NovelToon NovelToon

Problematika Cinta

1. A Sweet Start or Not

Suara ketukan yang berasal dari pintu membuat tidur seorang pria terganggu. Pria itu mengernyitkan keningnya sebelum membuka matanya dengan kesal. Dia segera bangun dan mengubah posisinya menjadi terduduk.

Selimut yang awalnya menutupi badannya kini terbuka dan memperlihatkan tubuh sixpacknya.

“Dasar, orang-orang gila yang terlalu bersemangat.”

Dia adalah Killian Cornor, putra mahkota dari keluarga Cornor. Pria itu baru saja pulang dari luar negeri tadi malam jadi banyak pelayan yang tengah sibuk mempersiapkan hidangan sarapan spesial untuk dirinya.

“Usaha pelayan untuk membangunkanku memang sangat luar biasa.”

Killian pun langsung memakai bajunya dan membuka pintu dan terlihat Ronan Hash serta salah satu pelayan tengah berdiri di depan pintu kamarnya.

“Ada apa?”

“Tuan Muda, Tuan memanggil anda untuk datang ke ruang kerja.”

“Hm, aku akan bersiap.”

Tak lama berselang, Killian sudah rapi dengan bajunya. Pria itu dengan santai berjalan menuju ruang kerja ayahnya. Tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu, Killian langsung ke dalam.

“Ada apa ayah memanggilku? Apa ada hal yang penting sampai aku dipanggil sepagi ini?”

Killian langsung membuka percakapan dan berjalan lambat melintasi sebuah lampu gantung dan berakhir berdiri di depan ayahnya.

Kaiser Cornor menghembuskan asap rokoknya ke udara, mengambil bungkus rokok dan melemparnya ke arah Killian. Killian menyambut bungkus rokok itu. Dia duduk lalu mengeluarkan sebatang dan menyulutnya dengan pematik di tangan ayahnya.

“Tentang Amora, apakah kamu masih belum melupakannya?”

Killian menghentikan gerakan tangannya dari menjentikkan abu rokok, menggigit uung rokoknya. Dia menangkap pandangan tajam ayahnya.

“Cobalah melupakan Amora.”

Amora merupakan putri tertua dari keluarga Lannister yang cantik jelita. Wanita yang pernah menjadi rebutan semua pria.

Menurut kabar yang beredar, Amora adalah cinta pertama Killian. Mereka pernah bertunangan dan hampir menikah. Namun sayangnya, saat acara itu berlangsung. Amora memilih kabur dengan pacarnya.

Wanita yang mencampakkan Putra Mahkota keluarga Cornor akan kembali.

Killian mengisap rokoknya dalam-dalam dan mematikannya. Tidak ada yang tahu isi hati Killian yang sebenarnya. Tidak ada yang tahu kedalaman dari hati manusia, mereka hanya tahu dari permukannya saja.

“Aku sudah melupakannya.”

Sejenak Kaiser terdiam. Pria itu melakukan hal yang sama dengan Killian. Mengisap rokoknya dalam-dalam menghembuskan asapnya sebelum mematikan batang rokoknya. Pria itu menatap manik mata putranya. Ada kedalaman yang tak bisa diukur dari manik mata tenang itu.

“Ibumu cemas dan aku juga. Usiamu sudah 32 tahun seharusnya kamu sudah menemukan seseorang yang bisa kamu bawa ke sini tapi sampai sekarang masih belum ada tanda-tanda itu. Ibumu berencana untuk memperkenalkanmu dengan seseorang gadis cantik.”

Tiba-tiba Killian tertawa. “Aku rasa itu tidaklah buruk.”

Kali ini wajah Kaiser menghangat saat putranya tidak menolak tawaran darinya.

Setelah keluar dari ruang kerja ayahnya, Killian memasuki ruang makan. Di sana sudah ada ibunya dengan Ana Huang yang sibuk hilir mudik meletakkan menun sarapan di meja panjang itu bersama seorang pelayan.

Killian mengambil duduknya dan tak berapa lama berselang Kaiser datang dan duduk. Mereka pun sarapan dengan nyaman.

“Setelah ini ikut ayah ke kantor. Tapi sebelumnya pergilah ke hotel Cornor untuk inspeksi mendadak.”

Killian menjawab dengan cepat. “Baik.”

Di tempat lain, seorang wanita tengah berdiri di pinggir jalan menunggu sebuah bis datang. Wanita itu berdiri di sana dengan membawa koper dan tas kecil yang berada di bahunya. Sesekali dia menghembuskan napasnya panjang seolah sedang berpikir.

“Ibu, maafkan aku. Aku pergi dengan hanya meninggalkan sutar. Itu benar-benar tindkan yang tidak pantas dilakukan seorang anak. Hanya saja, aku benar-benar tidak bisa menerima perjodohan itu. Aku ingin menikah dengan pria yang aku cintai. Ibu pasti mengerti.”

“Nona, kamu tidak mau naik!!”

Sebuah teriakkan berhasil membuat wanita itu terlonjak kaget.

“Tidak! Aku akan naik.” Seru wanita itu.

Wanita itu langsung mengambil langkah pertamanya. Untuk pertama kalinya, dia akan pergi untuk berpetualang.

“Aeris, cintailah takdirmu!! Takdirku adalah milikku.”

Dengan penuh percaya diri Aeris duduk di salah satu kursi penumpang. Awalnya dia penuh dengan tekad namun lama-kelamaan dia khawatir dengan apa yang akan terjadi dengannya ke depannya.

Aeris terus saja memegangi kepalanya. Dia merasa pusing dan mual. Apakah ini efek dari berdesakan karena bis mulai ramai.

“Rasanya mataku berkunang-kunang.”

Aeris keluar dengan sempoyongan. Dengan sekuat tenaga dia menarik kopernya. Berhenti di bawah pohon, Aeris berdiri di sana sambil mengamati lingkungan sekitar.

“Aku harus mencari tempat tinggal lalu mencari pekerjaan.”

Setelah mencari di internet, Aeris menemukan hotel yang dia cari. Semua fasilitasnya sudah lengkap di sana. Tak mau membuang waktunya, Aeris segera menghentikan taksi dan menuju ke hotel tersebut.

Tak berselang lama, Aeris sudah berada di depan hotel. Dia terpesona dengan kemegahan hotel tersebut. Aeris perlahan memasuki lobi tersebut.

“Kenapa banyak staf berkerumun di sini? Apakah mereka menyambut semua orang yang akan menginap di sini dengan cara spesial seperti ini”

Semua staf terlihat kelabakan dan seakan menyambut dirinya. Belum sempat Aeris ingin tersenyum karena penyambutan yang luar biasa ini. Suara lantang dari manajer hotel langsung membuat Aeris bingung.

“Nona, minggir dulu. Semuanya dimohon untuk minggir dulu.”

Aeris tampak kebingungan namun dia tetap melakukan apa yang diperintahkan. Saat dia mendongak. Aeris melihat beberapa orang berjas hitam masuk ke dalam hotel tersebut. Dan staf langsung menyambut mereka.

Aeris menunduk saat beberapa pria itu melewatinya namun Aeris segera milirik pada salah satu pria.

“Jadi kita disuruh menunggu hanya karena orang itu,” ucap salah satu pria parubaya yang berada di samping Aeris.

“Dia bicara dengan keras pasti dia mendengarnya,” gumam Aeris.

Pria yang tak lain dan tak bukan adalah Killian itu langsung menoleh dan menatap wajah pria parubaya dengan tatapan tajam.

Meskipun tatapan itu bukan ditujukan pada Aeris namun Aeris dapat merasakan aura yang begitu sadis dan dia ikut menunduk. Namun saat rasa penasaran itu muncul, Aeris pun mencuri pandang dan yang dilihat berikutnya adalah Killian tersenyum tipis.

Aeris langsung terpesona dengan senyuman tipis tersebut.

“Dia benar-benar pria yang baik. Dia membalasnya dengan senyuman. Kira-kira dia siapa? Apakah dia pemilik hotel ini? Ah, bukan saatnya aku memikirkannya. Aku harus segera check ini.”

...…....

Waktu seakan cepat berputar. Matahari yang tadinya tampak kini sudah tergantikan oleh indahnya rembulan dan bintang yang menghiasi langit hitam. Keluarga Cornor sedang mengadakan pesta untuk penyambutan Killian.

Tampak semua orang yang hadir merupakan rekan bisnis keluarga Cornor. Semua orang berlomba-lomba memperkenalkan putri mereka pada keluarga Cornor namun Killian sama sekali tidak tertarik dengan pesta tersebut.

“Aku tidak mengerti jalan pikiranmu kak?”

Suara dari sang adik Killian menggema mengenai indra pendengaran Killian.

“Ayah dan ibu bilang bahwa Amora akan datang. Apa kakak masih tidak mengerti arti semua ini?”

“Entahlah. Pesta kali ini akan menjadi pesta yang buruk.”

2. Fight Or Leave

Denting minuman dan percakapan para tamu serta tawa wanita mengisi ruangan itu berbaur dengan musik. Killian merasa tidak cocok di ruangan luas yang mewah itu dan mencari-cari keberadaan temannya.

Killian meraih gelas koktail dan menyesap pelan minuman itu. Lidahnya mengenai minuman itu. Kakinya kemudian menjauhi ruangan. Tak sengaja dia mendengar namanya dipanggil. Dia menoleh dan mendapati seorang pria tengah memberi isyarat agar ke arahnya.

“Killian!! Sebelah sini.”

Killian dua temannya berada di balkon lalu pria itu berjalan dengan gagahnya menuju ke sana. Killian langsung melihat dua orang yang sangat bertolak belakang. Satunya terlihat senang yang satunya terlihat murung.

“Dia kenapa?” Tanya Killian sambil melirik Lucas.

“Ah, itu karena dia ditipu. Dia berinvestasi di perusahaan asing dan ternyata investasi bodong,” jelas Izek.”

“Investasi?”

“Ya, terima kasih karena kamu sudah menyelamatkanku dari bujukan manis investasi bodong.”

“Ah, investasi itu.”

“Berkat dirimu aku selamat. Aku juga mendapatkan keundungan besar dari investasi diperusahaan yang kamu rekomendasikan itu. Kamu sangat mengagumkan dalam hal mengatur uang. Apakah kamu tidak bosan menguasainya sendiri.”

“Sudah hentikan! Dasar manusia-manusia tidak peka. Temanmu ini sedang kesusahan dan kalian sedang memamerkan kesuksesan kalian,” keluh Lucas.

“Itu kesalahanmu sendiri,” ucap Izek.

“Korbannya ada banyak. Bagaimanapun caranya, kamu harus membantuku menangkap orang itu, Lian…!”

“Aku baru saja sampai ke sini dan kamu memerintahku,” ucap Killian.

Tanpa sadar pria itu menatap taman di bawah dan sekelebat wajah cantik itu tiba-tiba muncul di benaknya. Killian masih mengingat betul wajah cantik itu.

“Aku akan pergi,” ucap Killian lalu membalikkan tubuhnya.

Tiba-tiba langkah Killian terhenti pada satu sosok yang berdiri anggun di depannya. Sosok itu dirangkul oleh pria saat diperkenalkan pada orang-orang.

“Dan ini adalah istriku,” ucap Alaric.

Amora mengedarkan pandang, mata indahnya berkelanan ke pejuru ruangan dan berhenti pada satu titik tak jauh dari tempat dia berdiri. Tangannya yang memegang kaki gelas tampak menguat saat ada tatapan yang tajam menuju ke arahnya.

Amora mengetahui tatapan itu. Itu adalah tatapan yang sama. Amora merasa bahwa sekitarnya menjadi hilang dan tatapannya hanya bisa terpaku pada Killian yang sedang berdiri kaku di sana tanpa ada pergerakan sama sekali.

Pada akhirnya sebuah genggaman menyadarkan Killian. Killian terpakasa mengalihkan perhatiannya. Kini ibunya sudah berdiri di sampingnya. Maliah menatap tajam Killian dan tanpa berkata apa pun.

Killian tahu bahwa ibunya mengerti isi hatinya. Maliah tidak akan membiarkan Killian mendekati Amora, hal itu terpancar jelas dari sepasang mata Maliah.

Tak lama kemudian suara pemandu acara terdengar lalu tibalah suara lantang sang ayahnya yang beridi tak jauh dari mereka terdengar. Pria itu mengacungkan tinggi gelas sampanyenya, maju selangkah dari kelompok undangan dan bersiap memberi sambutan inti acara.

Killian menatap Kaiser dan ayahnya itu memang menatapnya. Kaiser mengacungkan gelasnya ke arah Killian dan Killian mengangkat gelasnya. Dia langsung meneguk isinya dalam satu kali tegukan lalu manatap kembali pasangan suami istri.

Killian melirik Izek dan rekan-rekannya yang lain sudah duduk di meja besar mereka dengan makanan mewah yang terhidang di depan mereka.

“Ayo, Killian!” Maliah tidak sabar memperkenalkan putranya dengan Alaric Theron.

Killian menghembuskan napasnya. Dia tidak bisa pergi, satu-satunya cara adalah memenuinya dan terlihat baik-baik saja.

Amora menekan perasaannya ketika melihat Killian dan Nyonya Maliah yang bergabung bersama mereka. Amora harus menahan gejolak hatinya saat beradu tatap dengan Killian. Amora tidak bisa memalingkan wajahnya dari tubuh tegap Killian. Dia bisa bisa melihat dada lebar yang tercetak di balik kemeja yang bersembunyi di balik jas.

...…....

Hari ini seharusnya berjalan lancar. Aeris menikmati mini tour keliling kota. Melihat-lihat gedung-gedung yang tinggi dan kendaraan yang berlalu lalang. Aeris juga pergi ke taman kota yang terkenal serta pergi ke kota tua yang masih mempertahankan nilai tradisionalnya.

Aeris berhenti di alun-alun kota karena kelelahan. Dia duduk sambil memperhatikan orang-orang yang sibuk dengan urusannya. Alun-alun kota yang besar dipenuhi orang-orang.

Saat Aeris hendak berdiri, tiba-tiba pandangannya terpaku pada sosok yang tengah memandanginya dari jauh. Inikah akhirnya?

Aeris berbalik pelan, matanya yang tidak folkus mencari dalam kepanikan, mencoba untuk menemukan tempat di mana ia bisa menyembunyikan diri dari ayah dan juga pengawal tersebut.

...…...

Kuda besi Killian terpacu dengan kecepatan di atas rata-rata. Ia memperbaiki helmnya yang menutupi kepalanya, hanya menyisakan mata itu pun tertutup oleh kaca helm. Motor hitam dengan suara gahar membelah jalanan.

Killian melirik ke samping, melihat bagaimana lawan-lawannya mulai tertinggal sangat jauh. Seharusnya saat ini, dia sedang menjamu tamu kehormatan ayahnya yang datang berkunjung. Tapi keinginan untuk melepaskan hormon endorphinnya terlalu mendesaknya.

Killian memutar gasnya dan motor Killian melesat lebih cepat. Killian tahu tidak akan butuh waktu lama sebelum lawan-lawannya menyadari ia sudah menghilang, mungkin saat ini mereka bahkan sudah menyarah.

Killian menggeleng pelan.

Sebuah gedung sudah mulai terlihat. Killian mempercepat laju motornya. Pria itu mengenal setiap tempat itu, tahu semua sudut-sudutnya. Tak ada bagian yang terlepas dari penulusurannya selama bertahun-tahun.

Killian langsung memarkirkan kuda besinya di sebuah halaman yang luas. Pria itu lantas turun dan membuka helmnya serta sarung tangan. Berjalan perlahan dengan gagahnya.

Rupanya di sebuah ruang sudah ada Izek dan Lucas.

“Bagaimana dengan balapan motor kali ini?” Tanya Lucas.

“Yah, itu sudah ketebak. Killian lah yang menang. Bagaimanapun aku tidak pernah melihat dia kalah,” ucap Izek.

“Ngomong-ngomong. Bukankah kamu tidak tertarik dengan bapalan motor itu, Lian? Kenapa masih juga balapan?”

“Aku memang tidak tertarik pada balapan motor, meski begitu sesekali bukan masalah untuk memacu adrenalinm,” ucap Killian.

“Ah iya, kemarin ada seorang pencuri yang sangat cantik tertangkap oleh keluarga Lannister,” ucap Lucas.

Killian langsung memperhatikan Lucas. Dari tatapannya yang dingin, dia tampak tak tertarik namun dalam hatinya dia sangat tertarik.

“Lannister?”

“Pencuri? Memang ada pencuri yang cantik?”

“Pokoknya aku yakin, dia pencuri di keluarga Lannister karena aku melihatnya masuk ke kediaman Lannister sambil diseret oleh pengawal mereka.”

“Apakah Keluarga Lannister sudah kembali ke kota?”

“Ah, beberapa hari yang lalu ayahku melihat keluarga Lannister kembali. Mungkin itu sebabnya Amora juga kembali.”

Izek langsung menyenggol lengan Lucas agar tidak membahas Amora di depan Killian. Izek langsung memperhatikan ekpresi Killian namun tidak ada perubahan ekspresi dari Killian.

“Ah benar, apakah kamu menguntit pencuri cantik itu?” Tanya Izek mencoba mengalihkan topiknya kembali tentang pencuri cantik yang dimaksud Lucas.

“Aku tidak menguntitnya kok! Kebetulan aku melihatnya tersesat di jalan jadi aku langsung mengajaknya bicara karena dia begitu cantik, dia begitu murni dan polos. Tapi dia kabur karena terkejut sehingga aku tidak sempat menanyakan namanya.”

“Kamu pasti memasang wajah mesum. Pantas saja dia terkejut.”

“Apa katamu???” Terika Lucas tidak terima.

“Setidaknya kamu harus setampan Killian dulu kalau ingin direspons dengan baik.”

“Tapi ibuku bilang aku yang paling tampan!!!” Terika Lucas.

“Iya deh..”

Killian langsung berdiri dari duduknya membuat dua manusia yang tadinya bertengkar kini terdiam.

“Aku pergi dulu.”

3. Anxiety

Aeris berjalan mengikuti langkah kaki ayahnya. Matanya secara terang-terangan melirik rumah yang besar di depannya. Dalam hatinya dia bertanya-tanya, siapa si pemilik rumah tersebut. Aeris yang sejak kecil tinggal di kota kecil hanya bisa merasa takjub.

“Antar Aeris ke kamarnya,” ucap sang ayah.

Dua pengawal di sisi kanan dan kiri Aeris langsung mengantar Aeris di sebuah ruangan yang dinamakan kamar.

“Kamar ini besar sekali,” ucap Aeris.

Aeris berjalan di tengah kamar lalu mengintari kamarnya guna untuk menelisik setiap sudutnya. Aeris melirik sekilas bayangannya yang terpantul di jendela kaca yang terpasang di sisi kanan kamarnya.

“Ini benar-benar cantik tapi apakah aku dikurung di sini selamanya?”

Dengan kening berkerut tidak suka, Aeris mengempaskan punggungnya di ranjang.

“Nona!”

Pintu tiba-tiba terbuka dengan suara memanggil namanya membuat Aeris terkejut. Aeris langsung terbangun dan menoleh ke arah pintu.

“Nona, ini saya bawakan teh. Apakah nona mau meminumnya sekarang?”

“Ah, Rose???!!!! Kamu ada di sini?”

“Ya, semenjak nona melarikan diri. Saya juga ikut serta mencari nona.”

Aeris memikirkan sesuatu. Ibunya Rose dan Rose sudah sejak lama bekerja di keluarganya mungkin dia mengetahui sedikit sesuatu tentang rumah ini.

“Rose, ayo kita minum bersama,” ucap Aeris sambil tersenyum.

“Ah, baiklah.”

Rose menuangkan teko yang berisi teh di cangkir Aeris, dia juga menuangkannya untuk dirinya sendiri.

Rose tiba-tiba melihat ke arah Aeris. Wanita itu begitu kagum dengan kebaikan Aeris, tidak banyak majikan yang memperbolehkan seorang pelayan minum teh bersama layaknya sebagai teman.

Aeris bahkan sama sekali tidak terlihat sebagai anak bangsawan kaya. Penampilannya sangat sederhana seperti gadis desan meskipun begitu, Aeris mempunyai kecantikan yang luar biasa.

“Rose!!”

Rose yang baru saja menyeruput tehnya langsung tersedak karena panggilan Aeris yang tiba-tiba.

“Uhuk..uhukk..uhukkk.”

“Apakah kamu baik-baik saja?” Tanya Aeris.

“Iya nona, saya tidak apa-apa.”

“Ah, iya Rose. Aku ingin bertanya.”

“Nona ingin bertanya apa?”

“Kamu dan ibumu sudah lama bekerja di keluargaku jadi kamu pasti tahu sedikit tentang keluargaku. Aku yang dibesarkan di kota kecil bersama nenek sejak kecil sama sekali tidak tahu tentang kota besar ini.”

“JIka nona tidak tahu tentang kota besar ini, kenapa nona kabur ke sini?”

“Aku hanya ingin menghindari perjodohan menyebalkan itu! Ayah datang dari kota lalu tiba-tiba memaksaku menikah dengan orang yang tak aku kenal. Siapa yang tidak marah dan ingin melarikan diri? Tapi itu bukan poinnya sekarang. Yang ingin aku tanyakan, siapa pemilik rumah ini?”

Rose tampak terkejut mendengar pertanyaan Aeris.

“Nona, benar-benar tidak tahu”

Aeris langsung menggeleng pelan.

“Ya ampun!” Rose langsung salah satu tangannya di kepalanya sambil menggeleng. “Nona ini adalah kediaman ayah nona sendiri. Tuan Asher Lannister.”

“Apa? Apakah ayahku sekaya itu?” Kejut Aeris.

“Saya paham betul jika nona tidak tahu apa-apa karena nona tinggal bersama nenek nona di kota kecil. Ah iya nona, apa nona ingin jalan-jalan?”

“Hm jalan-jalan?”

“Nona pasti masih merasa asing dengan kota ini jadi saya akan mengantarkan nona ke berbagai tempat yang bagus.”

“Aku sudah jalan-jalan sendirian kemarin lagi pula ayah tidak akan membiarkanku pergi,” ucap Aeris lesu.

Rose yang tadinya semangat ikut merasa lesu.

“Tapi jika tidak ketahuan itu tidak akan menjadi masalah,” ucap Aeris sambil tersenyum.

“Nona!!!!”

...…....

Aeris dan juga Rose benar-benar keluar rumah secara diam-diam. Palarian kali ini berhasil. Mereka menelusuri tempat-tempat terkenal dan ikonik. Seperti taman yang selalu ramai dengan orang-orang.

“Nona sudah melihat air mancur ini kan?”

“Iya, ah indahnya.”

“Ah, iya nona sebelah sana adalah hotel yang paling terkenal. Aku dengar dari pengawal, nona ditemukan di sana sedang menginap?” Tanya Rose.

“Ya, harusnya aku menginap di motel saja agar ayah tidak bisa menemukanku.”

Aeris memandang hotel tempatnya menginap. Lalu matanya mengamati sebuah mobil mewah yang berhenti di depan hotel tersebut. Pintu dibuka oleh seorang penjaga. Sebuah sepatu kulit langsung tampak terlihat.

Lalu sosok pria tampan memakai setelan jas langsung membuat kedua pupilnya membesar. Aeris sama sekali tertarik dengan pria itu sampai-sampai dia tidak memperhatikan Rose yang sedari tadi berceloteh mengenai kafe terkenal yang sering dikunjungi oleh anak-anak muda.

“Pria itu…pria yang waktu itu kan?”

Rose yang curiga Aeris tidak menyahutinya langsung terkejut melihat perhatian Aeris. Wanita itu langsung membuat benteng pertahanan dengan tubuhnya sendiri. Kedua tangannya dia rentangkan guna untuk menutupi garis pandang Aeris pada pria itu.

“Tidak boleh!!!”

“Rose???”

“Benar nona, saya tahu memang enak dipandang. Saya sangat memahami perasaan nona.”

Wajah Aeris kontan merah padam hingga ke akar rambut. Sambil bergumam tak jelas, Aeris terpaksa mengikuti langkah kaki Rose yang mendorongnya jauh dari tempat itu.

“Nona tidak boleh! Pokoknya kalau pria itu sama sekali tidak boleh. Bahkan nona tidak boleh meliriknya?”

“Apa pria itu sangat jahat?” Tanya Aeris.

“Bukan cuma jahat saja. Dia itu psikopat. Jika nona dekat-dekat dengannya nona akan mati.”

...…....

“Aku tidak mau ikut!!”

“Aeris, kamu harus ikut ke pesta itu. Sekarang kamu sudah berada di kota, ayah akan memperkenalkanmu sebagai putri Lannister!!” Ucap Asher, ayah Aeris.

“Tapi ayah, aku tidak pernah ikut ke pesta. Di sana pasti banyak orang-orang, aku tidak suka dengan keramaian.” Aeris mengatakannya sambil menunduk. Dia takut akan ada banyak pasang mata yang melihatnya dan itu membuatnya tidak nyaman.

“Tenang saja Aeris, ibu akan berada di sampingmu.” Elodie menggenggam tangan putrinya untuk memberikan kepercayaan dan ketenangan.

“Ibu….”

Elodie tersenyum dan itu sukses membuat hati Aeris yang semula gelisah menjadi lebih tenang.

Gaun yang disiapkan oleh ibunya benar-benar pas dan cocok untuk Aeris. Aeris begitu canti dalam balutan gaun putih berenda. Kecantikan alami yang dia tonjolkan membuatnya lebih elegan dan terlihat mewah.

Dalam perjalalanan Aeris merasa gelisah. Kegelisahannya semakin meninggi dan keinginan untuk kabur semakin terasa. Namun sepertinya sudah terlambat saat sang sopir menghentikan laju mobil mereka.

“Kita sudah sampai Tuan.”

Aeris mengikuti kedua orang tuanya. Saat pintu terbuka, Elodir melirik putrinya yang terlihat gemetar.

“Tidak apa-apa Aeris,” ucap Elodie.

Semua orang seakan teroana melihat kecantikan Aeris.

“Wah, dia sangat cantik.”

“Apakah dia putri dari keluarga Lannister?”

“Tapi bukankah putrinya kabur saat pernikahan.”

“Aku mendengr yang kabur adalah putri tertuanya dan kabar yang beredar keluarga Lannister mencoretnya dari keluarga.”

“Aeris, ayah dan ibu akan bertemu dengan rekan kerja. Kamu bersenang-senanglah,” ucap Elodie.

“Tapi ibu…”

Aeris melihat kedua orang tuanya sudah menghilang dari balik kerumanan. Aeris ingin mengikutinya namun kakinya tiba-tiba terpaku. Napasnya mulai sesak, badannya mulai keringat dingin, tubuhnya lemas.

Aeris memgalami anxiety disorder. Anxiety disoder adalah gangguan mental yang menyebabkan rasa cemas dan takut berlebih.

“Aku tidak bisa bernapas?” Gumam Aeris.

“Kenapa dia? Kenapa dia tiba-tiba diam begitu?”

Aeris ketakutan.

Pintu tiba-tiba dibuka menampilkan sosok Killian.

“Ada apa dengan wanita ini?”

Killian menelisik setiap tubuh Aeris dan dia mendapatkan sesuatu yang tidak beres. Tubuh wanita itu gemetar, terhuyung dan sempoyongan.

Killian langsung menangkap tubuh Aeris sebelum tubuh itu benar-benar terjatuh.

Dalam dekapannya Killian bisa merasakan tubuh Aeris yang gemeter dan napasnya tersenggal.

“Kamu tidak bisa bernapas dengan normal..”

Melihat Killian sedang memeluk seorang wanita, membuat orang yang di sana ramai-ramai berbisik.

“Bernapaslah dengan pelan-pelan,” ucap Killian berbisik.

Aeris pun mengikuti perintah Killian. Dia bernapas dengan pelan-pelan.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!