" Maafkan uda, uda tak sanggup membantah bundo untuk menikahi Zainab, putri kepala desa sebelah!" ucap Hanif menundukkan kepala. Tak sanggup membalas tatapan tajam Nirmala.
" Kenapa berbohong kalau ternyata uda sudah dijodohkan sejak lama?" tanya Nirmala kesal. Dia tidak masalah kalau memang Hanif pada akhirnya memutuskan hubungan mereka karena sedari awal Nirmala sadar status sosial mereka berbeda. Hanif berasal dari keluarga terpandang sementara Nirmala hanyalah seorang biduan yang bibit, bebet, bobotnya akan selalu di pertanyakan.
Jelas dia akan menolak Hanif jika tau yang sebenarnya, pantas saja Hanif meminta agar hubungan mereka berjalan secara sembunyi-sembunyi dengan dalih tidak elok dipandang. Secara Hanif adalah seorang mantri di kampung tersebut.
Nirmala menerima Hanif sebagai kekasih karena merasa pria itu berbeda. Dengan bijaknya Hanif mampu meyakinkan kalau dia tidak sama dengan kebanyakan pria dikampung ini. Dia tulus mencintai Nirmala dan akan berjuang menjadikannya istri. Tak peduli apapun rintangan yang menghadang. Nirmala termakan mulut manis Hanif. Nyatanya Hanif sama saja dengan yang lain. Prinsip yang selalu diagungkan selama ini cuma omong kosong.
Hanif sudah tau dia telah dijodohkan tapi karena jatuh hati pada kecantikan Nirmala, dia tetap nekat menyatakan perasaan pada gadis itu. Pikirnya perjodohan dengan Zainab tidak akan berlangsung dalam waktu dekat, sementara itu dia bisa memikirkan cara untuk membuat keluarganya menerima Nirmala. Sayang semua tidak berjalan sesuai rencana.
" Uda tidak berbohong Mala, uda juga baru tau dari ayah kalau keluarga Zainab akan datang untuk menentukan hari pernikahan kami, bahkan Uda saja baru melihat wajah Zainab difoto, kami belum pernah ketemu!" sanggah Hanif bersikeras.
" Lantas uda menerima perjodohan ini? bukankah uda bilang pemikiran uda lebih moderat dan memiliki prinsip sendiri tidak mau diatur terutama soal jodoh!" Nirmala mengingatkan Hanif.
Hanif tidak menampik, kenyataan dia memang tidak bisa membuktikan ucapannya. Menentang kehendak bundo seperti menentang matahari. Kendati zaman sudah berganti tapi perjodohan dikampung ini masih mendarah daging. Anak-anak tak diberi kesempatan untuk menentukan pilihan. Terlebih Bundo memegang peranan tertinggi dirumahnya. Apapun yang Bundo katakan itulah yang terjadi.
Diamnya Hanif sudah memberikan penjelasan pada Nirmala bahwa yang dikatakan pria itu selama ini hanya sekedar kata-kata tanpa makna dan bodohnya Nirmala percaya.
" Baiklah, mungkin memang kita tidak ditakdirkan untuk berjodoh. Terima kasih untuk enam bulan kebersamaan kita, uda sudah banyak membantu Nirmala. Maaf kalau Mala banyak salah, relakan yang termakan biar tidak menjadi hutang!" lanjut Nirmala mengakhiri pembicaraan mereka. Berlalu dari sana dengan segenap kesedihan yang menggelayut. Bagaimanapun Hanif pernah mengisi ruang hatinya.
Hanif menatap kepergian Nirmala dengan nelangsa. Angan-angannya untuk menjadikan Nirmala istri musnah sudah. Dari segi fisik , Zainab gadis yang akan dia nikahi masih kalah jauh dari Nirmala. Kelebihan Zainab adalah pendidikannya, dia tamatan universitas luar negeri dan kata bundo, sebentar lagi Zainab akan diangkat menjadi guru tetap disebuah sekolah negeri dikampungnya.
" Maafkan uda Mala, maafkan uda!" batin Hanif gelisah seiring menghilangnya Nirmala dari pandangan.
Nirmala melajukan motor butut-nya perlahan, hatinya masih gundah mengingat nasib badan. Berbeda dengan Zainab calon istri Hanif, Nirmala hanya tamatan Sekolah Menengah Atas. Tapi meskipun begitu Nirmala adalah gadis cerdas dengan segudang prestasi, selain memiliki suara yang indah , gadis itu juga ahli bela diri dan nilai-nilai akademisnya selalu unggul. Sayang sekali kondisi ekonomi tidak menunjang potensi gadis itu.
Sejak kecil Nirmala hanya diasuh oleh sang ibu, bukan ibu sebenarnya karena Nirmala hanyalah anak angkat.
Entah bagaimana ceritanya yang pasti kehidupan Nirmala sejak kecil cukup memprihatinkan. Namun keadaan tidak menyurutkan gadis itu, Nirmala tetap semangat menempuh pendidikan dengan keterbatasan.
Mengandalkan beasiswa dia berhasil menamatkan sekolah ketika hendak melanjutkan jenjang perguruan Nirmala memilih mundur. Mungkin untuk kuliah dia bisa bergantung pada beasiswa lalu bagaimana dengan biaya hidup dia dan ibunya. Dia tidak akan bisa membagi waktu untuk kuliah dan bekerja karena di kota mereka tidak ada yang mau menerima pekerja paruh waktu seperti di daerah lain.
Ibunya sudah sakit-sakitan dan Nirmala tidak punya pilihan selain mengalah pada keadaan. Nirmala menerima tawaran untuk menjadi penyanyi orkes dangdut keliling. Sebuah profesi yang dipandang sebelah mata. Paradigma negatif yang melekat dalam profesi tersebut tidak menyurutkan Nirmala. Baginya yang terpenting sekarang adalah bertahan hidup. Ibunya membutuhkan banyak uang untuk berobat. Selain sebagai penyanyi, Nirmala juga mengajar silat disekolah dengan honor yang tidak seberapa tapi lumayan sebagai uang tambahan.
Pernah terbersit dalam benak Nirmala untuk merantau demi memperbaiki taraf kehidupan mereka. Beberapa temannya yang sudah lebih dulu berangkat telah memiliki pekerjaan tetap, meskipun gaji mereka tidak terlalu besar tapi lebih dari apa yang mereka dapatkan dikampung.
Seperti Aini, sahabat dekatnya. Waktu lebaran dia pulang kampung. Nirmala takjub dengan perubahan Aini, gadis yang dulunya tak kenal dandan sekarang berpenampilan modis ala gadis kota. Belum lagi oleh- oleh yang dia bawa, sudah cukup membuktikan kalau Aini sekarang banyak uang. Aini sempat mengajaknya ke ibukota, berjanji akan membantu Nirmala mencari pekerjaan. Tapi ibu melarangnya dengan alasan yang sama.
" Ibu sudah tua, kau tega meninggalkan ibumu seorang diri nak?" tanya paruh baya bernama Rabiah itu sendu.
Nirmala menggeleng," Mala akan membawa ibu kemanapun Mala pergi, yang penting ibu mau ikut, itu saja!" bujuk Nirmala kala itu.
" Dimana kita akan tinggal, mencari pekerjaan tidak segampang itu nak!"
" Aini bersedia menampung kita sementara waktu, tabungan Mala lumayan cukup untuk beberapa bulan kedepan, Mala yakin akan cepat mendapatkan pekerjaan, kalau belum ada, Mala akan ngamen sementara waktu, yang penting kita ikhtiar dulu bu, tak ada yang tau nasib kita kedepan!" ujar Nirmala optimis.
Sayang ibunya tidak tertarik sama sekali, bersikukuh untuk tetap hidup dikampung meski seadanya.Dalam hati Rabiah menyembunyikan sesuatu. Jakarta bukan lah tempat terbaik untuk Nirmala karena di sana banyak cerita pahit yang tidak Nirmala ketahui.
Langit senja yang berubah jingga mengharuskan Nirmala untuk pulang, tak ingin membuat ibunya khawatir, gadis itu berputar balik pulang. Sesampainya di rumah dia dikejutkan dengan kehadiran orang-orang, Nirmala panik, firasat buruk melanda pikirannya. Tanpa berpikir panjang Nirmala memarkir motornya serampangan dan berlari kedalam dengan perasaan tak karuan.
Nirmala tercenung mendapati sosok berselimutkan kain panjang terbujur kaku diruang tengah, disampingnya Amai Ina menangis sesenggukan , menyadari kedatangan Nirmala Amai Ina memeluk gadis itu.
" Ibu.." suara Nirmala tercekat di tenggorokan, dunianya runtuh seketika begitu membuka selendang putih yang menutupi wajah orang yang dikasihinya.
Gadis itu tidak percaya. Semua kejadian terasa begitu cepat. Sebelum Nirmala pergi tadi keadaan ibu Rabiah baik-baik saja.
" Kak Bia jatuh saat menyapu halaman, dia sudah berpulang saat hendak dibawa puskesmas, Amai dari tadi menghubungi hape mu tapi nomormu tidak aktif!" jelas Amai Ina terbata bata.
Nirmala terduduk lemas, mendadak dia merasa sesak airmatanya luruh tanpa mampu dia tahan, satu-satunya orang yang dia miliki di dunia ini pergi untuk selamanya tanpa sempat mengatakan apapun termasuk kebenaran tentang siapa Nirmala.
" Ibuuuuuuuuuuu!!"
***
Uda: Abang/kakak/ panggilan untuk laki-laki didaerah Minang
Amai : Tante /bibi /panggilan untuk perempuan didaerah Minang.
Moderat : rasional, lebih terbuka
paradigma : cara pandang
Hallo readers tersayang, bantu dukung karya terbaru aku ya, subscribe , vote dan komen setiap babny, usahakan jangan menumpuk bab ya 🥰
Note ; Cerita ini fiktif dan tidak menggambarkan keadaan apapun dan situasi sebenarnya hanya karangan demi kepentingan penulisan saja
Ucapan selamat mengalir dari para pejabat dan juga Perwira yang hadir pada acara pelantikan Pamen dan Pati di aula gedung Polri. Segenap keluarga dan tamu undangan yang hadir larut dalam riuh ramah tamah usai upacara selesai dilakukan.
" Komandan Adam, selamat bertugas ditempat yang baru!" ucap Wakapolri Wijaya Kresna menjabat erat tangan adik tingkatnya tersebut. Hari ini dia dipercaya untuk menggantikan Kapolri yang sedang bertugas ditempat lain bersama presiden.
Sosok tegap menjulang itu tersenyum hangat.
" Terima kasih pak, siap laksanakan!" ucapnya penuh semangat.
" Hei kau jangan terlalu senang, banyak kasus warisan yang masih menggantung di sana, tugasmu berat bro!" ujar Wijaya serius.
" Siap laksanakan pak, satu bulan kedepan akan saya tuntaskan!"
Wijaya mencebik, tapi dia tidak ragu akan kemampuan seorang Adam Bagaskara, karna prestasinya itulah dia berada di posisi sekarang.
" Aku tunggu janji mu Dam, oh iya satu hal lagi, Tante Nana ingin kau segera menikah, twenty seven is bad , aku saja diumur segitu udah brojol satu, kau pacar saja tidak punya, what's up bro!"
Adam menggelengkan kepala, bisa-bisanya sang mama mengompori Wijaya untuk mengingatkannya soal jodoh.
" Belum ketemu yang pas pak!"
" Halah gayamu Dam Dam, mau mencari seperti apa lagi? mulai dari model , artis , anak pejabat, tinggal gaet satu beres!" sambung Wijaya lagi. Hanya bersama Adam dia bisa sesantai itu .
Tak ada yang kurang dengan adik tingkatnya itu, postur proporsional, wajah tampan, kaya raya dari lahir. Berderet wanita cantik mengantri untuk mendapatkan perhatian Adam.Tapi Adam seolah tak bergeming.
" Menikah itu sekali seumur hidup pak, aku tidak mau salah langkah, semua akan indah pada waktunya!" ujar Adam berdiplomasi membuat sang komandan menyerah.
" Yo wis, nanti kalau udah ketemu aku adalah orang pertama yang kau beritahu, jadi penasaran seperti apa type idamanmu itu!" ujar Wijaya mengakhiri pembicaraan mereka.
Adam melanjutkan perbincangan dengan yang lain sebelum akhirnya melirik arloji mewah ditangan kiri. Kedua orangtuanya sudah pulang lebih awal, bersiap untuk acara syukuran makan siang bersama keluarga besar disalah satu restoran hotel berbintang. Sekalian merayakan anniversary pernikahan kakak tertuanya, Alika dan suaminya Bennu.
Dengan segera dia melajukan Jeep Rubicon hitam miliknya meninggalkan pelataran parkir, sebelum mama menelpon lagi sambil ngomel-ngomel karena membuat semua orang menunggu.
Adam bukan tidak disiplin terkadang bertemu dengan pejabat negara ataupun perwira lain mengharuskan dia untuk tinggal lebih lama, tidak mungkin dia cabut begitu saja , jatuhnya tidak sopan dan tidak menghargai lawan bicara terlebih di momen penting seperti sekarang.
Diantara perwira yang dilantik hanya dia sendiri yang didamping orangtua sementara yang lain didampingi anak dan istri mereka, sebuah perbedaan mencolok membuat dia menjadi sasaran bully-an anggota yang lain. Adam tidak keberatan karena memang begitu adanya.
Seperti yang dikatakan Wijaya, tak ada yang kurang dengan Adam, pria itu sempurna dengan segala pesona yang dia miliki. Tapi seorang Adam bukanlah tipikal pria yang suka bermain wanita. Baginya cinta adalah rasa yang tidak bisa dipermainkan, ibarat makan dimana lidah akan menerima rasa yang enak tapi menolak apa yang tidak disukai.
Adam memang sosok setia, mewarisi sifat sang ayah Pramana Agung yang sangat setia pada mamanya, Nana Diana. Sejak mereka pacaran hingga menikah dan punya anak, Pramana tidak pernah mengkhianati Nana sekalipun menyandang prediket pengusaha tajir, Pramana tak pernah jumawa. Kerendahan hatinya itulah yang menurun pada Adam.
" Waduh , pak kompol kita sudah datang! selamat bro atas jabatan baru, semoga semakin berjaya!" sambut Bennu merangkul Adam.
" Makasih mas!"
Alika turut memeluk sang adik.
" Kamu emang hebat dek, masih muda tapi sudah mengemban tanggung jawab besar!"
" Berkat doa mbak juga, happy anniversary untuk kalian berdua, semoga langgeng sampai kakek nenek!"
" Amiin" ucap Alika dan Bennu berbarengan.
Adam menyalami kerabatnya yang lain, semua orang mengucapkan hal yang sama kagum dengan pencapaian Adam membuat Nana sebagai ibu bangga akan prestasi putra bungsunya itu.
Adam bukanlah keturunan keluarga perwira, diantara keluarga besar hanya dua orang yang berprofesi sebagai abdi negara. Satu lagi adalah pamannya, adik lelaki Nana yang bertugas di pulau sebrang. Sementara dari pihak keluarga Pramana semuanya berprofesi sebagai pengusaha.
" Apalagi yang ditunggu nak Adam, selain karir jodoh juga perlu dikejar!" gurau papa mertua Alika.
Lagi-lagi perihal jodoh. Apakah dia setua itu hingga semua orang mengingatkan. Bosan juga jika mengulang pernyataan yang sama tapi kalau tidak di tanggapi takut dianggap tidak respect.
" Masih belum kelihatan hilalnya om!"
" Mau dibantuin gak terawang hilalnya, keponakan tante banyak tuh yang masih lajang!' sambung mama mertua Alika.
Dalam hati Adam ngedumel, orangtua sama anak sama saja, pria itu sekarang paham dari mana Bennu mewarisi sifat julid. Selalu penasaran dengan kehidupan pribadi orang lain.
" Wah beneran jeng, boleh dong dikenalin satu, siapa tau bisa ngikuti jejak Bennu jadi menantu mas Pramana!" tambah Tante Sofi yang tak lain adalah sahabat dekat sang ibu.
Adam merasa jengah, ingin sekali dia berlalu dari circle ini, bergabung dengan para sepupu yang tengah asyik bercengkrama dekat kolam renang akan lebih baik untuk kesehatan mentalnya.
" Dam di panggilin anak-anak tuh! mereka punya kejutan buat kamu!"ucap Alika mengerlingkan mata.
Adam menghela napas lega, sang kakak emang paling mengerti. Akhirnya dia bisa lepas dari para tetua. Walaupun nanti dia akan di bully seputar jodoh lagi oleh para sepupu yang sama rese- nya paling tidak dia bisa membalas karena lawannya sepantaran.
" Betah amat lo disana!" ucap Hedy, sepupu yang seumuran dengannya, sama-sama masih jomblo, anehnya Hedy tidak pernah dicerca soal jodoh karena statusnya bukan bujang melainkan duda satu anak.
Hedy bercerai karna ketauan selingkuh dengan sekretarisnya. Hedy yang memang menyandang prediket cassanova tidak bisa meninggalkan kebiasaan lama. Terlebih dia dan mantan istri korban perjodohan orangtua.
" Betah dari mana, gue udah mau kabur tapi ditahan terus!"
" Pasti urusan jodoh lagi, heran sama keluarga kita , gak belajar apa dari kasus gue!" Hedy mengulurkan kotak rokoknya pada Adam.
Adam mengambil sebatang, dari pagi dia memang belum menghisap gulungan tembakau tersebut. Adam bukan perokok berat, dia hanya sesekali merokok demi melepas kesuntukan saja. Dia lebih menyukai liquid. Tapi hari ini dia tidak membawa benda tersebut.
Belum sempat menyalakan kreteknya, teriakan melengking mengurungkan niat Adam.
" No smoking here please, banyak anak-anak loh disini! Mas Adam jangan ngikutin Mas Hedy, bebal kalau dibilangin!" ucap wanita muda berhijab yang tak lain adalah Amira, adik Hedy yang baru saja melahirkan.
Hedy tergelak demi mendengar omelan Amira. Dengan segera dia mematikan puntung rokok yang hampir habis.
" Mulut mas asem dek!"
" Makanya cari istri biar gak asem!" Amira menyita benda lak*nat itu sebelum keduanya curi-curi kesempatan.
" Udah pernah tapi gak enak tetap asem!"
" Bukan Mas Hedy, Mas Adam maksudku! tips biar mulut gak asem cari istri biar ada yang di emut!
" Loh kok Mas Adam, mulut mas gak asem kok , iseng aja nyobain rokok luar negeri!" Adam membela diri. Amira mengedikkan bahu acuh kemudian ngacir sebelum Adam menjitak kepalanya seperti yang selalu dia lakukan.
" Awas lo ya dek !" teriak Adam
" Gue ada party ntar malam, gabung yuk!" ucap Hedy kemudian.
Adam menggelengkan kepala, " Besok gue serah terima tugas di kantor!"
" Bentaran doang, gue ada barang baru!" Hedy mengedipkan sebelah mata seraya menggerakkan tangannya menyerupai biola menggambarkan "barang" yang dimaksud. Apalagi kalau bukan wanita.
" Hedy, Hedy kapan sih lo insyaf nya!"
" Sampai gue ketemu spek bidadari"
" Gaya lo Dy, mantan Lo kurang bidadari gimana, cantik gitu."
Hedy tercenung sembari menyeruput cappucino latte hingga tandas
" Cantik saja gak cukup bro, karena diatas langit masih ada langit!" Andreas ikutan nimbrung. Andreas adalah putra Tante Sofi.
Adam mengerutkan dahi
" Tidak hanya cantik fisik, tapi juga hatinya, akan jadi bonus kalau pakai hijab, bukan begitu bro!" lanjut Andreas menjelaskan disambut anggukan oleh Hedy.
Sungguh Adam tidak mengerti jalan pikiran Hedy, playboy tapi pengen punya istri solehah.
***
Pamen : Perwira Menengah
Pasti : Perwira tinggi
Jangan lupa vote dan komen ya🥰
" Amai tidak punya apa- apa, cuma doa yang bisa amai beri semoga kau senantiasa sehat dan selamat di negri orang!" ucap Amai Ina saat membantu Nirmala mengemas barang-barangnya.
Selepas empat puluh hari kepergian Ibu Rabiah, Nirmala memutuskan untuk mewujudkan angannya, merantau ke ibukota. Tak ada lagi yang bisa dia harapkan. Berada dikampung ini akan membuat dia makin terpuruk. Bukan saja tentang kehilangan Ibu tapi juga tentang pandangan orang-orang pada dirinya. Kalau selama ini Ibu Rabiah lah garda terdepan ketika orang-orang mengatakan dia anak pungut, anak yang tidak diharapkan, bahkan ada yang dengan kejam menyematkan dia sebagai anak haram. Sekarang sang pembela telah pergi untuk selama-lamanya.
" Tak usah risau kan apapun mai, doa amai sudah cukup sebagai bekal untuk Mala melangkah!"
Amai Ina sebenarnya tidak rela melepas Nirmala, walau bagaimanapun gadis itu sudah tinggal bersama mereka sejak bayi. Masih terkenang di benak Ina kala itu saat Nirmala pertama kali datang ke rumah mereka.
" Kak Bia pulang Mak!" seru Ina saat melihat kakak iparnya turun dari angkutan umum yang berhenti tepat didepan rumah gadang mereka.
Wanita tua yang bernama Amak Ijah tersenyum sumringah kala mendapati putri sulungnya sudah kembali setelah beberapa tahun merantau di negri orang. Senyum itu mendadak pudar tak kala melihat Rabiah menggendong bayi mungil dalam dekapannya.
" Apa yang kau lakukan Bia, semua orang di kampung ini tau kau mandul, bagaimana kau mengakui kalau anak ini adalah bayimu! "
" Bia tak mandul mak, dokter yang bilang kalau aku dan uda anto sehat, kami belum memiliki anak karena memang belum takdirku melahirkan, sekarang bayi ini akan membungkam mulut orang-orang!"
Setelah menikah Rabiah dibawa suaminya merantau ke Jakarta, tidak seperti sekarang dimana komunikasi lancar, ketika itu mereka hanya menggunakan surat untuk bertukar kabar. Jadi tidak sulit bagi Rabiah untuk membuat sebuah kebohongan.
" Kau bisa membohongi orang-orang tapi tidak dengan amak, katakan ada apa sebenarnya kenapa suamimu tidak ikut pulang! " ucap amak mendesak Rabiah sambil terus memandang bayi mungil berkulit putih bersih itu.
Siapa yang akan percaya kalau bocah bermata bulat jernih ini anak dari putrinya. Sangat kontras dengan fisik Rabiah maupun sang suami yang berkulit sawo matang.
Rabiah menghela napas hingga cerita pun mengalir dari mulutnya. Mendengar kebenaran yang disampaikan, amak juga Ina merasa iba. Tidak sepantasnya bayi yang baru berumur seminggu menanggung beban seberat itu.
Amak dan Ina sepakat mendukung semua keputusan Rabiah dan menerima bayi yang diberi nama Cahaya Nirmala itu menjadi bagian dalam keluarga mereka.
Semua berjalan normal hingga petaka mulai datang ketika Anto tak pernah kembali, desas desus tentang Anto yang sudah menikah lagi membuat Rabiah merana ditambah dia tidak bisa menyusul dikarenakan kondisi amak yang mulai renta. Keselamatan Nirmala juga menjadi pertimbangan membuat Rabiah tidak bisa berbuat apa-apa. Belum selesai satu masalah muncul masalah baru dimana status Nirmala sebagai anak Rabiah mulai dipertanyakan dikarenakan Nirmala tumbuh menjadi gadis kecil yang cantik, sulit untuk warga kampung mempercayai kalau gadis itu adalah anak Rabiah dan suaminya.
Gunjingan orang-orang membuat kondisi amak ijah semakin menurun hingga tutup usia. Rabiah semakin nelangsa manakala Anto mengirimkan surat perceraian mereka. Tak ada lagi yang tersisa dalam hidup Rabiah kecuali satu tujuan yang terus terpatri, menjaga dan melindungi Nirmala hingga ujung usianya.
" Mala jadi sedih karena tidak bisa bertemu mamak Edi sebelum berangkat! "suara Nirmala membuyarkan Ina dari lamunannya.
" Yang penting kau sudah pamit lewat telepon kan, itu sudah cukup, gak mungkin mamak mu kembali pulang kesini sementara baru seminggu bekerja! "
Nirmala mengangguk mengerti.
Mamak Edi adalah adik lelaki satu-satunya sang ibu, suami dari amai Ina. Kesehariannya bekerja sebagai buruh lepas, saat ini beliau sedang ada pekerjaan membangun mesjid di sebuah kota yang cukup jauh dari kampung ini.Tak memungkinkan bagi Nirmala menyusul untuk sekedar pamitan.
Teringat sesuatu, Ina membuka lemari milik mendiang Rabiah, mengambil kunci dari bawah lipatan kain kemudian membuka laci kecil yang ada disana. Dulu Rabiah pernah berpesan jika dia sudah tidak ada, Ina harus memberikan kotak beludru merah yang dia simpan selama ini pada Nirmala.
" Apa ini mai? "
Amai Ina menggeleng, karena dia sendiri tidak tahu apa isi kotak tersebut. Nirmala mengerutkan kening saat mendapati sesuatu dari dalam, sebuah liontin dengan bandul permata berwarna biru. Sebagai seorang biduan dia sedikit banyak tau tentang perhiasan dan kualitasnya.
Meskipun tak pernah memiliki barang barang mewah, Nirmala paham kalau benda yang sekarang dia pegang bukanlah perhiasan sembarangan.
" Kalung siapa ini amai? "
" Entahlah, amai tak tau pasti yang jelas amanah Kak Bia sudah amai sampaikan, simpan saja dengan baik, mungkin suatu saat kau memerlukan benda ini."
" Apa ini ada kaitannya dengan orang tua kandung ku? " Gumam Nirmala gamang.
Nirmala memang sudah mengetahui kalau dia bukanlah anak kandung. Terus-terusan diolok sebagai anak pungut membuat Nirmala bertanya-tanya. Gak ada api tentu tidak ada asap.Hinaan yang ditujukan padanya tidak serta merta terjadi tanpa alasan dibalik itu. Oleh karenanya Nirmala menanyakan hal tersebut pada sang ibu. Rabiah mau tak mau berterus terang tentang fakta sebenarnya. Nirmala cukup shock namun mengingat bagaimana perlakuan Rabiah selama ini dia pun menerima keadaan dengan cepat.
Nirmala tidak berniat mencari tau siapa orang tua kandungnya. Baginya tidak lagi penting, kalau kelahirannya saja tidak diharapkan untuk apa dia bersusah-payah. Faktanya tidak sesederhana itu. Rabiah masih merahasiakan kebenaran yang sesungguhnya. Semua ini dia lakukan demi keselamatan Nirmala, hanya itu.
Malam begitu cepat berlalu, pagi menjelang Nirmala sudah bersiap-siap depan rumah menanti angkot yang akan membawanya ke terminal pasar. Sengaja Nirmala menyewa angkot karna barang-barangnya tidak akan muat jika menaiki ojek.
" Pastikan tidak ada barang-barang yang tercecer Mala, sudah kau tandai semua kan? " ujar Amai ina memastikan.
Mala mengangguk. Gadis itu menghembuskan napas berat, untuk pertama kalinya dia akan pergi jauh dari kampung. Matanya berputar mengelilingi rumah gadang yang menorehkan banyak kenangan dalam hidupnya. Tanpa disadari bulir-bulir bening menetes dipipi tanpa mampu dicegah.
Terlebih menatap Amai yang kini sesenggukan melepas kepergian Nirmala yang sudah dianggap sebagai putrinya sendiri.
" Elok -elok di rantau orang nak, pandai lah membawa badan, jangan tinggalkan sembahyang, rajin-rajin berkirim kabar, jenguk jugalah amai dan mamak dikampung jika kau punya kesempatan nak, hiks"
" Iya mai, akan ku ingat pesan amai, maafkan mala selama ini sudah banyak merepotkan amai, titip rumah mai, sampaikan salamku pada mamak, hiks"
Perlahan tapi pasti angkot yang membawa Nirmala sudah berjalan menyusuri jalan kampung. Riuh tawa anak-anak bermain, suara kicau an burung di perkebunan, senda gurau bapak-bapak yang duduk sambil minum kopi di kedai gorengan. Sungguh pemandangan ini akan Nirmala rindukan. Selamat tinggal kampung halaman.
Sepeninggal Nirmala sebuah sepeda motor berhenti didepan rumah gadang.
" Assalamu'alaikum "
" Waalaikum salam! " sahut amai Ina dari dalam, dia tengah bersiap-siap hendak menutup jendela rumah karena mau pergi ke sawah. Bergegas dia ke pintu depan untuk melihat tamu yang datang.
" Ooh nak Hanif, ada apa gerangan datang kemari! "
" Nirmala ada mai? "
" Nirmala sudah berangkat ! apa nak Hanif tidak diberi tahu? "
Setahu amai Ina, Nirmala sudah pamitan kepada semua kawan-kawannya. Dia telah mengundurkan diri dari orkes dan sekolah tempat dia mengajar seminggu yang lalu.
" Berangkat kemana mai, mengajar atau menyanyi? "
" Nirmala merantau ke Jakarta nak, sekarang mungkin sudah berada diatas bus! "
Sontak persendian Hanif melemah. Nirmala nya pergi tanpa memberitahu padahal pria itu sudah bertekad untuk membatalkan perjodohan dan mengajak Nirmala untuk kawin lari.
***
*rumah gadang: rumah adat Minangkabau
Bantu vote dan komen ya🥰
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!