NovelToon NovelToon

Hot Ceo & Istri Introvert

Chapter 1

“Ya Tuhan, El. Kapan kamu mau bawa calon suami ke rumah. Lihat itu, teman-temanmu sudah pada gendong anak semua. Kamu jomblo terus dari lahir!” omel Ibu Elena. 

Berulang kali ia menasehati anaknya untuk segera menikah. Jangan sampai suatu saat nanti ketika ia dipanggil Sang Pencipta. Putrinya hanya hidup sebatang kara. 

Elena hanya mendengarkan omelan ibunya dengan sabar. Ia sudah terbiasa dengan kata-kata mutiara yang selalu dilontarkan wanita cantik itu. Tidak lain dan tidak jauh dari persoalan pernikahan. 

Ibunya selalu mengeluh dan menasehati dirinya tentang topik itu. Memang itu adalah suatu hal yang wajar. Sebagai orang tua yang memiliki anak gadis berusia seperempat abad. Pasti ada rasa kekhawatiran di hatinya. Melihat anaknya belum berumah tangga. 

Elena mengerti tentang posisi ibunya. Sebagai single parent, itu bukanlah hal yang mudah. Akan tetapi, di sini masalahnya ada dalam diri Elena sendiri. Banyak ketakutan yang ia simpan dengan rapat sendirian. 

“Sabarlah, Bu. Cari calon suami itu gak boleh langsung asal comot. Kalau dapat yang jelek dan busuk gimana coba? Rugi dong anak Ibu yang cantik dan manis ini,” kilah Elena. 

Hanya jawaban seperti itu yang selalu ia berikan. Mencoba terus tersenyum dan bahagia di depan ibunya, agar tidak menjadi beban pikiran orang tersayangnya itu. 

Ibu Elena yang bernama Yuliana itu hanya memutar bola matanya. Sudah jenuh dan malas dengan jawaban sang putri. Padahal ia sangat ingin melihat anaknya itu menikah dan mempunyai anak. 

Meja makan selalu ramai dengan perdebatan keduannya. Demi menghindari syair lagu yang lebih panjang. Elena segera menghabiskan sarapan paginya. Ia sudah malas jika ibunya tetap memberikan ultimatum yang sama. Lebih baik ia segera berangkat bekerja. Takutnya nanti terjebak macet. 

Maklum, selain kota yang panas. Jakarta juga terkenal dengan banjir dan traffic jam nya. Oh satu lagi, jangan lupakan polusi udaranya yang sudah sangat parah. 

“Berangkat dulu ya, Bu. Doakan pekerjaan Elena hari ini lancar. Ibu juga hati-hati kalau mau ke toko,” pesan Elena. 

Walaupun hanya hidup berdua. Ibu Elena bukan hanya berperan sebagai ibu rumah tangga saja. Ia mempunyai toko bunga yang cukup ramai, sebagai tempat untuk mencari nafkah dan mencukupi semua kebutuhan hidup mereka selama ini. 

Tanpa membuang waktu lama. Elena berpamitan ke ibunya dan segera berangkat bekerja. “Ayo, Blacky! Kita pergi sekarang.”

Elena masuk ke dalam mobil Brio kesayangannya. Memacunya membelah padatnya arus lalu lintas kota Jakarta.

*

*

Avalon Group adalah salah satu perusahaan terbesar di kota Jakarta. Sudah 3 tahun lamanya Elena bekerja di sini sebagai seorang Akuntan berkat kecerdasan yang dimilikinya. Seleksi masuk yang sulit dan ketat membuat Elena bangga bisa diterima di perusahaan ini. 

Setelah memarkirkan mobilnya. Elena berjalan santai menuju ruang kerjanya yang ada di lantai dua. Sesampainya di ruangan. Ia disambut hangat oleh Naya--Sahabatnya. Dalam divisinya berisi tujuh orang, termasuk dirinya. 

“El … El, lo tau gak? Ada gosip hangat loh pagi ini. Dengerin gue ya, besok pagi kita bakalan kedatangan CEO baru. Berdasarkan informasi yang gue dapat. CEO baru kita ini sudah matang umurnya dan jebolan luar negeri. Lo mau antri daftar gak?” serunya dengan heboh. 

Elena menggelengkan kepalanya. Sahabat satunya ini selain suka bergosip juga sangat cerewet. Berbeda sekali dengan dirinya yang lebih suka diam dan berbicara seperlunya saja, tapi berbeda lagi jika sudah mengenal dan merasa nyaman. 

Sambil mendengarkan ocehan Naya. Elena duduk di kursi yang ada di meja kerjanya. Bersiap memulai kesibukan yang menguras pikiran dengan bergelut bersama rentetan angka. 

“Ish … ish … ish. Gue, ‘kan sudah berusaha mencarikan pasangan bibit unggul buat lo yang jomblo, El. Masa tetap gak mau sih? Mau, ya?” bujuk Naya. Ia ingin melihat sahabatnya itu menjalin kasih dengan seorang pria. 

Elena menghela napas lelah. Inilah yang selalu tidak ia sukai. Setiap berkumpul selalu ada saja orang yang dijodohkan dengannya. Apa salahnya sih di usia segini masih jomblo? 

Kenapa orang-orang pada ribet dan mengasihani kalau tahu wanita belum menikah di usia 25 tahun. Bukankah lebih baik mengurus masalah hidupnya sendiri daripada mengurusi hidup orang lain? 

Apa mereka pikir nikah itu hanya bermodalkan cinta? Bahkan mental dan finansial pun dikesampingkan. 

“Buat lo aja deh, Nay. Lagian kalau sudah matang bukannya tuwir ya? Kalau lo tertarik ya ambil aja. Kita sama-sama jomblo jika lo lupa,” putus Elena. Ia sudah lelah mendengar pertanyaan yang sama dari orang yang berbeda. 

Setelah mengobrol sebentar. Mereka mulai serius dengan pekerjaan masing-masing. 

*

*

Seorang wanita paruh baya yang masih terlihat cantik di usia tuanya, sedang berbicara lewat telepon dengan sang putra. 

“Kamu sudah sampai mana, Son?” tanya mommy Darian yang bernama Bella. 

“Merindukanku, hmm?” goda Darian tanpa menjawab pertanyaan mommynya. 

Bella menahan rasa kesalnya. Anaknya itu selalu membalas pertanyaan dengan satu buah pertanyaan lagi. Sudah berpisah selama 5 tahun sama sekali tidak ada pengaruhnya untuk anak laki-lakinya itu. 

Darian lebih memilih untuk mengurus perusahaan cabang keluarganya yang ada di Amerika. Ia yang sejak kecil menyukai tantangan lebih suka berjalan mandiri dengan mengandalkan kemampuannya. 

Obrolan mereka berlangsung sekitar sepuluh menit saja. Setelah mengetahui keberadaan sang putra yang sebentar lagi akan sampai. Mommy Bella menyiapkan berbagai hidangan makanan kesukaan Darian untuk makan siang mereka. 

Demi menyambut kedatangan sang putra. Mommy Bella meminta suami dan ayah mertuanya untuk tetap standby di rumah. 

“Sayang, anak kita cuman pulang. Kenapa aku gak boleh berangkat kerja, sih? Padahal nanti malam juga bakalan ketemu. Jangan lebay deh!” gerutu Adrian. 

Istrinya ini selalu memanjakan Darian. Bahkan, ketika mereka menjalani LDR pun, sang istri akan menanyakan keadaan putranya bisa sampai sehari tiga kali. Seperti mengingatkan orang sakit untuk meminum obatnya. 

“Daddy ga suka? Keberatan, hem? Ia darah daging kamu sendiri loh. Hargai sedikit, dong kedatangannya!” sarkas mommy Bella. 

Huft

“Sudahlah, percuma berdebat. Daripada nanti malam gak dikasih jatah, ehem … ehem,” batin daddy Darian. 

“Diamlah, Adrian! Papa pusing kalau mendengar istrimu mengomel,” bisik kakek William. 

“Iya, Pa. Ia mirip burung pipit kalau sedang mengomel. Entah dari mana aku dulu menemukannya,” kekeh Adrian mengingat perilaku ajaib istrinya. 

Chapter 2

Sebuah mobil Audi hitam berhenti di pelataran mansion. Dua orang lelaki tampan ke luar dari dalam mobil. 

Mereka adalah Darian Mahesa Avalon dan asistennya yang bernama Alvino Narendra. 

Kacamata hitam bertengger manis di hidung mancung Darian. Rahang tegas dan badan proporsional menambah kesan dewasa dan manly. Definisi pria matang memang cocok disematkan untuk Darian. 

Keduanya berjalan menuju pintu mansion yang terbuka. Memasuki istana megah itu dengan langkah tegas dan wajah yang begitu dingin tak tersentuh. 

Darian melihat semua anggota keluarganya sedang duduk di ruang tamu. Mereka seperti sedang terlibat sebuah perdebatan sengit. 

“Apa ini penyambutan kalian para orang tua?” tegur Darian dengan suara rendah dan menyindir. 

Mereka serempak menoleh ke asal suara. “Darian?”

Mommy Bella segera menghambur ke pelukan putra tersayangnya. Darian membalas pelukan mommynya tidak kalah erat. Rasa rindu yang ditahannya serasa melebur begitu saja. 

“Jangan lama-lama memeluknya. Kamu bukan bocah lagi. Sudah saatnya cari istri. Pergi sana!” 

Daddy Darian melepas paksa pelukan ibu dan anak itu. Ia selalu cemburu melihat anaknya yang masih saja bermanja dengan sang istri. Padahal dari segi umur dan badan sudah pantas untuk mencetak anak sendiri.

Sudah bosan sekali Darian melihat tingkah daddynya. Padahal ia juga anak kandungnya sendiri. Rasa cemburunya itu benar-benar tidak masuk akal. 

Tanpa memperdulikan suaminya. Mommy Bella membawa Darian menuju ruang makan. Setelah, meminta suami dan sang mertua untuk segera menuju ke meja makan juga. 

Suasana makan siang itu begitu khidmat. Obrolan ringan tercipta dengan santai di antara semua anggota keluarga. 

Table manner memang penting bagi golongan konglomerat seperti mereka. Akan tetapi, bagi keluarga Avalon, membangun suasana hangat ketika berkumpul dengan keluarga inti itu sangat berharga. Mengingat kesibukan mereka sebagai pengusaha yang menyita banyak waktu. 

Selesai makan siang. Kakek William meminta Darian untuk menuju ruang kerjanya. Ada beberapa hal yang ingin disampaikan. 

*

*

“Ada apa, Kek?” tanya Darian. Ia duduk di salah satu sofa yang ada di ruang kerja kakeknya. 

Pandangannya lurus menatap ke arah lawan bicaranya yang duduk di depannya. Sorot mata yang tajam menjadi ciri khas untuk pengusaha muda itu. 

Kakek William tersenyum melihat perubahan sang cucu. Ia bangga dengan kemajuan perusahaan yang sangat pesat, ketika berada di tangan Darian. 

Ia memberikan sedikit arahan untuk Darian. Ini berhubungan dengan posisinya besok yang akan diresmikan sebagai CEO di perusahaan pusat. 

Sudah cukup lelah ia di usia tuanya jika harus aktif mengurus seluk beluk perusahaan. Yang diharapkannya saat ini adalah bisa menimang cicit dari Darian. 

“Semua harta warisan akan Kakek berikan ke tangan kamu. Asal dengan satu syarat. Berikan cucu menantu secepatnya!”

Darian mengangkat satu alisnya. Seringai meremehkan terlukis indah di sudut bibir pria tampan itu. 

Ia tidak sebodoh itu. Selama jauh dari keluarganya. Darian punya beberapa sumber penghasilan yang akan membuatnya tetap kaya. Salah satunya perusahaan IT yang berpusat di Amerika. 

Tanpa harta warisan pun. Ia akan tetap berdiri kokoh di kakinya sendiri. Soal wanita? Ah, itu bukan prioritas yang penting bagi Darian. Hatinya masih belum berhasrat dengan makhluk yang satu itu. 

“Aku tidak butuh warisanmu, Kakek. Jadi, jangan berharap dapat cucu menantu secepatnya dariku.”

Ia berdiri dan pergi meninggalkan kakeknya. Melihat kepergian Darian. Membuat Kakek William tersenyum kecut. 

“Pasti gara-gara gadis itu,” cicit sang kakek sambil menghela napas pasrah. 

*

*

Benturan sepatu pantofel dan lantai menggema di sepanjang lobi perusahaan. Kedatangan Darian disambut seluruh karyawan perusahaan yang berjejer rapi di sepanjang jalan yang dilewati sang CEO. 

Mereka menundukkan kepalanya. Sesekali matanya mencuri pandang ke arah bos baru mereka. Paras yang sempurna mengundang decak kagum para karyawan wanita. Kecuali, Elena.

Ketika sang CEO sudah memasuki lift khusus. Mereka membubarkan diri dan saling melontarkan pujian untuk bosnya itu. 

“Oh my ... my. Pak Darian benar-benar idaman para ciwi-ciwi. Iya, ‘kan, El?”

Naya menaik turunkan kedua alisnya dengan maksud menggoda sang sahabat. Akan tetapi, itu sama sekali tidak berpengaruh untuk Elena. 

“Aish … dasar Putri Es! Untung cantik,” gerutu Naya. Ia berjalan cepat menyusul langkah Elena. 

*

*

Akhirnya, jam makan siang pun tiba. Segala aktivitas berhenti sejenak untuk memberikan ruang para karyawan memulihkan energi yang terkuras sejak pagi. 

Elena beserta teman satu divisinya berjalan menuju kantin perusahaan. Berbagai makanan berkualitas sudah tersedia di sana. 

Mereka memesan makanan masing-masing dan mengambil tempat duduk yang dekat dengan jendela. 

Terlihat cuaca di luar sedikit mendung disertai dengan rintik-rintik hujan. Membuat suasana hati Elena menjadi sedikit memburuk. 

“Aku membenci hujan,” batin Elena

Mereka menikmati makan siangnya dengan diselingi berbagai macam obrolan random. 

“El, emangnya bener kamu gak pernah pacaran?” celetuk salah satu teman divisinya yang bernama Mira. 

“Hmm,” dehem Elena. Dia sudah terbiasa dengan gosip yang menyebar di perusahaan tentang dirinya yang dikira seorang lesbi. 

“Aduh … El. Perawan tua bersegel dong kamu. Zaman sekarang itu jangan jual mahal kalau cari pasangan. Lihat deh akibatnya. Sampai sekarang kamu masih jadi jomblo karatan.”

Mira dan teman di sebelahnya tertawa terbahak-bahak. Dua orang itu memang selalu tidak menyukai Elena sejak dulu. Entah apa alasannya. Hanya mereka berdua yang tahu. 

Elena menghentikan suapan makannya dan menatap ke arah mereka berdua sambil tersenyum sinis. 

“Ya, karena aku orang yang mahal. Tidak seperti seseorang yang rela melemparkan tubuhnya di atas ranjang demi sebuah status dan pengakuan. Bukankah zaman sekarang banyak perempuan gatal berlapis baju mahal. Bukankah begitu, Nona Mira?”

Suasana menjadi hening. Teman yang lainnya hanya bungkam dan fokus melanjutkan makan. Mira yang merasa tersindir hanya diam menahan kekesalannya tanpa membalasnya lagi. 

Bukan rahasia lagi. Bagaimana perangai Mira yang sudah terkenal buruk di perusahaan sebagai wanita penggoda para atasan.

Sementara itu, mommy Bella membawakan bekal makan siang untuk putra tercintanya. 

“Yuhuu sayangnya, Mommy. Ini makan siang untuk kamu. Jangan lupa dimakan ya.”

Mommy Bella meletakkan satu bekal makan siang di atas meja dan menatanya. Lalu, matanya melihat Darian dengan binar mata yang begitu bahagia. 

Darian berjalan mendekat dan duduk di sebelah mommy nya. Menerima suapan demi suapan dari orang yang telah melahirkannya itu. 

“Son, harusnya ini tuh tugasnya istri, bukan mommy lagi. Cepatlah kamu cari kemana gitu!  Jangan cuma kerja aja. Apa jangan-jangan pesonamu sudah luntur, Boy?” selidik mommy Bella. 

Ia menelisik sang putra dari atas sampai bawah. 

“Oh my … Mom. Putramu ini masih tetap mempesona, Oke,” jawab Darian sedikit jengkel. 

“Iya juga sih. Kamu masih sangat tampan, tapi kenapa gak ada satu wanita pun yang terjerat pesonamu ya? Wah, ini gawat, pasti ada yang sengaja menutup auramu, Son. Kamu harus segera mandi kembang tujuh rupa.”

Mommy Bella keluar dari ruangan Darian dengan tergesa-gesa. Ia akan mengajak suaminya untuk mencari orang pintar. 

“Oh my God, Mommy. Ini zaman sudah modern masih percaya begituan. Kolot banget sih!” gerutu Darian karena tingkah aneh sang mommy. 

Chapter 3

Jam pulang kantor pun tiba. Elena dan Naya berjalan beriringan meninggalkan ruangan. Mereka sama-sama menuju ke tempat parkir perusahaan. 

Sedari tadi cuaca memang sedikit buruk. Awan hitam mulai menyelimuti langit. Suara petir juga mulai terdengar bergemuruh. Untung saja hujan belum turun membasahi bumi. 

“El, lo yakin mau nyetir sendiri? Mending bareng gue aja, lagian rumah kita, ‘kan searah,” tawar Naya. 

Ia sedikit khawatir melihat raut wajah Elena yang sedikit suram sejak makan siang tadi. 

“Gue masih sanggup pulang sendiri. Thanks tawarannya,” tolak Elena dengan tersenyum tipis. 

Setelah keluar dari lobi kantor. Tiba-tiba hujan turun dengan deras diiringi dengan suara petir yang menggelegar. Saking terkejutnya, Elena reflek menutup kedua telinganya dan membalikkan badan. 

BRUK

Ia menabrak sesuatu yang keras. Sehingga badannya sampai terhuyung ke belakang. Beruntung, ada sepasang tangan yang bertengger di pinggangnya. 

Elena mendongakkan kepala. Ia sedikit terkejut melihat siapa orang yang sedang berdiri di depannya. Mereka hanya saling menatap tanpa mengeluarkan suara. 

Hingga seruan merdu seorang wanita membuyarkan lamunan keduanya. “Oh … my. Inikah pacarmu, Son? Cantik sekali. Mommy suka,” celetuk mommy Bella. 

Mommy Bella dan sang suami berjalan mendekat ke arah mereka berduka. 

Seolah tersadar, Darian mendorong Elena dengan sedikit kasar. “Bukan pacarku, tapi karyawanku.” Sambil melirik ID yang menggantung di leher karyawannya yang bertuliskan Elena Yusfitra Maharani. 

Suasana menjadi sedikit canggung sejak kepergian Darian. Banyak pasang mata yang melihat ke arah mereka. “Maaf, Bu. Saya tadi tidak sengaja menabrak pak Darian. 

Elena menundukkan kepalanya. Meratapi kecerobohan yang telah ia lakukan. 

Mommy Bella menatap lekat ke arah Elena. Lalu ia berkata,“Kamu harus bertanggung jawab, Cantik.”

Ia menarik tangan Elena dan mengajaknya masuk ke dalam mobil. Sepanjang perjalanan, mereka saling bercerita. Lebih tepatnya mommy Bella yang banyak mendominasi obrolan keduanya. 

Ia sengaja melakukan itu, karena sejak pertama bertemu tadi, hatinya sudah menyukai wanita yang tidak sengaja dipeluk putranya itu. 

Hari ini mommy Bella bermaksud mengajak Elena untuk mencari bunga. Sebagai orang yang suka dengan keindahan bunga. Salah satu keinginannya adalah mendapatkan menantu yang se frekuensi. 

Beruntunglah, Elena yang dijadikan kandidat calon menantu sejalan dengannya. Mobil mewah yang membelah derasnya air hujan itu berhenti di salah satu toko bunga yang lumayan besar. 

Hanya mereka berdua saja yang masuk ke dalam toko, karena daddy Adrian lebih memilih menunggu di dalam mobil. 

Terdengar kericuhan di dalam toko. Membuat Elena mempercepat langkah kakinya. Ia melihat sang Ibu yang tengah dimarahi oleh seseorang yang ternyata adalah bude nya yang bernama Rumi. 

“Yul … Yul. Pantas saja kakakku pergi meninggalkanmu. Lha, kamunya memang gak becus mendidik anak. Lihat itu si Elena. Sudah berumur belum juga menikah. Mau jadi perawan tua, ha?! Ibunya aja gak bener, pantas anaknya juga begitu!” hardik bude Rumi. 

“Mbk, kalau ke sini hanya untuk merendahkanku, lebih baik Mbk pergi saja. Soal Elena, biarkan itu menjadi tanggung jawabku sebagai ibunya,” jawab Ibu Elena dengan bahasa yang halus. 

Tangannya masih sibuk merapikan bunga-bunga. Ia sudah terbiasa dengan kata-kata tajam dari kakak mantan suaminya  yang memang sedari dulu tidak menyukainya. 

“Huh … mangkanya cari calon suami itu jangan  pilih-pilih, yang ada anakmu itu gak bakalan dapat suami. Mau aku kenalkan sama temannya anakku? Walaupun sudah tua dan duda. Lumayan bisa menghidupi kalian sampai tutup usia,” tawar bude Rumi dengan mata yang melirik sinis dan senyum merendahkan. 

Sebagai seorang anak. Elena begitu geram melihat orang tuanya direndahkan seperti itu. Ia mengepalkan kedua tangannya. Menarik napas dan mengeluarkannya secara perlahan. 

Setelah mulai tenang, ia berjalan menghampiri mereka. Matanya menatap tajam ke arah bude Rumi dengan kedua tangan yang bersedekap di depan dada. 

“Sudah lama tidak berjumpa, Nyonya Rumi. Semakin sehat saja mulut bebek Anda itu. Sebagai seorang tamu, seharusnya berlaku sopan. Apakah perlu saya ajari etika sopan santun, Nyonya?” ejek Elena dengan nada yang tegas dan tenang. 

“Sok-sok an mau mengajari sopan santun. Coba lihat dirimu sendiri. Apa begitu cara kamu berbicara dengan orang yang lebih tua? Pantas gak laku-laku. Dasar anak gak punya adab!” timpal bude Elena dengan suara yang melengking dan menggebu-gebu. 

Elena tertawa lirih.”Adab? Tentu saja saya punya, tapi bukan ditujukan untuk Anda. Sebelum merendahkan orang lain. Coba ajari dulu anak, Nyonya. Bagaimana bisa dia hamil duluan baru menikah? Bukankah urutannya perlu dikoreksi? Ah, satu lagi. Mendapatkan suami itu harus yang bisa menemani kita seumur hidup. Bukan hanya sekedar menumpang untuk hidup.”

Elena mengelus pelan pundak bude Rumi dengan senyuman yang menyimpan sejuta rahasia. 

Akhirnya, perempuan tua itu pergi dengan sendirinya. Walaupun, masih sempat marah-marah dan mengeluarkan berbagai macam kalimat umpatan. 

Mommy Bella yang menyaksikan itu bertambah yakin dengan keputusannya. Ia berjalan mendekat ke arah Elena dan Ibunya. 

“Hei, Yuliana Sari. Apa kamu melupakanku?” sapa mommy Bella. 

Tangan kanannya menepuk pelan bahu teman semasa SMA nya dulu. Sudah lama mereka berpisah. Ternyata, takdir masih mempertemukan mereka kembali dengan jalan yang tidak disangka-sangka.

“Bella? Ini beneran kamu? Si gadis tomboy pentolan sekolah?” 

Raut wajahnya begitu terkejut. Sampai tidak sadar ia mengacungkan gunting yang sedang dipegangnya. 

Setelah banyak mengobrol dengan sahabat lamanya. Mommy Bella berpamitan pulang. Ia berjanji akan sering-sering berkunjung dan tidak lupa ia juga mengutarakan rencananya untuk menjodohkan anak mereka. 

*

*

Sesampainya di mansion, hari sudah lumayan petang. Setelah membersihkan diri. Semua anggota keluarga berkumpul di ruang keluarga. 

“Ehm … Darian, anak tersayangnya mommy. Ada kabar baik untukmu, Son. Mau dengar? Oke. Jadi, tadi mommy sudah menemukan calon istri yang cocok untukmu. Dia adalah anak dari sahabatnya mommy. Kita juga sudah sepakat untuk menjodohkan kalian berdua. Jangan menolak! Mommy tidak menerima akan hal itu. Setuju atau tidak, kamu harus menikah dengannya,” tegas mommy Bella. 

Wajahnya begitu serius ketika menatap sang putra. Tidak ada raut bercanda seperti biasanya. Sisi lembut yang biasa terdengar dalam setiap kata-katanya tidak ia perlihatkan pada malam itu. 

“What? No, Mom!” tolak Darian dengan sedikit berteriak. 

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!