Suasana yang begitu menegangkan terjadi di antara kedua kelompok, dimana salah satu dari kelompok tersebut cukup ditakuti oleh setiap klan dari dunia bawah. Bermaksud untuk bernegoisasi mengenai harga barang yang akan mereka jual dengan pembeli, akan tetapi terjadi sesuatu membuat aktivitas tersebut menjadi gagal.
"Tuan, mereka semakin membuat kekacauan. Keberadaan kita telah bocor, sepertinya pihak keamanan akan datang." Ujar Vero yang baru saja mendapati informasi.
"Benar tuan, mereka telah membocorkan kedatangan kita." Timpa Ricky dengan menunjukkan bukti.
Pria yang sedari tadi mendapatkan laporan dari orang-orang kepercayaannya, hanya berdiam diri dengan sorot mata tajamnya dari balik kacamata hitam yang ia kenakan. Diamnya bukan hanya diam, namun terdapat sesuatu yang telah ia persiapkan dengan penuh kejutan untuk lawannya.
"Biarkan saja mereka mengambilnya."
"Tapi tuan." Ricky dan Andre merasa kesal.
"Heh, lenyapkan mereka semuanya." Seringai kejam dari wajah pria tersebut, bahkan terlihat seperti sedang tertawa.
Mendapatkan perintah seperti itu, begitu semangatnya mereka untuk melakukannya. Dalam hal dunia bawah, berperang sudah menjadi kegiatan mereka yang bisa di ibaratnya seperti makanan. Jika tidak makan, maka hidup mereka terasa hampa dan tidak bersemangat.
Dari dalam mobil mewah miliknya, pria yang memberikan instruksi kepada para orang-orangnya menyaksikan peperangan tersebut. Wajahnya begitu dingin dan datar, untuk tersenyum saja sangatlah sulit. Dia adalah Kenzo Brakher, seorang pemimpin dunia bawah atas nama Dark Black. Dia begitu cukup disegani dan ditakuti di kalangan dunia bawah, tidak ada yang berani mencari masalah dengannya.
Dan saat ini, mereka sedang menjalani misi dalam penjualan beberapa barang. Namun sayangnya, misi itu telah dibocorkan dan terendus oleh pihak keamanan negara. Jika orang lain akan merasa kaget dan bingung ketika hal ini terjadi, tapi tidak bagi Kenzo. Dia menghadapinya dengan sangat tenang, bahkan tak terlihat guratan kekhawatiran sedikit pun dari wajahnya.
Suara tembakan, pukulan bahkan ada sedikit ledakan yang terjadi, membuat seringai pada wajah dingin itu tercipta.
"Menggelikan." Ujar Kenzo menyaksikan apa yang terjadi.
Mobil itu berjalan meninggalkan tempat tersebut, karena baginya hal itu sudah bisa teratasi oleh orang-orangnya.
"Kita kemana?" Ujar Ansel yang mengemudikan mobil mewah tersebut.
"Kantor." Kenzo dengan singkat menjawab.
"Baiklah."
Dengan kecepatan sedang, Ansel membawa Kenzo menuju perusahaan. Setibanya mereka disana, Kenzo langsung berjalan menuju ruangannya dimana Ansel juga mengikutinya dari belakang. Semua karyawan menunduk, memberikan hormat kepada Kenzo beserta asisten kepercayaannya itu. Bisik-bisik mulai terdengar, dimana karyawan wanita membicarakan bos mereka.
"Lihat, bos Kenzo semakin hari semakin tampan saja." Dengan gaya manja.
"Benar, aku semakin jatuh hati padanya. Tidak sia-sia aku menjadi karyawan disini, mendapatkan bonus setiap hari dengan melihat wajah tampan bos Kenzo."
"Aku rela menjadi wanitanya, asalkan selalu bersamanya."
Bagi Kenzo maupun Ansel, kalimat-kalimat seperti itu sudah menjadi santapannya setiap hari. Bahkan ada yang rela memberikan tubuhnya dengan sukarela kepada Kenzo, namun semuanya itu berakhir dengan tragis. Wanita yang sangat berani menggoda seorang Kenzo, hidupnya akan berakhir dengan sesuatu yang mengerikan.
"Hari ini, jadwal bertemu dengan klien di salah satu Cafe. Apa tuan ingin menyetujuinya?" Ujar Ansel.
"Huh, repot sekali. Bisa kamu saja yang mewakilinya, Sel." Kenzo merasa jika bekerja seperti ini sangat melelahkan.
"Jangan berdiam diri saja di mansionmu, jika tidak mau aku dengan yang lain meledakkannya." Ketus Ansel yang kesal akan sikap Kenzo.
"Aku malas bertemu dengan orang yang suka bermuka dua seperti ini, Sel. Rasanya ingin aku ledakkan mereka." Kenzo menyandarkan tubuhnya di kursi kerjanya.
"Sudahlah, periksa berkas itu semuanya. Jangan lupa tanda tanganmu pada yang lulus seleksi, jangan menambah pekerjaanku." Ansel menyiapkan berkas-berkas yang akan mereka bawa.
Walaupun dengan sangat malas, Kenzo pada akhirnya memeriksa berkas-berkas yang ada. Sebenarnya, Kenzo adalah orang yang sangat cerdas. Hanya saja sikap malas dan acuhnya, membuat dirinya menjadi orang yang mudah emosi. Ia bisa mengetahui mana orang yang tulus dan mana yang bermuka dua, maka itulah gunanya keberadaan Ansel disisi Kenzo. Jika tidak ada Ansel, maka bersiaplah untuk terjadi eksekusi dari Kenzo.
Ponsel milik Kenzo bergetar, terdapat panggilan masuk dari orang kepercayaannya.
"Hem." Singkat Kenzo.
"Misi selesai, barang kita aman." Terdengar suara Ricky melalui ponsel.
"Hem." Kembali Kenzo menjawab singkat.
"Mampus ni orang, jawabannya hanya hem hem hem dari tadi. Pelit amat lu Zo." Terdengar suara Vero.
"Sstt, sudah. Kami pulang ke markas." Ricky menyudahi pembicaraannya.
Kenzo pun menyudahinya, para sahabat yang sekaligus merupakan orang kepercayaan Kenzo. Mereka bergabung membentuk sebuah klan didunia bawah, saling membantu dalam setiap persoalan yang ada. Mereka sudah di ibaratkan sebuah keluarga.
"Ayo berangkat." Ansel yang sudah siap.
"What! Sekarang!" Kenzo yang tidak habis pikir secepat itu.
Tanpa menjawab, Ansel hanya menggerakkan tangannya sebagai pemberi isyarat kepada Kenzo agar segera bergerak.
"Bunda, Aira berangkat ya." Dengan mencium punggung tangan tersebut.
"Iya nak, hati-hati dan semangat bekerjanya." Bunda pun memberikan suport kepada anaknya.
"Eh, abang tidak ni?" Shaka, anak pertama yang merupakan abang dari Aira.
"Iya abangku sayang, yang gantengnya sudah ketinggalan jaman." Aira menghampiri Shaka dan mencium punggung tangannya.
"Hush, jangan meledek abangmu terus nak. Nanti gantengnya makin ketinggalan." Tawa Bunda yang sudah tertahankan.
"Bunda." Shaka yang tersudutkan oleh kedua wanita tercintanya.
Bagaimana tidak ketinggalan, Shaka memiliki perasaan wajah yang cukup tampan. Namun pada usianya yang sudah menginjak Tiga puluh dua tahun, dirinya tidak kunjung mengenalkan wanita manapun sebagai pasangannya.
"Iya maaf, abangku. Nanti telat loh mau bertemu klien pentingnya, Bun. Nanti Aira pulang sedikit telat ya, soalnya nanti ada kerja tambahan." Aira mengambil tas ransel miliknya dan bersiap untuk berangkat.
"Iya nak, pokoknya hati-hati dan jangan lupa sholat. Abang juga, nanti Bunda mau belanja ke pasar. Sudah pada mau habis bahan-bahan dapur, ada yang mau kalian titip atau mau request makanan apa?" Bunda menawarkan kepada kedua anaknya.
"Buat bakso aja yuk bun, sudah lama tidak makan makanan itu. Benar kan bang?" Aira yang memiliki darah Indonesia, sangat menyukai makanan tersebut.
"Boleh juga, abang sama saja bun. Pokoknya Bunda jangan terlalu capek, kesehatan adalah yang utama." Shaka pun bersiap juga untuk berangkat bekerja.
"Baiklah, kalian berdua hati-hati ya." Bunda tersenyum.
"Assalamu'alaikum." Baik Shaka maupun Aira mengucapkan salam.
"Wa'alaikumussalam."
.
.
.
.
Bekerja pada sebuah restoran yang cukup ternama, membuat Aira harus menjaga semua kepercayaan yang diberikan kepadanya. Dengan hadir tepat waktu, kini dirinya bersiap untuk menggunakan pakaian khusus dari tempat kerjanya, bersama dengan para temannya yang lain.
"Ra, nanti barengan ya." Tegur Shinta yang merupakan teman dan sahabat Aira.
"Siap bos." Jawab Aira dengan tersenyum.
"Bos bos, nanti kamu yang malah jadi nyonya bos. Dasar kamu ya, eh. Si Bima mana? Tumben belum kelihatan tu congornya." Mata Shinta mencari keberadaan teman mereka satu lagi.
"Aamiin, terima kasih doanya sayangku. Tu Bima, lagi absen. Ciye ada yang kangen nih." Ledek Aira pada Shinta.
"Ish, apaan si. Kita itu satu, jangan ngadi-ngadi ya. Yuk kerja, semangat buat mencari cuan." Shinta menarik tangan Aira.
Aira tertawa melihat sikap sahabatnya itu, memang mereka bertiga sudah begitu dekat sebagai teman maupun sahabat. Namun mengenai perasaan, tidak ada yang mengetahuinya. Bima yang baru hadir, melambaikan tangannya kepada dua sahabatnya. Lalu mereka memulai pekerjaannya dengan begitu semangat, dimana saat Cafe baru saja dibuka dan pengunjung Cafe pun mulai berdatangan.
Pesanan demi pesanan berdatangan dan mereka siapkan, dengan memiliki koki handal dalam bidangnya. Sehingga pesanan yang ada tidak membuat para pelanggan lama menunggu, dengan sigap ketiga sahabat itu melakukan tugasnya. Begitu pula dengan para karyawan yang lainnya, mereka bekerja dengan tugas masing-masing.
Hingga menjelang siang, Cafe tersebut kedatangan para tamu yang mengadakan pertemuan disana. Namun kehadiran tamu tersebut, membuat para karyawan serta para tamu wanita disana berdecak kagum, mereka membicarakan seseorang yang menempati tempat khusus disana.
"Ra, Aira. Lihat, tu orang ganteng pakek banget. Ya ampun Ra, mataku jadi begini." Shinta mengusap-usap matanya.
"Apaan sih?" Aira merasa penasaran melihat Shinta dan beberapa teman kerjanya menjadi aneh.
Pandangan mereka tertuju pada salah satu sisi ruangan yang ada dicafe tersebut, terdapat beberapa orang pria dan juga ada wanitanya. Mereka sedang mengadakan pertemuan, sepertinya membahas mengenai pekerjaan. Dan Aira tidak memperdulikannya, ia pun ditugaskan untuk menghantarkan pesanan ke meja konsumen.
Brakh!
Suara bising terdengar, nampak seorang wanita sudah berada di lantai. Dengan kondisi berbenturan dengan meja, sungguh terlihat begitu miris. Dikarenakan posisi Aira yang cukup dekat dengan wanita tersebut, ia segera membantu wanita tersebut dan dibantu dengan teman-temannya yang lain.
"Maaf tuan, tolong jaga emosi anda. Kita sedang berada dikeramain, anda bisa menjadi pusat perhatian." Ansel menahan Kenzo yang tersulut emosinya oleh sekretaris dari kliennya.
"Batalkan kontraknya, pastikan perusahannya hancur!" Kenzo berdiri dan hendak keluar dari Cafe tersebut.
"Argh!!" Aira tiba-tiba saja berteriak dengan sangat keras.
Disaat dirinya sedang membantu wanita tersebut, telapak kaki Aira tidak sengaja terinjak dan rasanya begitu sakit. Namun sang pelakunya seperti tidak memiliki rasa bersalah sedikit pun, lalu dengan perasaan geramnya ia berjalan mengejar orang tersebut dan langsung membalas seperi yang dialaminya.
"Aaaa!" Kenzo berteriak tatkala kakinya tiba-tiba saja di injak oleh seseorang.
"Satu sama tuan, kita sakit sama sakit. Impas!" Seru Aira lalu berlalu dari hadapan Kenzo.
"Kau!!" Erang Kenzo yanh tidak menerima perlakuan itu.
"Kau!!"
Kenzo berbalik menahan lengan Aira dan mengenggamnya dengan sangat erat, sehingga membuat Aira meringis kesakitan.
"Beraninya kau melawanku, hah!" Erang Kenzo menatap tajam pada Aira.
"Sa sakit, lepaskan." Mencoba melepaskan tangan Kenzo darinya, Aira semakin menahan rasa sakit pada lengannya.
"Kau tahu siapa aku, hah?! Tidak ada yang berani kepadaku seperti ini, akan kubuat Kau menangis meminta ampun." Kenzo menarik Aira dan membawanya mengikuti dirinya menuju parkiran.
Mendorong tubuh yang cukup kecil itu hingga terhempas, membentur mobil mewah milik Kenzo sehingga terdengarlah bunyi alarm yang sangat ramai. Dengan murkanya, Kenzo mengambil sesuatu dari dalam mobilnya. Disaat Aira masih membenahi dirinya, Kenzo sudah mengarahkan senjata kecil miliknya pada kepala Aira.
Begitu kagetnya Aira melihat hal tersebut, tubuhnya langsung mendadak kaku. Apalagi melihat benda kecil yang sudah berada disamping kepalanya, karena jika dirinya bergerak sedikit saja. Maka, benda tersebut akan mengeluarkan pelurunya dan mengenai kepalanya.
"Kenzo! Stop." Ansel berteriak sambil berlari mengejar Kenzo agar.
Mengamankan senjata kecil dari tangan Kenzo, Ansel langsung menarik tubuh Kenzo menjauh dan melepaskan Aira.
"Apa-apaan ini, Zo?! Jangan membuat keributan seperti ini, kau benar-benar ceroboh." Bentak Ansel.
Tatapan dingin Kenzo menatap Ansel, jika bukan Ansel yang menariknya. Maka senjata itu sudah ia tembakan pada orang tersebut, lalu perlahan dirinya menarik nafas dan memejamkan kedua matanya.
"Bawa wanita itu, jangan menahanku lagi. Bawa atau kuhabisi dia!" Lalu Kenzo masuk ke dalam mobilnya dan melajukannya meninggalkan tempat tersebut.
Kepergian Kenzo hanya membuat Ansel menghela nafas panjang, ia tahu jika setiap ucapan yang telah diucapkan oleh tuannya tidak akan bisa terbantahkan.
"Anda tidak apa-apa, nona?" Ansel menyapa Aira yang masih merasa ketakutan.
"Ti dak apa-apa tuan, saya hanya kaget." Ujar Aira.
"Maafkan bos saya, nona. Karena anda harus ikut bersama saya, sesuai dengan perintah." Ansel mengatakan apa yang harus ia lakukan.
"Kenapa saya harus ikut?" Aira benar-benar bingung.
"Untuk keselamatan anda, nona. Jika tidak, saya tidak bisa menjamin jika anda bisa hidup tenang." Mendengar ucapan tersebut, membuat Aira menjadi panik.
Termenung akan ucapan tersebut, Aira sangat tidak menyangka jika hari ini. Dirinya akan mendapatkan peristiwa yang begitu mengerikan dalam kehidupannya, bertemu dengan pria aneh yang menginjak kakinya serta sebuah senjata menempel pada sisi kepalanya.
"Ra, kamu tidak apa-apa?" Bima menghampiri dengan Shinta yang menyusul.
"Aku tidak apa-apa, Bim. Tapi, aku harus ikut bersama tuan ini. Aku takut." Tubuh itu bergetar, menandakan jika pemiliknya sedang merasa ketakutan.
Shinta langsung memeluk Aira, karena terlihat sahabatnya itu benar-benar sedang ketakutan. Mereka tidak bisa berbuat apa-apa untuk menahan Aira, karena mereka juga baru mendapatkan penjelasan siapa orang tersebut. Kenzo Brakher, namanya saja sudah membuat orang-orang merinding.
"Kamu yang sabar ya Ra, kami hanya bisa berdoa yang terbaik untukmu." Shinta pun menyerah untuk menahan Aira, karena tatapan tajam dari Ansel membuat dirinya menciut.
Begitu pula dengan Bima, kedua sahabat itu hanya bisa menguatkan Aira melalui suport. Saat sebuah mobil menghampiri mereka, Ansel pun mempersilahkan Aira untuk masuk ke dalam mobil. Langkah kaki itu begitu berat untuk melangkah, dengan begitu sangat terpaksa. Akhirnya Aira mengikuti arahan dari Ansel, mobil pun mulai berjalan entah kemana tujuannya.
Aira hanya bisa tertunduk sambil meremas telapak tangannya, air mata terus mengalir. Dimana ia merutuki kesalahan dirinya sendiri yang sudah berani membalas rasa sakit pada kakinya, yang ternyata orang itu mempunyai kuasa besar.
Mobil pun kini memasuki sebuah halaman dari gedung yang cukup besar, membuat Aira tidak menyadari jika mereka telah sampai.
"Silahkan nona." Ansel membuka pintu mobil dimana Aira berada.
"Eh iya, terima kasih." Aira kaget dan dirinya berjalan mengikuti Ansel.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!