dia pun terjatuh dia langsung melihat ke belakang dengan teropongnya, dan melihat Arya yang memegang senjata sniper, dan melihat ke arahnya. "Kenapa? kenapa?" ucapnya sambil merangkak menjauh.

Arya melepas senjatanya. "Maaf semuanya, aku tidak bisa membalaskan dendam kalian." Pikiran Arya dengan ekspresi sedih dan mulai meneteskan air mata.

Setelah bomnya jatuh ke tanah dan meledak menghabiskan semua orang tanpa tersisa. Di kegelapan yang penuh bintang terlihat Arya, Hanif, Evan, dan Sultan dan setelah beberapa saat mereka tersadar. "Ini di mana? Kenapa tubuhku tidak bisa di gerakan." Tanya Hanif yang berusaha menggerakkan tubuhnya.

"Hei Arya, Hanif, Sultan. Bukankah kita sudah mati? Kenapa kita masih hidup?" Ucap Evan yang kebingungan dengan keadaan.

"Aku tidak mengerti apa yang telah terjadi sekarang." Ucap Sultan.

Saat mereka kebingungan ada bintang yang menghampiri. "Apaan itu?" Ucap Evan yang melihat bintangnya datang.

Setelah tepat di depan Arya, Hanif, Evan, dan Sultan. Bintang itu berubah wujud seperti manusia tapi dia memiliki sayap. "Siapa kau? Dan tempat apa ini?" Ucap Hanif dengan tegas ke sosok misterius di depannya.

"Aku adalah Starla penghubung antara dunia manusia dengan dunia stazars. Dan Tempat ini adalah perbatasan antara dua dunia." Jawab Starla ke mereka berempat.

Pindah ke dunia lain

"Aku adalah Starla, penghubung antara dunia manusia dan dunia Stazars. Dan tempat ini adalah perbatasan antara dua dunia," jelas Starla kepada mereka berempat. Suaranya tenang, namun aura misterius terpancar darinya.

Sultan mengacak-acak rambutnya, kebingungan dan ketidakpercayaan tergambar jelas di wajahnya. "Hah, pasti kau berbohong! Apa dunia lain katamu?! Ini pasti hanya lelucon!" teriaknya, suaranya dipenuhi emosi campur aduk.

Karla menggelengkan kepalanya, berusaha menenangkan Sultan. Starla menatap mereka dengan ekspresi serius. "Tidak, ini bukanlah lelucon dan bukan kebohongan. Kalian telah dipanggil ke sini untuk sebuah alasan," tegasnya.

Arya, yang lebih tenang, mulai memahami situasi. "Kalau begitu, apa yang harus kita lakukan? Dan satu lagi, kenapa harus kita? Kita yang tidak bisa berbuat apa-apa," tanyanya kepada Starla dengan ekspresi serius.

"Tidak, kalian bebas berbuat apa pun. Dan kenapa kalian yang dipilih… aku tidak bisa menjawabnya," jawab Starla dengan pelan, suaranya menyimpan rahasia yang dalam.

Evan, yang sudah bisa menggerakkan tangannya, mengepal dengan kuat. "Jadi, untuk apa kami dipanggil, hah?!" teriaknya, kesal dengan jawaban Starla yang samar-samar.

"Itu karena kalian diberikan kesempatan kedua untuk menjalani hidup di dunia lain. Namun, dunia itu sedang dikendalikan oleh kekuatan kegelapan yang sangat kuat. Tapi, kalian tidak perlu melawan jika kalian tidak mau," jawab Starla dengan lembut, memberikan pilihan kepada mereka.

"Kegelapan apa yang kau maksud?" tanya Hanif, kebingungan tergambar di wajahnya.

"Nanti kalian akan mengetahuinya," jawab Starla singkat, menyimpan misteri yang lebih dalam.

Setelah itu, empat bintang muncul dari tangan Starla, memancarkan cahaya yang mempesona. “Terimalah kekuatan ini, dan pelajarilah dunia yang akan kalian jalani.” Bintang-bintang itu memasuki tubuh mereka berempat—Evan, Hanif, Sultan, dan Arya, masing-masing satu bintang. Namun, setelah Arya mendapatkan satu bintang, bintang lain tiba-tiba masuk ke dalam tubuhnya.

Starla berpikir, “Aneh sekali, sebelumnya belum pernah ada yang bisa membuat bintang tertarik seperti ini. Orang ini bisa mendapatkan satu bintang lagi tanpa harus memunculkan.” Kejadian ini membuat Starla semakin penasaran dengan Arya.

Sultan, yang sudah mulai tenang dan mengerti kondisinya, penasaran dengan cara menggunakan kekuatannya. "Gimana cara kita mengeluarkan kekuatannya?" tanyanya.

"Kalian akan mengetahuinya sendiri. Oke, para petualang, selamat tinggal, dan selamat menikmati petualangan kalian," ucap Starla, kemudian merapalkan sihir teleportasi.

Sihir muncul di bawah mereka berempat dan memindahkan mereka ke dunia Stazars.

Mereka membuka mata, menatap dunia baru yang mengelilingi mereka. "Kita benar-benar bereinkarnasi," ucap Sultan, melihat sekitar dengan takjub, rasa kagum dan sedikit ketakutan bercampur aduk.

Evan memotong omongan Sultan, mengarahkan tangannya ke semak-semak yang bergerak. "Hei, kalian lihat itu! Apakah kita harus lari?" tanyanya, menunjuk ke semak-semak yang bergerak mencurigakan.

Sultan, dengan arogan, berjalan ke depan teman-temannya. "Tenang saja, kita tidak perlu lari karena aku sudah tahu cara menggunakan kekuatan kita," ucapnya dengan percaya diri yang berlebihan.

Hanif bingung akan ucapan Sultan. "Kau tahu dari siapa?" tanyanya.

Sultan menoleh ke tangannya. "Aku tahu dari novel dan komik tentang dunia lain, hahaha," ucapnya dengan percaya diri yang tampak naif.

Dari semak-semak, muncul seekor goblin. "Goblin? Jadi, ini benar-benar dunia lain. Kukira dia hanya berbohong," gumam Arya dalam hati, menyadari bahwa mereka benar-benar telah bereinkarnasi ke dunia lain.

Goblin itu berlari ke arah mereka berempat.

Sultan tersenyum. "Fireball!" teriaknya, mengarahkan tangannya ke Goblin.

Namun, tidak ada yang keluar dari tangannya. "Woy, woi, woi! Kenapa ini tidak bekerja!!!" teriak Sultan panik, menyadari bahwa pengetahuannya tentang dunia lain tidaklah cukup.

Hanif, menyadari bahwa rencana Sultan tidak berhasil, langsung menyuruh yang lain lari. "Semuanya lari!!!" perintahnya, panik.

Selama berlari, Evan mendekat ke Sultan. "Kata kau, kau bisa menggunakan kekuatan yang kita dapat," omel Evan, kecewa dengan kegagalan Sultan.

Sultan menoleh ke awan. "Ternyata pengetahuan di novel dan komik tidaklah sama di sini. Dunia lain tidaklah sekeren yang kukira!!!!" teriaknya kesal, menyadari bahwa realita jauh berbeda dengan imajinasinya.

Mereka berempat berlari melintasi hutan, berusaha menghindari goblin yang mengejar mereka. Setelah satu jam berlari, tenaga mereka mulai terkuras. "Apakah kita masih dikejar? Sultan, coba lihat ke belakang!" ucap Evan dengan napas tersengal.

Sultan menolaknya dengan tegas. "Aku tidak mau. Kau yang harus melihat ke belakang," ucapnya dengan suara serak.

"Kau saja, Sultan! Kan kau sendiri yang bilang bisa menggunakan kekuatan yang kita dapatkan," ucap Evan dengan nada frustasi.

Sultan menggelengkan kepalanya. "Sudah kubilang sebelumnya, dunia ini tidaklah sama seperti dunia isekai yang pernah kita baca," ucap Sultan yang mulai kelelahan.

Hanif, yang mendengar kebisingan di belakang mereka, menghentikan mereka. "Sudah cukup bicara kalian berdua!! Biar aku yang melihat," ucap Hanif dengan geram, kesal dengan pembicaraan Evan dan Sultan yang tidak produktif.

Hanif berhenti berlari dan menoleh ke belakang. Setelah melihat, ia lega. "Berhenti! Goblin itu sudah tidak mengejar kita lagi," ucapnya dengan suara lega.

Mereka semua berhenti. "Syukurlah. Mari kita istirahat sejenak," ucap Evan dengan napas tersengal.

Namun, saat mereka hendak beristirahat, tiba-tiba goblin muncul kembali dari atas pohon, sebuah serangan yang tak terduga.

Hanif melihat goblin itu melompat ke arah Arya. "Arya, waspada!" teriak Hanif, berlari ke arah Arya untuk melindunginya.

Sebelum serangan goblin itu mengenai Arya, tiba-tiba terdengar suara sihir dan sebuah bola api meluncur dari dalam hutan, mengenai goblin tersebut.

"Api? Apa itu sihir?" ucap mereka berempat dengan kagum, menyaksikan kekuatan misterius yang baru saja menyelamatkan mereka. Setelah goblin itu kalah, seorang sosok misterius muncul dari balik pohon dan berdiri di hadapan mereka.

"Apakah kalian semua baik-baik saja?" tanya sosok itu dengan suara lembut.

"Siapa kau? Dan kita berada di mana?" tanya Evan dengan rasa penasaran yang besar.

Sosok itu membuka tudungnya, memperlihatkan telinga elf yang indah. Bacia mengangkat tangannya untuk berjabat tangan. "Perkenalkan, namaku Aeloria Bacia. Aku adalah pelindung hutan ini." Sapa Bacia dengan senyuman hangat.

Sultan memotong pembicaraan Bacia. "Tunggu sebentar," ucapnya.

"Kenapa?" tanya Bacia.

"Apakah kamu benar-benar seorang elf?" tanya Sultan dengan rasa penasaran yang besar.

Bacia tertawa. "Mengapa kamu tertawa? Apakah ada yang lucu?" tanya Sultan yang geram.

"Ya, aku benar-benar seorang elf. Aku tertawa karena kukira kalian sudah tahu bahwa aku adalah elf, ternyata kalian belum mengetahuinya," ucap Bacia dengan senyum lebar.

Bacia tiba-tiba serius dan mulai mengeluarkan auranya, sebuah aura yang kuat dan menekan. "Jika kalian tidak percaya bahwa aku ini elf… mungkinkah kalian adalah orang-orang dari dunia lain?" tanyanya dengan ekspresi serius.

Mereka berempat mengangguk sebagai jawaban. "Ya, itu benar. Kami berasal dari dunia lain," jawab Hanif.

Bacia mulai tenang kembali. "Begitu," ucapnya.

Bacia mengajak mereka berempat untuk pergi ke kota para elf. "Mari kita pergi ke kota Eldoria. Dan aku akan menjelaskan semuanya dalam perjalanan," ucap Bacia dengan serius.

"Eh, menjelaskan tentang apa?" tanya Evan yang kebingungan.

Bacia tersenyum kepada mereka berempat. "Semua tentang dunia ini, dan apa yang harus kalian lakukan dan yang tidak boleh dilakukan," ucap Bacia dengan senyum misterius.

Mereka berlima memulai perjalanan menuju kota Eldoria. Di perjalanan, Bacia memulai pembicaraan.

Bacia menatap mereka berempat. "Aku akan memberitahu kalian satu hal yang tidak boleh kalian langgar," ucap Bacia dengan nada serius, matanya menatap tajam ke arah mereka.

"Apa itu?" tanya Evan, alisnya mengerut dalam kebingungan.

"Kalian tidak boleh memamerkan bahwa kalian adalah pahlawan," ucap Bacia dengan tegas.

"Memangnya kenapa? Apakah sebelumnya ada orang yang bereinkarnasi seperti kita?" tanya Hanif, rasa penasarannya terpancar jelas dari matanya.

Bacia menghela nafas. "Ya, ada. Dia hanya seorang diri, dia selalu menyombongkan diri sebagai pahlawan dan seluruh kota mempercayainya. Tapi kenyataannya dia tidak bisa mengalahkan raja iblis, dia hanya seorang pengecut yang tidak bisa apa-apa. Maka dari itu hampir semua orang sangat membenci pahlawan. Dan hanya sedikit orang yang tidak membencinya," ucap Bacia dengan nada berat.

Sultan mencoba memberikan sudut pandangnya. "Tapi setauku, reinkarnasi dan pindah dunia berbeda."

Bacia tampak bingung. "Maksudnya?"

Arya menjelaskan. "Maksudnya, reinkarnasi adalah saat seseorang yang sudah mati hidup kembali di dunia lain, sedangkan pindah dunia adalah saat seseorang dipindahkan dan menjadi pahlawan di dunia lain. Nah, kami berempat termasuk ke dalam reinkarnasi karena kami meninggal di dunia asal kami," jelas Arya dengan tenang.

Sultan tersenyum. "Nah, itu maksudku. Kok tumben kamu bicara, Arya? Dari tadi rasanya kamu hanya diam saja," ucap Sultan, terkejut dengan penjelasan Arya.

Bacia mengangguk. "Oh begitu, aku mengerti sekarang. Berarti kalian bukan pahlawan?"

"Ya, kami bukanlah pahlawan," ucap Arya.

Bacia menanyakan apa yang akan mereka lakukan. "Jadi, apa yang akan kalian lakukan di dunia ini?"

Hanif menjelaskan. "Pertama-tama, kami harus mempelajari cara kerja dunia ini. Setelah kami siap, kami ingin mengumpulkan seluruh kota untuk bersatu dan mengalahkan raja iblis. Kami sadar bahwa kami tidak akan mampu melakukannya sendirian, benar teman-teman?"

Arya, Evan, dan Sultan mengangguk tegas. Cahaya semangat terpancar dari mata mereka, membuat Bacia merasa sedikit lega.

Bacia berpikir sejenak, kemudian tersenyum. "Kalian berbeda dengan pahlawan sebelumnya. Aku percaya kalian bisa melakukannya."

"Oh ya, ngomong-ngomong, kapan kita akan sampai di kota Eldoria?" tanya Evan.

"Dalam dua hari lagi," jawab Bacia dengan senyum lebar.

Sultan, Evan, dan Hanif terdiam sejenak, lalu serentak berteriak, "Apa? Dua hari!" Mereka tampak terkejut dan sedikit kecewa.

Malam harinya, mereka berkumpul di sekitar api unggun. Mereka memperkenalkan diri kepada Bacia. Selama perjalanan, mereka berlima semakin akrab.

Setelah dua hari perjalanan, mereka akhirnya sampai di kota Eldoria.

"Selamat datang di kota Eldoria, semuanya," ucap Bacia dengan suara penuh kegembiraan.

Hanif, Evan, dan Sultan terpesona. "Hebat!"

"Terima kasih telah menyambut kami, Bacia," ucap Arya.

"Tidak masalah, ayo ke pemimpin kota," ucap Bacia.

"Ayo!" teriak Sultan.

Di tempat pemimpin kota, Bacia menjelaskan kedatangan mereka. Pemimpin kota ingin bertemu dengan mereka dan menanyakan rencana mereka. Sultan dan pemimpin kota sempat beradu argumen karena Sultan ingin berbicara sendiri, namun pemimpin kota menegaskan bahwa hanya Bacia dan dirinya yang diperbolehkan berbicara.

Setelah memperkenalkan mereka, Bacia menjelaskan bahwa mereka ingin menjadi petualang. Pemimpin kota mengizinkannya. Mereka pergi ke guild untuk mendaftar.

Hanif memiliki class penyihir dengan level 4.

"(Begitukah jadi di dunia ini juga ada sistem level)," ucap Hanif dalam hati.

Evan memiliki class Dual Pedang dengan level 4.

"(Apakah class ini langka? Sepertinya tidak)," pikir Evan.

Sultan memiliki class Assassin dengan level 4.

"(Oh, jadi ini alasan mengapa aku tidak bisa menggunakan sihir)," ucap Sultan yang masih kesal dengan kesalahannya tiga hari yang lalu.

Arya tidak memiliki class dengan level 5.

"(Kenapa tidak ada? padahal selama perjalanan ada sebuah layar sistem yang muncul di depan muka, tapi sepertinya hanya aku yang bisa melihat sistem itu. Apa mungkin tadi hanya firasatku saja?)" pikir Arya yang penuh dengan pertanyaan.

Awal petualangan dan system

Setelah menyelesaikan urusan administrasi, mereka berempat menerima penjelasan tentang peraturan menjadi petualang di dunia Stazars.

"Jadi, di Rank F, masa berlaku kartu petualangan hanya dua minggu. Tapi setiap naik Rank, masa berlaku kartu akan bertambah satu minggu. Kalian hanya bisa mengambil quest yang sejajar dengan Rank kalian atau satu Rank di atasnya," jelas pelayan guild dengan ramah.

"Jadi begitu peraturannya. Tapi sebelum itu, apakah kalian ingin membentuk sebuah party atau menjalani petualangan sendiri-sendiri?" tanya pelayan, memberikan pilihan kepada mereka.

"Ya, kami ingin membentuk satu party," jawab Hanif dengan tegas, mewakili teman-temannya.

Pelayan melihat ke yang lain. "Bagaimana dengan yang lain? Apakah kalian setuju?"

Sultan, Arya, dan Evan mengangguk setuju.

Pelayan tersebut memunculkan proyeksi sihir di kartu guild mereka berempat. "Baiklah, saya mengerti. Jadi, apa nama party kalian?" tanyanya.

Hanif tampak bingung. "Nama? Kenapa harus pakai nama segala sih?" gumamnya dalam hati.

Pelayan mengangguk. “Ya, nama untuk party kalian, sebagai ciri khas dan identitas kalian di dunia Stazars.”

Arya mengangkat tangannya. "Bagaimana kalau World Of Stazars? Apakah kalian setuju?" sarannya.

Pelayan tersebut menanyakan kepada yang lain. "Bagaimana dengan yang lain?"

Mereka mengangguk dan serempak menjawab, "Setuju."

Pelayan tersebut menulis nama party di kartu guild mereka. "Baiklah, kini World Of Stazars telah terbentuk, dengan anggota Arya, Evan, Sultan, dan Hanif. Ini kartu petualang dan kartu party kalian," ucap pelayan sambil menyerahkan kartu-kartu tersebut.

Setelah semuanya selesai, mereka mulai mencari quest di papan pengumuman.

Evan mencari quest yang mudah untuk pemula. "Quest mana yang enak, ya?" tanyanya.

Sultan, dengan semangatnya yang khas, langsung menunjuk sebuah quest. "Hei semuanya! Bagaimana dengan quest ini? Apa kalian mau?" tanyanya sambil menunjuk quest membasmi goblin.

Evan memukul kepala Sultan sambil menunjukkan ekspresi trauma. "Tidak, tidak, tidak! Apa kau lupa kejadian tiga hari yang lalu?" Ia masih terbayang-bayang pengalaman buruk mereka berhadapan dengan goblin.

Sultan mencoba meyakinkan Evan. "Tapi kali ini berbeda! Kita sudah tahu class kita, dan lagi pula ada Bacia yang akan mengajari kita," katanya dengan senyum khasnya.

"Tetap saja itu quest yang susah untuk pemula, tau gak!" protes Evan, masih merasa khawatir.

Sementara Evan dan Sultan berdebat, Arya dan Hanif membicarakan quest tersebut.

Hanif menarik kertas quest itu. "Arya, bagaimana menurutmu quest yang dipilih Sultan ini?" tanyanya.

Arya hanya diam sejenak, lalu kembali melihat sekitarnya. Ia tampak sedang berpikir.

Hanif menghela napas. "Hah, perasaan tadi kau mau bicara, kenapa sekarang enggak? Ya sudah, berarti kita ambil quest ini saja," ucapnya dengan nada lemas.

Evan, ingin jalan tengah, meminta Hanif yang memutuskan. "Gimana menurutmu, Hanif? Apakah kita harus mengambilnya? Tidak perlu, kan?" tanyanya, menatap Hanif penuh harap.

Hanif berjalan ke tempat pengambilan quest. "Mungkin lebih baik kita ambil quest ini," ucapnya sambil tersenyum ke Evan.

Evan bengong sejenak. "Apa kau juga?!" teriaknya, terkejut.

Sultan menunjuk Evan. "Hahaha, kau sekarang tidak bisa membantah lagi," ejek Sultan.

"Yah, kalau dia sudah bilang begitu, mau bagaimana lagi," ucap Evan pasrah.

"Oke, kalau begitu kita ambil quest ini saja," ucap Hanif sambil tersenyum.

Mereka berempat pergi ke tempat pengambilan quest. Karena ini pertama kalinya, mereka belum tahu cara mengambilnya. Hanif bingung karena tidak ada petugas yang menjaga tempat pengambilan quest. “Ini gimana caranya?” tanyanya.

Arya, yang memperhatikan orang lain mengambil quest, langsung mengerti caranya. “Hanif, sini kartu party dan kertas quest-nya,” katanya.

Hanif memberikannya. Arya menaruh keduanya di meja, dan tak lama kemudian kertas quest menghilang dan di kartu party muncul pesan:

(Quest ini hanya berlaku selama tiga hari. Jika dalam tiga hari kalian belum menyelesaikan quest, quest akan kembali ke guild dan kalian akan mendapatkan hukuman: tidak bisa mengambil quest selama satu minggu.)

“Begitukah,” ucap Hanif, yang mengerti dengan peraturannya.

Setelah selesai, mereka keluar dan melihat Bacia sudah menunggu. Hanif melambaikan tangan. "Hai Bacia, maaf membuatmu menunggu lama."

Bacia menggeleng. "Tidak. Daripada itu, coba kalian tunjukkan kartu petualang kalian," ucapnya sambil tersenyum.

Mereka memperlihatkan kartunya. Bacia melihatnya satu persatu. "Oh, oke. Arya, jangan khawatir, pasti nanti kekuatanmu akan muncul," ucapnya menyemangati Arya.

Evan meminta Bacia memperlihatkan identitasnya. "Bacia, sekarang giliranmu untuk memperlihatkan kartu petualang mu," ucap Evan.

Bacia tersenyum. "Baiklah," jawabnya.

(Kartu Rank B, Nama: Aeloria Bacia, Class: Pemanah – Rank A, Level: 74, Gender: Perempuan, Title: Ratu Pemanah)

Sultan menatap bolak-balik Bacia dan kartunya. "Hei, jadi selama ini kau seorang perempuan," ucapnya kaget.

Hanif bertanya, "Tapi kok wajahmu terlihat seperti laki-laki?"

Bacia tersenyum tipis. "Aku punya skill yang bisa mengubah penampilan, namanya Feisu," jelasnya.

"Daripada kita tidak melakukan apa pun, lebih baik kita berburu goblin dan sekaligus menyelesaikan quest kalian," usul Bacia.

"Let's go!" seru Sultan.

Mereka berlima pun keluar kota. Dalam perjalanan, Arya bertanya kepada Bacia tentang keanehan yang dialaminya di guild. Bacia menjelaskan tentang skill [Division Force] yang digunakan oleh guild master untuk memblokir suara. Arya juga menanyakan tentang Rank Class, dan Bacia menjelaskannya sebagai penentu keahlian dan jumlah skill yang bisa diperoleh. Setelah perjalanan yang cukup jauh, mereka akhirnya tiba di tempat para goblin. Setelah melihat kumpulan goblin, Bacia mengajarkan Hanif cara menggunakan kemampuannya.

"Hanif, cobalah fokus pada dirimu sendiri dan rasakan aliran sihir yang ada di tubuhmu," ucap Bacia.

"Baiklah," ucap Hanif dengan penuh pengertian.

"Nah, bagus. Sekarang fokuskan Alirannya pada satu titik, yaitu tanganmu, dan bayangkan kemampuan yang ingin kamu gunakan." ucap Bacia yang terkejut melihat Hanif langsung berhasil.

Hanif mulai mengarahkan aliran sihirnya ke tangan kanannya, dan tiba-tiba sebuah bola api muncul di tangannya.

"Sekarang, tembak!" ucap Bacia dengan semangat.

Hanif melepaskan sebuah api dari tangannya ke musuh. "Fireball!" seru Hanif.

Setelah melepaskan serangan tersebut dan berhasil mengalahkan dua goblin, dua goblin lainnya langsung berlari mendekati mereka.

"Sekarang, giliranmu, Evan," ucap Bacia.

"Baiklah," ucap Evan.

Evan maju dan mulai mengalirkan sihirnya ke tangannya, membentuk sebuah pedang bercahaya. Dengan satu tebasan pedang, Evan berhasil mengalahkan dua goblin tersebut.

Bacia tepuk tangan. "Hebat sekali, Evan. Kamu bisa memahaminya hanya dengan mendengar." ucap Bacia sambil tersenyum.

"Terima kasih," ucap Evan dengan senang mendapat pujian tersebut.

"Lalu, bagaimana dengan aku?" tanya Sultan.

Bacia mengajak yang lain untuk mencari goblin lagi. "Kalau begitu Ayo kita cari goblin lainnya!" ucap Bacia dengan semangat.

"Ayo!" seru Sultan.

Saat mereka hendak berjalan mencari goblin, tiba-tiba lima goblin melompat dari atas pohon dan menuju mereka. Sultan yang menyadari hal tersebut langsung bertindak.

Sultan menghembuskan asap tipis dari mulutnya dan mengalirkan sihir ke kedua tangannya, lalu muncul dua dagger. Dengan kecepatannya, Sultan berhasil menghabisi kelima goblin tersebut.

Bacia melihat Sultan yang menghilang dengan cepat melihat sekitarnya dan dia melihat Sultan berada di belakang. "Sultan, apa yang terjadi?" tanya Bacia yang bingung.

"Entahlah, tapi tubuhku bergerak dengan sendirinya. Dan juga aku merasa sudah tau cara menggunakan Class Assassin ku," ucap Sultan dengan semangat.

"Begitukah? Baiklah, jika begitu, apakah kalian bertiga sudah memahami kelas masing-masing?" ucap Bacia. “(Mereka benar benar gila hanya dengan waktu yang singkat dan hanya mendengar cara umumnya mereka langsung bisa menggunakan Class mereka dengan sangat baik)” pikir Bacia yang melihat mereka bertiga dengan takjub.

"Sudah," jawab mereka bertiga serentak.

Bacia menghampiri Arya. "Arya, apakah kau ingin memburu goblin ataukah kita pulang ke kota?" tanya Bacia dengan lembut.

"Ayo kita pulang ke kota saja," kata Arya.

"Apa kau serius? Tidakkah kau ingin mengetahui kekuatanmu?" tanya Sultan.

"Tidak, aku tidak ingin melakukan apapun." ucap Arya sambil tersenyum.

"Baiklah, kalau begitu. Mari kita kembali ke kota," ucap Bacia.

Dalam perjalanan pulang, Arya bertanya kepada Bacia tentang perbedaan kartu petualang mereka. Bacia menjelaskan bahwa perbedaan itu akan muncul setelah mencapai level 10 dan akan sama. Setelah tiba di kota, mereka berlima langsung menuju guild untuk menerima imbalan dari quest yang telah mereka selesaikan.

"Baik, jumlah goblin yang dikonfirmasi adalah sembilan. Ini adalah imbalan kalian, totalnya dua koin perak dan lima koin perunggu. Dan Selamat kepada kalian berempat yang naik menjadi Rank E." ucap pelayan dengan ramah.

"Terima kasih," ucap Hanif.

Sultan yang tertarik dengan kecantikan pelayan dia menanyakan namanya. "Oh ya, sebelum kami pergi, bolehkah kami tahu nama Anda?" tanya Sultan kepada pelayan.

Evan yang mendengar pertanyaan Sultan, memberikan tendangan kecil ke kaki Sultan.

"Maaf, terkait pertanyaan aneh dari Sultan," ucap Evan dengan tersenyum malu.

"Tidak masalah. Nama saya Karla," jawab pelayan dengan senyum.

"Baiklah, Karla," ucap Sultan.

Setelah itu, mereka meninggalkan guild dan Bacia mengajak mereka semua untuk makan malam karena hari sudah mulai gelap. Setelah makan, mereka mencari penginapan untuk menghabiskan malam.

"Mohon maaf, kami ingin menyewa empat kamar untuk satu malam. Apakah masih tersedia?" tanya Bacia kepada pelayan penginapan.

"Ya, masih tersedia. Harganya lima koin perunggu per kamar per malam. Jadi, totalnya dua koin perak," jawab pelayan dengan ramah.

"Baiklah, ini uangnya," ucap Hanif sambil memberikan uang kepada pelayan.

Setelah Bacia pulang ke tempat tinggalnya, mereka berempat memasuki kamar masing-masing. Di dalam kamarnya, Arya mencoba mengingat kembali pengalaman pagi hari.

"(Baiklah sekarang bagaimana caranya memunculkan system itu kembali? Apakah mungkin itu hanya imajinasiku saja?)" gumam Arya dalam hati.

"Mungkin ini akan berhasil atau mungkin tidak." ucap Arya dengan harapan.

Arya mengingat ucapan Bacia untuk fokus pada aliran energi dalam dirinya, Arya mulai fokus dan mengarahkan tangannya kedepan. “Aktifkan.” ucap Arya dengan pelan.

Tiba-tiba, sebuah system muncul di depan Arya.

STATUS

[Nama: Arya, Class: None, Level: 8, HP: 340, MP: 130, Strength: 18, Agility: 18, Vitality: 18, Intelligence: 18, Poin Status: 24]

"(Apa artinya ini?)" ucap Arya sambil mencoba menyentuh system tersebut, namun tidak berhasil.

"(Kalau begitu Mungkin hanya perlu memikirkannya. Menurut sepengetahuanku, peningkatan Agility dapat meningkatkan kecepatan)" pikir Arya dalam hati.

"(Baiklah, jika begitu aku akan meningkatkan STR +9, AGI +9, VIT +3, INT +3)" pikir Arya dengan yakin.

System tersebut memberikan respons, dan poin status Arya berkurang menjadi 0.

"(Namun aneh, seharusnya ada daily quest, tapi tidak apa-apa)" pikir Arya.

"Sekarang, bagaimana cara menghilangkan system ini?" ucap Arya yang kebingungan.

Namun, tanpa menemukan jawaban yang memuaskan, Arya akhirnya memutuskan untuk tidur. namun tak lama kemudian muncul.

[Daily Quest]

[Membunuh dua goblin: Selesai]

[Imbalan Quest]

[Poin Status +3]

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!