NovelToon NovelToon

Pesona Abang Kuli

terpesona

***** Queen Zenitha Aureliand *****

Brak!

"Aw." Zenitha terjatuh, mengelus pergelangan kakinya. "Sakit banget." Ucapnya lirih

"Maaf, mbak." Shein menatap kasihan kepada wanita di hadapannya saat ini. Mengambil besi yang membuat Zenitha terjatuh 

Zenitha meringis menahan sakit, akibat kecerobohan dirinya yang melangkah tanpa hati-hati. Memijak besi yang membuatnya terjatuh.

"Perlu bantuan?" Shein berjongkok berhadapan dengan Zenitha

Bukannya menjawab, Zenitha malah terbengong memandang Shein. Shein, pria yang memiliki paras yang rupawan itu mengerutkan dahinya. Mencoba melambaikan tangan di hadapan Zenitha

"Hello, mbak." Shein mencoba kembali untuk menyadarkan Zenitha dari lamunannya itu

"Ah, iya. Tidak apa-apa, saya yang salah. Tapi ...." Zenitha memandang pergerakan kakinya itu. Mungkin saja dia sudah keseleo saat ini

"Mungkin keseleo. Biar saya bantu." Shein mencoba untuk mengurut dengan pelan pergelangan kaki Zenitha

"Aw." Zenitha kembali berteriak, namun dengan sigap menutup mulutnya dengan kedua tangannya sendiri

"Lain kali hati-hati, mbak. Mau apa juga keliling disini, bahaya banyak benda berat." Jelas Shein

"Bisa pelan sedikit? Ini lumayan sakit." Zenitha menahan tangan Shein yang mengurut kakinya itu

Shein menarik tangannya dari sentuhan Zenitha. Shein sendiri tipe pria yang tidak suka di sentuh jika tidak terpaksa. Zenitha memerhatikan wajah Shein, mencoba memahami wajah yang mungkin saja sudah memikat hatinya itu.

"Eh!" 

Zenitha dan Shein menatap pria bertumbuh besar yang sudah di hadapan mereka. Tatapan nyalangnya membuat Shein menghentikan tindakannya. Mencoba mengabaikan wanita di hadapannya.

"Queen, ada apa." Ucapnya yang mencoba mengusir Shein. "Apa yang, kamu, lakukan hah!" Tegasnya

Shein mengerutkan dahinya karena heran. Bahkan dirinya yang menjadi sasaran pria besar itu. Yang padahal, itu semua murni kesalahan Zenitha sendiri.

"Hey, bukan salah dia. Saya terjatuh sendiri." Tegas Zenitha yang melotot memandang bodyguardnya itu

"Maaf, Queen. Sebaiknya kita kerumah sakit buat memeriksa kaki anda, Queen." Bodyguard itu mencoba membantu Zenitha untuk berdiri

"Hey, Kuli! Perhatikan alat kerja kalian. Jangan sampai menjadi berbahaya untuk orang lain!" Tegasnya lagi

Shein menunduk tanpa melawan ucapan bodyguard itu. Apa lagi Shein sudah menyadari jika wanita itu adalah Queen. Pemilik bangunan yang sedang mereka kerjakan saat ini. Shein memilih untuk menyusun alat kerjanya itu. Dan menjauh dari Zenitha.

"Jangan bicara seperti itu. Kamu, ini kenapa!" Tegas Zenitha yang merasa tidak suka dengan sikap bodyguardnya itu

"Mungkin saja di sekeliling anda banyak orang jahat, Queen. Maaf, saya hanya bertugas." Jelasnya 

"Sudahlah, ayo pulang. Cari tukang urut buat mengobati kaki saya. Tidak perlu kerumah sakit!" Tegasnya 

"Tapi, Queen. Mungkin kaki anda cidera, lebih baik di periksa saja."

"Kamu, mau mengatur saya?" Zenitha melototkan matanya memandang bodyguardnya itu

Bodyguard itu langsung tertunduk dan mempersilahkan Zenitha untuk melangkah lebih dulu. Mungkin, menangani Zenitha sama halnya seperti menangani anak kecil yang sulit untuk makan. Sangat sulit dan keras kepala. 

Zenitha melangkah dengan hati-hati, mencoba untuk tidak membuat rasa sakit itu bertambah. Akibat tidak fokus dalam melangkah. Zenitha tidak melihat ada banyak benda di sekelilingnya. Dan bisa saja itu melukai dirinya sendiri.

"Pria itu tampan sekali, astaga." Zenitha tersenyum dan memerhatikan Shein dari kejauhan. Hingga mobil mewah miliknya semakin jauh dari lokasi gedung yang sedang di bangun itu.

"Kalian ini tidak becus sekali! Kenapa anak saya tidak di awasi hah!" Liand, sang bos besar itu menatap nyalang beberapa bodyguard yang bertugas untuk menjaga anaknya.

"Kalau anak saya terluka bagaimana!" Teriaknya yang mampu membuat bodyguard itu terdiam kaku. "Secuil tubuh anak saya jauh lebih berharga dari pada nyawa kalian. Kalian saya bayar mahal, tapi sangat tidak becus sekali!" Tegasnya

"Daddy, kenapa marah seperti itu. Mereka tidak bersalah, Zenith hanya keseleo. Kenapa marah sekali." Zenitha memandang Daddynya itu dengan heran

Zenitha, merupakan anak emas dari keluarga Liand. Satu-satunya wanita yang terlahir dari keluarga mereka. Dan itu yang membuat Zenitha sangat di perlakukan selayaknya ratu. Bahkan, tidak sembarang orang bisa menyentuhnya. Jika tidak, para bodyguardnya itu tidak segan-segan untuk melukai orang itu.

"Sayang, tugas mereka untuk menjaga, kamu. Tapi mereka lalai sampai, kamu, terluka begini." 

"Mommy, kenapa lebay sekali sih. Tidak mungkin Zenith sama sekali tidak pernah terluka selama hidup. Sangat aneh sekali." Sahutnya

"Ini yang terakhir, lain kali kalian harus lebih sigap memerhatikan gerak anak saya." Liand memandang sinis para bodyguard itu

Zenitha menggelengkan kepalanya, merasa kehidupannya sangat tidak nyaman. Semua penuh drama, hanya karena luka kecil. Apakah itu tidak terlalu berlebihan?

"Zenith bukan anak kecil. Apakah usia dua puluh tahun belum cukup dewasa untuk mandiri? Maksudnya, tidak perlu di awasi lagi oleh mereka." Zenitha mencoba mencari pengertian dari kedua orang tuanya itu.

Zenitha sangat membutuhkan kebebasan, di usianya yang beranjak dewasa itu. Selama ini, Zenitha sangat tertutup bahkan tidak semua orang mau berteman dengannya. Tentu karena bodyguard yang selalu mengikuti kemana pun dia pergi. Bukankah itu cukup membuat orang lain merasa risih?

"Bagi Daddy, kamu, tetaplah putri kecil sayang." 

"Tapi Zenith juga butuh kebebasan, Daddy." Tegasnya

"Kamu, satu-satunya putri di keluarga Liand, sayang. Ingat, Kamu, ratu di keluarga ini." Sahut Mommynya 

"Mommy dan Daddy sama saja, tidak perduli dengan Zenith. Zenith butuh kenyamanan, apa tidak ada seorang pun yang mau mengerti?" 

Zenitha menatap kedua orang tuanya itu bergantian. "Tidak ada, baiklah." Zenitha melangkah ke kamarnya, bahkan enggan di bantu oleh suster yang merawatnya. "Jangan sentuh saya!" Tegasnya

Zenitha ingin menyendiri untuk saat ini. Menjadi seorang ratu di keluarganya membuat Zenitha merasa kesepian. Walau pun banyak orang di sekelilingnya. Tapi, Zenitha ingin memiliki teman yang bisa membuatnya bercerita banyak hal. Menemaninya disaat merasa kesepian.

"Apakah tidak ada orang yang mau berteman dengan saya. Selama di kampus, tidak ada seorang pun yang mau mengajak saya untuk bercerita."

Zenitha termenung memandang taman yang begitu indah di depan kamarnya itu. Seketika Zenitha mengingat pria tampan yang merupakan kuli itu. Kuli yang membantu membangun sebuah gedung perusahaan yang baru milik Daddynya.

Zenitha tersenyum sumringah. "Apakah saya sedang jatuh cinta. Kuli itu sangat merusak pikiran saya saat ini. Astaga, bahkan dia seorang kuli." Zenitha menepuk dahinya sendiri, namun senyum itu masih terus terbentuk sempurna di bibirnya

"Bagaimana caranya agar saya bisa berhubungan dengan kuli itu ya. Apa tidak masalah jika saya menyukai seorang pria yang bekerja sebagai kuli bangunan." Zenitha terus berbicara sendirian

Mungkin, bercerita dengan dirinya sendiri mampu menghilangkan rasa kesepiannya selama ini. Mungkin saja begitu.

"Mungkin, saya mencari teman yang bisa di ajak bercerita mengenai ini. Mengharapkan orang tua sendiri, seperti menyelam di kolam yang tidak ada airnya. Yang ada saya akan di paksa diam di dalam rumah ini. Astaga, kenapa buruk sekali kehidupan saya. Tidak ada kebebasan, yang ada jenuh dan kesepian di setiap saat."

Tentang Shein

***** Shein Nanendra *****

"Apa yang terjadi dengan, Queen?" Mandor itu menatap Shein dengan serius

Shein menggelengkan kepalanya. "Kecelakaan kecil." Sahutnya dengan santai

"Shein, dia itu anak pak Liand. Yang memiliki gedung ini, gedung yang lagi kita bangun. Lain kali hati-hati, atau hidup kita akan mendapatkan masalah karena anaknya itu. Dia itu bagaikan emas yang tidak boleh tergores sedikit pun." 

Shein hanya mengangguk dan kembali bekerja. Baginya, sangat aneh jika seorang anak terlalu di kekang. Apa lagi terlalu berlebihan seperti itu. Yang ada, itu akan membuat banyak masalah di mental anaknya sendiri.

"Abang, Shein."

Shein kembali mengehentikan kerjaannya, menoleh kebelakangnya yang sudah ada seorang wanita. Wanita cantik yang selalu menemuinya dimana pun Shein bekerja.

Shein memalingkan wajahnya. "Saya sedang sibuk, Vera." Ucapnya yang kembali bekerja

"Saya bawa makan siang, bang. Di makan ya, walau pun tidak mau melihat Vera." Jelasnya dengan suara yang terdengar pelan itu

"Tidak perlu repot begini. Saya dapat jatah makan siang dari mandor. Kamu, jangan terlalu repot lain kali ya. Saya jadi tidak enak kalau begini terus." Shein memandang sekilas wajah wanita itu, menerima makanan yang di berikan wanita itu

"Saya tidak repot, bang." Sahutnya dengan senyum manis

"Ver, lain kali bawakan Abang saja ya. Shein tidak doyan dengan wanita. Tapi Abang doyan kok, termasuk sama, kamu." Teman Shein menyahut ucapan wanita itu dengan gelak tawa

"Lama-lama Abang, Shein, bakal terbiasa dengan saya. Abang, jangan ngarep deh." 

"Tapi Shein tidak menyukaimu, Vera. Jangan ngarep banyak, sama abang aja ya."

Brak!

Mereka semua terperanjat kaget, Shein menjatuhkan alat kerjanya begitu saja. "Sudah waktu Zuhur, saya break." Ucapnya dengan santai

"Seperti marah saja." Teman Shein terkekeh memerhatikan Shein yang meraih tasnya itu. Pasalnya, mereka pun tahu jika Shein sangat risih dengan Vera yang selalu mendekatinya itu

Shein meninggalkan mereka yang masih bercanda di gedung yang masih belum selesai itu. Melangkah sendirian menuju masjid di sebrang bangunan yang mereka kerjakan. Shein sendiri, merupakan anak dari seorang tokoh agama di kampungnya

Shein memilih untuk mandiri, bekerja keras demi mencapai sebuah cita-cita yang dia impikan. Bekerja untuk memenuhi kebutuhan dan juga biaya kuliahnya. Walau pun terkadang masih belum cukup untuknya dan adiknya.

"Sepertinya Vera tidak main-main denganmu, Shein. Selalu datang kemana pun, kamu, berada." 

Seorang pria yang lebih dewasa itu menatap Shein dengan serius. Walau pun sesekali dia terlihat ingin menahan tawanya sendiri, mungkin merasa lucu dengan tingkah wanita itu.

"Justru saya menjadi malu karena dia, pak." Shein membenarkan kopiah di kepalanya itu. "Saya akan adzan." Ucapnya 

Pria itu mengangguk dan tersenyum. "Silahkan, anak muda." Sahutnya

****** SN ******

"Lebih baik menikah saja, Shein. Dari pada, kamu, sibuk bekerja dan kuliah. Apakah tidak lelah?" Ayah Shein memberikan kopiah kepada Shein

Shein menerima kopiah itu dan tersenyum. "Shein punya impian, ayah. Doakan saja, semoga Shein bisa sukses." Sahutnya

"Katakan jika sudah bosan, Shein. Ayah sudah semakin tua, ingin melihat putra ayah menikah dan memberikan cucu." Ucap pria tua itu lagi

Mereka berdua sholat Maghrib berjamaah di salah satu masjid di kampung itu. Shein sendiri, setiap sebulan sekali pasti akan pulang. Melepas rindu kepada kedua orang tuanya itu.

Hidup di perkampungan yang indah, membuat Shein sering merasakan rindu di tempat itu. Sawah dan juga kolam ikan yang indah. Keseharian orang tuanya yang hanya bekerja di sawah. Dan sebagian sawah itu juga sudah terjual demi membiayai kuliah sang adik.

"Shein, apa kabar." Ucap pria tua yang mendekati Shein

Shein mencium takjim tangan pria itu. "Alhamdulillah, pak. Bapak sendiri bagaimana?" Tanyanya balik

Pria itu tersenyum. "Alhamdulillah." Sahutnya menepuk bahu Shein dengan pelan. "Pasti ayah, kamu, bangga sekali. Memiliki anak yang mandiri dan pekerja keras seperti, kamu, ini. Apa tidak lelah Shein? Berulang kali menempuh pendidikan tinggi. Apakah mau jadi profesor?"

Shein terkekeh kecil dan menggaruk kepalanya. "Hanya ingin jadi orang sukses dan berguna dimasa depan, pak. Hidup kita sangat terabaikan jika tidak berjuang. Masa saat ini, sangat sulit di perhatikan orang lain jika menjadi orang susah." Jelasnya

"Ya, memang benar sekali. Tapi, apakah dengan pendidikan, mu, sebelum ini masih belum cukup? Kenapa lanjut terus?" Pria itu kembali bertanya, seolah-olah sangat heran dengan tingkah Shein yang terus belajar menempuh pendidikan tinggi

"Masih belum puas denga hasilnya, pak." Sahut Shein terkekeh

"Memang anak muda zaman sekarang, tidak pernah puas dengan apa yang dia capai." Pria tua itu ikut terkekeh. "Katakan jika, kamu, ingin menikah. Ada adikmu di rumah yang siap di lamar olehmu, Shein." Sambungnya

"Hehe, saya belum siap menikah, pak." Sahut Shein

"Shein, Ayuk." Ayah Shein mengajak untuk kembali kerumah

"Permisi, pak. Saya mau balik ke kota, besok udah harus kerja lagi."  Ucap Shein 

"Iya, nak. Silahkan."

Shein kembali kerumah ayahnya, membereskan apa yang perlu di bawa ke kota. Hanya sehari Shein bisa menginap di rumah itu. Jadwal yang padat karena pekerjaan dan juga kuliahnya yang belum selesai itu. 

Adiknya sendiri jarang pulang, sesekali ikut pulang dengannya. Karena mereka berada di kosan yang sama di kota. Adiknya yang baru masuk kuliah, masih merasa semangat dan enggan cuti walau pun hanya sehari saja.

"Ibu bawakan lauk, nanti suruh adikmu untuk memanaskan lauknya. Biar tidak basi." Ucap Ibunya Shein

"Insya Allah, Bu. Shein pamit ya. Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumsalam." Sahut kedua orang tuanya 

Shein langsung pergi, menggunakan motor matic yang biasa digunakan untuk mengantar adiknya ke kampus. Membawa beberapa bekal yang di masak oleh ibunya sendiri. Mungkin, itu salah satu kenikmatan yang akan dia rindukan nantinya. Tentu setelah Shein sampai di kota.

Perjalanan yang tidak terlalu jauh, cukup memakan waktu selama tiga jam. Antara kota dan kampung Shein, tidak terlalu berjauhan. Dan itu yang membuat Shein mudah untuk pulang ke rumah ayahnya.

Di perjalanan, Shein juga sering mampir di masjid ketika waktu sholat. Shein sendiri, selalu mengingat pesan sang ayah. Dimana pun, tidak akan pernah meninggalkan sholat. Termasuk dalam bekerja sekali pun.

memiliki teman baru

***** Queen Zenitha Aureliand *****

Zenitha melangkah menuju kelasnya, tentu dengan para bodyguard yang selalu menemaninya. Sesampainya di kelas, Zenitha mengusir bodyguard itu.

"Kalian bisa pergi, tidak perlu menunggu di depan pintu." Tegasnya

"Tapi, Queen."

"Saya tidak perduli!" Tegasnya lagi

Zenitha memilih untuk masuk, mengabaikan para bodyguardnya. Mencoba tenang tanpa pengawasan, tetapi tidak bisa. Orang-orang menatap Zenitha dengan aneh, bahkan enggan untuk menyapa dirinya.

Mungkin mereka takut jika di katakan cari perhatian, atau malah di anggap suatu masalah. Dan mereka memilih untuk diam dan mengabaikan Zenitha. Menganggap dirinya tidak ada, walau pun Zenitha sendiri termasuk orang yang ramah.

"Permisi, boleh saya duduk di sebelah, kamu?" Ucap gadis cantik yang menggunakan hijab

Untuk pertama kalinya, Zenitha membalas senyum manis seorang wanita yang menyapa dirinya. "Tentu, silahkan." Sahutnya

Zenitha ingin mengajak gadis itu berkenalan. Tetapi Zenitha takut di abaikan. "Nama, kamu, siapa?" Zenitha mencoba memberanikan dirinya untuk bertanya lebih dulu

Gadis itu tersenyum manis. "Aisyah. Dan, kamu?"

"Kenalkan, saya Zenitha. Boleh kita berteman?"

Gadis cantik bernama Aisyah itu tersenyum setelah mengerutkan dahinya sejenak. "Kita memang teman, kenapa?" Sahutnya yang merasa heran

Mungkin Aisyah tidak terbiasa dengan sikap Zenitha yang terlihat seperti anak kecil. "Emm, oke. Kita sahabatan aja gimana?" Sambungnya

"Sahabat?" Zenitha mengerutkan dahi. "Saya belum pernah memiliki teman, apa lagi sahabat. Emang, kamu, tidak keberatan kalau ada bodyguard saya?" Tanyanya dengan serius

"Emang, apa masalahnya dengan mereka? Apakah akan mengganggu setiap kali kita bercerita? Setahu aku sih. Eh, boleh bilang aku kan?" Tanya Aisyah yang merasa canggung. Sebab Zenitha adalah Queen dari keluarganya. Aisyah takut, jika bahasanya di anggap tidak sopan oleh Zenitha

"Tidak masalah, mungkin aku juga begitu." Sahutnya terkekeh

"Oh, oke."

Mereka bercerita sejenak, menunggu dosen datang ke kelas mereka. Sepertinya, Zenitha mendapatkan teman yang bisa mengajaknya mengobrol di setiap saat. Tentunya di saat waktu luang.

"Kamu, mau main kerumah aku gak?"

"Lain kali ya, kita bisa ngobrol lewat WhatsApp kan? Lagian ada tugas yang harus di selesaikan. Abang aku juga bakal pulang kuliah, kasihan tidak ada makanan di rumah." Jelasnya

"Oh, oke. Lain kali aku mau main kerumah, kamu. Apa boleh?"

"Aku ngekos sama Abang. Kalau, kamu, gak risih sama rumah yang kumel dan berantakan seperti itu ya gak masalah." Kekehnya

Zenitha terkekeh, mungkin berteman dengan Aisyah membuatnya mengerti banyak hal. Mungkin, Zenitha tidak akan merasa kesepian lagi. Kali ini sudah memiliki teman, bukan hanya seorang sus dan bodyguard.

***** Queen Zenitha Aureliand *****

Berteman dengan Aisyah, membuat Zenitha lebih sumringah dari biasanya. Zenitha juga bercerita soal Abang Kuli yang pernah bertemu dengannya. Bertanya apakah itu cinta?

"Setampan apa sih, kok bisa membuat seorang Queen jatuh cinta." Ucap Aisyah yang ikut rebahan di kasur king size-nya itu

"Tampan banget, Ai. Kaget banget aku, bisa lihat kuli setampan dia. Belum pernah loh aku seperti ini kalau melihat pria lain." Jelasnya

"Hem, aku jadi penasaran sama Abang Kuli yang, kamu, ceritain ini. Apakah sama tampannya seperti Abang aku? Soalnya Abang aku juga kuli sih, dan tampan banget malah. Jadi kembang di desa loh." Sahut Aisyah terkekeh

"Wah, keren. Sepertinya memang banyak ya Abang Kuli yang tampan." Ucapnya

"Menurut aku sih, sejauh ini masih Abang aku pemenangnya."

Aisyah terkekeh, mengingat abangnya yang seorang kuli bangunan juga. Apakah mereka orang yang sama, atau memang kebetulan profesinya yang sama.

"Queen, waktunya makan."

"Bawain makanan juga buat teman saya." Sahut Zenitha

"Disuruh mommy gabung di meja makan, Queen." Ucap seorang suster yang merawatnya.

"His, selalu saja merusak ketenangan." Ketusnya

"Eh, tidak baik seperti itu. Sama orang tua harus bersikap sopan." Sahut Aisyah

"Hem, baiklah." Ucapnya lirih

Dengan rasa malas Zenitha menggandeng Aisyah untuk ikut bergabung. Walau pun Aisyah sendiri menolak, dan beralasan sudah kenyang. Tetapi Zenitha terus memaksa sampai mereka semua berkumpul di meja makan keluarga Liand itu.

"Teman baru? Daddy belum pernah melihatmu membawa seorang teman di rumah ini."

"Gimana mau punya teman, mereka cukup mengganggu. Hanya Aisyah yang tidak takut dengan mereka." Sahut Zenitha yang menunjuk para bodyguard di belakangnya

"Em?" Mommy Zenitha menutup mulutnya, menahan tawa akibat ucapan sang putri. "Apa mereka cukup menyeramkan, sayang? Bagaimana, Aisyah, apa mereka menyeramkan?" Tanyanya

"Hehe ... Sepertinya tidak, Tante." Sahut Aisyah

"Aisyah, saya mempercayai, kamu, berteman dengan putri saya. Kalau, kamu, bersikap baik dan tidak menyakiti dia, saya bersedia membayar, kamu. Asal putri saya nyaman." Ucap Liand dengan tatapan serius

"Daddy!"

Aisyah menyentuh lembut tangan Zenitha, mencoba menenangkannya lewat sentuhan itu. "Saya akan bersikap baik kepada yang baik, pak. Mungkin, kami akan menjadi teman yang baik. Apa lagi, sejauh ini Queen sangat kesepian." Jelas Aisyah

"Jangan panggil aku Queen." Zenitha menatap ke Aisyah

"Baiklah, sepertinya memang putri kami suka dengan, kamu. Jaga pertemanan kalian, jangan sampai saling terluka. Dengar Zenith, jangan arogan kepada temanmu!" Tegas sang Daddy

"Iya, Daddy." Sahutnya lirih

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!