NovelToon NovelToon

Obsesi Sang Casanova

Part 1. Casanova Bermulut Manis

Kota Stockholm, Negara Swedia 2024

“Vy, jangan lupa kau sewa hotel President Suit untuk teman berkuda nanti malam!” tegas pria bernetra biru terang yang memancarkan aura dominan, dengan suara berat yang mampu membuat kaum wanita meleleh mendengar suaranya.

“ Baik Tuan, saya hubungi pihak hotel setelah ini,” jawab wanita bersurai coklat tua itu datar, seraya mencatat rangkuman dan jadwal sang bos di iPad.

“Wine juga harus ada, jangan sampai ketinggalan,” lanjut pria itu menjentikan jarinya, sambil menatap wanita yang selalu berwajah dingin dan entah mengapa itu sangat menjengkelkan menurutnya.

“Saya tidak akan lupa Tuan, kali ini teman berkuda anda bernama Sophia Lamer,” jelas Ivy Lionel, sekretaris yang terpaksa merangkap sebagai asisten pribadi seorang Ezra France, CEO dan putra salah satu Konglomerat ternama di negara ini. Wanita yang sudah bekerja selama dua tahun di perusahaan France ini, sudah hafal betul kelakuan bosnya yang sering bergonta-ganti pacar atau mereka menyebutnya Sang Cassanova.Dan yang dimaksud teman berkuda di sini yaitu teman berhubungan secara dewasa. Hal yang membuat Ivy heran, sosok Ezra bukanya malah dibenci tetapi semakin dipuja-puja oleh kaum wanita. Lebih tepatnya wanita bodoh, yang hanya berpikir tidak masalah memiliki perilaku brengsek asalkan wajah tampan dan rupawan. Sekali lagi harus tampan, dan semuanya akan aman. Ditambah lagi Ezra adalah keluarga konglomerat. Sungguh privilege yang tidak adil sekali.

“Tentu kau harus ingat wanita yang akan bermain kuda bersamaku,” Ezra menautkan alisnya menatap wanita berusia 27 tahun ini intens, apalagi setiap hari penampilannya yang selalu Old Money disaat jaman sekarang wanita berlomba-lomba untuk berpenampilan menawan dan sexy untuk menarik lawan jenis. Namun, sepertinya itu semua tidak berlaku untuk Ivy.

“Jam makan siang anda dengan nona Sophie, di restoran Italia sudah saya reservasikan barusan,” Ivy menatap datar Ezra seraya membenarkan kacamata beningnya.

Sedangkan Ezra masih menatap intens Ivy, dan pelan-pelan pria berbalut jas mahal abu-abu buatan Kiton K-50 seharga 5.284.656 kronor atau setara 800 juta rupiah itu berdiri dari tempat duduk kebesarannya, lalu menghampiri sekretarisnya hingga berdiri tepat di hadapan Ivy. Tinggi tubuh mereka jauh berbeda, sehingga Ivy terlihat seperti liliput jika berhadapan dengan Ezra yang memiliki tinggi 190 cm.

“Ada yang salah tuan?” tanya Ivy yang masih bersikap tenang.

“Apa kau memiliki kekasih?” entah kenapa Ezra tiba-tiba saja penasaran dengan kehidupan Ivy, setelah dua tahun bekerja bersama.

Ivy sendiri agak terkejut mendengar pertanyaan random sang bos, Apa dia baik\-baik saja? batinya menatap netra biru itu datar.

“Saya rasa, itu sebuah pertanyaan yang tidak etis tuan. Karena itu ranah pribadi saya,” jawab Ivy tenang yang tersirat nada tegas.

*Ezra menautkan alisnya, lalu smirk tipis terlihat di sudut bibirnya. “Apakah aku salah jika sedikit tahu tentang dirimu?” n*etra birunya masih menatap intens sosok wanita berbalut kemeja putih dirangkap knit sweater cardigan hitam yang dikancing rapih. Dan seperti biasa rambut cokelat panjang yang selalu dikuncir kuda.

“Anda tidak perlu mengetahui hal yang tidak penting tuan. Sebaiknya kita fokus untuk rapat dengan direksi nanti, setelah makan siang,” Ivy berujar dengan nada sarkas meskipun tatapannya selalu tenang. Mendadak dia tidak nyaman dengan situasi ini.

Bibir Ezra berkedut-kedut tampak merengut mendengar jawaban wanita ini. Satu hal yang Ezra ketahui tentang Ivy, ternyata sekretarisnya sangat tertutup dan itu membuatnya kesal. “Jangan memusingkan soal rapat, kau tahu jika aku selalu bisa diandalkan untuk kemajuan perusahaan ini Vy,” pria berambut cokelat itu berkata dengan jumawa. Faktanya, memang Ezra adalah sosok CEO yang memiliki kinerja mengelola yang bagus hingga menjadi, perusahaan yang sukses di masa seperti sekarang, meskipun pria itu memiliki kelakuan brengsek karena sering mempermainkan wanita.

“Saya tahu, jika kinerja anda menjadi pemimpin di sini tidak diragukan lagi Tuan. Namun, tiba-tiba saja anda menanyakan hal yang menurut saya tidak penting bagi anda yang harus memikirkan hal yang lebih penting,” sekali lagi Ivy sebisa mungkin menghindari pertanyaan tidak penting dari bosnya.

Ezra seakan tidak mau menyerah untuk mendesak Ivy, lalu ide jahilnya muncul untuk mengerjai Ivy. Tiba-tiba saja tangan besarnya, dengan kurang ajar membuka pelan kacamata Ivy, sehingga sukses membuat wanita itu terkejut.

“Tuan, apa yang anda-”

“Wow, aku baru tahu kau memiliki bola mata cokelat madu,” komentar Ezra mendekatkan wajahnya dengan sedikit menunduk, menatap lebih lekat Ivy hingga dia bisa mencium aroma manis vanilla dari tubuh Ivy. Wanita berkacamata itu, otomatis mundur lalu mengambil kacamatanya pelan dari tangan Ezra.

“Maaf tuan, anda tidak sopan. Dan ini sudah jam makan siang. Bukankah anda ada janji dengan nona Sophie,” ucap Ivy mencoba memberi peringatan kepada Ezra.

Pria berkumis tipis itu terkekeh melihat ekspresi tegang sekretarisnya, rupanya dia berhasil menjahili Ivy.

“Suruh Tobias menjemputnya di salon, dan untuk tagihannya jangan lupa bayarkan!” tukas Ezra menatap datar Ivy, lalu keluar meninggalkan ruangan.

Sedangkan Ivy hanya mengangguk pelan, merasa lega karena Ezra akhirnya keluar dari ruangannya.

***

Ezra menatap wanita bersurai merah bata dengan lipstik merah yang menghiasi bibir tebalnya dengan lekat. Sophia Lamer salah satu model pakaian dalam yang sedang naik daun saat ini. Ezra dan Sophia berkencan selama dua minggu, karena sejak pertama kali bertemu di paraga busana. Sophia selalu gencar mengejar Ezra, mulai dari rajin mendatangi Ezra di kantor, sampai setiap hari mengirimi pesan menggoda. Ezra sendiri tidak akan melewatkan kesempatan ini, dan inilah yang terjadi mereka akhirnya memutuskan untuk berkencan dan semua itu hanya untuk hiburan saja.

“Aku senang sekali Baby, kau memberiku tas Dior edisi terbatas,” ungkap Sophia dengan riang, menatap pria tampan yang menjadi idaman wanita. Dan Sophia sangat beruntung bisa berkencan dengan Ezra, ditambah lagi pria bernetra biru ini begitu loyal kepadanya. Rasanya seperti mendapat jackpot yang luar biasa.

“Kau pantas mendapatkannya Manis,” puji Ezra seraya memotong salmon panggang yang dia pesan di restaurant ini. Ezra tersenyum tipis, melihat wanita berbalut gaun ketat hitam tanpa lengan, hingga menunjukkan punggung mulusnya, bola padat yang sedikit mencuat dan pastinya itu tidak asli.

Lihatlah wanita ini, hanya dengan hadiah mewah dan kata-kata manis, dengan sendirinya mereka akan terus memujamu seakan kau adalah pusat dunia.

Sophia terkikik girang mendengar suara Ezra, lalu dia mengelus lengan Ezra menggoda. “Terima kasih baby, aku mencintaimu. Tidak sabar menghabiskan malam panas nanti denganmu,” kata Sophie dengan nada sensual.

Ezra mengusap bibirnya dengan jari. “Benarkah, aku juga tidak sabar merobek gaunmu, hanya untuk melihat keindahan di balik gaun manismu.”

Sophie tersipu malu mendengar mulut manis Ezra, dan jujur dia menyukainya. Tidak peduli reputasi Ezra seorang Casanova, namun ini adalah kesempatan emas Sophie untuk berkencan dengan Ezra apalagi sampai di tahap berhubungan lebih dalam.

Sedangkan Ezra hanya menatap wanita itu sambil tersenyum, karena begitu mudahnya terjerat mulut manis yang dia lontarkan sehingga rela memberikan kepuasaan biologisnya. Akan tetapi Ezra tiba-tiba saja dia teringat netra cokelat madu Ivy yang menatapnya dingin. Haruskah aku membuat wanita kuno itu jatuh cinta padaku?

----

Semoga suka

Note: Cerita hanya fiktif kecuali nama Negara dan merek sumbernya dari Google

Visual

Ezra France

Ivy Lionel

Sumber gambar: pinterest

Part 2. Tidur Denganku!

Gemericik air terdengar pelan di dalam kamar hotel, suara itu berasal dari kamar mandi karena sosok tinggi nan gagah sedang membasahi tubuhnya yang atletis nan keras. Membersihkan diri dari sisa-sisa bermain kuda semalam. Ezra mengusap tubuh kerasnya dengan tangan besarnya, tidak lupa membasahi rambut cokelatnya yang halus, menikmati pancuran air hangat sebelum dia meninggalkan hotel ini.

Setelah sepuluh menit mandi, pria bernetra biru terang itu langsung memakai kemeja putih seraya memandang wanita dengan menampakkan punggung mulusnya, yang masih tertidur pulas dengan dingin. Aroma wine bercampur mawar masih menguar di kamar ini, dan itu membuat Ezra sedikit pusing. Namun, pria itu masih bisa mengatasinya, karena itu dia ingin cepat-cepat pergi dari kamar ini.

Ezra kemudian mengecek pesan dari ponselnya, pasalnya setengah jam yang lalu dia menyuruh Ivy untuk menjemputnya ke hotel. Dan ternyata wanita kuno itu sudah sampai, dan sekarang dia menunggu di lobby hotel. Setelah memasang jam tangan mahalnya, Ezra meninggalkan Sophia begitu saja.

...***...

“Akhirnya kau datang Vy,” ucap Ezra menatap geli ekspresi datar sekretarisnya.

“Saya hanya menjalankan pekerjaan saya Tuan,” Ivy berkata dengan nada dingin, meskipun dia kesal dengan sikap semaunya Ezra, yang pagi-pagi pukul lima sudah mengirimnya pesan dengan menyuruh untuk menjemputnya di hotel. Masalahnya Ivy harus ke Mansion Ezra dulu untuk mengambil Rolls-Royce Boat Tail milik pria ini dulu, sebelum ke sini. Alhasil Ivy buru-buru bergegas, dan tentunya dia melewatkan sarapannya, karena ini masih pukul enam.

Ezra menatap lekat wanita yang memakai kemeja garis-garis itu, “Kau terlihat keberatan sepertinya.”

“Tidak Tuan, buktinya saya datang ke sini,” jawab Ivy cepat, sambil menyamai langkah Ezra menuju parkiran mobil.

“Oh, tentu saja kau harus menjemputku. Karena jika tidak kau akan mendapat hukuman Vy,” ancam Ezra menatap serius Ivy, lalu membukakan pintu mobil untuk Ivy.

“Tuan biar saya-”

“Masuklah, jangan banyak prote!” titah Ezra, menggerakan kepalanya.

Ivy bergeming sebentar, lalu akhirnya mematuhi perintah bosnya karena malas berdebat.

“Thank you, sudah menjemputku sebagai gantinya kita sarapan dulu,” tutur Ezra setelah menutup pintu kemudi.

“Tapi tuan, anda ada rapat dengan jajaran direksi pukul delapan,” jelas Ivy, mengingatkan Ezra ada rapat penting, karena sekarang waktu sudah berjalan sekitar sepuluh menit.

“Aku tahu Vy, itu masih satu jam lebih. Lagipula kenapa kau risau sekali Vy,” tukas Ezra sambil menyetir, dan fokus melihat arah jalanan yang tidak terlalu ramai.

Ivy menghela napas mendengar jawaban “Masalahnya ini mengen-”

“Aku paham Vy, tapi sebelum itu temani aku sarapan dulu!” sela Ezra dengan nada tidak mau dibantah.

“Baik Tuan. Saya juga membawa obat untuk pengar, barangkali Anda merasa pusing karena efek Wine yang kemarin,” Ivy mengalihkan pembicaraan, lalu menyodorkan botol kaca kecil ke arah Ezra.

Diam-diam Ezra sedikit terpaku dengan kepekaan Ivy, meskipun nantinya dia akan menjawab jika ini adalah bagian pekerjaan. Pun jika dilihat, Ezra menganggapnya perhatian.

“Bawa saja dulu, setelah sarapan aku akan minum,” jawab Ezra berdehem, sekilas dia melirik ekspresi Ivy yang terlihat serius, namun pembawaanya cukup tenang.

“Baiklah Tuan.” Ivy memasukkan botol tersebut ke dalam tas tentengan, lalu mengeluarkan iPad, karena butuh mengecek kegiatan Ezra hari ini.

“Setelah rapat Direksi, Anda akan makan siang dengan Tuan Steven,” jelas Ivy sembari membenarkan kacamatanya.

“Bisakah kita sarapan dulu, lagipula ini ini belum jam kerja Vy. Demi Tuhan bisakah jangan membahasnya dulu!” pekik Ezra dengan geraman. Sungguh wanita satu ini sangat mengesalkan.

“Saya hanya menjabarkan saja Tuan. Anda tidak perlu marah,” jawab Ivy datar, tidak peduli dengan reaksi Ezra yang tampak kesal. Toh dia hanya menjalankan pekerjaannya saja.

Ezra tidak mau berdebat lagi dengan wanita ini, sungguh terkadang Ivy punya cara ampuh untuk membuatnya malas untuk menjawab.

Setelah dua puluh menit perjalanan, akhirnya mereka sampai di tempat makan yang baru buka pukul tujuh, dan kebetulan tempat ini hanya sepuluh menit dari Gedung.

“Ayo, cepat turun,” ajak Ezra langsung turun dari mobilnya, diikuti Ivy yang berjalan di belakang pria itu.

Mereka berdua di sambut pelayan, dan Ezra memilih duduk di dekat jendela karena menurutnya di sini terlihat tenang dan privat.

“Sandwich tuna dengan roti gandum, dan satu cangkir kopi tanpa gula,” ujar Ezra kepada pelayan, lalu menyodorkan buku menu ke Ivy.

“Saya air mineral dan penekuk. Terima kasih,” lanjut Ivy seraya mengembalikan buku menu tersebut kepada pelayan.

“Terima kasih Tuan dan Nyonya,” ucap pelayan dengan nada sopan.

Selepas pelayan pergi tinggalah mereka berdua, dan dua pengunjung lainya karena masih terlalu pagi jadinya pengunjung juga sedikit.

Ezra menopang kedua tangannya di bawah dagu, lalu menatap Ivy lekat, mengamati ekspresi sekretarisnya dengan rasa penasaran. Entah kenapa ada rasa penasaran menggebu-gebu tentang Ivy.

“Kenapa kau selalu berekspresi dingin Vy?” pertanyaan random dari mulut Ezra membuat netra coklat Ivy menatapnya tanpa ekspresi.

“Ekspresi saya selalu begini Tuan,” jawab Ivy seadanya, karena bingung dengan pertanyaan dari Ezra yang tidak jelas.

“Hmm, benarkah?” Ezra masih menatap Ivy layaknya sebuah teka-teki yang harus diungkapkan.

Getaran ponsel Ezra membuat pria itu berdecak kesal, dan kekesalan itu bertambah ketika nama Sophia muncul di layar ponselnya. Ezra langsung menyerahkan ponselnya ke Ivy. “Angkat, dan bilang aku sedang sibuk!” perintah Ezra, tiba-tiba saja nadanya berubah dingin.

Ivy membulatkan matanya, karena terkejut mendengar perintah Ezra. “Tapi Tuan, ini nona Sophia?”

“Angkat Ivy Lionel. Jangan sampai tiga kali aku menyuruhmu,” geram Ezra menatap tajam Ivy, aura dominasi mulai menyelimuti situasi diantara mereka berdua.

Ivy sendiri lalu mengambil ponsel Ezra, dengan terpaksa dia menekan tombol hijau.

[Hello, baby…kau kemana?] rengek Sophia, suaranya serak karena habis bangun tidur, dia tidak terima Ezra meninggalkannya.

“Maaf Nona Sophia, Tuan Ezra sedang ada rapat,” jawab Ivy pelan, netra cokelatnya menatap Ezra yang terlihat tersenyum tipis.

[Apa!! kenapa jadi kau yang angka!”] omel Sophia tidak terima.

Ivy hanya menghela napas, karena sudah muak dengan para kekasih Ezra, yang ujung-ujungnya selalu mengajak ribut dengannya. “Ada yang ingin Anda sampaikan Nona?”

Ezra sendiri sedari tadi hanya mengamati ekspresi Ivy yang tetap tenang menghadapi wanita-wanita seperti Sophia. Sungguh membuat pria bernetra biru terang itu terperangah.

[Ck, menyebalkan! Suruh dia hubungi aku lagi!] ketus Sophia lalu panggilan terputus secara sepihak.

Ivy lalu menatap datar sang bos, seraya mengembalikan ponsel Ezra.

“Kerja bagus Vy, kau memang diandalkan,” puji Ezra tersenyum puas.

“Anda tidak sepatutnya bersikap seperti ini Tuan, bagaimanapun ini akan menyakiti Nona Sophie,” ujar Ivy tenang, meskipun ini bukan urusan pribadinya. Namun, dia benar-benar bosan dengan pria berkelakuan sampah seperti bosnya ini.

“Kenapa kau marah? Dengar Ivy, semua wanita akan tunduk hanya ketika pria punya banyak harta,” sarkas Ezra yang merasa jengkel dengan kalimat Ivy.

“Tidak semua wanita seperti itu Tuan. Banyak diantara mereka juga berfokus menuju jenjang pendidikan yang lebih tinggi, supaya bisa lebih mandiri ketika sudah berkarir,” jelas Ivy dengan pelan dan tetap memasang wajah datar nan tenang.

Jawaban Ivy membuat Ezra menautkan alisnya, entah kenapa dia merasa tersinggung. “Diantara mereka siapa maksudmu? Kau membicarakan dirimu?” Ezra bertanya retoris.

“Kau tahu kan, semua mantan- mantanku rata-rata seperti itu,” lanjut Ezra serak, dia semakin tertantang untuk memancing Ivy.

“Saya hanya berpendapat Tuan. Dan juga itu karena mindset Tuan tentang wanita semuanya seperti itu, akibatnya Tuan selalu mendapatkan apa yang Tuan pikirkan,” jelas Ivy sedikit panjang, meskipun ini memang bukan urusannya.

Ezra bergeming sesaat, netra birunya memperhatikan Ivy dengan serius.

“Jika memang seperti itu, coba kau tidur denganku,” ucapnya tiba-tiba sehingga membuat Ivy terkejut sekaligus mengepalkan tangan. Rasanya ingin membalikan meja makan ini, namun Ivy tetap berusaha tenang.

“Maaf Tuan, sayangnya Anda bukan sama sekali selera saya,” jawab Ivy membalas tatapan Ezra dengan dingin.

Sialan! maki Ezra dalam hati, karena mendengar jawaban Ivy yang diluar ekspetasinya.

----

Semoga suka.

Part 3. Kesal

Sepanjang rapat Direksi ekspresi Ezra bagai seorang pembunuh, yang siap menembak musuhnya karena dendam membara. Dingin dan tidak tersentuh. Sejak pengakuan Ivy mengenai dia bukan tipe wanita itu, sangat mengganggu dan menyentil ego Ezra. Dan sepertinya wanita itu harus diberi pelajaran, supaya dia tahu dengan siapa dia berhadapan. Rasa obsesi untuk membuat Ivy tergila-gila padanya semakin membara.

“Tuan Ezra apa Anda jelas dengan presentasi saya?” suara pria berwajah Asia campuran Jerman mendistraksinya.

Beberapa Dewan Direksi memperhatikan Ezra dengan serius, “Saya setuju dengan tempat pembangunan Mall baru, dan tentunya dengan biaya yang sudah dipertimbangkan,” jawab Ezra serius, menatap Carlen Lee yang merupakan COO perusahaan, yang bertanggung jawab mengenai semua administrasi perusahaan.

Carlen tersenyum tipis lalu mengangguk paham.

Sekilas Ezra melirik ke arah sang sekretaris yang duduk di paling ujung. Ekspresi wanita itu begitu tenang dan serius, seakan kalimat yang dilontarkan tadi pagi adalah hal yang tidak penting. Melihat bagaimana Ivy seperti itu, tentu saja membuat Ezra semakin kesal.

“Vy, sekali lagi jelaskan apa yang dibicarakan Carlen tadi!” titah Ezra dengan nada dominan, netra birunya menyalang ke arah Ivy.

“Hey, bukankah-”

Ucapan Carlen terhenti ketika tangan Ezra terangkat, yang artinya menyuruh pria itu diam.

Sedangkan Ivy yang terkejut dengan perintah mendadak Ezra, pun tidak biasanya bosnya itu menyuruhnya untuk menjelaskan presentasi tadi. Dengan sikap tenang Ivy lalu berdiri dan langsung saja dia menjelaskan apa saja yang dikatakan oleh Tuan Carlen mengenai pembangunan Mall terbaru di daerah kota nanti.

Sepanjang menjelaskan, Ezra sendiri sudah menduga jika Ivy pasti bisa melakukan presentasi dengan baik, menunjukan betapa kuatnya aura High Value yang dia tunjukan. Ezra juga baru menyadari akhir-akhir ini, jika Ivy memang sangat cerdas dan wanita yang tidak sembarangan.

“Seperti itu Tuan Ezra, untuk selengkapnya saya sudah mencatatnya dengan detail,” lanjut Ivy dengan nada sopan, dan tersirat suara tegas.

“Kerja bagus,” komentar Ezra lalu melihat jam yang melingkar di tangannya, ini sudah waktunya makan siang.

“Baiklah, sampai di sini dulu pembahasan kali ini,” lanjut Ezra lalu berdiri dari tempat duduknya dan keluar dari ruangan rapat.

Ezra keluar disusul Carlen yang berlari kecil menghampirinya. “Jarang sekali kau menyuruh Ivy menjelaskan rapat tadi,” papar Carlen menatap Ezra sekaligus teman dekatnya ketika mereka sama-sama di Universitas. Pun kedua orang tua mereka juga sangat dekat.

“Hanya ingin saja,” jawab Ezra sekenanya, dia terlalu malas menanggapi Carlen.

“Kau terlihat kesal sejak rapat dimulai, apa ada yang salah?” lanjut Carlen, masih penasaran dengan sikap Ezra yang terlihat terganggu akan sesuatu.

“Kenapa kau cerewet sekali! Keluar sana!” usir Ezra menatap Carlen jengkel, dia juga tidak ingin Carlen tahu alasan dia kesal.

“Ck, dasar sensitif. Ah, jangan lupa nanti ke Julio. Dia membuka bar baru di daerah Vasastaden. Jangan lupa,” Carlen sekedar mengingatkan acara malam ini.

“Hmm, kau kirim alamatnya saja,” jawab Ezra yang sudah duduk di kursinya sambil menatap Carlen.

“Okay,” ujar Carlen cepat, setelah itu dia keluar ruangan, dan bertepatan Ivy masuk ke ruangan Ezra. Wanita itu menunduk ke arah Carlen, lalu menatap Ezra.

“Tuan, sekarang jadwal Anda makan siang dengan Tuan Steve,” papar Ivy untuk mengingatkan Ezra untuk temu janji dengan Tuan Steve.

“Ikut aku makan siang,” perintah Ezra langsung, kemudian berdiri untuk keluar dari ruangannya.

Ivy mengangguk paham, “Restaurant yang dijanjikan yaitu Restaurant Jepang Tuan,” papar Ivy, yang masih mendekap erat iPad. Netra cokelat madunya tidak sengaja bersiborok dengan Ezra.

Ezra bergeming sebentar, menatap sekretarisnya yang masih terkesan dingin dan sedikit kosong. Sebenarnya, wanita ini normal apa tidak sih? Bagaimana pria setampan dan sehebat dirinya tidak membuatnya berselera?

“Suruh Tobias siap lima menit lagi, kali ini kita diantaranya,” putus Ezra, kemudian langsung melenggang keluar dari ruangannya.

Ivy sendiri langsung mengikuti Ezra dari belakang, seraya mengambil ponsel untuk menghubungi supir Ezra, supaya siap dalam lima menit.

Mereka berdua memasuki lift khusus petinggi-petinggi perusahaan, dan masih sama seperti tadi pagi. Rasa kesal Ezra masih ada, dan tiba-tiba saja terlintas di kepalanya untuk mengerjai Ivy. Pelan-pelan pria bertubuh tegap itu mendekati Ivy, sehingga membuat Ivy yang tadinya fokus melihat iPad langsung mundur pelan.

“Ada apa Tuan?” tanya Ivy datar, namun ekspresinya menyorotkan rasa terkejut.

Kekehan dari suara Ezra terdengar, “Kau tahu Vy, aku masih tidak percaya jika aku bukan tipemu,” ujarnya serak, menatap wajah Ivy yang terlihat manis dan natural dengan riasan seadanya, dan juga bibir sehat yang terpoles pelembab berwarna pink menggoda. Namun, Ezra memutuskan untuk pelan-pelan dulu karena pada umumnya wanita akan lari jika para pria mengejarnya secara brutal.

“Saya katakan lagi, jika Anda bukan tipe saya. Dan saya di sini hanya fokus bekerja dan bukan untuk menggoda atasan saya,” tegas Ivy lalu menegakkan dagunya, berani membalas tatapan netra biru itu dengan sorot dingin. Ivy harus lebih waspada lagi dengan pria seperti Ezra.

“Aku sangat tersinggung Vy, kau tahu sejauh ini belum ada yang menolakku,” balas Ezra berat nan mendayu, bibirnya tertarik tipis ke atas.

Ivy membenarkan kacamatanya, meski berada dalam kungkungan pria ini. “Itu bukan urusan saya Tuan. Anda berhak tersinggung jika kinerja pekerjaan saya tidak benar.”

Sedangkan Ezra semakin mendekatkan wajahnya, hingga hidung mancung mereka saling bersentuhan. “Kau harus bertanggung jawab Vy, karena aku tidak suka penolakan.”

Ivy pun tidak gentar untuk tetap memandang Ezra dingin, di balik kacamatanya. “Hentikan Tuan, sikap anda saat ini tidak etis. Lagipula itu hak saya untuk berpendapat, Anda tidak bisa memaksakan orang lain.” Ivy melirik ke arah angka Lift, dan Demi Tuhan kenapa sangat lambat.

“Lalu tipemu sendiri yang seperti apa? Pangeran berkuda yang selalu mengucapkan Aku mencintaimu my love seperti itu?” terka Ezra memundurkan tubuhnya sambil memperagakannya.

Ivy hanya menghela napas pendek. “Saya baru tahu jika anda sangat kekanak-kanakan Tuan,” sarkas Ivy masih dengan nada tenang.

Ezra melotot sambil berkacak pinggang mendengar penuturan Ivy. Netranya berkilat-kilat menahan amarah pada wanita ini. Namun, entah kenapa rasanya sulit untuk membuat Ivy tunduk padanya. Akan tetapi, menyerah bukanlah sikap Ezra, dia akan menuntaskan rasa penasaran dan obsesinya untuk membuat wanita ini jatuh hati padanya.

“Dan kau akan segera tahu seberapa, kekanakanya aku Vy,” ucap Ezra dengan nada sinis. Tidak lama kemudian pintu Lift terbuka, dan akhirnya mereka berdua keluar dari Lift dengan ekspresi sedikit canggung. Ezra sendiri berjanji pada dirinya, jika besok-besok dia tidak akan melepaskan Ivy.

Note: Vasastaden nama daerah di Stockholm

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!