NovelToon NovelToon

MENDADAK ISTRI (Istri Berharga Pria Buruk Rupa)

BAB 1: Hanya Istri Yang Tidak Diinginkan

Sebelumnya Author ingin meminta maaf yang sebesar-besarnya 🙏🙏 Karena harus update ulang cerita ini dari awal. Author mencoba memperbaiki Retensi dengan update rutin sehari sebanyak 3 Bab.

...🌺🌺🌺...

Stella menatap keheningan malam yang gelap dan dingin. Hatinya berdebar-debar dalam ketakutan dan kebingungan. Dia tidak pernah membayangkan bahwa hidupnya akan berubah sedrastis ini.

Stella terbangun dengan perasaan cemas yang memenuhi setiap serat tubuhnya. Ayah tirinya, orang yang selama ini selalu melindunginya dan bersikap sangat hangat padanya, tiba-tiba berubah drastis. Tidak ada kelembutan dan kasih sayang yang Stella lihat dalam matanya. Stella terus bertanya-tanya, sampai akhirnya dia mengetahui bahwa dirinya telah dijual oleh ayah tirinya sebagai pelunas hutang.

Dan hal tersebut membuat perasaan Stella menjadi sangat hancur. Dia tahu bahwa dia harus menghadapi takdir yang tak terelakkan ini. Cinta dan kasih sayang yang dia miliki untuk ayah tirinya berubah menjadi rasa benci. Mengapa dia harus menjadi korban dari keserakahan dan kekejaman orang lain? Stella tidak tau permainan apalagi yang Tuhan rencanakan untuk dirinya.

Dalam perjalanan menuju rumah baru yang tidak dikenal, Stella merenung tentang masa lalunya yang pahit. Dia teringat bagaimana sang ibu yang begitu membencinya dan menolak mengakui keberadaannya. Dia merasa seperti anak terbuang, terlahir sebagai bukti dari sebuah dosa.

"Nona, kita sudah sampai." Ucap seorang pria yang duduk dibalik kemudi.

Stella melihat keluar mobil. Rumah itu begitu besar, mewah dan memiliki tiga lantai. Belum pernah Stella melihat rumah yang sebenar itu sebelumnya, dan Stella tidak bisa membayangkan sekaya apa pria yang akan menjadi suaminya.

Setibanya di dalam. Dia bertemu dengan Steven, pria yang akan menjadi suaminya. Stella merinding dan sedikit ketakutan melihat rupa pria tersebut, menurut Stella wajah Steven sangat mengerikan, tetapi tatapannya yang terlewat dingin dan tajam menunjukkan bahwa ada lebih dari sekadar penampilannya yang menakutkan.

Stella merasakan aura dingin mengelilingi pria itu, membuat bulu kuduknya berdiri seketika, dia merinding.

Dalam ketegangan yang tak terucapkan, Stella dan Steven saling memandang. Dua takdir yang saling terikat, terjebak dalam pernikahan yang tidak diinginkan.

Bagaimana mereka akan menghadapi cobaan ini? Apakah ada ruang untuk cinta dan kebahagiaan di antara kegelapan yang menyelimuti mereka? Entah, permainan takdir tidak ada yang tau.

Stella merasa hatinya berdebar-debar saat dia dan Steven saling memandang, bukan karena terpesona pada pria itu melainkan karena ketakutan. Dalam keheningan yang tegang, Steven akhirnya memecah kesunyian.

"Jadi, kau barang baru, itu? Ayahmu menjual mu padaku untuk melunasi hutang-hutangnya." ucap Steven dengan nada dingin.

Kalimat itu menusuk langsung ke hatinya. Dia mencoba menahan air mata yang ingin keluar, tetapi dia tidak ingin menunjukkan kelemahannya pada Steven.

"Memangnya kenapa jika dia menjual ku padamu? Apa menurutmu aku memiliki pilihan untuk menolaknya?" Ucapnya sambil meremas lengannya sendiri.

Steven menatap Stella dengan tatapan tajam yang membuatnya merinding. Meskipun hanya satu matanya yang menatap, tetapi itu lebih dari cukup untuk membuatnya ketakutan. Ada keangkuhan dan kebencian yang terpancar dari matanya.

"Jangan berpikir bahwa kau akan mendapatkan perlakuan istimewa disini. Kau hanyalah istri yang tidak diinginkan. Jadi jangan harap bisa mendapatkan kasih sayang dariku."

Stella merasa hatinya tercabut mendengar kata-kata tajam dari Steven. Namun, dia memilih untuk tidak terlalu menghiraukannya.

"Aku tidak pernah meminta kasih sayangmu. Aku hanya ingin hidup dengan martabat dan mencari kebahagiaan ku sendiri." ucapnya menimpali.

Steven tersenyum sinis, tatapannya semakin tajam."Martabat? Kau pikir kau masih punya martabat setelah dijual oleh ayahmu? Kau hanyalah seorang penghinaan bagi keluargaku."

Stella merasa sakit mendengar kata-kata itu, tetapi dia tidak ingin menunjukkan kelemahannya pada Steven. Dia mengumpulkan keberanian di dalam dirinya.

Stella mengeplkan tangannya. "Aku mungkin tidak bisa mengubah masa lalu, tetapi aku yakin bisa mengubah masa depan. Aku akan membuktikan bahwa diriku bisa menjadi lebih dari sekadar penghinaan bagi keluargamu."

Steven terdiam sejenak, tatapannya melunak sedikit. Dia tidak menyangka Stella akan memiliki sikap yang begitu kuat.

"Kau berani bicara begitu padaku? Kau akan melihat betapa dinginnya dunia yang kau masuki ini?" dia berkata dengan nada terlewat datar.

Stella mengangkat dagunya dengan percaya diri."Aku siap menghadapi apapun yang akan datang. Aku tidak akan membiarkan diriku hancur olehmu atau oleh siapapun."

Obrolan mereka berdua berakhir dengan keheningan yang tegang. Stella merasa campuran antara ketakutan dan tekad dalam dirinya. Dia tahu bahwa perjalanan yang sulit menanti di depannya, tetapi dia tidak akan menyerah begitu saja.

"Persiapkan dirimu, besok pagi kita akan menikah!!" ucap Steven dan pergi begitu saja.

... 🌺🌺🌺...

Stella menatap dirinya di cermin. Tubuhnya dalam balutan gaun pengantin mewah yang indah. Namun, wajahnya mencerminkan kesedihan dan keputusasaan. Nasibnya benar-benar buruk.

Sejak kecil, ia telah dibenci oleh ibunya yang tidak pernah menyayanginya. Dan sekarang, ayah tirinya telah menjualnya kepada keluarga kaya untuk melunasi semua hutang-hutangnya.

Stella terpaksa harus menikah dengan pria dingin dan kejam itu, Steven. Steven adalah seorang pria yang memiliki sifat dingin seperti kutub Utara dan juga terkenal kejam serta tidak memiliki belas kasihan pada siapapun mereka yang berani mencari masalah dan gara-gara dengannya. Stella merasa takut dan tidak yakin apakah ia bisa hidup bahagia dengan pria seperti itu?

Namun, di balik semua penderitaan dan kesedihan yang ia rasakan saat ini, Stella memiliki tekad yang kuat. Ia tidak akan membiarkan nasibnya menentukan hidupnya. Dia bertekad untuk mencari kebahagiaan dan kebebasan, meskipun harus melalui segala rintangan yang ada.

Ini hari pernikahan mereka, suasana begitu hening. Stella berjalan menuju altar dengan hati yang berdebar-debar. Pandangan Steven yang dingin membuatnya semakin takut.

Namun, di tengah kegelapan hatinya, Stella berharap ada cahaya kecil yang masih menyala. Cahaya itu adalah harapan bahwa mungkin, di balik sifat buruk Steven, ada kebaikan yang tersembunyi. Meskipun sebenarnya dia tidak yakin.

Tubuh Stella tertarik ke depan dan jatuh ke pelukan Steven. Kemudian pria itu berbisik di telinga kanannya. "Jangan pernah berharap kau bisa mendapatkan kebahagiaan dari pernikahan ini!! Ingat, kau hanya alat untuk melunasi hutang-hutang ayahmu," ucap Steven lalu mendorong Stella menjauh.

Tidak ada tamu undangan, tidak ada hidangan mewah, tidak ada pesta yang meriah, hanya ada mereka berdua. Setelah menyematkan cincin dijari manis Stella, Steven pergi meninggalkannya begitu saja. Baginya, Stella hanyalah sebuah alat, jika bukan karena masalah hutang piutang, dia tidak mungkin menikahi gadis itu.

xxx

Stella berdiri di balkon kamarnya, melihat langit yang gelap. Dia merenung tentang bagaimana hidupnya akan terus berlanjut. Terdengar suara angin yang berdesir-desir di sekitarnya, seolah mengiringi keraguan dan kekhawatirannya.

Stella teringat takdir hidupnya yang penuh dengan penderitaan. Ayah tirinya telah menjualnya sebagai pelunasan hutang, meninggalkannya tanpa pilihan dan terjebak dalam situasi yang sulit.

Ia kemudian dipaksa menikah dengan seorang pria yang cacat dan buruk rupa. Hidupnya berubah drastis sejak itu.

Meskipun hidupnya penuh dengan cobaan, Stella tidak ingin terus menerus meratapi nasibnya. Dia adalah seorang wanita yang kuat dan memiliki tekad yang besar. Stella tahu bahwa masa lalu tidak bisa dia ubah, tetapi masa depan masih ada di tangannya.

Stella memutuskan untuk mencari kebahagiaan dalam keadaan yang sulit. Dia memilih untuk fokus pada hal-hal yang bisa dia kendalikan, seperti sikap dan tindakan yang dia ambil setiap harinya.

Dia berjanji pada dirinya sendiri untuk tidak membiarkan masa lalunya menentukan siapa dia sekarang.

Dalam perjalanan hidupnya yang baru, Stella bertekad untuk menciptakan kesempatan dan membangun kehidupan yang lebih baik.

Dia berusaha untuk belajar dan mengembangkan diri, serta mencari peluang-peluang baru yang bisa membantunya meraih impian-impiannya.

Stella tahu bahwa tak ada yang sempurna di dunia ini, termasuk dirinya sendiri. Namun, dia percaya bahwa kebahagiaan sejati bukanlah tentang penampilan fisik atau keadaan, melainkan tentang kekuatan dalam diri dan kemampuan untuk menciptakan arti dalam hidup.

Stella mengambil napas dalam-dalam, merasakan semangat baru yang menggelora di dalam hatinya. Dia siap untuk menghadapi tantangan dan menjalani hidupnya dengan penuh semangat.

Meskipun langit mungkin gelap saat ini, Stella percaya bahwa di balik awan hitam, ada sinar matahari yang terus bersinar.

Steven mendekati Stella dengan langkah pasti, wajahnya terlihat dingin dan tatapannya tajam. Stella merasakan ketegangan dalam udara saat Steven melemparkan selembar kertas ke hadapannya. Kertas itu berisi persyaratan yang sangat memberatkan bagi Stella.

"Apa ini?"

"Kau bisa membacanya sendiri tanpa harus aku jelaskan!!"

Stella mengambil kertas tersebut dan membacanya dengan hati-hati. Persyaratan tersebut memuat tuntutan yang sulit dipenuhi, termasuk tanggung jawab yang berat dan batasan-batasan yang membatasi kebebasannya. Stella merasa terjebak dalam perangkap yang semakin sempit.

Stella memandang Steven dengan tatapan dingin. Dia mengumpulkan keberanian dan kekuatan dalam dirinya untuk menghadapi situasi ini. Meskipun wajahnya dingin dan tatapannya tajam, Stella tidak ingin membiarkan dirinya diintimidasi.

"Dalam hidup, kita tidak selalu bisa mengontrol apa yang terjadi pada kita, tapi kita bisa mengontrol bagaimana kita meresponsnya," ucap Stella dengan suara yang penuh keyakinan.

Dia menatap Steven dengan tatapan menantang."Aku tidak akan membiarkan persyaratan ini membuatku lemah dan kalah dari takdir kejam yang kalian ciptakan ini!!"

Stella menyadari bahwa dia memiliki pilihan. Meskipun persyaratan tersebut tampak sulit, dia bisa mencari cara untuk memenuhinya dengan cara yang sesuai dengan keinginannya. Dia tidak akan membiarkan batasan-batasan tersebut menghentikannya untuk mencapai impian dan kebahagiaannya.

Stella berkomitmen untuk tetap tegar dan berjuang melawan segala rintangan yang menghadangnya. Dia tahu bahwa hidupnya mungkin tidak sempurna, tapi dia akan terus berusaha menciptakan kehidupan yang layak dan penuh makna.

"Stella, aku harap kau menyadari bahwa aku membeli dirimu dari ayah tirimu untuk melunasi hutang-hutangnya," kata Steven dengan nada tajam dan sinis. "Jadi, jangan berpikir bahwa kau bisa melarikan diri dari tanggung jawabmu padaku. Kau ... Hanyalah boneka murahan yang tidak berharga!" Pupil mata Stella sedikit membulat mendengar kalimat itu. 'Hanya boneka Tidak berharga' hati Stella mencelos mendengarnya.

Stella menatap Steven dengan tatapan penuh ketegasan. "Aku tidak pernah meragukan fakta bahwa kau telah membeliku," jawabnya dengan mantap. "Namun, aku juga tidak akan membiarkan diriku dikekang oleh persyaratan yang tidak masuk akal."

Steven tersenyum sinis. "Oh, kau pikir kau punya pilihan? Aku yang menentukan aturan di sini, Stella," katanya dengan nada merendahkan. "Kau harus memenuhi semua persyaratan ini jika kau ingin hidup dengan nyaman di sini."

Stella menahan amarahnya, tetapi tetap tegar. "Aku tidak akan membiarkan diriku diperlakukan seperti budak," ucapnya dengan suara yang penuh keberanian. "Aku adalah manusia yang memiliki hak dan keinginan sendiri. Aku akan mencari cara untuk memenuhi persyaratan ini tanpa mengorbankan kebebasan dan martabatku."

Steven tertawa sinis. "Kau pikir kau bisa melawanku? Kau hanya seorang wanita lemah yang terjebak dalam situasi ini," katanya dengan nada meremehkan.

Stella menatap Steven dengan tatapan penuh keberanian. "Aku mungkin terlihat lemah dalam fisik, tetapi jangan pernah meremehkan seorang wanita! Aku akan membuktikan padamu, bahwa aku bisa menghadapi segala ketidakadilan yang kau berikan."

Obrolan antara Stella dan Steven berlanjut, dengan Stella menunjukkan ketegasan dan keberanian yang tak tergoyahkan. Meskipun persyaratan yang diberikan oleh Steven sangat memberatkan, Stella bertekad untuk tidak menyerah.

Steven menatap Stella dan menyeringai. "Menarik."

...🌺🌺🌺...

...BERSAMBUNG....

BAB 2: Aku Tidak Takut Padamu!!

Sinar mentari pagi perlahan menelusup melalui ventilasi udara, menerobos masuk ke dalam sebuah kamar yang begitu terang.

Di balkon kamar mewah tersebut, seorang gadis berdiri dengan wajah yang terlihat datar dan tanpa ekspresi. Matanya hanya menatap hampa ke arah udara kosong, seolah-olah ada sesuatu yang membebani pikirannya.

Derap langkah kaki yang datang memecah keheningan membuat gadis itu 'Stella' menoleh. Dia melihat seorang pria yang sisi kanan wajahnya tertutup perban mendekatinya.

Mata kirinya yang terbuka menatapnya dengan pandangan dingin dan tajam, seakan menusuk jauh ke dalam jiwa Stella. Rasa takut yang mendalam menyelimuti dirinya saat melihat pria tersebut. Steven, begitu mengerikan dan misterius di mata Stella.

Tanpa mengatakan apapun. Steven menyerahkan sebuah kertas putih pada Stella. "Apa ini?" tanya gadis itu dengan suara datarnya.

Stella langsung menundukkan kepalanya melihat tatapan tajam pria itu, Steven dengan nada dingin menjawab,

"Kau tidak buta huruf bukan, sampai-sampai aku masih harus menjelaskannya padamu!!"

Tone bicara Steven yang tajam dan dingin membuat Stella merasa sedikit merinding. Tapi apa yang ada dalam kertas putih tersebut? Stella sangat-sangat penasaran.

"Aku harap kau bisa mematuhi aturan yang aku buat di rumah ini, ingat ... jangan pernah melewati batasanmu!!" ucap Steven dan pergi begitu saja.

Stella meremas kertas ditangannya dengan kuat, kesalahan surat perjanjian yang baru saja ditandatangani oleh Steven masih terasa begitu berat dalam hatinya. Ia merasa seolah-olah dirinya telah terperangkap dalam sebuah perjanjian yang tidak adil dan merugikan.

Dengan tatapan yang penuh kebencian, Stella melihat Steven pergi meninggalkannya.

Tatapan matanya yang nyalang mencerminkan betapa marahnya ia pada pria itu. Ia merasa seperti tawanan yang tidak memiliki kebebasan untuk pergi ke tempat manapun yang ia inginkan.

Stella merasa bahwa Steven telah mencoba mengendalikan hidupnya melalui surat perjanjian tersebut. Ia merasa seperti seekor burung yang terkurung dalam sangkar emas, terbatas dalam kebebasan dan pilihan hidupnya.

Rasa frustasi dan ketidakadilan menguasai pikirannya, membuatnya semakin bertekad untuk melawan dan mencari keadilan.

Namun, meskipun dirinya merasa terjebak, Stella tidak akan menyerah begitu saja. Ia akan mencari jalan untuk mengubah nasibnya dan memperjuangkan hak-haknya.

Ia yakin bahwa setiap burung dapat terbang bebas, termasuk dirinya.

"Aku bukan bonekamu dan kau tidak bisa mengaturku dengan seenak jidatmu!!" teriak Stella dengan suara yang penuh keberanian dan ketegasan.

Suaranya memenuhi ruangan, menggema di sekeliling mereka. Ia menegaskan bahwa dirinya bukanlah sosok yang bisa dikendalikan oleh Steven.

Steven terkesiap mendengar teriakan keras Stella. Langkahnya terhenti, dan ia memalingkan wajahnya untuk menatap Stella dengan pandangan yang penuh intimidasi. Tatapannya mencerminkan kekuasaan dan dominasi yang ingin ia tunjukkan.

Namun, Stella tidak gentar. Ia menatap balik dengan mata yang penuh keberanian, menunjukkan bahwa ia tidak akan mundur dalam menghadapi Steven.

Meskipun terlihat tegang, Stella tetap teguh pada pendiriannya bahwa dirinya memiliki hak untuk kebebasan dan keputusan hidupnya sendiri.

Teriakan Stella dan pandangan tajam dari Steven menciptakan ketegangan yang mengisi udara di sekitar mereka. Konflik antara mereka semakin nyata, dan pertempuran untuk mendapatkan keadilan dan kemerdekaan baru saja dimulai.

Steven mendekati Stella dengan langkah mantap, lalu tiba-tiba mencengkram rahangnya dengan kuat. Tatapan tajamnya menunjukkan dominasi dan kekuasaan yang ingin ia tunjukkan.

Dengan suara yang penuh ancaman, ia mengingatkan Stella untuk tidak berani berbicara dengan nada tinggi padanya.

"Jangan coba-coba berbicara dengan nada tinggi padaku! Ingat posisimu dan jangan lewati batasanmu," ucap Steven dengan suara yang penuh dengan keangkuhan dan superioritas.

Stella merasakan cengkraman yang kuat pada rahangnya, namun dia tidak menunjukkan rasa takut atau penurunan semangat.

Meskipun dirinya terintimidasi oleh sikap Steven, dia tetap tegar dan tidak ingin membiarkan dirinya diatur olehnya. Dia mengingatkan dirinya sendiri bahwa dia memiliki hak untuk bersuara dan tidak boleh ditekan oleh siapapun.

Dalam keadaan yang tegang dan penuh konflik ini, Stella merasa semakin bertekad untuk melawan dan memperjuangkan kebebasannya.

Dia tidak akan membiarkan dirinya diatur oleh orang lain dan akan mencari jalan untuk mendapatkan keadilan yang pantas baginya.

"Kau pikir dirimu itu hebat, Steven Zhao!! Kau tidak lebih baik dari para penjahat diluar sana, kau itu bandit yang tidak berhati, kau iblis, kenapa manusia kejam sepertimu tidak mati saja?!" teriak Stella dengan suara yang meninggi. Emosinya meledak, dan kata-katanya penuh dengan kebencian yang terpendam.

Namun, sebelum Stella sempat menyelesaikan kalimatnya, terdengar suara yang begitu keras.

Steven menampar Stella dengan kekuatan yang membuat suara itu terdengar di seluruh ruangan. Tamparan itu meninggalkan bekas merah di pipi Stella, menunjukkan betapa kerasnya pukulan itu.

Stella terdiam sejenak, terkejut dengan kekerasan yang baru saja ia alami. Wajahnya terasa terbakar oleh rasa sakit dan malu. Namun, meskipun terluka, dia tetap tidak mau menunjukkan kelemahan. Dia menatap Steven dengan tatapan yang penuh dengan kebencian.

Steven mencekikk leher Stella dengan kekuatan yang membuatnya kesulitan bernapas. Tatapannya yang tajam dan penuh dengan kebencian menghujam langsung ke mata Stella.

Dalam keadaan yang penuh ancaman, ia memperingatkan Stella untuk tidak mencoba menguji kesabarannya.

"Jangan coba-coba menguji kesabaranku, kau hanya barang tidak berguna," ucap Steven dengan suara yang penuh dengan kebencian.

"STEVEN, LEPASKAN!!"

"Seharusnya kau berterimakasih padaku karena sudah berbaik hati dan tidak sampai menjual mu pada organisasi perddagangan manusia!!"

Stella merasakan tekanan yang mencekik pada lehernya, membuatnya merasa lemah dan terjebak. Tatapan tajam Steven membuatnya merasa seperti sedang berhadapan dengan monster yang kejam.

Dalam hatinya, Stella merasa marah dan terluka oleh kata-kata serta perlakuan Steven. Ia merasa diperlakukan seperti objek yang tidak berharga, dan kehadirannya hanya dianggap sebagai beban.

Namun, di balik rasa sakit dan ketidakadilan yang dirasakannya, Stella merasakan api perlawanan yang berkobar di dalam dirinya.

Dia bertekad untuk tidak membiarkan dirinya dihancurkan oleh Steven, dan akan mencari cara untuk melawan dan mendapatkan kebebasannya kembali.

"Aku tidak takut padamu!!" balas Stella dengan suara yang penuh dengan keberanian. Dia menatap tajam kembali ke arah Steven, memancarkan nyalang yang tak tergoyahkan.

Tatapan matanya mencerminkan kekuatan dan ketegasan yang ada di dalam dirinya.

Meskipun terjepit dalam situasi yang mencekam, Stella menolak untuk menunjukkan rasa takut atau penurunan semangat. Dia tidak akan membiarkan dirinya diintimidasi oleh Steven.

"Kau akan menerima akibat dari sikap kurang ajarmu ini!!" Steven melepaskan Stella dan pergi begitu saja.

Dalam keheningan yang mencekam, Steven dan Stella semakin memanas. Konflik mereka mencapai puncaknya, dan saat ini, segalanya terasa begitu rapuh. Tidak ada yang tahu apa yang akan terjadi selanjutnya dalam hubungan mereka.

...🌺🌺🌺...

Suasana di ruangan itu begitu sunyi, hingga terdengar ketukan keras pada pintu yang menggema, mengalihkan perhatian Steven dari dokumen-dokumen yang sedang dikerjakannya.

Pria itu memalingkan wajahnya ke arah pintu dan menginterupsi kan orang itu untuk masuk. "Masuk!!" suara itu menggema di dalam ruangan.

Tatapan dingin dan tanpa ekspresi yang diberikan oleh Steven membuat Frans, asisten pribadinya, menelan ludah dan berusaha keras untuk menyembunyikan kegugupannya.

Steven memandang Frans dengan tatapan datar yang membuat suhu di ruangan itu terasa semakin dingin.

"Bagaimana hasilnya? Apa kau sudah mendapatkan semua informasi yang aku butuhkan tentang bajingan itu?" suaranya terdengar tajam dan menusuk hati saat pertanyaan itu keluar dari bibirnya.

Frans mengangguk dengan cepat, berusaha menunjukkan bahwa tugasnya telah selesai dengan baik.

"Sudah, Tuan," jawabnya dengan suara yang sedikit gemetar. Ia meletakkan sebuah laporan di atas meja, mengandalkan setumpuk kertas yang berisi informasi yang begitu berharga bagi Steven.

Steven meraih laporan tersebut dan membukanya dengan cermat. Matanya bergerak cepat, menyerap setiap kata dan angka yang tertera di dalamnya. Wajahnya tak berubah, namun di dalam hatinya, api kemarahan dan keingintahuan semakin membara.

Frans berdiri di depannya, menunggu dengan tegang. Ia tak bisa membaca ekspresi di wajah Steven, namun ia tahu betul bahwa apa pun yang ada di dalam laporan itu akan memiliki konsekuensi besar bagi mereka berdua.

Setelah beberapa saat yang terasa seperti berabad-abad, Steven akhirnya menutup laporan dengan perlahan. Ia menatap Frans dengan tatapan yang sulit diartikan. Ada kekecewaan, tapi juga ada ketertarikan yang mendalam.

"Frans," ucap Steven menggantung, membuat Frans menelan ludah. " ... kau telah melakukan tugasmu dengan baik. Sekarang kita memiliki senjata yang cukup kuat untuk melawan bajingan itu."

Frans merasa lega mendengar pujian itu. Ia tak pernah menduga bahwa tugas ini akan begitu berat dan berisiko. Namun, ia merasa bangga bisa membantu Steven dalam misi yang begitu penting ini.

...🌺🌺🌺...

...BERSAMBUNG...

BAB 3: Dia Adalah Istriku

Stella memandang kosong ke luar, matanya penuh dengan kelelahan dan kekhawatiran. Meskipun langit masih gelap, dia sudah terbangun sepanjang malam.

Pikiran tentang kehidupannya ke depan terus menghantuinya, terutama tentang tinggal dan hidup dengan pria yang dia anggap kejam dan tidak berperasaan seperti Steven.

Stella merasa bahwa hidup di bawah atap yang sama dengan Steven memberikan tantangan yang sulit baginya.

Dia merasa terjebak dalam situasi yang tidak menyenangkan dan merasa terisolasi dalam pernikahan yang tidak memberikan kebahagiaan dan kedamaian yang dia harapkan.

Pikiran-pikiran tentang masa depannya memenuhi pikiran Stella. Dia bertanya-tanya apakah ada jalan keluar dari situasi ini, apakah ada harapan untuk perubahan atau kebahagiaan yang lebih baik.

Dia merasa terjebak dalam perasaan putus asa dan kebingungan, mencari solusi yang tepat untuk kehidupannya.

"Jangan kasih ampun, langsung habisi saja sampah tidak berguna seperti mereka!!"

Stella merasa terkejut dan terkejut mendengar kalimat tersebut. Tubuhnya merinding dan bulu kuduknya berdiri tegak.

Dengan perlahan, dia menoleh ke arah kanannya dan melihat Steven berdiri di sana dengan posisi memunggungi. Tidak terlihat seperti ekspresi di wajahnya, hanya punggung lebar yang tersembunyi di balik singlet hitamnya.

Stella merasa ketakutan dan tidak yakin bagaimana harus merespons situasi ini. Kalimat yang diucapkan oleh Steven terdengar sangat keras dan kejam. Dia merasa bahwa kata-kata tersebut tidak hanya ditujukan pada orang lain, tetapi juga pada dirinya sendiri.

Pandangan Stella terpaku pada punggung Steven, mencoba memahami apa yang sedang terjadi. Dia merasa terisolasi dan takut dalam pernikahannya, dan kalimat tersebut hanya memperkuat perasaan tersebut.

Steven berbalik badan dan tatapan mereka bertemu, membuat Stella merasa tegang. Tubuhnya terasa kaku saat melihat tatapan dingin dari suaminya. Dia merasa ketakutan dan tidak yakin bagaimana harus merespons.

"Apa yang kau lakukan di sana? Apa kau menguping pembicaraanku?" tanya Steven dengan nada tajam.

Pertanyaan itu membuat Stella terpaku, tidak tahu apa yang harus dia jawab. Dia merasa seperti dalam situasi yang sulit dan terjebak antara ketakutan dan kebingungan.

Stella mencoba mengumpulkan keberanian untuk menjawab. Dengan suara yang gemetar, dia berkata, "Tidak!! Lagipula aku tidak memiliki alasan untuk menguping apa yang kau bicarakan. Toh, itu juga tidak menguntungkan diriku." Jawab Stella.

Steven tidak memberikan respons langsung. Tatapannya masih dingin dan tajam, membuat Stella merasa semakin tidak nyaman. Dia merasa seperti berada di bawah tekanan dan tidak tahu bagaimana menyelesaikan situasi ini dengan baik.

Setelah tatapan dingin dari Steven, dia meninggalkan balkon dan kembali ke kamarnya tanpa berkata-kata. Stella membiarkannya pergi, tanpa merasa terpengaruh oleh kepergiannya.

Dia memilih untuk tetap dalam posisinya, memfokuskan perhatiannya pada pemandangan bintang fajar yang muncul di ufuk timur.

Melihat bintang fajar memberikan Stella perasaan ketenangan dan harapan. Dia merasa bahwa meskipun ada ketegangan dan konflik dalam pernikahannya, masih ada keindahan dan harapan di dunia di sekitarnya.

Stella mengambil napas dalam-dalam, mencoba menenangkan pikirannya yang kacau. Dia menyadari bahwa situasi pernikahannya membutuhkan waktu dan pemikiran yang lebih dalam untuk diselesaikan.

Melihat bintang fajar mengingatkannya bahwa setiap hari adalah kesempatan baru untuk mencari kebahagiaan dan memperbaiki hubungan yang ada.

Stella memutuskan untuk mengambil waktu untuk merenung dan memikirkan langkah-langkah yang tepat untuk dirinya sendiri. Dia menyadari bahwa dia memiliki hak untuk hidup dalam hubungan yang sehat dan bahagia.

...🌺🌺🌺...

Suasana di meja makan terasa tegang, keheningan menyelimuti kebersamaan antara Steven dan beberapa orang yang ada di sana. Suasana tegang ini terputus ketika salah satu orang akhirnya membuka suara.

"Steven, kenapa kau memecat Andrew dari posisi manajer dan menurunkan posisinya sebagai OB?" tanya Tuan Zhou, ayah Steven, dengan nada serius dan tegas.

"Untuk apa mempertahankan sampah tidak berguna sepertinya!" jawab Steven dengan nada sinis, yang membuat Tuan Zhou terpaku.

Tatapan Steven yang penuh sinisme mencerminkan ketidakpuasannya dan sikap kerasnya terhadap Andrew.

Tuan Zhou merasa terkejut dan kecewa dengan sikap putranya. Dia tidak mengharapkan Steven untuk merendahkan atau menyebut Andrew sebagai 'sampah tidak berguna' Tatapan sinis dari Steven membuatnya menyadari bahwa ada kesenjangan dalam pemahaman dan nilai-nilai mereka.

Dalam keheningan yang tegang, Tuan Zhou mencoba mengendalikan emosinya dan dengan suara tenang, dia berkata,

"Steven, sebagai seorang pemimpin, penting bagi kita untuk memperlakukan setiap individu dengan hormat dan penghargaan. Kata-kata yang kau gunakan tidak pantas dan tidak mencerminkan sikap yang baik."

"Aku adalah pemimpinnya, jadi aku yang berhak mengambil keputusan di sini!!" ujar Steven dengan nada tegas, menunjukkan keyakinannya sebagai pemimpin dalam situasi tersebut. Tatapan dan sikapnya menegaskan bahwa dia merasa memiliki wewenang penuh untuk mengambil keputusan.

Tuan Zhou tetap terpaku dengan pernyataan Steven. Dia merenung sejenak, mencoba memahami sudut pandang putranya.

Namun, dia juga merasa perlu mengingatkan Steven tentang pentingnya mempertimbangkan pendapat dan masukan dari orang-orang di sekitarnya, terutama dalam pengambilan keputusan yang mempengaruhi banyak orang.

"Dalam peran sebagai pemimpin, Steven, memang ada tanggung jawab besar untuk mengambil keputusan yang tepat. Namun, penting juga untuk mendengarkan dan mempertimbangkan masukan dari orang-orang yang berada di sekitarmu. Keputusan yang baik sering kali melibatkan kolaborasi dan kerjasama," kata Tuan Zhou dengan suara yang tenang namun tegas.

"Cukup! Jangan mengaturku apalagi berusaha ikut campur!!" ujar Steven dengan nada tajam yang penuh sinisme.

Tatapan matanya mencerminkan kebencian yang mendalam saat dia memandang ayahnya. Tuan Zhou merasa terpukul dengan kata-kata dan sikap putranya.

Dia merasakan jarak yang semakin besar dalam hubungan mereka dan melihat kebencian yang terpancar dari mata Steven. Perasaan sedih dan kecewa melintas di hati Tuan Zhou.

Dalam keheningan yang tegang, Tuan Zhou mencoba menenangkan dirinya dan mengendalikan emosinya.

"Demi kebaikan kita semua, Steven, penting bagi kita untuk mencari cara untuk berkomunikasi dengan baik dan saling mendengarkan. Papa ,ingin membantu dan mendukungmu, tapi aku juga perlu melihat sikap yang saling menghormati," kata Tuan Zhou dengan suara yang tenang namun penuh dengan kepedulian.

Steven tidak merespon, kebencian dalam pandangannya tidak hilang. Dia merasa terjebak dalam emosinya sendiri dan sulit untuk membuka diri terhadap ayahnya.

Tuan Zhou menyadari bahwa perlu waktu dan usaha lebih untuk memperbaiki hubungan mereka. Dia berharap bahwa suatu hari nanti, Steven akan mampu melihat melampaui kebencian dan menemukan jalan untuk memperbaiki hubungan mereka sebagai ayah dan anak.

Steven menoleh pada pelayan yang berdiri di belakangnya. Dengan nada tegas, dia meminta pelayan untuk memanggil Stella.

"Panggil dia kemari, dan katakan padanya jika aku sudah menunggunya di meja makan," ujar Steven kepada pelayan.

Pelayan mengangguk dan dengan cepat pergi untuk mencari Stella. "Baik, Tuan Muda,"

Tidak lama kemudian, Stella datang dan menghampiri Steven. Dia berdiri di sampingnya, menunggu instruksi selanjutnya.

"Duduklah, kita sarapan bersama," pinta Steven dengan nada bicaranya yang dingin. Stella mengangguk dan duduk di kursi yang tersedia di sebelah Steven.

Kehadiran Stella menimbulkan kebingungan di benak mereka bertiga. Maria, istri muda Tuan Zhou, merasa bingung dan penasaran dengan siapa Stella sebenarnya.

"Steven, siapa dia? Kenapa kau membawa masuk orang asing kemari?" tanya Maria dengan rasa ingin tahu yang tinggi.

Steven menatap Maria dengan ekspresi dingin dan datar. "Jangan menyebutnya orang asing, sementara posisi kalian sama. Dia adalah istriku, dan aku ingin kalian menghormatinya!" ucap Steven dengan tegas, menegaskan bahwa Stella adalah bagian dari keluarganya sekarang.

Maria dan Tuan Zhou saling pandang, masih terkejut dengan pengungkapan Steven. Mereka mencoba memproses informasi yang baru saja mereka dengar.

Stella merasa sedikit canggung dengan situasi ini, tetapi dia berusaha untuk tetap tenang. Dan pupil mata mereka bertiga membulat sempurna setelah mendengar apa yang Steven katakan. "Apa kau bilang, istri?!"

...🌺🌺🌺...

...BERSAMBUNG...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!