NovelToon NovelToon

Sang Dokter Cinta

bab 1 (Pertemuan)

 

Sheny Ardiansyah atau yang biasa di panggil Sheny adalah seorang mahasiswi yang sangat cerdas dan berprestasi, namun polos. Karena kepolosannya ia sering di manfaatkan oleh teman-temannya. Tiga kali menjalin hubungan namun sebatas di manfaatkan kepintarannya saja. Namun gadis berponi dan berambut sebahu serta berkacamata itu masih mengimpikan dapat menemukan pria Romantis layaknya di drama Korea.

Meskipun pada faktanya realita tak seindah di drama-drama Korea. Dan kehidupan realita nya justru berbanding terbalik.

 

   “Lihatlah si gadis berkacamata itu, rajin amet,” ledek teman-temannya.

    “Hahah betul, tapi meski pintar siapa yang mau temanan sama cewek cupu seperti dia,” sambung satunya.

  Di situ Sheny hanya diam, mencoba tak memedulikan apa yang mereka katakan. Hal itu sudah menjadi biasa bagi Sheny semenjak SMP karena memakai kacamata dan gaya rambutnya serta stylenya yang di anggap culun. Ia memang merasa sakit, namun ia mencoba sabar, karena ia tahu, tidak semua orang dapat menyukainya. Meski begitu siapa orang yang tak sakit hati, saat dirinya di kucilkan, di r*ndahkan dan di hina. Tapi satu hal yang pasti, hal yang utama bagi Sheny adalah bisa berkuliah, dan membiayai hidup Bunda dan adiknya.

Jam telah menunjukkan di mana waktu jam pelajaran akan di mulai. Mengingat ini adalah pelajaran Ekonomi yang Dosen nya lumayan galak, Sheny pun segera merapikan bukunya dan bergegas menuju kelas.

  Langkahnya mulai terhenti saat melihat tempat duduknya di pakai Jenny, Ketua geng yang cukup terkenal di kampus itu.

    “Kenapa loe liatin gue begitu?” sungut Jenny.

    “Ini kan tempat duduk aku,”

     “Tuh di depan, di tempat gue,” balas Jenny.

     “Udah duduk aja di tempat Jenny,” sambung Yerry teman si Jenny.

  Terlihat Ibu Melisa, Dosen mata pelajaran Ekonomi pun datang. Mau tak mau Sheny pun duduk di depan, meski ia sendiri tidak cukup pintar dalam mata pelajaran Ekonomi. Ia sebenarnya tidak begitu menyukai pelajaran ekonomi, hanya menurut Almarhum ayahnya, hal itu akan berguna untuknya kelak.

  Sheny yang biasanya duduk di bangku urutan ke empat dari depan, namun karena Jenny dan geng-geng nya, Sheny yang akhirnya duduk di depan. Ya bukan tanpa alasan selain galak, ibu Melisa sering menanyakan kepada mahasiswa-mahasiswi yang duduk di depan. Sehingga yang  biasanya, jika bukan Ibu Melisa, Jenny suka duduk depan agar dapat cari muka pada dosen kini memilih mundur. Dan betul saja Sheny menjadi korban yang sering di tanya, sedangkan Sheny sering mendapatkan Nilai C ketika Ekonomi, berbeda dengan pelajaran lainnya.

 

     “Sheny kamu harus meningkatkan nilai Ekonomi kamu, bukannya kamu ingin bisa dapat beasiswa?”

     “Baik Bu,”

     “Ibu lihat nilai mata pelajaran matematika kamu bagus, tapi kenapa Ekonomi tidak bisa naik?”

     “Saya akan meningkatkan kembali,”

      “Harus bukti, jika ingin mengajukan beasiswa kamu harus bisa.” ucap Ibu Melisa kemudian bergegas pergi dari kelas itu.

     “Jadi loe lagi usaha buat dapet beasiswa?” ledek Jenny seraya melangkah ke arah Sheny.

     “Kita kan tahu, Sheny itu pulang kuliah aja masih kerja.” Sambung Maria teman Yerry yang juga melangkah ke arah Sheny.

     “Kasian lah jangan di ejek, lebih baik kita bantu doa agar dia bisa dapat beasiswa,” Ucap Jenny dengan nada meledak.

Sheny pun tidak menghiraukan ucapan dari mahasiswi yang populer di kampus nya itu.

  Sepulang kuliah, ia pun lanjut bekerja sebagai pengantar bunga.

Dia memang seorang yang pekerja keras, karena ia tidak hanya membiayai kuliahnya melainkan ia juga biaya sekolah adik perempuannya juga sang ibu.

Setiap pulang kuliah dia akan bekerja di toko bunga.

Hingga suatu ketika Sheny mendapatkan pesanan untuk di antar ke sebuah rumah sakit sekaligus langganan di toko itu. Biasanya orang tersebut membeli langsung di toko, namun hari itu orang itu justru meminta untuk di antar.

   “Kamu harus kasih langsung ya sama Dokternya.” Pesan Ibu Merry pemilik toko bunga itu seraya menyerahkan bunganya pada Sheny.

    “Baik Bu,” Jawab Sheny.

Sheny pun mengantar bunga satu persatu dengan menggunakan motor toko. Hingga akhirnya ia pun sampai di sebuah rumah sakit.

Ia mencoba menanyakan ruangan Dokter Ha Yun Seckly ke salah satu suster di sana. Yaitu nama pemesan bunga tersebut.

   “Dokter Ha Yun tengah mengoperasi pasien, mungkin 1-2 jam lagi beliau akan selesai,” jelas sang suster.

   “Wah lama sekali,”

    “Ya Mbak,”

    “Terima kasih sus,” Ucap Sheny cengengesan.

Ia pun berpikir untuk mengantar pesanan lain, tapi di liat arah dengan rumah sakit ini cukup jauh, sehingga ia akan membutuhkan banyak waktu untuk balik ke rumah sakit ini lagi.

   “Aku tunggu saja kali ya?” Pikir Sheny.

Ia mencoba menunggu dokter itu mondar-mandir di rumah sakit itu hingga akhirnya ia tak sengaja bertabrakan dengan salah seorang di dokter di sana hingga bunga yang di pegang Sheny terjatuh. Segera Sheny juga dokter itu mengambil bunga itu secara bersamaan. Namun tangan Sheny lebih dulu meraih bunga itu.

   “Ah maaf,” Pinta dokter itu dengan wajah menyesal.

   “Tidak apa-apa kok,” balas Sheny.

   “Dok... Pasien ruang 59 tak sadarkan diri,” Ucap suster yang baru saja menghampiri dokter itu.

   “Baik, ayo kita ke sana.” Ucap sang Dokter.

 

   Dokter itu pun melangkah pergi namun kemudian berhenti dan membalikkan tubuhnya.

   “Sekali lagi saya minta maaf.” Ucap Dokter itu kemudian kembali melangkah pergi dengan cepat.

  Melihat jam di tangan telah menunjukkan lebih dari satu jam ia menunggu sang Dokter, namun ia belum juga bertemu Dokter Ha Yun, Sheny pun berniat pergi dari rumah sakit itu. Namun tiba-tiba seorang memanggilnya.

   “Mbak, tadi yang mencari Dokter Ha Yun?” Ucapan itu menghentikan langkah Sheny.

   “Ya.” Jawab Sheny saat membalikkan tubuhnya.

   “Dokter Ha Yun baru saja keluar dari ruang operasi,”

    “Terima kasih,”

    “Ya, mari saya antar ke ruangan Dokter Ha Yun.” Ucap seorang suster yang baik hati itu.

Sheny pun mengikuti langkah suster itu menuju ruangan Dokter Ha Yun.

  Terlihat seorang Dokter bertubuh tinggi tengah berbicara dengan seorang Ibu-ibu yang menangis juga seorang pria, yang mungkin pria di samping ibu-ibu itu adalah suaminya. Terlihat dokter itu meminta agar wanita paruh baya itu lebih tegar dengan mengatakan memang butuh kesabaran untuk kesembuhan dan pemulihannya. Di situ sang pria itu juga meminta ibu-ibu itu untuk tenang dan membawa wanita itu pergi.

   “Ayo!” ucap suster itu pada Sheny karena Sheny menghentikan langkahnya.

   “Iya.” Jawab Sheny kembali melanjutkan langkahnya mendekat ke ruangan Dokter Ha Yun.

   “Dokter ada yang mencari Dokter.” Ucap suster itu.

   “Maaf anda Dokter Ha Yun kan? Saya ingin mengantar bunga pesanan Dokter,” Ucap Sheny.

   Dokter Ha Yun melihat ke arah suster itu.

   “Saya permisi.” Ucap sang suster itu.

    “Sekali lagi terima kasih.” Ucap Sheny pada sang suster.

    “Sama-sama, saya ada kerjaan lain jadi saya harus pergi.” Balas suster itu kemudian pergi.

  Sheny pun melihat ke arah dokter Ha Yun. Kemudian Dokter itu berkata.

   “Mana bunga saya.” Pinta Dokter itu seraya menadahkan tangannya.

    “Ini.” Ucap Sheny menyodorkan bunga tersebut.

 Dokter Ha Yun pun mengambil bunga itu seraya mencium aroma bunga itu sambil melihat bunga itu dengan teliti.

   “Sepertinya ada beberapa kelopak bunga yang jatuh?” ujar sang Dokter dengan wajah sinis.

   “Wah tadi pas aku tabrakan sama dokter di rumah sakit ini ada sekitar tiga kelopak bunganya yang jatuh, tapi masak dia bisa tahu,” gumam Sheny dalam hati.

    “Saya tidak mau, saya mau yang baru.” Ucapan Dokter Ha Yun membuat netra Sheny membulat.

   “Apa?” tanya Sheny dengan wajah tak percaya.

   “Iya, bunga ini untuk wanita yang Special untuk saya, jika seperti ini saya tidak mau, pokoknya kamu harus ganti, kamu pasti kerja tidak benar, makanya bunganya seperti ini.” Ucap Dokter Ha Yun seraya menyodorkan kembali bunga itu pada Sheny.

   “Tidak bisa seperti itu, bunganya masih bagus kok, masak di balikin, kalau mau yang lain boleh, tapi ini harus bayar dulu,”

  “Mana mungkin saya mau bayar bunga yang seperti ini,”

   “Ini bunganya masih bagus, matamu saja yang katarak,”

   “Bukannya kamu yang katarak, kamu kan pakai kacamata,” sungut Dokter Ha Yun balik.

    “Pokoknya kamu harus ganti atau saya laporin sama Ibu Merry,” Ancam Dokter Ha Yun.

Sheny terdiam, Sheny ingat jika Dokter Ha Yun adalah langganan Special di tetap toko itu.

 Namun Sheny juga tidak mungkin mengganti bunga itu.

   “Habis uang aku nanti,” gumam Sheny dalam hatinya.

Tak ingin kehilangan pekerjaannya, Sheny pun mengiyakan permintaan Dokter yang bernama lengkap Ha Yun Seckly itu.

   Sheny pun melangkah pergi sambil memegang bunga itu kembali.

   “Hati-hati ya! Oh iya jangan lupa panjangkan sedikit kakimu,” ledek Dokter itu.

Sheny langsung terhenti dengan rasa yang kesal.

    “Bukan kaki saya yang pendek, Dokter saja yang tinggi, tinggi saya 159,” Balas Sheny saat membalikkan tubuhnya mendekat ke arah Dokter Ha Yun.

jangan lupa like dan komennya terima kasih

  

  

  

 

 

bab 2 (Sheny di marahi)

Saat itu Sheny merasa kesal, di sepanjang perjalanan ia memikirkan ucapan si Dokter bertubuh tinggi itu. Saat itu ia masih mengantar bunga ke pelanggan lain, barulah setelah itu ia membelikan bunga yang baru untuk Dokter yang memiliki nama lengkap Ha Yun Seckly itu dan mengantarnya kembali.

   “Saya kira kamu tidak akan mengantar bunganya,”

    “Kamu pikir saya akan pergi dari tanggung jawab?”

    Dokter Ha Yun tersenyum seraya berkata.

    “Saya pikir kamu hanya anak SMP,”

Mata Sheny langsung membulat saat mendengar ucapan Dokter itu.

   “Terima kasih ya!” ucap Dokter Ha Yun seraya langsung masuk ke ruangan nya dan menutup pintunya.

   “Dasar dokter nyebelin.” Gerutu Sheny sambil mengepalkan tangannya.

Sheny pun kembali ke toko bunga tempat Sheny bekerja. Ia masih membereskan beberapa bunga yang berada di luar. Saat jam delapan malam, barulah Sheny pulang. Namun ia tak langsung pulang, melainkan ia berziarah terlebih dahulu ke makam almarhum ayahnya. Ya sang ayah memang telah tiada, dan semenjak itulah ia harus banting tulang, entah mengapa ia pun tak mengerti semenjak sang ayah tiada sikap Ibunda nya justru berubah 180°. Ia tak lagi bersikap manis pada Sheny, tak lagi menyiapkan makanan untuk Sheny bahkan dirinya di perlakukan beda seolah ia anak tiri. Ia terkadang bertanya pada dirinya sendiri, apakah ia bukan anak kandung Ibu Sarita seperti Ariana. Bahkan secara Fisik Ariana jauh berbeda.

Sheny yang berada di makam menghapus air matanya karena tak ingin menampakkan kesedihannya pada sang Ayah.

   “Ayah! Ayah di sana baik-baik saja kan? Sheny di sini juga baik-baik saja kok.” Ucap Sheny sambil tersenyum dengan memegang batu nisan ayahnya setelah membaca surat Yasin.

   “Sheny pulang Yah.” Pamit Sheny kepada Almarhum ayah atau yang sering di sapa Chef Rian.

Saat telah sampai keluar makam, Sheny justru kembali bertemu dengan Dokter Ha Yun.

    “Kamu ngapain jalan malam-malam sendiri, tidak baik anak SMP jalan sendiri,”

     “Eh Dokter, saya ini sudah kuliah semester tiga, bukan anak SMP,”

    “Tapi badan kamu kecil, udah gitu gaya rambutmu seperti anak SMP, eh bukan SD.” Ledek Dokter Ha Yun.

     “Wah Dokter memang ngajak ribut ya... Eh Dokter, bukan tubuh aku yang kecil, tapi dokter yang jangkung.” Sungut Sheny dengan ekspresi sinis kemudian melangkah pergi meninggalkan Dokter Ha Yun.

Langkah Sheny terhenti saat tangan Dokter Ha Yun memegang lengannya.

    “Saya antar ya.” Tawar Dokter bertubuh tinggi dengan mata belo juga kulit putih berhidung mancung itu.

    “Saya bisa pulang sendiri.” Tolak Sheny seraya melepas pegangan Dokter Ha Yun.

 Dokter Ha Yun pun berkata sambil memelankan suaranya.

    “Tidak baik jika seorang wanita pulang sendirian,”

    “Apa jika saya pulang dengan Dokter, keselamatan saya terjamin, Dokter juga seorang pria, dan saya tidak kenal dengan Dokter, jadi bagaimana mungkin saya ikut dengan Dokter?”

    “Kamu itu bukan level saya, jadi saya tidak mungkin melakukan sesuatu hal aneh-aneh dengan kamu,”

    “Saya bisa pulang sendiri.” Tegas Sheny.

Tak berselang lama, ojek pesanan Sheny pun datang, Sheny memang jika terlalu malam dan tidak ada angkot, ia akan SMS dengan tukang ojek langganan nya agar menjemputnya di TPU, karena Sheny hanya punya ponsel jaman dulu, ia pun hanya bisa SMS dan tidak bisa memesan gojek seperti kebanyakan kehidupan sekarang.

    “Ojek saya sudah datang.” Sungut Sheny kemudian naik ke atas motor itu.

Di situ Dokter Ha Yun masih merasa khawatir akan Sheny, untuk itu ia mencoba mengikuti Sheny dari belakang dengan jarak yang sedikit jauh.

Sekitar lebih dari 20 menit Sheny pun sampai di rumahnya. Melihat Sheny yang telah sampai dengan selamat, Dokter Ha Yun pun langsung putar balik mobilnya untuk pulang.

Sheny sampai hampir jam sepuluh malam, hal itu membuat dirinya di marahi oleh Ibu Sarita.

   “Kenapa jam segini baru pulang?” tegur sang Ibunda.

   “Jangan marahi Kak Sheny gitu Bun,” Sambung Ariana.

    “Ini sudah hampir jam sepuluh, toko bunga mana yang buka sampai jam segini.” Gerutu Ibu Sarita.

    “Sebenarnya Sheny memang pulang jam delapan, tapi Sheny mampir ke makam ayah, jadi Sheny agak telat pulang,” Jelas Sheny.

    “Kamu tidak perlu sering ke makam Mas Rian, cukup bekerja dengan baik, Bunda juga sering ke sana kok, jadi kamu tidak perlu,”

Sheny hanya menangis dan berlari menuju kamarnya.

Ia terus bertanya, apakah sebegitu bencinya Bundanya kepada dirinya hanya karena sebuah kecelakaan yang sebenarnya ia juga tak ingin jika hal itu terjadi.

  Dari dalam kamar Sheny mendengar keributan antara Ibu Sarita dan Ariana, di mana Ariana meributkan akan sikap ibunya itu, namun Ibu Sarita meminta agar Ariana tidak selalu membela Sheny, karena menurut ibu Sarita Sheny tetap salah.

    “Harusnya kamu minta uang buat bayar uang ujian kamu.” Tegur Ibu Sarita.

    “Bagaimana Riri tega meminta sama Kak Sheny, sedangkan Bunda memarahi Kakak seperti itu, Kak Sheny juga harus bayar kuliahnya, jadi tidak mungkin Riri menambah beban Kak Sheny,” keluh Ariana.

    “Itu adalah tanggung jawab dia,”

    “Tanggung jawab? bukan Bunda hanya anggap Kak Sheny sebagai mesin pencari uang.” Kesal Ariana kemudian pergi masuk ke kamarnya.

   Mendengar itu Sheny merasa sedih, hasil kerjanya tidak seberapa, ia juga harus membayar kuliahnya dan semua keperluannya di bayar sendiri. Bahkan Ibu Sarita meminta separuh gaji Sheny sebagai ganti uang makan Sheny sehari-hari.

 Keesokan harinya, kala itu ia libur kuliah, sehingga ia bisa masuk kerja full, saat ia mengantar bunga ia mencoba melihat-lihat lowongan pekerjaan, yang gajinya lebih besar dari tempat ia bekerja sekarang namun ia tak kunjung menemukan nya. Ia sadar, jika hanya sebagai pengantar bunga, itu tidak akan cukup untuk biaya kuliah dan sekolah adiknya dan keperluannya.

   “Kamu kenapa?” tanya Wilda seorang karyawan di sana juga.

    “Tidak apa-apa kok,” Jawab Sheny dengan sedikit senyuman.

   “Kamu ada masalah?”

    “Tidak, ayo lanjut kerja saja.” Putus Sheny seraya menyibukkan diri menata bunga di sana.

Di sana ada berbagai jenis bunga, ada bunga untuk di tanam, ada bunga yang sudah di bingkai. Sehingga tentu toko lumayan ramai. Setelah berhari-hari Sheny pun tetap enggan menemukan pekerjaan, dan selama itu ia masih terus berusaha fokus pada pekerjaannya.

   “Sheny kenapa ya?” Ucap Ibu Merry pemilik toko bunga itu secara diam-diam memperhatikan Sheny.

   “Wilda kurang tahu Bu, tapi Wilda sekarang sering melihat Sheny lebih mengirit, mungkin dia banyak keperluan.” Jelas Wilda.

    “Oh begitu, sebenarnya teman Ibu cari seorang manager cafe minimal lulusan SMA tidak masalah, Sheny sangat pintar, tapi sayang Sheny masih kuliah, sedangkan di sana butuhnya yang Full time,”

 “Saya hanya lulusan SD” ujar Wilda tersenyum.

“Tapi memangnya Ibu mau kehilangan Sheny?” lanjut Wilda Kembali.

   “Dia anak yang baik, saya suka kerjanya, tapi dia tulang punggung keluarga, saya tidak masalah jika dia mendapatkan pekerjaan yang lebih baik dari pada di sini.” Terang Ibu Merry.

  Sebuah telepon masuk, segera Wilda mengangkat panggilan itu.

Ya ternyata panggilan itu dari restoran yang memesan bunga dari toko Ibu Merry itu.

Ibu Merry pun memerintahkan Sheny untuk mengantar pesanan bunga itu ke restoran.

  Segera Sheny pun mengantarkan bunga itu pada restoran yang memesannya. Saat sampai di restoran itu, Sheny mulai bertanya kepada salah satu Staff di sana.

   “Maaf di mana ya ruangan manager restoran ini?”

   “Oh kamu kurir pengantar bunga ya?”

  Sheny mengangguk.

   “Pak Dayat pesan jika ada tukang bunga langsung serahkan pada salah satu Staf, bunganya sudah bayarkan?”

   “Sudah.” Jawab Sheny.

  “Kalau begitu saya titip ke Mas saya saja.” Ucap Sheny sambil menyerahkan bunga itu pada sang Staf.

Sheny pun bergegas pulang, saat hendak menaiki motor itu, ia melihat sebuah kertas lowongan pekerjaan. Ia terus melihat kertas itu dan kembali turun dari motornya seraya melangkah ke arah brosur lowongan pekerjaan itu.

  Di butuhkan Chef tambahan dan harus bisa bekerja sama sesama dengan kedua chef lainnya.

  Melihat itu Sheny mengambil lamaran yang surat lamarannya yang mana sebelumnya ia sudah siapkan sehingga jika ada lowongan ia bisa langsung melamarnya.

   “Semoga ini di terima.” Ucap Sheny seraya melangkah masuk kembali ke dalam restoran untuk menemui sang manajer, namun justru Sheny di usir, bahkan manajer itu memaki Sheny bahwa seorang kurir bunga tidaklah pantas melamar sebagai Chef  di restoran yang besar seperti di sana. Di situ Sheny memohon agar di beri kesempatan untuk membuktikan jika ia bisa memasak.

 

 

bab 3 (pengujian Sheny)

Manager restoran itu tak percaya akan kemampuan Sheny, di tambah dia hanya seorang pengantar bunga yang bahkan penampilannya seperti anak culun dan anak di bawah umur. Hal itu tentu membuat sang manajer langsung menolak Sheny.

Namun Sheny terus memohon kepada sang manajer restoran itu agar memberi Sheny izin untuk membuktikan kemampuan memasaknya.

“Tapi izinkan saya membuktikan kemampuan saya dulu, saya janji, tidak akan mengecewakan bapak,” pinta Sheny dengan ekspresi memohon.

Manager itu pun merasa kasihan karena Sheny memohon-mohon, meski ia sendiri tak yakin melihat tampang Sheny yang terlihat polos dan lugu, namun akhirnya ia pun luluh.

“Ok lah, sekarang kamu coba masak salah satu menu di restoran ini.” Perintah sang manager.

Gadis berambut di atas sebahu, dengan poni setengah dahi serta berkacamata itu mulai menunjukkan keahliannya dalam memasak. Siapa sangka gadis yang terlihat polos ternyata cukup mahir memasak.

Melihat bagaimana cara Sheny memasak, Manajer itu justru merasa kagum dan level Sheny terlihat beda. Namun bagaimana pun sang manajer harus mencoba masakannya terlebih dahulu.

“Coba Pak.” Ucap Sheny seraya menyodorkan piring yang berisi masakannya.

Manager itu pun mengambil sendok dan memasukkan sesuap dari masakan Sheny. Saat ia mulai mengunyah makanan itu mata sang manager pun langsung membulat.

“Kenapa Pak? apa masakannya tidak enak?” tanya Sheny penasaran penuh dengan rasa takut.

Manager itu pun tersenyum.

“Masakan kamu benar-benar enak.”

Sheny tersenyum.

“Apa saya di terima?”

“Besok kamu boleh bekerja, karena kamu masih kuliah kamu boleh bekerja sesuai waktu luang kamu, sebenarnya saya tidak pernah menerima mahasiswi, tapi masakan kamu enak, jadi saya terima kamu,”

“Terima kasih Pak.” Ucap Sheny seraya mencium punggung tangan bapak manager itu.

Bakat Sheny tak luput dari ajaran Sang ayah, Sheny ia adalah seorang putri dari chef terkenal, bahkan saat kecil ia hidup penuh berkecukupan namun kejadian tragis hingga kepergian sang ayah membuat hidupnya berubah drastis.

Tapi Sheny adalah gadis yang pantang menyerah saat Ibu Sarita mengatakan akan berhenti membiayai sekolahnya, ia pun bekerja keras agar dapat membayar sekolahnya, hingga ia pun lulus sekolah dan kini tengah kuliah meski setelah lulus sekolah ia tidak langsung kuliah karena mengumpulkan uang terlebih dahulu.

Sepulang dari restoran itu, Sheny merasa degdegan untuk memberi tahu Ibu Merry jika dirinya ingin resign apalagi dengan waktu dadakan begitu. Namun ketakutan Sheny berbanding terbalik dengan respons ibu Merry yang mana ia justru mendukung keputusan Sheny. Karena menurut Ibu Merry itu adalah kesempatan yang bagus untuk Sheny memulai Karier dan tentu gajinya akan lebih besar di sana di banding dengan gaji yang di berikan Ibu Merry. Sheny benar-benar sangat bersyukur melihat respons Ibu Merry. Ia bahkan berterima kasih atas semua apa yang di berikan Ibu Merry selama ini.

“Kamu tunggu dulu ya!” pinta Ibu Merry seraya bergegas ke dalam toko.

Tak berselang lama, Ibu Merry kembali keluar dengan memberinya sebuah amplop berwarna coklat. Sheny pun mengambil amplop itu.

“Apa ini Bu?” Tanya Sheny saat membuka amplop itu.

“Gaji kamu bulan ini.”

“Tapi ini terlalu banyak, Sheny kan belum sebulan penuh bulan ini,”

“Tidak apa, anggap saja bonus Ohh iya seringlah berkunjung kesini, dan jika ada yang menyakitimu di sana, kembalilah kesini,”

Mendengar itu tentu Sheny merasa terharu.

Sheny juga berpamitan dengan Wilda dan Aini, teman kerja mereka, selama bekerja di sana mereka juga sangat baik kepada Sheny, seakan ia dapat menemukan kehangatan saat bersama mereka.

Sesampai di rumah ia pun segera pergi menuju kamarnya untuk istirahat, kala itu Sheny memang pulang lebih cepat dari biasanya.

“Sheny, bantu Ibu melipat baju.” Panggil Ibu Sarita.

“Ya Bu.” Jawab Sheny seraya bergegas keluar kamar.

Ibu Sarita bekerja sebagai tukang cuci. Meski ia hanya mencuci dengan tangan namun masih banyak orang yang memakai jasa nya karena hasilnya yang bersih. Namun Ibu Sarita memang hanya menerima pakaian yang ringan. Jika selimut atau kain yang besar atau pun tebal, ia memang mengatakan tidak sanggup dan takut jika hasilnya tidak memuaskan.

“Bagaimana kuliah kamu?” tanya Ibu Sarita dengan nada sinis.

“Alhamdulillah baik Bun,”

“Bagaimana uang untuk bayar ujian adik kamu sudah ada?” tanya Ibu Sarita kembali.

“InsyaAllah segera.” Jawab Sheny.

“Baguslah.” Ujar Ibu Sarita sambil melipat.

Keesokan harinya.

Masih dalam keadaan libur, Sheny masih ada di rumah untuk bantu-bantu sang Ibu, hal itu tentu membuat Ibu Sarita bertanya karena toko bunga Ibu Merry biasanya buka jam delapan pagi, namun hingga jam delapan lewat Sheny tak kunjung berangkat.

“Kenapa kamu belum berangkat?

“Hari ini Sheny masuk jam sepuluh, Sheny pindah kerja,”

“Kerja apa?”

“Chef.”

Jawaban Sheny pun langsung membuat Ibu Sarita Shock.

“Apa tidak ada pekerjaan lain, mengapa kamu memilih profesi seperti ayah kamu?”

“Bun, Bunda kan tahu Sheny sangat menyukai memasak, dan ini sebagai pembuktian apa yang pernah di ajari oleh Ayah,”

“Terserah kamu.” Sungut Ibu Sarita.

Terlihat jika Ibu Sarita tidak begitu suka jika Sheny bekerja sebagai Chef, meski nanti gaji Sheny lebih besar.

Jam telah menunjukkan pukul sembilan lebih, Sheny sudah siap-siap berangkat ke restoran. Sesampainya di sana, Sheny pun langsung ke dapur, sang manajer pun memberi tahu apa saja yang harus di masak. Waktu teramai di restoran itu adalah di saat siang untuk jam istirahat kerja serta malam sekitar jam delapan.

Sheny pun langsung paham apa yang di jelaskan sang manager.

Mereka pun mulai mengerjakan pekerjaan mereka masing-masing, hingga dua orang pelayan di restoran itu rebutan untuk pergi ke sebuah meja makan tamu yang biasa setiap siang datang ke sana.

“Gue yang akan layanin Mas ganteng itu.”

“Gue.” Balasnya sambil mend0rong balik teman nya itu.

“Apaan sih kalian, biar gue aja.” Sambung salah satu pelayan pria itu.

“Tapi,” Keluh keduanya.

“Ingat dia itu sahabat dari Mas Alan, kalau Mas Alan tahu, kalian akan di marahi.” Tegur pelayan pria itu.

Karena sudah tidak tahan akan ker!butan yang di lakukan dua Staf wanita itu, pelayan pria itu segera melayani tamu itu.

“Mas Ha Yun mau pesen apa?”

“Pesen makanan seperti biasanya ya!”

“Minum nya?”

“Citrus Squash saja,”

“Baik Mas.”

“Oh ya! Alan tidak kesini hari ini?”

“Mas Alan liburan.”

“Oh Ya sudah,”

Pelayan itu pun ke dapur untuk menyiapkan makanan yang di pesan Ha Yun.

“Pantes di telepon tidak di angkat.” Gumam Ha Yun.

Tak berselang lama, pesanan Ha Yun pun tiba. Ia pun mulai memakan makanan yang ia pesan. Namun ia justru merasa aneh dengan makanan yang ia makan.

“Kenapa rasanya beda dari biasanya?” Keluh Ha Yun pada dirinya sendiri.

Ia kembali memakan makanan itu, ia terus memakan itu secara perlahan, agar bisa lebih merasakan bagaimana rasanya.

“Kenapa ini seperti masakan Chef Rian, kenapa terasa sama, kentalnya, bumbu-bumbunya?” Tanya Ha Yun bingung.

Ha Yun masih terus tertegun, memang ada buku tentang resep-resep yang sering di pakai Chef Rian, namun rasanya itu masih cukup jauh, namun kali ini seakan mempunyai kemiripan yang sama hampir 100% sehingga hal itu membuat Ha Yun bertanya-tanya akan hal itu.

“Tapi kenapa baru hari ini rasanya yang mirip ya?” tanya Ha Yun kembali masih dengan perasaan bingung.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!