Sudah hampir satu jam Jisya menunggu calon suaminya untuk melangsungkan ijab kabul, tapi pria itu belum juga datang.
Jisya sudah terlihat resah karena berpikir kemana perginya pria itu.
Sesekali terlihat Jisya melihat ke arah pintu utama. Akan tetapi hasilnya tetap nihil, karena sang kekasih belum juga ada tanda-tanda untuk datang.
"Jisya, mana calon suami mu itu? Kok dia belum datang juga?" Tanya Mama Sua.
"Mungkin sebentar lagi, Ma." Jawab Jisya menunduk.
"Sebentarnya itu sampai kapan coba? Sampai karatan? Yang benar saja! Ini sudah hampir lebih satu jam loh kita menunggunya!" Ketus Arini kakak nomor 1 Jisya.
Tap tap tap
Terdengar langkah seseorang berlari masuk ke dalam.
Terlihat Arya adik bungsu Jisya yang sedang mengatur nafas.
"Ada apa dengan mu, Arya?" Tanya Mama Sua.
Arya melihat ke arah kakaknya. "Kak Jisya, kata keluarga kak Malvin. Kak Malvin-nya pergi keluar negeri pukul 9 malam tadi, kak!" Ucap Arya membuat semua orang-orang di buat syok.
"Bagaimana bisa? Apa yang ada di otak pria itu. Jadi ini siapa yang mau menikahi Jisya coba!" Pekik Mama Sua memegang kepalanya yang terasa pusing sehingga membuatnya hampir saja pingsan.
"Bikin malu keluarga saja! Bagaimana ini Jisya!" Timpal Arini melihat Jisya seolah semua orang mulai menyalahkan gadis itu yang sedang duduk masih membeku mendengar calon suaminya malah kabur ke luar negeri saat detik-detik pernikahan mereka akan di langsungkan.
Bulir bening mulai berjatuhan dari kedua mata wanita cantik itu.
"Jisya! Bagaimana ini? Kalau sampai kau tidak jadi menikah hari ini, samua keluarga kita akan di permalukan, Jisya!" Ucap Papa Damar mulai marah karena ulah Daniel.
"J-Jisya juga tidak tahu, Pa..." Lirihnya terisak.
Saat semua orang sedang pusing memikirkan malu yang akan mereka tanggung jika sampai Jisya tidak jadi menikah. Tiba-tiba seorang pengusaha menawar kan diri untuk menikahi Jisya.
"Bagaimana kalau saya saja yang menggantikan posisi calon suami Jisya, Paman?" Kata pria itu tersenyum penuh arti. Pria itu juga salah satu tamu undangan.
Gampang bukan? Senang-senang dapat seorang wanita cantik tanpa modal pulak. Siapa yang tidak mau coba. Batin Ryan.
"Kalau begitu, mari kita langsung kan saja acara nikahnya yang sudah tertunda," kata Papa Damar dengan senang hati langsung menerima pria itu karena tahu jika pria yang menawarkan diri itu adalah seorang laki-laki yang kaya.
Jisya menggeleng keras, "T-tidak... Jisya tidak mau menikah dengannya, Pa. Jisya tidak mengenalinya..." Kata Jisya menolak langsung.
Kurang ajar wanita ini, cih!. batin Ryan geram karena wanita itu menolaknya mentah-mentah.
Sebenarnya Jisya tahu siapa pria itu. Karena sudah beberapa kali Jisya tidak sengaja bertemu dengan laki-laki itu yang sering di dampingi oleh wanita-wanita muda dan seksi. Tentu saja dia tidak ingin menikah dengan pria seperti itu.
"Jangan bercanda kamu, Jisya! Bukannya bersyukur ada yang mau tawarin untuk di nikahi. Tapi malah di tolak, lagi!" Arini sangat marah dan berpikir adiknya itu sangat bodoh.
Tetap menggeleng keras meski dia mendapat tatapan tajam dari keluarganya yang hadir.
"J-Jisya tetap tidak mau, Pa..." Kata wanita itu sembari berdiri dan menggeleng keras.
"Jisya!" Bentak Papa Damar.
"Biarkan saja dia Pa! Suruh saja dia mencari siapa yang mau menikahinya! Yang terpenting hari ini, dia harus menikah!" Ucap Mama Sua tiba-tiba berubah padahal sebelumnya dia sangat menyayangi putri nomor 3 nya itu.
"Benar kata, Mama. Dia itu terlalu keras kepala! Sekarang juga kamu cari sendiri, yang mana saja laki-laki yang mau menikahi mu, terserah! Kami tidak peduli!" Arini benar-benar tak bisa mengontrol diri melihat adiknya.
Jisya menunduk dan berjalan keluar dari rumah itu menghampiri seorang satpam yang menjaga di kompleks elite yang di tempati oleh keluarga Damar.
"Apa yang sedang di lakukan oleh wanita itu?" Bisik-bisik terdengar dari beberapa tamu undangan.
Jisya semakin dekat menghampiri seorang satpam muda.
"Maukah kau menikahi ku, untuk menutup aib keluarga ku?" Kata Jisya dengan pandangan memohon pada seorang satpam yang tampak datar dengan kaca mata putih selalu pria itu pakai beserta sebuah tapi berwarna hitam di kepalanya penampilan sehari-hari pria itu.
Pria itu tak langsung menjawab dan hanya memilih diam.
"Tolong aku... Aku tidak mau menikah dengan laki-laki yang berada di dalam sana itu.." Jisya benar-benar memohon pada satpam tersebut.
Wajah datar pria itu perlahan mengangguk menyetujui permintaan Jisya karena kasihan melihat tatapan matanya.
"Terima kasih." Kata Jisya membawa pria itu ke hadapan semua orang.
"Aku akan menikah dengannya." Kata Jisya membuat semua orang syok yang membuat Mama Sua hampir terjatuh saat melihat pilihan putrinya hanyalah seorang satpam yang jauh lebih berlipat-lipat kali ganda pria yang pertama ingin menikahinya.
"Jangan bercanda kamu, Jisya! Apa kau sadar kau ingin menikah dengan siapa! Lihat lah laki-laki itu! Dia hanya seorang satpam yang rendah dan berada di bawah kita! Lebih baik kau tidak usah menikah jika yang ingin kau jadikan suami hanya laki-laki rendahan seperti dia!" Bentak Damar tak terima jika putrinya ingin menikah dengan seorang laki-laki yang hanya berstatus satpam.
"Kalau kata Papa tidak usah menikah. Baiklah, aku tidak akan melangsungkan pernikahan untuk hari ini. Karena aku juga tidak ingin menikah dengan pria itu," jawab Jisya terdengar lirih tapi mengandung ketegasan di dalamnya.
"Kau! Berani kau, Jisya!" Damar mengangkat tangan ingin menampar putrinya.
Jisya langsung menutup kedua netranya ketika tangan sang Papa terangkat yang sebentar lagi akan mendarat di pipinya.
Tak!
Sebuah tangan kokoh menahan tangan Damar yang sedikit lagi mendarat di pipi putrinya.
Damar melihat pria yang berani menahan tangannya itu dengan mata menyala marah.
"Tidak baik memukuli seorang wanita. Apa lagi andya adalah orang tua dari gadis ini," terdengar suara bariton dari satpam yang jarang sekali berbicara itu dengan wajah datarnya menatap Damar.
Damar menarik tangannya seolah jijik dengan bekas sentuhan satpam di hadapannya sembari mengusap-usap tangan itu di bajunya.
Dia menatap pemuda di depannya dan berdecih. "Nikahkan anak durhaka ini dengan satpam miskin dan tidak tahu diri itu," ucap Damar dengan angkuhnya.
"Aku tidak setuju, Mas! Yang benar saja! Dia itu laki-laki miskin dan hanya seorang satpam! Jika dia sampai menikah dengan putri kita, lalu nanti mau di kasih makan apa putri kita, Mas!" Tolak Mama Sua tak terima dengan keputusan sang suami.
"Biarkan saja anak durhaka itu merasakan bagaimana hidup dengan laki-laki miskin yang susah seperti satpam itu!" Kata Damar membuang muka dari pria satpam tersebut.
,,,
"Ku terima nikah dan kawinnya Jisya Nidya binti Damar dengan mas kawin 200 ribu rupiah di bayar tunai!" Suara bariton pria itu bergema mengucapkan ijab kabul untuk menikahi seorang wanita permintaan sendiri dari pemilik badan.
"Bagaimana para saksi?"
"Sah"
"Sah"
Setelah itu keduanya saling berhadapan. Karena pria bernama Arga itu memang tidak punya persiapan pernikahan. Akhirnya pria itu tidak memberikan apa pun pada wanita yang baru saja menjadi istrinya itu, layaknya pernikahan yang biasa bertukar cincin.
"Risiko kalau mau nikah sama satpam yang memang dari kalangan bawah, iya gitu, tidak ada apa-apanya yang di berikan, hanya ada mas kawin sebesar 200 ribu, dasar adik bodoh! Senang-senang ada yang mau nikahi seorang pengusaha, tapi kau malah ingin menikah dengan sampah yang banyak di dapatkan di jalanan!" Sinis Arini pada adiknya.
Jisya hanya diam menunduk mendengar sindiran pedas dari sang kakak.
"Bodoh kok di pelihara! Ayo kita naik sayang. Di sini jadinya terasa seperti bau sampah! Karena ada sampah di sini, busuk!" Lanjut Arini mengajak suaminya untuk pulang.
"Dasar anak bodoh!" Damar juga mengumpati putrinya dengan mulut pedas dan merasa sangat malu pada tetamu undangan karena putrinya malah berakhir dan menikah dengan laki-laki dari kalangan bawah seperti Arga.
Seusai pernikahan para tetamu undangan juga semua izin pamit pulang. Arga juga ternyata pulang ke rumahnya tanpa mengeluarkan sepatah katapun pada istrinya dan juga semua keluarga istrinya yang sangat angkuh dan menghinanya habis-habisan di upacara pernikahan tadi.
*
Malam hari pun telah tiba.
Tok Tok Tok
Terdengar suara ketukan dari luar pintu rumah Arga.
Pria itu melangkah membuka pintu dan melihat siapa yang berada di depan pintu rumahnya.
"Apa yang kau lakukan disini?" tanya pria itu pada gadis di depannya dengan ekspresi biasa (datar).
Jisya meremas jemari tangannya dan berusaha membuang rasa malunya, "K-kau tidak ingin mengajak ku untuk masuk ke dalam?" Jisya menahan rasa malunya dan menunduk dari tatapan datar pria yang menatapnya itu.
"Masuklah." Kata pria itu mengajak wanita yang baru saja menjadi istrinya untuk masuk ke dalam rumah.
Kebetulan kompleks itu memang menyiapkan rumah untuk penjaga di sana agar memudahkan pekerjaan satpam dalam urusan pekerjaannya.
Jisya sudah berdiri di dalam depan pintu, tapi pria itu tak memanggilnya sama sekali untuk duduk.
"A-apa aku tidak di undang untuk duduk?" Tanya Jisya lagi bingung ingin berbuat apa. Karena ternyata kedatangannya kesana atas perintah dari Ibunya yang memarahinya karena sudah memilih laki-laki seorang satpam untuk menjadi suaminya.
Dan alasan Mama Sua melakukan itu, karena dia tahu putrinya belum pernah menjalani hidup susah selama gadis itu lahir ke dunia. Dan dia ingin membuat putrinya menyesal telah memilih menikah dengan seorang satpam.
Arga mengangkat padangan dan menatap ke arah Jisya yang membuat gadis itu menciut seketika melihat tatapan elang dari pria di depannya.
"Kau tahu apa status mu dalam rumah ini?" Tanya Arga terdengar mengerikan dengan wajah yang seperti tembok tidak ada senyum-senyumnya sedikit pun.
Jisya jadi gelagapan, "S-status ku, i-iya itu, i-istri kamu," jawabnya terbata-bata dengan senyuman tampak di paksakan.
"Lalu? Untuk apa kau bertanya dengan semua yang ingin kau lakukan? Lakukan saja semaumu. Itu hak seorang istri dalam rumah." Kata pria itu lagi.
Apa yang ingin aku lakukan di rumah ini? Ah, iya, rumah ini terlihat sangat rapih. Batin Jisya melihat laki-laki di depannya yang masih memakai kaca mata putih dan topi di kepalanya sama seperti saat pria itu berada di tempat kerja.
"A-apa Mas, sudah makan?" Tanya Jisya benar-benar gugup.
"Belum." Jawab pria itu singkat.
"Aku akan masak untuk kamu, sebentar ya." Wanita itu berjalan masuk ke dapur dan melihat tidak ada apa-apa di dapur dan hanya ada mee instant juga telur.
Gadis itu hanya memasak mee instant yang di berikan toping telur di atasnya.
"Aku hanya menemukan ini di dapur kamu." Katanya membawa makanan itu ke depan Arga.
"Cuma satu?" Tanya pria itu melirik nampan di tangan istrinya.
"I-iya, soalnya aku sudah makan di rumah tadi," jawabnya.
"Duduk," kata Arga meminta wanita itu untuk duduk di dekatnya.
"D-duduk?" Tanyanya melirik tepukan tangan Arga pada badan sofa yang di dudukinya.
Kebetulan rumah yang di siapkan untuk satpam itu semuanya sudah di lengkapi dengan alat-alat rumah lainnya, seperti sofa biasa, kasur, tempat masak dan lemari pakaian.
"Iya, duduk." Jawab pria itu lagi.
Jisya patuh dan mendudukkan dirinya di dekat Arga bersama nampan di tangannya.
"Ini makanan kamu," memberikan pada pria itu.
Arga mengambil dan memakan makanan itu.
"Di dapur kamu, semua makanan yang seperti itu. Apa makanan seperti itu sehat?" Tanya Jisya.
"Hm, tentu saja. Kau mau mencobanya?" Tanya Arga menyendok telur dan mee kemudian langsung menaruh di hadapan bibir Jisya.
Glek
Yang benar saja, sendok itu kan bekasnya. Jika aku menerima suapannya itu. Berarti sama saja aku berciuman dengannya secara tidak langsung. Batin Jisya.
"T--- Umpphh" suara Jisya terhenti saat Arga langsung saja menyuapinya.
"Bagaimana? Enak?" tanyanya.
Jisya mengunyah dan mulai mengangguk. "Enak banget..." ucapnya antusias.
"Habisi saja." Dia memberikan nampan itu pada istrinya yang langsung di ambil oleh Jisya dengan senang hati.
"Jisya!!!!!" terdengar teriakkan dari luar rumah Arga.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!