NovelToon NovelToon

Cinta Kedua Setelah Penghianatan Suamiku

1. Dania

Wanita cantik itu masuk ke dalam kamar hotel berdua dengan lelaki yang menjadi pasangannya. Mereka masuk ke kamar yang telah mereka pesan.

Pria itu segera mengunci pintu dan masuk ke dalam kamar mandi.

Sementara sang wanita, ia mulai membuka baju nya satu persatu. Sambil mengusap leher, dada, dan bagian tubuh lainnya dengan tangannya sendiri.

Kini wanita itu semakin menggila dengan rasa panas yang menjalar di sekujur tubuhnya.

Lenguhan-lenguhan terdengar keluar dari bibir manisnya yang begitu sensual.

"Aaaagghhh....Mmmmhhh," desahnya sambil menggigit bibir bagian bawahnya.

"Oohh...euummh...ahh aku ingin sekali di sentuh, sayang cepatlah," racaunya sembari tangannya terus menggosok bagian intinya.

Mendengar suara-suara erotis dari pasangan wanitanya, pria yang berada di kamar mandi itu buru-buru keluar.

"Iya sayangku, aku datang, aku akan memberimu kenikmatan yang tak bisa kamu lupakan," seru pria itu.

Lalu ia melucuti semua pakaiannya, dan mendekatkan tubuhnya di sisi ranjang. Sang wanita yang sudah kehausan itu dengan posisi menungging langsung melahap pisang milik pria itu.

"Ahhh....hhhhmmm," desah pria itu.

Ia mengangkat tubuh wanitanya. Membalikkan badannya dan mulai memasukkan senjata miliknya ke dalam liang surga milik sang wanita.

Desahan-desahan kenikmatan keluar dari mulut keduanya. Hingga akhirnya kedua pasangan selingkuh itu klimaks untuk kesekian kalinya.

🌼🌼🌼

Malam sudah semakin larut. Jam di dinding menunjukkan pukul sebelas malam. Dania tampak gelisah. Dia duduk dan sesekali menatap ke arah jam dinding yang terus berputar.

Dania masih menunggu Bobby, suaminya. Bobby akhir-akhir ini ia memang sering pulang terlambat.

Jenuh terus menunggu orang yang tak kunjung pulang, Dania pun bangkit dari duduknya.

Ia melangkah menghampiri kamar kedua buah hatinya, sunyi. Si kembar Marteen dan Marleen tampak tertidur lelap.

"Pasti mereka sangat lelah, siang tadi sengaja ku biarkan mereka bermain-main sampai puas," batin Dania.

Ia mendekat pada kedua anaknya. Mengusap lembut kepala mereka. Bibirnya tersenyum kecil. Hatinya getir.

Belakangan ini, suasana di rumah itu begitu sunyi dan terasa hampa. Bobby selalu pulang larut malam. Bahkan terkadang dia tidak pulang sama sekali.

Dania tidak bisa menyembunyikan rasa kecewanya pada sang suami. Begitupun rasa curiga pada suaminya, ia berpikir kalau sang suami telah berselingkuh.

Tapi Bobby selalu mengatakan banyak pekerjaan di kantor yang harus di selesaikan dan membuatnya terpaksa pulang larut malam.

Usai melihat kamar anak kembarnya, dan memastikan mereka telah tertidur nyenyak, Dania segera keluar.

Ia melirik ke arah kamar Sinta kakaknya. Kamar itu tertutup rapat.

"Kak Sinta pasti lembur, sebentar lagi pasti ku dengar langkah kakinya yang lembut, semoga Engkau selalu menjaga kakakku Tuhan, hanya dia satu-satunya keluargaku setelah suami dan kedua anakku," Lirih Dania.

Sudah lima bulan Sinta tinggal di rumahnya. Setelah kecelakaan yang merenggut nyawa suaminya, dan membuatnya lumpuh tiga bulan lamanya.

Dania membawa kakaknya untuk tinggal bersamanya. Karena sang kakak sudah tidak memiliki siapa-siapa selain dirinya. Dan juga tidak lagi memiliki tempat tinggal.

Karena selama ini Sinta dan suaminya hanya mengontrak sepetak rumah untuk mereka tinggali. Sinta belum memiliki anak selama empat tahun pernikahannya.

Tiga bulan lamanya Dania merawat sang kakak dengan penuh kasih sayang. Hingga Sinta di nyatakan sembuh total.

Dengan alasan jenuh di rumah dan tidak mau menjadi beban keluarga sang adik, Sinta pun melamar kerja di sebuah perusahaan tekstil. Dia di terima dan mulai bekerja sejak hari itu.

Sejak Sinta bekerja rumah terasa sunyi. Hanya ada bik Titin, asisten rumah tangga yang datang pagi dan pulang saat hari sudah sore.

Dania merasa kesepian, apalagi akhir-akhir ini Bobby dan juga Sinta sering pulang larut malam.

Tentu saja setelah si kembar tidur rumah itu terasa begitu sunyi. Dania hanya seoarang diri dan sepi menyelimuti rumah dan juga hatinya.

Dania melangkah ke kamarnya. Sekali lagi ia menatap ke arah jam dinding yang terus berputar.

Seharusnya di jam segini Bobby sudah ada di rumah, bahkan dulu di jam segini biasanya mereka berdua akan meneguk nikmatnya percintaan suami istri.

Pukul lima biasanya Bobby sudah ada di rumah. Dan Dania akan menyaksikan suaminya itu di kelilingi si kembar Marleen dan Marteen.

Bocah tiga tahun itu akan berceloteh sambil menungguinya melepaskan sepatu. Lalu bocah-bocah itu akan mengambilkannya handuk kemudian Bobby segera mandi.

Namun pemandangan seperti itu sudah tidak pernah ia saksikan lagi sekarang.

Jarum jam terus berdetak. Dania menghela nafasnya. Dia sebenarnya bukanlah seorang istri yang mudah terbakar api cemburu.

Tetapi perubahan sikap Bobby yang acuh tak acuh padanya bahkan sering pulang larut malam atau bahkan tidak pulang sama sekali membuatnya merasa khawatir ada orang ketida dalam rumah tanggannya.

Apalagi temannya Mita pernah memberitahunya kalau dia pernah melihat Bobby sedang makan malam romantis dengan seorang wanita.

Saat Dania menanyakan semua itu Bobby tidak mau mengakuinya dan malah marah-marah padanya. Bobby menuduhnya curigaan dan tidak segan-segan menamparnya.

Belakangan ini suaminya itu memang kerap main tangan padanya. Bahkan Bobby terang-terangan menunjukkan sikap kalau ia seperti sudah tidak mencintainya.

Dania mengambil benda pipih di atas nakas di kamarnya. Ia mengusap layar benda itu. Ingin ia menghubungi suaminya tapi rasanya tak ada gunanya. Panggilannya pasti di abaikan oleh Bobby.

Dania kembali melangkah keluar kamar. Ia menidurkan tubuhnya di sofa. Tak berselang lama kemudian, ia mendengar langkah sepatu kakaknya memasuki rumah.

Dania segera bangkit dan hendak membuka pintu. Namun rupanya dengan pelan Sinta sudah memasukkan kunci dan memutar knop pintu dengan sangat hati-hati. Dia berpikir kalau Dania dan si kembar pasti sudah tidur.

Dania berdiri di dekat saklar lampu. Dan saat pintu terbuka dia langsung menyalakan lampu dan membuat Sinta terkejut.

"Eh Nia belum tidur?" sapa Sinta.

"Belum kak, nggak bisa tidur mas Bobby belum pulang," jawab Dania.

"Kok lama banget pulangnya?"

"Nggak tahu kak, mungkin mas Bobby sedang sibuk di kantor, apalagi akhir pekan begini mungkin dia sedang menyelesaikan laporannya," Dania mencoba berprasangka baik pada suaminya, walaupun sebenarnya hatinya sangat gundah.

"Oh iya juga ya Nia."

"Kakak kenapa pulangnya malam sekali, biasanya kalau lembur juga paling lama pukul sepuluh kakak sudah pulang?"

"Maaf kan kakak Dania, tadi ada acara ulang tahun teman sekantor kakak dan kakak di paksa ikut mereka, kakak ingin mengabarimu tapi handphone kakak kehabisan baterai, Sebenarnya kakak juga tidak menikmati pesta itu, kakak terus teringat mas Doni, biasanya kalau weekend gini dia selalu membawa kakak jalan-jalan keluar, sekarang kakak hanya bisa mengingatnya saja, hik hik hik," Sinta sengaja menekankan nama almarhum suaminya di hadapan Dania dan diapun menangis tersedu-sedu.

Dania meraih tubuh kakaknya dan memeluknya. Ia mengusap punggung sang kakak.

"Sudah kak, jangan bersedih kakak berhak bahagia, ada baiknya juga kalau kakak pergi dengan teman-teman kakak, setidaknya bisa membuat kakak tidak selalu memikirkan mas Doni, kasihan mas Doni dia sudah tenang disana kakak harus mengiklaskan nya."

Dania melepas pelukannya. Ada yang aneh, dia seperti mencium aroma parfum yang sangat di kenalinya. Tapi dia lupa itu aroma parfum siapa.

"Kak, aku panaskan sayur dulu ya." Dania mengalihkan pikirannya.

"Tidak usah Nia, kakak sudah makan."

"Oh iya, bukannya kakak dari pesta pasti kakak sudah makan."

"Eh, kakak masuk kamar dulu ya, sebaiknya kamu tidur saja enggak usah nunggu Bobby sepertinya dia gak pulang," ucap Sinta sambil berlalu meninggalkan Dania.

Deg.

Dania masih berdiri mematung menatap punggung Sinta. Jantungnya berdetak kencang dan terasa sakit.

Dia berpikir sejenak kenapa Sinta bisa berkata kalau Bobby tidak pulang, apa dia tahu sesuatu? pikir Dania.

"Oh, mungkin karena kak Sinta juga tahu kalau mas Bobby sering terlambat pulang dan bahkan nggak pulang, namanya juga kita serumah kak Sinta pasti tahu tentang kami saat ini," Dania bergumam dalam hati.

Bersambung....

♥️♥️♥️

Hai, jangan lupa tinggalkan jejak kalian ya..

Silahkan like, komen, dan beri bintang lima jika suka dengan cerita ini.

Terimakasih...

2.Bill Hotel

Dania masih memperhatikan kakaknya yang sudah berlalu meninggalkanya. Dia sibuk memperhatikan dan mengagumi kakaknya itu.

Sinta kakaknya memiliki wajah yang sedikit mirip dengannya. Hanya saja Sinta berkulit putih dan Dania tidak terlalu putih.

Semakin hari kulit tubuh Sinta semakin bersih dan mulus. Semakin lama dia semakin cantik saja. Dania merasa minder dengan kecantikan kakaknya sekarang.

Bagaimana tidak cantik, seminggu sekali Sinta melakukan perawatan di salon mahal dan dengan biaya yang mahal pula. Sedangkan Dania dia sibuk mengurus rumah, suami dan anak-anaknya.

Usia mereka hanya terpaut dua tahun. Saat ini Dania berusia dua puluh empat tahun dan Sinta dua puluh enam tahun.

Merasa Bobby tidak akan pulang malam ini, Dania pun memutuskan masuk ke kamarnya. Dia berusaha memejamkan matanya walaupun sangat sulit. Hingga akhirnya ia terlelap dengan sendirinya.

☘️☘️☘️

Sekitar pukul sembilan pagi, di saat Dania sedang menyuapi makan anak-anaknya, suara deru mobil menghentikan aktifitasnya yang kebetulan memang sudah hampir selesai ia menyuapi anaknya.

Gegas ia menyimpan piring dan gelas di tangannya. Lalu berdiri di ambang pintu menanti suaminya muncul di hadapannya.

"Kok baru pulang mas?" tanya Dania dengan suara lembut begitu Bobby masuk ke dalam rumah.

"Iya," Bobby menjawab singkat tanpa menoleh sekilas pun pada Dania.

Bobby berjalan menuju kamarnya. Dania mengekor suaminya.

"Lembur lagi mas? apa lembur sampai pagi gini?" tanya Dania.

"Sudahlah Dania! aku capek! suami baru pulang sudah kamu serbu dengan berjuta pertanyaan."

"Aku ini istrimu mas, aku wajib tahu kemana aja suamiku, kenapa tidak pulang semalaman," mata Dania berkaca-kaca menahan air mata yang ingin tumpah sejak tadi.

"Aku bekerja, aku lembur sampai larut malam, jadi aku memutuskan untuk di mess daripada pulang dan resiko di jalan karena badanku sudah sangat capek, memangnya kamu mau suamimu ini mati kecelakaan!" Bentak Bobby.

Raut wajah Dania berubah seketika. Dia jadi merasa bersalah pada Bobby. Dia harus mempercayai suaminya yang sudah berjuang untuknya dan anak-anak, itu yang ada dalam pikiran Dania saat itu.

"Maafkan aku mas," Dania berhambur ke dalam pelukan sang suami. Tapi pelukan itu terasa hampa tak terbalas oleh suaminya.

Dania melepaskan pelukannya. Menghapus air matanya yang tadi sempat terjatuh walaupun sudah dia tahan.

"Mas pasti lelah, aku siapin air panas ya mas," ucapnya lembut.

Bobby menggelengkan kepalanya, lalu tanpa berkata apapun ia langsung masuk ke dalam kamar. Dania memperhatikan suaminya yang sedang melepas kemejanya dan membuangnya ke sudut ruangan itu.

Saat Bobby mandi Dania mengutip pakaian kotor suaminya dan meletakkanya di keranjang khusus pakaian kotor.

Dia masih setia menunggu suaminya keluar dari kamar mandi. Bobby terkejut saat keluar dan mendapati istrinya masih berada di dalam kamar.

"Ini celana pendek dan kaus nya mas, sudah aku siapkan," Dania berdiri dan menyodorkan pakaian untuk Bobby.

"Aku tidak mau pake celana pendek dan kaus ini," ucap Bobby.

"Kenapa tidak mau mas? biasanya juga kalau hari minggu kamu pake pakaian seperti ini," Dania masih menyodorkan pakaian dari tangannya ke arah Bobby.

"Kamu ini maksa dan ngatur banget sih jadi istri, perkara baju juga aku harus ikut aturan kamu," Bobby mengambil paksa pakaian itu dan melemparnya ke atas ranjang.

"Aku bisa mencari sendiri pakaian seperti apa yang akan ku kenakan," tangannya mulai membuka lemari dan memilih pakaian yang akan ia pakai. Di ambilnya celana jeans panjang dan kemeja dengan motif kotak-kotak.

Setelah Bobby mengenakan pakaiannya. Dania kembali bertanya pada suaminya.

"Kok pake celana panjang dan kemeja segala, mau kemana sih mas? kan di rumah saja,"

"Bukan urusanmu!" sahut Bobby singkat.

Dania terdiam sesaat. Dia sudah tidak heran, akhir-akhir ini sikap Bobby memang begitu. Dia tidak banyak bicara padanya.

Dan setiap Dania mengajaknya bicara dia akan menjawabnya dengan singkat dan ketus.

Entahlah mungkin Bobby kecewa padanya karena tidak cantik seperti dulu lagi, Dia meraba perutnya yang mengendur setelah melahirkan si kembar. Kulitnya yang kusam, Apakah Bobby berubah karena itu? pikir Dania.

"Ya sudah kalau begitu mas, aku siapkan sarapan dulu," ucap Dania.

"Aku sudah kenyang!" Bobby menjawab seperti tidak ada rasa bersalah sedikitpun.

"Kalau begitu aku buatkan kopi kesukaan mas aja, mau pakai susu atau?" Ucapan Dania terhenti, Bobby menatapnya tajam dengan menautkan kedua alisnya.

"Kenapa kamu cerewet sekali Dania? aku lelah dan ingin istirahat! jangan menggangguku dengan pertanyaan yang tidak penting macam itu!" Bentaknya.

Dania terdiam. Dia mengakui dia memang banyak bertanya.

"Biarpun aku banyak bertanya, tidak semestinya kamu membentakku mas, apa yang kulakukan karena aku perhatian padamu, bukannya dulu kamu sangat senang aku perhatikan begini, kamu benar-benar sudah berubah mas," lirihnya, sangat pelan bahkan hampir tidak terdengar.

"Apakah selera kamu soal kopi juga sudah berubah mas," lirihnya kembali.

Matanya memanas tetapi sekuat mungkin di tahannya agar tidak keluar. Di angkatnya pakain kotor di dalam keranjang lalu ia keluar. Sekilas ia melihat Bobby sedang mencari-cari sesuatu.

Dania keluar, ia melewati kamar Sinta yang tidak tertutup. Ia berhenti sejenak memperhatikan sang kakak.

Di lihatnya Sinta memakai celana jeans ketat dan blus berwarna cerah. Dengan warna cerah seperti itu Sinta semakin terlihat cantik dan segar.

Tiba-tiba ia melihat senyum tertahan di bibir sintal milik kakaknya itu. Sinta tersenyum-senyum sendiri saat memainkan ponselnya, seperti orang yang sedang jatuh cinta.

"Apakah kak Sinta lagi jatuh cinta?". gumamnya.

Setelah puas memperhatikan sang kakak Dani berlalu ke ruang cuci baju. Ia meletakkan pakaian kotor itu begitu saja.

Kemudian ia berjalan ke luar rumah ke arah taman. Ia mencari si kembar yang biasanya akan bermain ayunan bersama bik Titin disana.

Bik Titin sudah datang sejak pukul delapan pagi dan akan pulang pukul lima sore.

Dania melangkah keluar, langkahnya semakin mendekati putranya. Sesaat sebelum langkah terakhirnya. Suara Bobby melengking memanggilnya.

Sepertinya Bobby sedang marah besar terhadapnya.

"Daniaaaa!!" untuk yang ketiga kali Bobby berteriak kembali memanggil namanya.

"Iya mas," sahut Dania sambil berteriak agar di dengar suaminya. Ia membalikkan badannya dan setengah berlari menghampiri suaminya.

Tingkahnya itu membuat si kembar penasaran dan ikut berlari di belakangnya di ikuti oleh bik Titin.

"Ada apa mas?" tanya Dania setelah jaraknya sudah dekat dengan suaminya.

"Dimana kamu memindahkan pakaian kerjaku Dania?" Bobby mencengkeram pergelangan tangan Dania dengan kuat.

"Kamu melemparnya ke sudut kamar tadi mas, dan aku memungutnya untuk ku letakkan ke tempat biasanya sebelum aku mencucinya," jawab Dania.

"Jangan sembarangan memindahkan barang-barangku Dania! aku sudah capek masih harus mencari sesuatu lagi," tegurnya dengan ketus dan dingin.

Lalu dengan kasar ia melepaskan cengkeraman tangannya di pergelangan Dania.

"hhhssss," Dania mendesis menahan sakit.

"Bukankah biasanya juga aku akan melakukan hal yang sama dengan pakaian kotormu mas," Dania melirik suaminya.

"Diam! dan ambil pakaian itu bawa kemari beserta keranjangnya!" bentak Bobby padanya. Dapat ia lihat kemarahan di wajah suaminya itu.

Dania tidak berani melawan lagi. Ia berjalan ke arah tumpukan pakaian kotor. Ia penasaran dan ingin melihat ada apa di dalam saku kemeja kerja atau celana Bobby ingin ia mengeceknya terlebih dulu sebelum memberikanya pada suaminya.

Tetapi mengingat kemarahan Bobby tadi di urungkannya niatnya. Ia takut Bobby akan semakin marah dan akan di lihat oleh kedua buah hatinya.

Dengan membawa keranjang pakaian kotor Dania berjalan menghampiri suaminya.

Bobby meraih keranjang itu dengan sentakan dari tangan istrinya. ia mengambil celana kerjanya dan merogoh sakunya, Ia mengeluarkan secarik kertas lalu melihatnya.

Kertas bertuliskan bill sebuah hotel itu di kantonginya. Bibirnya tersenyum.

Bersambung....

♥️♥️♥️

Terimakasih sudah membaca cerita ini, silahkan tinggalkan jejak kalian...

3.Jatuh Cinta

"Kertas apa itu mas? apakah kertas itu begitu penting sampai kamu marah-marah dan membentak istrimu?" tanya Dania.

"Sangat penting! jangan banyak tanya bukan urusanmu!" ketus Bobby.

Dania menghela nafas berat dan perlahan ia lepaskan. Setidaknya itu bisa membuat dadanya yang dari tadi menahan sesak bisa sedikit lega.

"Mulai sekarang jangan suka memindahkan barang-barangku!" gertak Bobby.

"Aku tidak pernah memindahkan barang-barangmu mas, tidak berani," sahut Dania pelan.

"Masih berani kamu menjawab terus yang kamu lakukan tadi apa?"

"Aku hanya melakukan yang biasanya aku lakukan mas, membawa pakaian kotormu ke belakang sebelum ku cuci."

"Ah sudahlah banyak omong kamu!" Bobby membalikkan badan dan berjalan menuju teras.

Dania berdiri mematung. Menatap pakaian kotor yang berserakan di lantai akibat ulah suaminya tadi.

"Oh Tuhan, kenapa suamiku begitu berubah, dan sejak kapan ada peraturan seperti yang di sebutkannya tadi," gumam Dania dalam hati.

☘️☘️☘️

Sinta keluar dari kamarnya sambil bernyanyi-nyanyi kecil dengan wajah riangnya. Ia segera duduk di meja makan.

"Bik bikinin nasi goreng dong," teriaknya memanggil bik Titin.

"Sebentar non, saya sedang memandikan tuan muda kembar," jawab bik Titin setengah berteriak, agar di dengar oleh Sinta.

"Aduh, kemana sih Dania?" kesal Sinta.

"Aku disini kak," jawab Dania yang baru keluar dari ruang cuci pakaian.

"Eh maaf Dania, maksud kakak," belum sempat Sinta melanjutkan ucapannya yang kikuk karena omelannya di dengar Dania, Dania sudah menyahutnya.

"Biar Nia saja yang bikin nasi gorengnya ya kak,"

"Tapi Dania eh, eh, biar kakak aja," Sinta berdiri mendekati kompor dengan tampak gugup.

"Kakak duduk saja, biar Nia yang buat, kakak sudah rapi nanti baju kakak kotor," Ucapnya sambil mengaduk nasi dengan bumbu yang sudah ia siapkan.

"Terimakasih ya Nia," ucap Sinta dengan senyum di sudut bibirnya.

Nasi goreng dalam piring di hadapan Sinta. Ia segera memakannya.

"Enak kak?" tanya Dania.

"Enak banget Nia, terimakasih ya adikku yang manis," guraunya.

"Ah, kakak bisa saja, kakak itu yang cantik banget, emangnya kakak mau kemana kok udah rapi aja."

"Kakak mau ke salon dan jalan-jalan dengan teman kakak, nggak apa-apa kan Nia?" Sinta menatap Dania penuh harap.

"Iya nggak apa-apa kak, yang penting bisa membuat kakak bahagia aja, apa sih yang nggak boleh," jawab Dania dengan tersenyum penuh kasih sayang terhadap kakaknya.

Dania memang membebaskan Sinta kakaknya untuk pergi ke mana saja. Agar membuat Sinta bisa melupakan semua kesedihannya.

Dania berpikir kakaknya itu sangat menderita karena telah kehilangan suaminya. Jadi dengan membiarkan kakaknya bersenang-senang keluar rumah itu akan membuat Sinta bahagia dan akan lebih bagus jika dia menemukan cinta nya kembali.

Dania beranjak dari hadapan Sinta. Ia menghampiri dua buah hatinya yang rapi dengan bedak tebal di wajahnya.

"Mama mama mama," teriak dua bocah kembar itu kegirangan, mereka berlari berhambur memeluk sang mama yang sudah berjongkok di hadapannya.

"Wah, wangi dan ganteng nya dua jagoan mama," puji Dania, ia melayangkan ciuman di pipi kiri dan kanan anaknya secara bergantian.

"Mama, ana papa ana?" tanya Marleen dengan nada bicara nya yang masih celat.

"Tuh papa di sana Aleen," seru Marteen yang bicaranya lebih lancar di bandingkan dengan saudara kembarnya yang bernama Marleen itu.

"Iya, itu papa," Dania menunjuk Bobby yang sedang duduk di teras.

Kedua bocah yang sama-sama berusia tiga tahun itu berlari menghampiri papanya. Di ikuti oleh Dania.

Sementara bik Titin tampak menatap haru majikannya dengan kedua anak kembarnya itu. Ada sesuatu yang ia pikirkan dan ia simpan.

"Papa, papa," seru Marleen dan Marteen.

Tak ada sahutan dari sang papa. Lelaki itu tampak sibuk memainkan ponselnya, dengan sesekali ia tersenyum-senyum sendiri.

Dania menatap tingkah suaminya itu.

"Sepertinya mas Bobby sedang bahagia, apakah dia sedang berhasil bekerja sama dengan perusahaan besar atau sedang dapat keuntungan besar dalam perusahaannya? tapi kenapa sikapnya acuh dan tak perduli padaku dan anak-anaknya, padahal dulu, setiap dia sedang mendapat keuntungan besar di perusahaan ia akan mengajak kami liburan dan makan di luar," batin Dania.

"Papa, papa, papa," Marteen dan Marleen mengguncang lutut sang papa dengan kuat secara bersama-sama. Mereka merasa penasaran dan ingin menarik perhatian papanya karena merasa di acuh kan.

Sementara Bobby yang merasa kesenangannya berbalas pesan dengan seseorang terganggu malah membentak dan melepas tangan anaknya dengan kasar.

"Apasih kalian, nggak bisa tenang ganggu papa aja!" bentaknya pada anak-anak itu.

Seketika kedua bocah itu terdiam. Dan berlari memeluk mamanya lalu menumpahkan air matanya disana.

"Mas, mereka hanya ingin kamu perhatikan," ucap Dania lembut. Wanita itu masih bersabar menghadapi suaminya, walaupun batinnya menangis menyaksikan anaknya di perlakukan seperti itu.

"Kamu saja yang memperhatikan mereka kan bisa! aku sibuk!" jawabnya ketus.

Si kembar makin terisak.

"Sudah-sudah, jangan menangis lagi, pergi nonton kartun ya sama bibik, nanti mama nyusul, mama bicara dulu dengan papa setelah itu kita jalan-jalan," rayu Dania pada kedua anaknya.

Si kembar berlari menghampiri bik Titin yang sedang membereskan piring bekas makan Sinta.

Setelah kepergian anaknya, Dania mencoba bicara baik-baik dengan suaminya.

"Mas, boleh aku bicara?" tanya Dania pelan.

"Bicara ya bicara aja, ada apa emangnya?" jawab Bobby tanpa mengalihkan pandangannya dari ponselnya.

"Sepertinya mas Bobby lagi seneng banget, ada apa sih?"

"Bukan urusanmu! ini tentang perusahaan, kamu nggak usah banyak nanya!" ketusnya.

"Yang penting kebutuhanmu dan anak-anak di rumah ini tercukupi," lanjutnya lagi.

"Iya mas, aku mengerti," jawabnya.

"mas ini kan hari minggu gimana kalau kita bawa anak-anak ke mall, ke area permainan anak-anak, sepertinya mereka akan sangat senang," Dania meminta dengan sangat hati-hati, ia takut merusak mood suaminya yang gampang berubah-ubah belakangan ini.

Dan benar saja bukan jawaban yang menyenangkan yang Dania dengar melainkan amarah suaminya. Yang terdengar pedas di telinganya.

"Kamu kan tahu aku baru pulang Dania, aku capek! makanya kamu itu jangan banyak janji sama anak-anak, dan jangan terlalu memanjakan mereka!" Bobby bicara sangat kuat setelah ia menggebrak meja.

Nyali Dania menciut. Dia sempat terkejut, jantungnya berdegup kencang. Ia terdiam tak sepatah kata pun keluar dari mulutnya lagi.

Ia mengalihkan pandangannya pada Sinta. Wanita itu duduk di ruang tamu dengan tersenyum-senyum menatap layar ponselnya.

"Kenapa kak Sinta belum pergi juga, apa dia nunggu jemputan temannya?" batin Dania.

Di rumahnya memang ada beberapa mobil. Tapi Sinta ia belum bisa mengendarai mobil sendiri.

Dania meraih tangan Bobby, membuat kedua alis mata Bobby saling bertautan.

"Mas, lihat kak Sinta. Wajahnya berseri-seri aku perhatikan dia sering senyum-senyum sendiri, sepertinya kak Sinta sedang jatuh cinta," bisik Dania.

Bobby menoleh sekejab ke arah Sinta, lalu kemudian ia mengangkat kedua bahunya.

"Itu wajarkan?" gumamnya.

"Kakakmu itu sudah janda, lagi pula itu urusan pribadinya buat apa kamu ikut campur!"

Bersambung....

♥️♥️♥️

Dukung terus author ya..

Silahkan like dan komennya..

Terimakasih🙏🙏🙏

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!