"Hahahaha!"
Tawa menggelar dari seorang pria paru baya, Heru Susanto kepada pemuda bernama Bagas Angkara.
"Bagas, jadi kedatangan kamu kesini ingin melamar putriku, Mila Asyari?"
"Benar sekali Pak!" Angguk senyum Bagas penuh keyakinan.
"Memangnya kamu sudah punya apa?" tanya Heru dalam pandangan mata melotot tajam diiringi senyuman yang sinis. Seketika itu pula senyuman Bagas berganti dengan wajah ketegangan.
"Lihat ini?" Heru menunjukkan profil serta aset-aset kekayaan calon suami Mila dengan bangga kepada Bagas.
"Minimal kamu harus bisa seperti dia, baru berani datang kesini!" ucapan Heru yang sombong.
"Tapi Pak, Bagas akan bekerja keras untuk membahagiakan Mila!"
"Uhk...uhk...!" mendengar ucapan Bagas, spontan Heru terbatuk-batuk dan kembali menyeruput kopi hangatnya.
"Sudahlah, sekarang lebih baik kamu pulang saja! Karena Mila akan segera saya nikahkan dengan pria bangsawan. Pria yang lebih pantas untuk dirinya," ucap lantang Heru bersikap menyepelekan Bagas.
Raut wajah Bagas begitu terlihat emosi dan sakit hati.
"Baiklah kalau begitu Pak?"
"Permisi!" Bagas bergegas bangkit dan melangkah menuju pintu keluar.
"Hei Bagas! Masih banyak gadis miskin di desa ini yang bisa kau nikahi. Pria pas-pasan seperti kamu itu harusnya sadar diri, ngaca...Hahahaha!" Tawa bahagia Heru membuat hati Bagas semakin terbakar sambil mengepal kuat tangannya lalu pergi begitu saja.
Mila reflek mengintai kepergian Bagas dengan wajah kecewa dari balik tirai kamarnya. Gadis itu terlihat panik hingga berlari keluar dari kamarnya dan bermaksud mengejar Bagas.
"Mas Bagas!"
"Hei...Mau kemana kau?" dengan cepat tongkat Heru Susanto menghadang putrinya dan bergegas menutup pintu.
"Pak! Mila itu hanya mencintai Mas Bagas, Mila tidak ingin menikah dengan pria kaya itu!"
"Hei! Dasar otak lemot! Apa kau mau hidup miskin dengan pemuda yang pas-pasan seperti Bagas? Hutang ibunya saja masih ada sama Bapak. Bagaimana mungkin dia bisa menyenangkan hidupmu nanti!" hentak keras Heru.
"Tapi Pak!"
"Masuk!" Bentak keras Heru menyuruh Mila segera masuk ke dalam kamar. Gadis itu tidak bisa berbuat apa-apa selain hanya menangisi cintanya yang tidak bisa bersatu.
"Mila!" Bentak Heru.
Jika kau berani kawin lari bersama Bagas. Bapak akan bunuh pemuda itu di depan matamu, mengerti kau!"
"I..Iyah Pak!"
*
Dalam kesempatan terdesak. Terlihat Bagas mengejar Mila lalu meraih tangan gadis itu dengan cepat.
"Mila!"
"Mas Bagas!" ucap terkejut Mila tampak ketakutan jika ketahuan oleh anak buah Ayahnya yang selalu berpatroli di seluruh penjuru desa.
"Aku sudah yakin akan menikahi kamu, ikutlah bersamaku!" ucap Bagas menarik tangan Mila. Pemuda itu sudah berencana akan melakukan kawin lari bersama sang kekasih.
"Tidak Mas, aku tidak bisa!" jawab tegang Mila melepaskan pegangan tangan Bagas.
"Kenapa?"
"Jika Bapak tau, kamu pasti akan dibunuh, Mas!"
"Mila, itu hanya gertakan Bapak mu saja. Aku punya Paman angkat yang bisa aku andalkan di Jakarta, kita bisa hidup disana, mulai dari nol!" bujuk rayu Bagas yang sudah benar-benar siap membawa Mila.
"Mila, percayalah padaku, aku tidak akan menyia-nyiakan kamu!"
Gadis itu hanya bisa menunduk sedih, ia begitu dilema berat harus memilih cinta atau keluarganya. Namun wajah sang ibu terbayang dibenak Mila. Sedari kecil, ia sudah dididik tidak boleh membantah orang tuanya.
"Maaf Mas, tapi Mila tidak bisa?"
Mendengar Jawaban Mila, Bagas sontak berlutut meminta permohonan cintanya.
"Mila, aku sangat mencintai kamu, tolong jangan menikah dengan pria itu, kau tidak akan bahagia. Ikutlah bersamaku. Mila, aku bersumpah akan berjuang keras membahagiakan kamu!" ucap Bagas dengan mata berkaca-kaca, berharap Mila berpihak kepada dirinya.
Tiba-tiba terdengar suara Lantang Heru memanggil putrinya.
"Milaaaa!!!!"
Heru membawa tiga orang anak buahnya.
Melihat gerak-gerik Bagas yang ingin membawa Mila pergi. Heru langsung naik pitam.
"Kasih pelajaran anak itu!" perintah Heru pada anak buahnya.
"Pak jangan, Bapak jangaaaaan!" Jerit keras Mila kepada Ayahnya.
"Bruk!"
"Brak!"
Terjadi duel sengit yang menegangkan. Terlihat Bagas berusaha melawan, namun ia kalah dengan 3 orang bodyguard Heru yang bertubuh besar.
Dalam kondisi babak belur, Bagas masih melihat Mila dibawa paksa oleh Ayah Mila.
Pemuda itu mulai melap darah di pelipis dan hidungnya. Kemudian bersandar kelelahan dengan wajah meringis, kecewa dalam perasaan hati yang sangat hancur.
Dalam tangis kecilnya. Bagas teringat dengan kenangan manis bersama Mila. Mila adalah kembang desa yang cantik dan sopan. Ia juga satu-satunya gadis yang berhasil menggetarkan hati Bagas sebagai cinta pertamanya. Pemuda itu begitu sedih tidak bisa mempertahankan sang kekasih dari perjodohan kolot orang tuanya.
"Kenapa ada seorang Ayah yang kejam seperti Heru?" ucap kesal Bagas.
"Awas kau Heru, lihat saja nanti, akan ku buktikan, aku bisa menjadi lebih kaya dan jauh lebih hebat!" ucapan dendam Bagas yang menggelegar.
Tidak tahan melihat pernikahan Mila Asyari dengan pria lain. Bagas memilih berangkat ke Jakarta dan meninggalkan kampung halamannya.
***
3 Tahun sudah berlalu.
Rasa dendam dan kecewa yang besar memicu Bagas bekerja keras dengan Paman angkatnya di ibu kota. Siapa yang menduga. Bagas akhirnya sukses menjadi pebisnis tambang dan properti bersama Paman angkatnya.
Hari berganti hari dan tahun pun berganti. Bagas kembali pulang dengan penampilan yang superior, setelah berhasil membangunkan rumah yang megah untuk ibunya dan membesarkan usaha kain selendang sutra sebagai usaha mereka sejak dulu.
Bagas berhasil pulang dengan membawa mobil termewah yang belum pernah dimiliki orang desa disana. Hal itu sempat menjadi perbincangan heboh dan histeris oleh sejumlah orang-orang desa atas prestasi kilat yang Bagas dapatkan.
Tidak lama kemudian. Bagas juga menggelar pesta pernikahan mewah di desa itu dengan kekasih barunya dari Jakarta. Pesta termegah yang belum pernah terjadi di desa itu. Bahkan jauh dari kemegahan pesta Mila sebelumnya.
Penampilan Bagas dan Istrinya begitu mempesona bak putri dan pangeran kerajaan. Bagas menjadi kebanggaan putra terbaik dari desa suka warna. Disegani dan sangat terpandang.
Sementara kondisi Heru yang semakin hari semakin terpuruk serta jatuh miskin. Ia terserang penyakit jantung dan tersangka kasus-kasus tak terduga lainnya.
Ditengah kebahagiaan Bagas dan istrinya. Mila justru sedang melakukan proses perceraian sengit dengan sang suami yang ternyata seorang bandar narkoba dan money game.
Penampilan Heru juga tidak segagah dahulu. Ia tidak lagi memiliki Bodyguard handal, hanya tinggal seorang pria ringkih dan penyakitan.
Terlihat oleh Heru para penduduk berduyun-duyun gembira membawa sebongkah sembako.
"Hei...hei...! Darimana kalian dapat itu!" tegur kepo Heru.
"Dari Bagas Pak! Kalau Pak Heru mau, cepetan sana, Ntar! keburu habis!" celoteh mereka.
"Eh Pak Heru, ternyata. Mantan pacarnya Mila dulu, sudah jadi orang kaya raya sekarang, hebat dia, istrinya juga cantik!"
Puji orang-orang desa membuat Heru terdiam penuh penyesalan.
Waktu terus berlalu hingga tahun pun berganti.
Satu tahun setelah pernikahan Mila. Rupanya Kasus menantu kebanggaan Heru Susanto terbongkar oleh pihak kepolisian dan diproses secara hukum.
Hampir seluruh perkebunan karet, sawit, sawah, peternakan sapi dan kambing milik Heru Susanto, satu per satu terjual dan tergadaikan. Demi menutupi kasus Narkoba dan Money game dari ulah suami Mila sekaligus untuk biaya perobatan jantung Heru Susanto. Tetapi usaha pria tua itu tetaplah sia-sia, karena rumah tangga Mila tidak bisa diselamatkan dan suami Mila harus mendekap seumur hidup di dalam sel tahanan.
Kehancuran itu dipercepat pula dengan gagalnya hasil panen yang terus merosot akibat cuaca dan wabah penyakit tanaman, hewan serta tagihan hutang Heru yang sudah menumpuk.
Puluhan karyawan Heru Susanto terpaksa diberhentikan karena tidak mampu memberikan upah kerja yang layak.
*
Mila Asyari memiliki seorang kakak bernama Wita Anjani. Ia juga berparas cantik lagi baik hati. Wita masih berusia 33 tahun dan sudah memiliki satu orang putri.
Bangkrutnya usaha mikro milik Heru Susanto di pedesaan itu. Diiringi pula dengan terbongkarnya kasus skandal perselingkuhan suami Wita bersama sekretaris pejabat hingga hamil dan sang suami lebih memilih menceraikan Wita lalu menikahi selingkuhannya yang jauh lebih kaya.
*
Suatu pagi yang menggemparkan di desa Suka Warna.
"Aaaaaa!" Jeritan kuat Heru menahan rasa sakit diarea jantungnya hingga meregang nyawa.
Dihujani masalah bertubi-tubi membuat kematian Heru begitu cepat bahkan Heru tidak sempat menuliskan wasiat atau pesan apapun kepada anak dan istrinya.
Heru Susanto terkenal dengan keangkuhan dan sangat kikir dalam berbagi sosial. Padahal ia memiliki hasil panen yang sangat berlimpah serta dianugerahi pula dua putri yang cantik dan cerdas. Mereka merupakan perempuan yang menjadi idaman pemuda-pemuda di desa itu.
Tidak hanya kepada Bagas. Setiap pemuda miskin yang berani mendekati putri-putri Heru. Pria itu pasti langsung menghardik bahkan tega meludahinya di depan umum.
*
Suami Wita dan Mila merupakan menantu pilihan Heru Susanto yang sering sekali ia banggakan di depan pemuda-pemuda miskin di desa itu saat mereka ingin mencoba mendekati Wita dan Mila. Tetapi sayangnya, kedua menantu Heru, justru hanya memberikan kesengsaraan kepada kedua putri kesayangannya dan menggoreskan trauma yang dalam untuk kembali membina rumah tangga.
*
Mila Asyari merupakan janda tergolong muda, karena masih berusia 25 tahun. Setelah lulus sarjana Akademi Keperawatan. Mila memilih menjadi asisten Bidan Puskesmas di desa suka warna. ia sudah terbiasa membantu perempuan-perempuan desa yang hendak melahirkan dan merawat bayi-bayi mereka yang baru lahir.
Gaji bulanan Mila tidaklah besar, cukup untuk dirinya saja. Namun Mila sangat bahagia karena ia banyak mendapatkan ilmu tentang dunia persalinan.
Sesekali Mila mendapatkan tips berupa uang, makanan dari keluarga yang berbaik hati di desa itu. Bahkan ada diantara mereka yang mengantarkan hasil bumi panen kepada Mila sebagai ungkapan terima kasih karena sudah berjasa merawat bayi yang lahir secara prematur.
"Alhamdulillah. Tidak besar, tapi ini sangat berkah dan membahagiakan hatiku!" batin bahagia Mila saat menerima tips uang dari keluarga pasien.
*
Tanpa sengaja Mila juga sering mendengar ucapan warga yang sedang bergosip tentang aib Ayahnya di puskesmas.
*
"Eh, itu Mila anaknya alm. Pak Heru yang sombong itu yah!"
"Benar!"
"Kok bisa? Anaknya baik dan tidak sombong tapi kelakuan Bapaknya itu lo, seperti Fir'aun, sangat suka menghina orang!"
*
"Ya Allah, Ampunilah dosa-dosa Bapak ku!" Doa Mila dalam tangis sujudnya.
*
Pukul 17.05 wib
Sehabis pulang bekerja. Mila sering singgah di kilang padi Milik Ayahnya yang sudah usang. Ia duduk termenung sambil menikmati pematang sawah nan luas hingga matahari terbenam, sekedar untuk melepas penatnya. Kerudung dinas kerja perempuan itu terlihat diterpa angin petang sawah yang luas. Dua bola matanya jauh menatap angan-angan yang tinggi, merenungi nasib yang tak seindah matahari senja.
Desa Suka Warna merupakan salah satu desa indah penghasil beras terbanyak dan terbaik di Indonesia.
"Mila!" Sapa lembut Wita memanggil sang adik dengan senyuman manisnya.
Dua bola mata Mila langsung tertuju cepat kepada kakaknya serta dua orang asing dengan berpakaian rapi yang fokus memandangi suasana kilang padi.
"Silahkan dilihat dulu yah Pak, ini kilang padi yang akan kita jual!" ucap manis Wita.
Dua orang asing itu merupakan calon pembeli kilang padi terakhir milik Heru Santoso.
***
Pukul 21.00 Malam.
Mila memberanikan diri memasuki kamar Wita.
"Mbak!"
"Ya!" Terlihat Wita sedang sibuk melipat pakaian.
Kenapa kilang Bapak yang terakhir itu dijual, bukan kah kita sudah sepakat. Kilang padi yang terakhir tidak boleh dijual, kecuali dengan kebutuhan yang sangat terdesak!" ucap protes Mila kepada kakaknya.
Wita sejenak terdiam.
"Mbak memiliki dua alasan, mengapa harus menjual kilang itu?
Pertama.
Seluruh sawah mIlik Bapak sudah 80% terjual. Kita tidak butuh kilang dan tidak ada karyawan lagi. Lagian, kilang itu akan dipergunakan oleh pemerintah untuk membantu para petani di desa. Jadi Mba pikir, lebih baik dijual saja. Sekaligus untuk membantu program pemerintah untuk kemakmuran petani di desa ini.
Kedua!" ucapan Wita terhenti dan reflek dirinya terisak menangis.
"Apa alasan yang kedua?" tanya Mila begitu penasaran.
Wita bangkit dan mengusap air matanya. bergerak membuka laci lalu mengambil beberapa berkas hasil tes kesehatan ibunya dari rumah sakit, tepatnya satu Minggu yang lalu.
Tidak mampu menahan airmata
Wita menyuruh Mila melihatnya secara langsung. Mila yang berkerja di bidang kesehatan, begitu cepat membaca hasil tes darah milik ibu mereka.
Wirda Agustina mengidap kanker payudara ganas stadium 2 dan harus segera dioperasi.
"Hiks...hiks...hiks...!" Berkas itu seketika terlepas dari tangan Mila dan terjatuh ke lantai.
Kedua kakak beradik itu berpelukan hingga putri kecil Wita terbangun dan ikut menangis.
"Sampai kapan cobaan kita ini berakhir mbak, Mila sudah tidak sanggup!" rengek Mila.
"Apakah sebenarnya, Allah sedang memberikan azab kepada kita kak dan mengabulkan sumpah dari orang-orang yang sering sekali Bapak hina...hiks...hiks," tangis pecah Mila merasa putus asa.
"Tenanglah sayang, semua akan baik-baik saja!" ucap Wita menguatkan adiknya.
"Mila takut banget mbak...Hiks...hiks..., kita sudah kehilangan Bapak, kita juga sama-sama sudah bercerai, apakah ibu juga akan pergi...hiks...!"
"Mila takut!"
"Mila. Kau harus percaya. Allah itu sayang banget kepada kita, Allah pasti akan jagain kita, seperti yang selalu ibu sampaikan!"
Ketiganya saling berpelukan.
***
Malam di Ibukota Jakarta.
Bagas Angkara dan Tyas putri Hidup berbahagia. Keduanya tengah menanti kelahiran anak pertama mereka.
"Sayang! Berapa lama lagi sih, kamu melahirkan?" tanya Bagas menatap manja sang istri.
"Hem, mungkin sekitar satu bulan lagi?"
"Oh Iyah?"
"Hem!" angguk manis Tyas.
"Yes! Bakal jadi seorang Ayaaaaah!" teriak bangga Bagas membuat sang istri tertawa bahagia.
*
"Sayaaaaaang!" rengek manja Tyas menarik tangan Bagas dari kasur empuk mereka.
"Aku masih ingin Bobo sama kamu!"
"Tyas. Aku harus ke kantor pagi ini, ada beberapa klien penting yang sudah menunggu," jawab Bagas melepas tangan tarikan manja istrinya dan kembali fokus mengenakan dasi.
"Pasti tentang Desa Suka Warna lagi kan?" tebak Tyas dengan wajah cemberut.
"Ini proyek besar, bahkan bisa menembus pasar ekspor dunia sehingga bisa membangun Desa Suka Warna agar petani-petani desa sejahtera!"
Tyas bangkit memeluk Bagas dari belakang, terlihat manja menikmati tubuh kekar sang suami.
"Mas, kenapa sih tidak fokus saja kepada perusahaan tambang kamu yang ada di Kalimantan!"
"Tyas, Hal itu tentu lebih utama, tapi aku juga bagian dari pemuda yang berhasil di desa ku, jadi apa salahnya jika aku ikut berpartisipasi untuk membangun desa kelahiran ku sendiri!" Pria itu tersenyum manis menatap istrinya.
Tyas masih menunjukkan raut tidak senang.
"Sudahlah. Kamu fokus saja kepada anak kita, aku berangkat dulu!" Bagas mencium tipis kening Tyas kemudian bergerak cepat keluar dari kamar.
"Huuuft!" Hembusan nafas kesal Tyas mengigit bibirnya.
"Kenapa aku merasa. Mas Bagas itu tidak bisa mencintaiku sepenuh hatinya. Waktunya selalu saja untuk pekerjaan dan perhatian kepada ibunya. Atau jangan-jangan, dia punya cinta yang lain selain aku. Jika aku tidak bisa merasakan cinta Mas Bagas sepenuh hati. Lebih baik aku mati saja?" ungkap spontan Tyas merasa kesal.
*
Waktu Zuhur di Ibu kota.
Tampak seorang pria berusia 39 tahun sedang melaksanakan sholat Zuhur dengan khusyuk bersama Tuhannya. Hari itu ia memiliki jadwal pertemuan internal bersama Bagas Angkara di sebuah resto mewah.
Sehabis sholat. Sejenak lelaki itu duduk termenung mengingat masa lalu yang cukup menyedihkan.
Pria itu bernama Yoga Hardian, 4 tahun yang silam ia merupakan salah satu kuli harian Heru Susanto.
(Kilas balik)
Suasana cerah di pematang sawah. Wita Anjani datang membawa rantang untuk makan siang Bapaknya. Heru bergegas menyuruh Wita segera pulang meninggalkan sawah. Melihat kehadiran Wita. Tanpa sadar, spontan Yoga memandangi Wita dan menghentikan pekerjaannya.
Tiba-tiba sendal jepit melayang di udara.
"Park!"
Lemparan hebat tepat mengenai pelipis Yoga dan ia terkejut luar biasa.
"Matamu!"
"Matamu!" Bentak kuat Heru dengan kemarahan yang tinggi, ia bangkit menghampiri Yoga dengan kocak pinggang.
"Yoga! Ini sudah tiga kali aku melihat kau terus-terusan melihat dan memperhatikan si Wita!"
"Maaf Pak, Yoga tidak sengaja!" jawab takut pemuda itu.
"Oh! Tidak sengaja yah? Tapi sampai berkali-kali!" Heru menjitak keras kepala Yoga.
Pemuda itu hanya menunduk, meringis sambil mengusap-usap pelipisnya.
"Kau suka sama Wita?" Interogasi tajam Heru dengan mata melotot yang menyeramkan.
"Ti...tidak Pak...itu tidak mungkin!"
Jawab gugup Yoga.
"Berani kau mendekati putriku akan ku kubur kau hidup-hidup!" ancam ganas Heru menarik kerah baju usang Yoga.
"Ampun Pak, ampun!" Yoga langsung berlutut memohon.
"Hukumannya hari ini, upahmu tidak di bayar!" bentak kasar Heru.
"Jangan Pak! Itu buat beli beras hari ini!" Yoga memelas dengan wajah yang meringis.
"Tolong Pak!" Yoga memohon sampai memegangi kaki Heru.
"Prak!" Heru malah menendang Yoga hingga pemuda itu terjatuh ke lumpur.
"Dasar miskin, cueh!" Heru meludahi Yoga di depan semua pekerja.
Heru sangat marah jika ada pemuda miskin yang mencintai putrinya.
"Kerja kalian!" Bentak bengis Heru kepada pekerja yang berusaha ingin menolong Yoga.
Yoga terduduk lesu dengan titik airmatanya.
Di sore hari.
"Mas Yoga!" Panggil Wita dengan cara mengendap tanpa diketahui siapapun.
"Ini ada beras 10 kg, sebagai upah buat Mas Yoga hari ini!" ucap lembut Wita yang tidak tega melihat Yoga, karena tidak mendapatkan upah apapun hari itu, padahal ia sudah bekerja penuh sejak pukul 7 pagi sampai pukul 5 sore. Yoga merupakan kuli Heru yang paling pintar, jujur, sopan, pendiam dan sangat rajin.
"Terima kasih neng Wita. Tapi sebaiknya jangan. Jika Bapak tau, dia pasta sangat marah kepada kamu"
"Bapak tidak akan tau Mas. Bapak sedang pergi!"
"Tidak apa-apa, terima kasih yah!" Jawab Yoga tersenyum manis lalu pergi.
Wita memandang sedih langkah Yoga yang pulang dengan tangan kosong. Kulitnya kusam dan menghitam.
Yoga Hardian merupakan pemuda yang lahir dari keluarga sangat miskin di desa itu. Sejak remaja Yoga diam-diam sudah jatuh cinta kepada Wita. Namun apalah daya Yoga hanya si pungguk yang merindukan bulan.
Tetapi seiring waktu berlalu. Tuhan begitu maha kaya dan penyayang. Mudah bagi-Nya membalikkan kehidupan sulit Yoga menjadi kesuksesan yang membanggakan.
Kehidupan seperti roda yang terus berputar. kesuksesan Yoga Hardian tidak lepas dari dukungan keras Bagas Angkara karena kedua pria itu memiliki misi dendam yang sama terhadap Heru Susanto yaitu harus kembali ke desa dengan kekayaan diatas Heru Susanto.
***
Di area parkiran. Tampak Bagas keluar dari mobilnya dan bersiap berjumpa dengan Yoga Hardian.
Bagas tersenyum ketika melihat Yoga sedang duduk di meja yang telah dipersiapkan. Yoga salah satu pria paling berjasa dalam kehidupan Bagas di masa lalu.
(Kilas balik)
Ketika Bagas berjalan meringis kesakitan akibat pukulan keras para Bodyguard Heru. Tidak ada satupun yang menolong dirinya hingga bertemu dengan Yoga.
"Bagas!" Yoga reflek langsung memapah Bagas menuju rumahnya yang kebetulan tidak jauh dari lokasi itu.
"Kita ke Puskesmas!" Yoga menawarkan jasa kepada Bagas.
"Tidak perlu Mas, saya menumpang sejenak istirahat di sini saja!" pinta Bagas duduk di teras bambu rumah sederhana Yoga kala itu.
Dalam tangis kesedihan. Bagas menceritakan semua kisah pilunya.
"Sabar yah!" ucap Yoga begitu simpatik. Ia bisa merasakan apa yang dirasakan Bagas.
"Mas Yoga tau tidak? Dimana bisa mencari pinjaman uang. Bagas ingin berangkat ke Jakarta dan menetap disana!"
Melihat kesedihan Bagas. Yoga masuk ke dalam rumahnya dan mengambil uang sebesar 1 juta rupiah.
"Pakailah ini!"
Bagas tertegun dan terbengong
"Serius? Bukannya kamu juga sedang kesulitan, Mas?" Tanya bengong Bagas.
"Alhamdulillah. Ada hasil panen kemarin. Tadinya Mas ingin mau buka tabungan, tapi tidak apa-apa, pakai saja dulu, nanti jika sudah ada, Bagas bisa kembalikan lagi," ucap lembut Yoga.
Mendengar kebaikan Yoga yang luar biasa. Bagas memeluk Yoga dengan airmata keharuan.
"Terima kasih Mas, Bagas berjanji, akan mengingat semua kebaikan mu."
***
Pertemuan yang mengharu biru kedua pemuda desa yang sukses.
"Mas Yogaaaa teriak Bagas ketika ingin sampai di meja pertemuan mereka!"
Kesibukan masing-masing membuat Keduanya sudah cukup lama tidak bertemu dan langsung berpelukan.
"Hahaha!" Tawa bahagia mereka.
"Baru pulang dari Thailand yah Mas?" tanya Bagas.
"Iyah, begitu lah! Hehehe!"
"Keren banget, Bagas benar-benar takjub dan sangat bangga dengan prestasi Mas Yoga di bidang pangan. Ternyata sudah mendunia." Puji bangga Bagas mengacungkan jempolnya.
"Hehehehe, ini semua juga berkat dukungan kamu, Gas!" ucap polos Yoga.
"Haduh, tapi ini keren-keren!" puji Bagas puas dengan hasil kerja Yoga.
Bagas menanamkan investasi modal kepada Yoga sebesar dua Milyar rupiah sebagai langkah awal kesuksesan Yoga. Bagas mengajak Yoga untuk merantau ke Jakarta setelah kesuksesannya.
Yoga merupakan investor dan konsultan di bidang pertanian khusus pangan seperti beras, singkong dan jagung. Baru-baru ini Yoga berhasil menciptakan sebuah program pangan terbaik sehingga menghasilkan panen berlimpah di berbagai wilayah pertanian Indonesia. Keberhasilan itu, mendapatkan penghargaan istimewa, berupa uang, beasiswa pendidikan dari kementerian pangan. Yoga juga mendapatkan undangan khusus dari pemerintah Thailand, Singapura, Malaysia dan Brunei Darussalam.
Bagas dan Yoga sedang membangun perusahaan swasta pangan yang didukung penuh oleh kementerian pangan Indonesia.
Dua pemuda Desa yang sukses setelah menerima hinaan keras dari Heru Susanto.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!