" Sah..
"ProkProk.. " suara tepuk tangan dari beberapa teman Heny. setelah Ijab kabul selesai diucap kan mempelai pria. Membuat riuh suasana yang tadi nya penuh penghayatan terutama Arifin puas hati nya karena kini sang putri sudah memiliki pasangan, dengan satu tarikan nafas ucapan fasih Maka sah lah pernikahan antara Anas Magenta dan Heny Putri Pitaloka.
" Dasar gak ada udel bukan nya doa dia pikir ini perlombaan makan kerupuk apa " celetuk ibu-ibu tetangga memandang sinis ke sekelompok teman Heny yang memang sengaja di undang. Sedang Arifin Huda hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala dengan tingkah bar bar teman anak nya. Arifin berharap setelah ini Heny tidak akan bergaul lagi dengan teman-teman yang sudah membawa dampak buruk bagi Heny.
" Woy...selamat ya coy ahir nya Lo dapet pawang juga..teman Heny menyalami Heny yang kini menekuk wajah cemberut..jangan lupa bosen kasih ke Gue ya?" bisik temen Heny membuat mata Heny langsung mendelik.
" tutup mulut Lo di denger bokap Gue anjrit" ucap Heny dengan suara kecil. " Hahahaha ternyata Lo ketakutan " ucap nya tergelak,Heny menepis kasar tangan temen nya.
" selamat Ya Pak Arifin semoga rumah tangga putri nya langgeng " ucap Ibu-ibu tetangga memberi ucapan selamat tapi bukan pada kedua mempelai, Arifin Huda hanya bisa mengangguk tau betul bagaimana perangai anak nya terhadap tetangga jadi rasa nya gak salah kalau tetangga memusuhi anak nya.
" Amin terimakasih ya Bu " jawab Arifin berikut menyalami yang lain nya. Acara pernikahan sederhana itu berlangsung khidmat walau ada drama teman-teman Heny yang membuat kepala Arifin pusing.
Senyum haru terulas di bibir Arifin Huda, tapi tidak dengan kedua mempelai yang menujukan wajah datar karena pernikahan ini Sama-sama tidak mereka ingin kan.Beda dengan Arifin berbahagia karena hari ini Heny Putri Pitaloka telah menikah. Arifin Huda berharap putri nya merubah Semua kebiasaan buruk Dan mau menjalani biduk rumah tangga sebagai mana mesti nya.
" Nak Anas Papa titip Heny tolong didik Dia ya, Papa percaya Kamu bisa mendidik istri mu dengan Baik " , " Iya PA Insya Allah " jawab Anas Pasrah. Lidah nya terasa kelu entah pernikahan seperti apa yang akan di jalani, Anas hanya berharap segera lepas dari jerat pernikahan.
Anas dan Heny menyalami Semua orang yang hadir, " Semoga sakinah mawadah warohmah ya Nak, Oh Ya kenapa tidak ada satu pun keluarga Mu yang hadir " tanya Tante Mayla Huda atau biasa di sapa Meyline adik kandung Dari Arifin Huda Papanya Heny.
Anas membeku, tidak tau harus jawab apa. memang mestinya di hari yang sakral ini, keluarga nya hadir, tapi mau bagaimana Heny terlalu sempurna merencanakan pernikahan ini sehingga tidak ada waktu Anas untuk sekedar memberi kabar atau minta restu pada sang Ibu yang kini sedang sakit parah.
" Mas Anas yatim piatu Tante " jawab Heny membuat Anas geram ingin rasa nya menyumpal mulut Heny dengan kotak Tissue yang tidak jauh darinya..
" Oh ya sudah, yang terpenting kalian harus rukun ya cepetan kasi Tante cucu yang lucu-lucu Ya? " pesan Tante Meyline tersenyum tulus kearah Anas. Anas hanya bisa mengangguk Tampa berani mengaminkan ucapan Tante Meyline.
Menjelang sore acara baru selesai, raut wajah kedua mempelai tampak kelelahan. bukan lelah karena acara pernikahan mereka melainkan lelah dengan hati harus terjebak dengan pernikahan yang sama sekali tidak pernah mereka ingin kan.
" Sudah kalian istirahat sana!" titah Arifin pada Anak Dan menantunya.
" Ck.. Papa gak langsung balik!? " Tanya Heny.
" Gak sayang Papa mau Di sini dulu!, tapi eh tinggu dulu apa Kamu ngusir Papa ?" jawab Arifin menatap lekat wajah putri nya.
" Oh yaudah " jawab Heny singkat lalu berlalu sambil menunduk untuk menyembunyikan wajah kesal karena Papa nya memilih tetap tinggal. " Hah..hancur dah rencana Gue gimana ini" batin Heny pergi ke kamar dengan langkah lesu. berharap setelah acara ijab Kabul sang Papa langsung pulang ke Surabaya. Tapi apa boleh buat sang Papa memutus kan tinggal beberapa Waktu
" Ihhh... kesel " pekik Heny saat sudah sampai di dalam kamar, " Apaan Sih Papa kenapa tidak jadi balik, uuuhhh..Aku harus bagaimana" Heny menjatuhkan diri di atas tempat tidur.
Sambil menatap langit-langit kamar otak nya terus berputar hingga tertidur lelap.
Pukul sembilan Malam Anas masuk kedalam kamar Heny, Anas bersandar di daun pintu sambil menatap pemilik tubuh molek yang saat ini sedang tidur dengan pakaian lengkap dan kaki terjuntai.
Berulang kali Anas menarik nafas dalam dan membuang nya secara kasar, dalam tidur Heny merasa sedang di perhatikan. Heny tidak tenang dan terbangun secara perlahan membuka mata.
"Aaaaaaaaaaakkkkkk
Pekik nya terkejut karena Anas berdiri sambil bersidekap melipat tangan di dada, Tatapan malas Anas kepada Heny.
" Ngapain Lo teriak-teriak Lo kira Gue hantu hah..!?" cibir Anas sinis masih menatap Heny yang kini masih duduk di atas tempat tidur.
" Hehh... Berani nya Lo bentak Gue Lo pikir Lo siapa sadar dong" ucap Heny membuang muka.
" Cih... Gue sadar, ucap Anas melangkah mendekati Heny, Gue sadar tapi Lo yang gak sadar atau Lo sengaja jebak Gue ya kan " ucap Anas sedikit membungkuk agar posisi wajah nya tepat di depan muka Heny.
" Hueeekk..menjauh mulut Lo bau " tukas Heny menjauh kan wajah nya dengan sengaja.
Anas terdiam kembali tegak sambil menghembus nafas ke telapak tangan dan mengendus memastikan apa benar malut nya bau.
" Dasar" gumam Anas kembali menatap Heny lekat.
" Sana Lo keluar di sini bukan tempat Lo" Heny mengusir Anas.
Mata Anas menyipit menatap Heny, " gila nyuruh keluar apa gak takut semua akan terbongkar " ucap Anas masih menatap Heny tajam.
Pergerakan Heny terhenti. Benar kata Anas mengusir berarti membongkar semua nya, Heny jadi serba salah tidak mungkin satu kamar dengan Anas. Tapi kalau Anas keluar juga tidak mungkin karena masih ada Papa, Heny benar-benar dalam posisi sulit.
" Ok Lo boleh tetep di sini tapi ingat jangan coba-coba sentuh Gue" ucap Heny memperingati Anas agar tidak menyentuh nya.
" Ok deal Gue juga ogah setelah tujuh ratus ribu Gue bayar Gue langsung angkat kaki dari sini" ucap anas menunduk perasaan nya kembali sedih gara-gara hutang tujuh ratus ribu Anas harus terjebak semakin dalam.
" Bagus lah kalau Lo ingat Gue juga gak tertarik menjadi kan Lo suami ini karena Gue kepepet gara-gara ancaman Papa" ucap Heny tajam seperti belati.
"
Anas berbalik memilih duduk di sofa, membuka jas lalu melampir kan di sudut sandaran sofa. Anas terduduk sungguh saat ini kepala nya pusing memikir kan perempuan yang baru beberapa jam lalu dinikahi nya, belum lagi keadaan sang Ibu yang saat ini entah bagaimana.
Drrrtt...
Drrrtt..
Ponsel Anas di saku jas bergetar, Anas tersentak lalu kembali mengambil lagi jas yang terlampir. Ana nama tertera di layar handphone, " Assalamualaikum Na " ucap Anas dengan dada berdentum karena fikiran saat ini langsung tertuju pada sang ibu.
" Hik...Bang Ibu Bang..." terdengar Isak pilu dari seberang.
" Kenapa Ibuuu..." ucap Anas dengan suara agak keras. Heny yang baru keluar dari kamar mandi sampai terjingkat kaget.
" Ibu Bang hu..hu.." suara di seberang semakin pilu.
" Anaa..Kamu kalau bicara yang jelas!!!" bentak Anas berdiri dengan jantung berdetak lebih kencang nampak dada nya turun naik, Deg...jantung Anas berdetak lebih kencang terpaku dengan mahluk seksi di depan nya yang kini menatap nya dengan mata lebar.
Tatapan Anas dan Heny saling bentrok bertemu, berulang Anas menelan saliva di tenggorokan, paha putih terekspos jelas di depan mata sesaat suara Isak di seberang telephone seakan tidak terdengar oleh Anas. Karena mata nya terpaku menatap Heny yang kini hanya memakai handuk sebatas dada dan hanya menutupi sampai pangkal paha saja.sungguh pemandangan yang membuat kaum Adam akan langsung lupa diri.
Heny yang tadi nya cuma mau mendengar percakapan Anas, segera berlari ke walk in closet dengan pipi bersemu merah.
" Huh.. Huff Setan gak tertarik tapi mata nya nyalang kayak mau nerkam Gue dasar setan tetep setan sok alim gak tau belingsat " omel Heny sambil mengatur detak jantung dan nafas bagaimana pun tatapan Anas tadi sangat menakut kan sekaligus bikin deg-degan.
Setelah menyelesaikan percakapan Anas meletakan handphone nya di atas meja, air mata mengalir bercucuran, ternyata sang Ibu sudah berpulang tadi pagi saat Anas sedang mengucap ijab kabul.
" Ya Allah kenapa seperti ini" rintih Anas merasa jadi anak tidak berguna terus menangis pilu sambil menepuk-nepuk dada yang terasa sesak.
Di dalam walk in closet lamat-lamat Heny mendengar suara orang terisak, "siapa sih" batin nya kembali mencari gaun. pergerakan Heny terhenti saat mengingat kalau Anas punya seorang ibu yang penyakitan, " atau jangan-jangan ibu nya..." batin Heny tidak berani melanjut kan takut dosa karena ucapan itu walau cuma di hati berarti doa.
Heny gegas berpakaian lalu keluar, sampai di luar kembali terhenyak mendapati Anas menangis sambil menutup muka dengan kedua telapak tangan walau tidak ingin perduli suara sesenggukan anak sedikit sedih merasuk relung hatinya. Bagaimana pun Heny pernah merasakan kehilangan yang dalam saat umur lima tahun.
Heny terdiam beku, tanda tanya terus berputar ada apa dengan Anas kenapa Anas menangis semua pertanyaan itu cuma sampe tenggorokan saja.
Tok..
Tok .
Tok..
Suara pintu di ketok membuat Heny berjingkat mengalih kan atensi ke arah pintu, " Alah siapa sih ganggu aja " gumam Heny kesal tapi tetap melangkah menuju pintu.
" krak..
Nampak Bibi berdiri, " ada apa Bi?" , perempuan renta yang semula tertunduk mengangkat wajah nya untuk melihat nona muda nya. " Anu Non sama Aden di panggil Bapak untuk makan malam " jawab perempuan tua itu lalu kembali tertunduk.
" Yaudah bilang sama Papa saya dan Anas sebentar lagi turun " ucap Heny. Bibi mengangguk lalu berbalik kembali turun kelantai satu .
Heny kembali menutup pintu melihat Anas masih terisak karena bahu nya bergetar demikian hebat,entah kabar apa yang di terima hingga membuat laki-laki itu sampai nangis sedemikian rupa.
" Hahh..sudah lah masalah Dia bukan masalah Gue , mending turun lapar ahh " gumam Heny mengabaikan melangkah ke meja rias.
Heny memilih tidak memperdulikan Anas, toh mereka sudah sepakat dari awal kalau pernikahan ini hanya berlangsung sementara saja itu pun selama masih ada Arifin Huda papa nya. Selebih nya Heny akan membebaskan Anas untuk pergi karena sejati nya Heny memang tidak menginginkan pernikahan.
Heny mematut wajah nya di depan cermin, sempurna udah cakep batin nya. Menoleh melihat Anas yang masih menutup muka, " Ayo turun Papa ajak kita makan malam " ucap Heny berdiri di samping sofa.
" Kamu duluan aja Aku masih kenyang " jawab Anas menurun kan telapak tangan , Deg..jantung Heny berdetak cepat ada rasa kasian tiba-tiba menyeruak kesedihan apa yang membuat lelaki tampan seperti Anas bisa nangis sampai segitu nya.
Karena keduanya memang sama-sama keras kepala dan memiliki egois tinggi, baik Anas atau Heny tetap konsisten dengan kesepakatan semula untuk tidak mencampuri urusan masing-masing.
" Mana suami Mu" tanya Arifin saat sang putri sudah sampai di meja makan, Heny agak terkejut dengan pertanyaan Arifin tapi sebisa mungkin menutupi keterkejutan nya. " Anas tidur Pah " jawab Heny asal agar Arifin tidak bertanya tentang Anas.
Arifin menelisik penampilan putri nya, wajah tampak segar habis mandi rambut pun masih basah. Arifin mengulum senyum tau apa yang terjadi, " semoga cepat ada suara kecil yang memanggil Ku opa " batin Arifin memulai suapan.
" Cobalah semua tingkah laku Kamu ubah mulai sekarang, sayangi suami mu turuti perintah nya Papa berharap Kamu menjadi istri yang baik Nak " nasehat Arifin.
Heny hanya menatap sekilas saat Arifin memberi nasehat, lebih baik diam menikmati saja makanan yang sudah di siapkan Bik Nanik.
Melihat kediaman Putri nya Arifin hanya bisa menarik nafas dalam, semoga saja nasehat nya akan di dengar setidak nya nampak perubahan sedikit karena tidak ada sanggahan langsung dari Heny seperti biasanya.
" Papa tunggu kamu di ruang tamu" ucap Arifin berdiri karena sudah selesai makan, tinggal Heny yang kini menatap punggung Arifin.
" Apa lagi sih?" batin Heny menyudahi makan karena memang isi piring nya sudah ludes dan perut nya sudah kenyang
Dengan langkah malas Heny menyusul Arifin di ruang tamu, " Duduk sini!" titah Arifin setelah menepuk sofa sebelah nya. Heny menyentuh bokong nya di samping sang Papa.
Mata Heny tertuju pada map coklat yang ada di atas meja, " itu apa Pah?' tanya Heny sambil nunjuk map tersebut.
" Ambil buka lah" jawab Arifin selanjut nya membakar tembakau di dalam pipa cangklong.
Penasaran Heny tidak bertanya lebih lanjut langsung meraih map di atas meja dan membuka nya. Heny membaca urutan tulisan yang tertera, sungguh tidak mengenak kan Heny merasa Papa nya berlebihan terhadap Anas kenapa bagian Anas lebih banyak dari nya.
Sebenarnya yang anak kandung itu siapa Dirinya atau Anas,sungguh Heny tidak habis fikir kenapa bisa jadi seperti ini. Heny tidak bisa terima dengan apa yang sudah tertulis.
" Pa ini apa ya maksud nya?" tanya Heny tidak mau terburu-buru ambil kesimpulan karena harus tau dulu apa alasan sang Papa membuat keputusan sendiri.
" Apa itu belum jelas sayang coba kamu baca sekali lagi" ucap Arifin mengacak rambut di kepala Heny.
Tampa bertanya lagi Heny kembali membaca dengan seksama mungkin tadi salah baca jadi enggak ada salah nya mengulang agar lebih jelas fikir nya. Dada Heny turun naik saat membaca kata demi kata yang tertera bahwa Papa nya akan memberikan tujuh puluh persen saham untuk Anas dan dua persen untuk Heny selanjut nya satu persen lagi akan di sumbangkan ke panti asuhan dimana Almarhum ibu nya berasal.
Tangan Heny gemetar menahan gejolak amarah memang benar Ia tidak salah baca, kenapa Papa nya bisa lebih banyak memberi saham kepada Anas ketimbang dirinya yang jelas-jelas anak kandung.
" Maksud Papa apa sih ?" tanya Heny mulai tersulut Heny melempar map itu kembali ke atas meja kemudian bangkit.
Mendengar pertanyaan Heny, mata Arifin menyipit mengamati putri satu-satunya. Arifin hafal betul dengan sifat pembangkangan putri nya entah keturunan dari siapa hingga punya sifat sekeras batu.
Entah kenapa pula di dalam hati sangat yakin kalau pernikahan yang berlangsung pagi tadi semata-mata adalah rekayasa putri nya untuk mengelabui nya. Untung Arifin bukan sosok Ayah yang dengan gampang membentak apa lagi sampai menggunakan kekerasan Arifin diam terus menatap putri nya.
Bukan tidak tau pernikahan ini memang akal-akalan putri nya untung cepat tanggap dan mencari tau siapa sebenar nya calon menantu. setelah mencari tau siapa Anas, Arifin berkeinginan besar agar Anas benar-benar menjadi menantu sah dan suami satu-satunya untuk putri nya.
Bukan tampa Alasan Arifin berbuat demikian, memang selama ini Ia memantau pergaulan Heny lewat orang suruhannya, laporan memang belum sampai tahap ke seks bebas tapi itu semua tidak menutup kemungkinan bisa saja selama ini orang suruhan nya lalai hingga Heny luput dari pengawasan mereka.
Begitu tatap muka dengan Arifin entah kenapa nalurinya sebagai seorang Ayah begitu percaya kalau Arifin pasti bisa merubah sikap putri nya yang bar-bar. Arifin yakin Anas akan bisa mendidik Heny menjadi istri yang baik.
" Pah..eee..malah bengong apa itu maksud nya!?" sentak Heny sambil menggoyang lengan Arifin yang bertumpu pada paha.
Arifin tersenyum menanggapi ketidak sabaran putri nya, " nggak perlu Papa jelas kan. Kalau mau aset semua atas nama kamu cukup ikuti apa yang sudah papa syarat kan" jawab Arifin tegas dan santai.
Heny mendengus membuang nafas kasar hati nya begitu panas. Masak iya harus terjebak di jebakan yang Ia buat sendiri pasti Anas juga tidak akan mau. Tapi kalau tidak nurutin harus bagaimana kelanjutan hidup nya membayangkan hidup di jalanan tampa uang tampa brang branded Heny bergidik ngeri.
" Heny gak mau punya anak Pah" ucap nya berbalik pergi meninggal kan sang Papa yang sedang mengulum senyum kemenangan. sungguh persyaratan yang di buat papa nya membuat nya pusing sangat tidak masuk akal harus punya anak dari Anas. Sedang kan tidak ada cinta diantara Ia dan Anas.
Kalau tidak terpaksa Heny tidak akan mau menikah mana dengan laki-laki yang tampa sengaja ketemu. " Aaaaaakkk " teriak Heny dalam hati. Bukan kah anak itu harus lahir dari kedua orang yang saling mencintai jadi anak akan tumbuh jadi anak yang berbakti kelak "itu fikiran Heny.
" Kalau kamu menolak maka papa akan coret nama kamu dan alihkan kepanti asuhan seluruh nya " ucap Arifin dengan tenang tapi mampu menghentikan langkah Heny.
Heny mematung langkah nya terhenti tampa sadar menggigit bibir bawah nya, kalau dengar dari ucapan papa nya tentu kali ini tidak main-main apalagi sampai syarat tertulis dan pasti di ketahui pihak pengacara keluarga.
Setelah diam sejenak Heny melanjut kan langkah, tempat tidur berbaring saat ini sangat Heny perlukan agar fikiran nya tidak buntu.
Arifin bersorak menangan dalam hati, sungguh kali ini Arifin ingin Heny lebih terarah. Sebagai orang tua tunggal tentu mempunyai rasa takut apa lagi menyangkut putri semata wayang, Mengingat dulu-dulu Arifin juga merasa salah karena terlalu memanjakan dan menuruti hingga putri nya jadi tidak terkendali dalam pergaulan.
Memang Heny belum sampai tahap terjerumus, tapi melihat lingkungan pergaulan Heny bukan tidak mungkin lama-lama kelamaan Heny akan terseret arus pergaulan bebas seperti beberapa teman Heny yang Arifin kenal sempat menjadi sugar baby teman sejawat nya.
Dengan kasar Heny memutar kenop pintu, brak...huh..lirih geram Heny saat masuk lupa kalau ada orang dalam kamar.
" Apaan Sih..brisik amat" oceh Anas yang masih terbaring di balik sofa.
Heny terlonjak huff...berulangkali mengelus dada kenapa bisa lupa kalau ada suami jadi-jadian nya. " Heh nggak usah nyolot kamar kamar Gue mau pintu nya Gue banting mau Gue rontokin terserah Gue lah " hardik Heny.
" CK..hehehe . " Arifin tertawa lalu kembali melanjut kan tidur malas melayani Heny yang sejak awal sudah Ia cap sebagai cewek gila.
Heny mengabaikan Anas dengan sengaja melewati nya, mau Anas tertawa mau nangis Heny nggak peduli syarat yang di ajukan sang papa sangat mengganggu fikiran nya.
Dengan sengaja Heny melempar diri di atas pembaringan, " huhh..Papa kejaaaaaamm " teriak Heny sengaja menjerit di balik bantal agar suaranya tidak keluar.
Pukul tiga pagi. Samar-samar Heny mendengar suara orang teriak-teriak memanggil ibu sambil terisak, Heny membuka mata dan memasang telinga agar suara itu lebih jelas.
" Ibuuuuu...huuuuhhuu...ibu bawa Aku Buuuukk.." teriakan tertahan itu semakin jelas. Heny duduk setelah nyawa nya kumpul utuh.
Dari atas tempat tidur Heny melihat jelas tangan Arifin menggapai-gapai ke udara seperti sedang memanggil seseorang. " dasar pengganggu " gumam Heny lalu turun dari ranjang.
Dengan langkah perlahan Heny mendekati sofa tempat Anas terbaring tidur, " anjriiiit nyesel Gue main nikah-nikahan " ucap nya dengan suara kecil.
Melihat kening Anas berkeringat, tampa sadar Heny meletakan punggung tangan untuk memastikan suhu tubuh Anas. " greebb..." tampa di sangka Anas menangkap tangan Heny membuat Heny melotot ingin segera menarik tangan nya.
Anas menarik tangan Heny tampa membuka mata, " Ibuuuuu bawa Anas ya Buk.." ucap Anas masih tergugu menangis tampa membuka mata.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!