NovelToon NovelToon

Benih Rahasia Kakak Tiri

Aku Lelah

"Aku hamil." Seorang wanita dengan kedua mata yang lembut menatap hangat pria berjas merah di depannya itu, Maxiliam Marco. Pria bertubuh kekar dengan tinggi 180 cm dan hidung mancung dan mata tajam bagaikan elang. Bukannya tatapan hangat atau senang, pria itu justru menatapnya api membara di kedua netra cokelatnya.

Semua tamu undangan di acara pertunangan itu malah melongo, mereka berbisik-bisik. Sedangkan kedua orang tua wanita itu berusaha menenangkan pengantin yang menangis tersedu-sedu.

Pria setengah baya itu menyeret paksa putrinya ke salah ruangan pengantin. Tanpa berpikir panjang pria itu justru menampar Rosetta hingga kepalanya menoleh ke kiri dan beberapa anak rambut itu menghalangi pipinya. 

Rasa panas dan nyeri membuat wanita itu menggigit bibir bawahnya hingga berdarah. Rasa sakit ini begitu berlimpah di dadanya dengan di iringi rasa panas. Ia perlahan menoleh dan menatap datar pria yang berstatus ayahnya tersebut.

“Apa kau gila Rosetta!”  Makinya dengan darah mendidih di sekejur tubuhnya. “Kau menghancurkan pernikahan adik mu dan sekarang kau bilang bahwa kau hamil?”

“Sebenarnya apa kesalahan ku di masa lalu sampai aku memiliki putri seperti mu.” Kepalanya seakan ingin meledak, putri sulungnya ini dari dulu memang mengejar menantunya, ia tau putri sulungnya mencintai menantunya yang telah ia anggap anak sendiri. Ia membawa Maxiliam dan tinggal di rumahnya setelah kedua sahabatnya meninggal.

“Rosetta!” Seorang wanita setengah baya menekan kedua cengkramannya di kedua lengan Rosetta. Ia sebagai seorang ibu tidak habis pikir dengan putrinya itu. “Kau puas menghancurkan pernikahan adik mu. Sebenarnya apa yang berada di dalam pikiran mu Rosetta.”

“Aku memang mengandung anaknya.”

“Bohong! Kakak pasti berbohong kan?” Tanya Lili Luwig, Adik Rosetta. “Max jangan diam saja.” 

Pria di sampingnya terdiam, antara yakin dan tidak yakin. Ia memang pernah terjebak cinta satu malam dengan seorang wanita, tapi ia tak menyangka wanita itu adalah Rosetta.

“Max!” Lili memukul dada bidang Maxiliam. 

Pria itu diam saja karena ia merasa bersalah. Sepasang insan setengah baya itu menghela napas. Diane langsung memeluk Lili, ia sebagai seorang ibu tidak tega melihat putrinya menangis.

“Kau puas Rosetta?!” Maxiliam menatap tajam dan dingin. “Jika memang anak itu anak ku, aku akan tanggung jawab tanpa menikahi mu dan anak itu akan menjadi anak Lili.”

Rosetta menatap nanar, perkataan Maxiliam bagaikan anak panah yang menusuk relung hatinya. Seharusnya tidak begini, seharusnya ia memiliki Maxiliam dan menikah dengannya.

“Bohong! Anak yang di kandung Rosetta bukan anak mu tuan Maxiliam.” Seorang wanita tiba-tiba masuk, dia sahabat Lili. “Ini aku ada bukti, malam itu seorang pria memang keluar dari kamar yang di tempati oleh Rosetta, tapi bukan tuan Maxiliam.” Tambahnya. Dia memperlihatkan sebuah vidio pada Agam, ayah Rosetta dan Lili.

Agam melihat vidio dan kemudian di rebut oleh Maxiliam. Dia memperlihatkan vidio itu pada Rosetta. 

“Apa kau puas membuat drama seperti ini Rosetta? Tapi syukurlah, ternyata anak di dalam perut mu bukan anak ku.” Maxiliam menatap kedua mertuanya. “Maafkan aku Dad, Mom.”

“Tidak Agam, ini memang anak mu. Kalau begitu kita test DNA.”

“Cukup Rosetta! Hentikan drama mu ini. Kau belum puas menghancurkan pernikahan Lili dan Max. Entah apa lagi drama yang akan kau lakukan. Apa jangan-jangan nanti kau mengatakan bahwa anak di dalam perut mu itu anak Agam? Kau ingin mengubah test DNAnya?”

“Kau jangan ikut campur, pasti kau besekongkol dengan Lili untuk menuduh ku?”

Diane tak tahan dengan tuduhan Rosetta. Dia yang tidak pernah menampar Rosetta, kini dengan tangannya sendiri ia layangkan pada putri sulungnya. 

“Rosetta!” Tamparan keras itu membuat pipi putih itu dua kalinya merasakan panas, sakit dan nyeri.

Bruk

Rosetta menjatuhkan tubuhnya ke lantai. Ia tak mengaka ibunya menamparnya. Semenjak kecil ibunya tidak pernah menamparnya. Ia tertawa keras di iringi air mata kepedihan. 

Ia menarik dalam nafasnya, dadanya terasa sesak. Sudah cukup ia menjadi bayangan dari Lili. Selama ini ia berusaha menahan rasa sakit saat kedua orang tuanya lebih mencintai Lili. Adiknya sering sakit-sakitan dan orang tuanya lebih mementingkannya dari pada dirinya.

Rosetta bangkit, ternyata bukan orang luar yang menyakitinya tapi orang dalam yang sangat memiliki hubungan darah yang begitu kental dengannya.

“Ternyata ini kasih sayang kalian?” Rosetta menunduk kemudian mengangkat wajahnya kembali. Ia menatap semua orang yang berada di ruangan tersebut. “Sampai di sini kasih sayang kalian? Aku selalu bertanya-tanya, aku anak kalian atau tidak! Apa kalian masih ingat tanggal ulang tahun ku? Apa kalian masih mengingat hari kelahiran ku?” Rosetta terkekeh. “Tidak kan? Kalian tidak pernah mengingatnya semenjak Lili sakit. Kalian ingat pada saat hari ulang tahun ku? Kalian meninggalkan ku dan lebih memilih menemani Lili bermain dengan alasan Lili sakit. Padahal waktu itu kalian dengan bahagianya menemani Lili seakan kalian melupakan hari ulang tahun ku. Semenjak itu kalian menyuruh ku mengerti dan melupakannya.”

“Kenapa kalian tidak membuang ku kalau hanya ingin membandingkan ku dan menyakiti ku.”

Rosetta menoleh ke arah Maxiliam. “Untuk terakhir kalinya aku mengatakan ini memang anak mu, tapi terserah kau mempercayainya atau tidak. Karena aku sekarang menyerah untuk memperjuangkan kepercayaan.” 

Rosetta berbalik, kedua kakinya terasa berat untuk melangkah. Ia terus menggigit bibir bawahnya agar tidak menangis.

“Rosetta kau mau kemana kalau kau pergi dari sini. Jangan pernah menganggap kami keluarga mu.”

“Itu memang yang ku harapkan.”

Di bawah hujan yang deras, sebuah mobil hitam melaju kencang. Wanita itu terus menangis hingga tubuhnya gemetar. Ia merasakan betapa sakitnya di buang oleh kedua orang tuanya. Rasa sakitnya begitu menyiksanya. Pandangannya kabur karena terhalang air matanya. Ia mengusapnya dengan kasar tanpa sadar sebuah truk melaju kencang dan menabraknya. 

Tit

Bruk

Mobil yang di tumpangi Rosetta jatuh berguling tiga kalinya. Dahinya berdarah, dalam derasnya air hujan ia melihat terbalik truk yang menabraknya itu. Ia tersenyum, setidaknya ia tidak perlu berjuang lagi untuk mendapatkan kasih sayang mereka. Ia lelah dan sangat lelah.

…..

Tring

Tring

Tring

Sebuah jam alarm berbunyi, sontak kedua mata itu terbuka lebar. Wanita memakai kaos putih itu beranjak dari ranjangnya. Nafasnya naik turun, keringat membasahi sekujur tubuhnya.

Ia menoleh dan mematik alarm jam di atas nakas. “Bukannya aku kecelakaan.” Wajahnya terlihat bingung. 

Drt

Sebuah ponsel berbunyi, Rosetta mengangkat panggilan itu.

“Rosetta kau ada dimana? Apa kau sedang berada di Apartement mu? Stop Rosetta! Jangan menyakiti dirimu lagi hanya memikirkan kakak tirimu. Kau tak perlu merasa terbebani dengan pernikahan mereka.”

Rosetta menjatuhkan ponselnya, ia terkejut dengan ucapan sahabatnya itu.

Aku Sudah Tidak Mencintainya

Rosetta  duduk sambil menekuk kedua lututnya, ia memandang sebuah tes kehamilan di depannya yang bergaris dua terang. Ia tak percaya dengan apa yang terjadi. Ia mengusap wajahnya dengan kasar. 

Ceklek

“Rosetta!” Hana duduk di kursi dekat Rosetta. “Apa ini?” Hana mengambil tes kehamilan itu dan kedua matanya membulat sempurna. “Kau hamil? Hamil? Anak siapa Rosetta? Apa kau bermalam dengan kakak tirimu?”

Rosetta masih diam membeku, ia sungguh tak tau harus bagaimana lagi. “Apa yang harus aku lakukan? Aku pernah mati Hana.” 

Hana mengerutkan keningnya. “Apa maksud mu Rosetta?”

“Dengar! Aku kembali ke masa lalu.” Rosetta mulai menceritakan semuanya.

“Waw kau kembali ke masa lalu?” Hana tak percaya dengan ucapan sahabatnya itu. “Lalu apa yang kau ketahui di masa lalu walau sebenarnya.”

“Kau mungkin masih belum percaya Hana, tapi inilah kejadiannya. Aku pun belum percaya sepenuhnya,” ujar Rosetta. “Aku ingin merahasiakan kehamilan ku. Tolong bantu aku Hana.”

“Apa kau ingin pergi dari sini?” Tanya Hana.

Rosetta mengangguk, ia malas untuk berdebat dengan keluarganya dan di tambah lagi harus bertemu dengan mereka. 

“Pernikahan mereka tinggal dua bulan. Aku akan menghadiri pernikahan mereka.”

Hana menggelengkan kepalanya, ia tidak setuju. Ia takut Rosetta merasa terbebani dan malah membahayakan janin di dalam kandungannya.

“Aku yakin Hana, kalau aku tidak datang. Mereka akan menganggap ku, kalau aku belum bisa melupakan Max.”

Hana mengangguk, ia memeluk Rosetta dan menyandarkan kepalanya ke bahu Rosetta. “Aku mendukung mu Rosetta. Aku akan tinggal di sini menemani mu sampai anak mu lahir. Aku akan ikut dengan mu.”

“Terima kasih Hana.” Rosetta merasa bersyukur, di saat keluarganya tak mendukungnya, justru Hanalah yang selalu ada untuknya. Ternyata dalam hidup, kita tidak boleh menggantungkan hidup ku pada keluarga atau manusia, kita harus menggantungnya pada Tuhan.

Di tempat lain.

Seorang wanita memandang lurus ke depan. Wanita itu merasa rindu pada Rosetta. Sudah beberapa bulan Rosetta tidak pernah datang ke rumahnya. Bahkan ia tidak tau bagaimana keadaan Rosetta. 

“Kau masih memikirkan Rosetta?” Tanya Agam sambil mengikat dasinya. Dia melirik istrinya yang duduk di sisi ranjang.

“Tidak ada seorang ibu yang tidak merindukan putrinya.”

“Semua ini pelajaran untuk Rosetta. Dia harus sadar.”

“Selama ini kita selalu menuruti Lili. Apa kita tidak keterlaluan pada Rosetta?” Diane merasa ia menjadi ibu yang buruk. Entah bagaimana keadaan Rosetta. Entah anak itu makan dengan benar atau tidak.

“Kita harus mementingkan Lili, kasihan Lili selama ini dia harus sakit-sakitan. Nanti aku akan menemui Rosetta di Apartemennya.” Agam menghampiri istrinya dan mencium keningnya.

Diane tersenyum, ia mengambil ponselnya dan menghubungi Rosetta, namun sama sekali ponselnya tak tersambung. “Rosetta semoga kau baik-baik saja.”

“Apa Mommy baik-baik saja? Apa Mommy merindukan kak Rose?” Tanya Lili dengan wajah sendu. “Maafkan aku, gara-gara aku kak Rose pergi.”

Agam melirik tajam pada Diane, ia tidak ingin Lili sedih. “Sayang, Mommy hanya tidak enak badan bukan karena Rosetta. Kau harus menjaga kesehatan mu. Sebentar lagi kau menikah.”

“Iya Dad. Di kampus aku tidak pernah bertemu dengan kak Rosetta. Sebenarnya kak Rosetta kemana? Apa dia sedang bersama dengan teman-temannya.”

“Anak itu selalu tidak berubah, sampai kapan dia akan menjadi anak liar.” Kecam Agam. Ia tidak tau lagi harus menyadarkan Rosetta seperti apa.

“Daddy jangan marah, kak Rosetta butuh hiburan.” 

“Sudahlah kau selalu membela Rosetta. Ayo Daddy akan mengantar mu ke kampus.”

Pada siang harinya.

Rosetta dan Hana makan di luar. Keduanya sedang menikmati makan siang. Rosetta tak memperhatikan sekelilingnya tanpa sadar seorang wanita menghampirinya.

“Kak Rosetta.” Sapa Lili.

Rosetta menoleh dan melihat Lili bersama Maxiliam. “Lili.” 

“Kak, kakak kemana saja? Mommy sangat merindukan kakak,” ujar Lili. “Kak ayo pulang,” tambahnya. 

“Aku pasti pulang.” 

“Janji ya Kak?” Tanya Lili dengan senyum mengembang.

Rosetta mengangguk dan tersenyum. 

“Sayang kita makan bersama dengan Kak Rosetta saja,” ucap Lili. Ia ingin makan bersama dengan mereka dan ingin tau apakah Rosetta masih berharap pada calon suaminya itu.

“Baiklah.” Maxiliam menurut, ia tidak ingin berdebat dengan Lili. Ia harus menahan ketidaksukaannya pada Rosetta.

Hana merasa tak nyaman, sahabatnya pasti tertekan. Entah apa yang harus ia lakukan. “Rosetta aku sudah kenyang, katanya kau ingin menemani ku.”

“Kakak harus menunggu ku selesai makan.” Lili menyela. Ia ingin Rosetta duduk bersama mereka.

“Maaf Li, Rosetta sudah janji pada ku. Lagian, kami tidak ingin mengganggu kalian. Iya kan Rosetta?” Hana menunggu jawaban Rosetta.

“Iya Li, kapan-kapan aku akan makan bersama kalian.”

Hana menarik lengan Rosetta, ia jengah duduk bersama mereka. Ia memang tidak suka pada Lili, wajahnya dan sikapnya seolah di buat-buat.

Sesampainya di dalam mobil.

Rosetta merasa lega, dadanya yang terasa terhimpit perlahan merasa lega. “Terima kasih Hana.”

“Aku tau kau tidak suka, aku pun begitu. Rosetta sebaiknya kau berhati-hati pada adik mu. Aku yakin dia merencanakan sesuatu. Dia seperti rubah, pura-pura polos tapi kejam.”

“Tubuhnya lemah.”

“Rosetta tubuh lemah dan sifat itu berbeda, gak ada hubungannya. Aku tidak suka sama adik mu. Menjauh darinya. Aku yakin tadi itu dia ingin memanasi mu.”

“Iya Hana, aku akan berhati-hati.”

Hana mengelus perut rata Rosetta, ia bersyukur Rosetta tidak mual dan justru makannya bertambah. "Apa kita harus berbalanja perlangkapan bayi?"

"Tidak Hana, ini masih terlalu dini."

Hana memasang wajah cemburut, ia tidak sabar membeli perlengkapan bayi dan tidak sabar melihat wajah anak Rosetta. Ia berharap anaknya Rosetta mirip dengan wajahnya, bukan dengan wajah Maxilima, pria paling brengsek itu.

….

“Sayang kenapa kak Rosetta selalu menjauh dari ku,” ucap Lili dengan nada sedih. “Padahal aku ingin dekat dengannya.”

Inilah yang tidak di sukai oleh Maxiliam.  Lili selalu menyalahkan dirinya. "Sayang jangan memikirkan Rosetta, jangan menyalahkan dirimu sendiri. Ya sudah sebaiknya kita makan saja." Jika bertemu dengan Rosetta ia ingin menegurnya.

Pada malam harinya.

Rosetta manutup pintu mobilnya, ia sangat ragu untuk berbalik dan menatap rumah berlantai dua di depannya. Siap tidak siap, ia harus siap melangkahkan kakinya ke dalam rumah itu. Sebenarnya ia tak ingin kembali namun tadi mendapatkan kabar bahwa ibunya sakit, ia harus mendatanginya walaupun ia sering di kecewakan.

Ia menarik dalam napasnya dan mulai melangkah masuk. Ia menuju lantai atas ke kamar kedua orang tuanya.

"Mommy."

Semua orang menoleh, Agam merasa tenang karena Rosetta mau datang. Tadi istrinya merengek ingin bertemu dengan Rosetta.

"Rosetta."

Agam, Lili dan Maxiliam mundur, ia memberi jalan pada Rosetta untuk menghampiri Diane.

"Rosetta Mommy merindukan mu," ucap Diane sambil memeluk Rosetta. "Kau kemana saja? Bagaimana? Apa kau makan dengan baik?"

"Mom aku baik-baik saja. Mommy kenapa harus sakit?"

"Maafkan Mommy, maafkan Mommy." Diane merasa bersalah karena sudah menjaga jarak dengan Rosetta.

Rosetta tersenyum, ia menghapus air mata yang mengalir di pipinya. "Mommy tidak salah, Rosetta yang salah."

...

Rosetta duduk di samping ibunya sambil menggenggam tangan Diane. Kini mereka berdua, Diane meminta untuk berbicara dengan Rosetta berdua saja.

"Rosetta apa kau masih berharap pada Maxiliam? Sayang, Maxi tidak mencintai mu. Cinta tidak bisa di paksa. Mommy tidak ingin kamu menderita."

"Rosetta sadar Mom, Rosetta tidak menyukai Maxiliam. Rosetta sudah melupakannya."

"Kalau begitu, tinggalah di sini Rosetta. Kita bisa bersama lagi."

Deg

Rosetta terharu saat ibunya memintanya untuk tinggal, tapi ia trauma. Ia takut semuanya tidak akan berubah, ia tidak ingin makan hati, apa lagi ia harus menyembunyikan anak di dalam perutnya.

"Rosetta tidak bisa Mom. Rosetta akan tetap tinggal di Apartemen, tapi Rosetta akan sering kesini. Rosetta ingin menyendiri Mom." Tolaknya.

Diane merasa kecewa, ia tidak ingin berpisah dengan Rosetta namun ia harus menghargai Rosetta.

Menjauh

Setelah melihat sang ibu tidur pulas, Rosetta mencium kening ibunya. Sekalipun ia kecewa namun ia begitu menyayangi ibunya. "Terima kasih karena sudah melahirkan ku, Mom."

Rosetta keluar dan menutup pelan pintunya. Tanpa sengaja ia berpapasan dengan Agam yang hendak menuju ke kamarnya.

"Rosetta Daddy ingin berbicara dengan mu." Tanpa menunggu jawaban Rosetta, agam berbelok menuju ke ruang kerjanya.

Agam memandang Rosetta, sebenarnya ia tidak ingin berpisah, namun demi kebaikan semuanya. "Rosetta apa kau masih berharap pada Max?"

"Tidak Dad," jawabnya dengan nada datar.

Agam tersenyum, untunglah Rosetta tidak mengharapkan lagi. "Mengalahlah untuk Lili, semenjak kecil dia sakit-sakitan."

Rosetta tersenyum getir, pada ia harus mati dulu agar tidak bisa mengalah. "Daddy, apakah aku harus mati dulu baru Daddy menyuruh ku untuk tidak mengalah? Daddy aku juga tidak ingin Lili sakit-sakitan."

"Daddy aku tidak akan lagi mengganggu hubungan mereka. Daddy jangan khawatir." Rosetta mengakhiri pertemuannya. Ia meninggalkan Agam yang tercengang dengan perkataan Rosetta.

....

Rosetta menghapus air matanya, rasanya sangat sakit di perlakukan tidak adil oleh orang tuanya. Ternyata ia tidak lebih penting dari pada adiknya.

"Kakak."

Baru saja ia menghindari ayahnya, namun kini ia sudah berpapasan dengan adiknya.

"Kakak menangis?"

"Tidak! Apa kau ingin bertemu dengan Daddy?" tanya Rosetta bermaksud ingin menghindar.

Lili menggeleng, ia tidak berniat untuk mencari ayahnya, tapi ia berniat mencari Rosetta. "Aku ingin berbicara dengan Kakak. Bisakah kita berbicara berdua."

Rosetta mengangguk, ia mengekori Lili hingga ke kolam renang. Lili memandang kolam renang yang begitu tenang airnya itu. Ia menoleh pada Rosetta yang berdiri menjauh darinya.

"Kakak aku cemburu pada Kakak," ucap Lili. Ia kembali melihat ke arah air yang tenang.

"Cemburu?" Rosetta menarik sebelah alisnya. Seharusnya ia yang cemburu bukan Lili.

Lili teringat sewaktu kecil saat berada di rumah neneknya. Ia melihat seorang anak laki-laki yang lebih senang bermain dengan Rosetta dari pada dirinya.

"Kakak bisa mendapatkan segalanya."

"Apa yang kamu cemburui dari ku Lili? Kau memiliki semuanya termasuk cinta Maxiliam."

Lili tersenyum, ia belum memiliki sepenuhnya, namun ia bertekad akan memiliki sepenuhnya.

Lili memutar tubuhnya menghadap ke arah Rosetta. "Kakak aku ingin membenci mu, tapi aku tau kau masih kakak ku." Salah satu kakinya mundur namun kakinya kehilangan keseimbangan hingga tubuhnya jatuh ke dalam air.

Byur

"Lili!" teriak Rosetta. Dia ingin menolong namun ia trauma. Bayangan sewaktu kecil ketika ia hampir tenggelam membuat tubuhnya gemetar.

"Tolong kak!"

"Kak Rosetta."

"Lili!" teriak Maxiliam. Pria itu langsung menceburkan tubuhnya ke dalam air. Dia mengangkat tubuh Lili ke lantai.

Rosetta gemetar, tubuhnya keluar keringat dingin melihat Lili.

"Apa yang terjadi?" tanya Agam panik. "Lili kamu kenapa?" tanya Agam. Pria itu menoleh ke arah Rosetta yang ketakutan. "Apa kau yang melakukannya Rosetta?!"

Maxiliam hanya menoleh. Ia tak memperdulikan ketakutan di wajah Rosetta, bergegas ia mengangkat tubuh Lili ke kamarnya dan menyuruh dua pelayan untuk mengganti pakaiannya sedangkan ia menghubungi dokter pribadinya.

....

Masih di landa kepanikan, Agam mondar-mandir ia belum mengeluarkan suara apa pun. Sedangkan Rosetta ia masih diam dalam keterkejutannya.

"Bagaimana keadaan Lili Dokter?" tanya Agam melihat sang Dokter yang baru saja keluar dari kamar Lili.

"Keadaan nona Lili baik-baik saja, dia hanya syok."

"Syukurlah." Agam bernafas lega. Dia menoleh dan menatap tajam pada Rosetta. "Apa kau puas Rosetta!" Todongnya. "Selama Lili bersama mu, kau pasti membahayakannya."

Air mata Rosetta mengalir, entah berapa kali dalam hidupnya ia selalu di tuduh.

"Agam katanya Lili ..."

"Dia sudah baik-baik saja Diane. Kau tanyakan saja pada anak mu ini." Tunjuk Agam ke wajah Rosetta.

Rosetta memandang ibunya, ternyata sang ibu juga menginginkan pengakuannya. Terlihat jelas di wajahnya yang menunggu pengakuannya.

"Maxiliam bagaimana keadaan Lili?" tanya Diane melihat Maxiliam yang baru saja keluar dari kamar Lili.

"Lili sudah tidur tante," jawab Maxiliam. Kedua netra Maxiliam mengarah pada Rosetta. "Apa kau bisa menjelaskan semua yang terjadi Rosetta?"

Agam menatap nyalang, ia ingin pengakuan Rosetta. "Kenapa diam saja Rosetta?!"

Rosetta mengepalkan kedua tangannya. Beginilah hidupnya selalu di salahkan. Padahal ia tidak mendorong Lili. "Daddy selalu menyalahkan aku. Daddy seakan mengatakan bahwa aku yang mendorong Lili. Apa Daddy pikir aku cemburu pada Maxiliam? Daddy aku selalu berpikir bahwa Daddy lebih menyayangi Lili daripada aku."

"Aku selalu memanjakan mu Rosetta."

Rosetta tertawa, ia geli dengan ucapan ayahnya. "Memanjakan? Apa Daddy pernah merayakan ulang tahun ku? Seakan kelahiran ku sudah mati."

"Rosetta!"

"Cukup Mom! Aku tidak mengharapkan kasih sayang dari keluarga ini. Justru aku berharap aku di kelurkan dari daftar keluarga ini." Sudah cukup baginya tuduhannya. Ia muak dengan sikap ayahnya yang acuh dan selalu memarahinya.

"Rosetta! Tunggu Rosetta! Kau mau kemana? Ini sudah larut malam."

"Rosetta kalau kau pergi selangkah dari rumah ini. Daddy akan benar-benar mengeluarkan nama mu."

Rosetta menghapus air matanya. Ia terus melangkah tanpa menoleh ke belakang.

Diane menangis tersedu-sedu. Ia ingin menghentikan Rosetta namun kedua kakinya lemah dan tak bisa melangkah.

....

Beberapa hari kemudian.

Emely menggenggam tangan Rosetta, ia menatap wajah Rosetta yang begitu cantik tanpa riasan tebal. Kini mereka sudah wisuda, rasanya sudah lega tidak perlu lagi pusing masalah skipsi.

Rosetta pun tersenyum, selama wisuda ia hanya memiliki sahabatnya. Sedangkan kedua orang tuanya sibuk dengan wisuda Lili. Mereka memang menghadirinya, tapi terasa jauh darinya.

"Rosetta." Diane menghampiri Rosetta. "Selamat sayang, kau menjadi mahasiswa yang terbaik." Ia bangga pada Rosetta yang menjadi bintang utama di acara wisudanya.

"Terima kasih Mom."

Rosetta melihat agam dan Maxiliam yang begitu senang berbicara dengan Lili. Ternyata ia masih cemburu dengan kehangatan mereka.

Rosetta memeluk ibunya, mungkin ini terakhir kalinya ia berbicara pada ibunya. "Mommy terima kasih karena telah melahirkan ku. Maafkan aku yang selalu mengecewakan Mommy."

Diane mengelus punggung Rosetta. "Mommy berterima kasih karena Rosetta menjadi anak Mommy dan sudah terlahir ke dunia."

Dari jauh Maxiliam melihat Rosetta yang berbicara hangat dengan Diane. Ia tersenyum melihat Rosetta yang tersenyum dengan wajah cantiknya.

Agam yang melihatnya berniat menghampiri putrinya, namun ia menghentikan langkahnya sejenak tatapannya bertemu dengan Rosetta.

"Rose ..."

"Mommy aku pergi bertemu teman-teman dulu." Ia lebih memilih menghindar dari pada bertemu dengan Agam. Ia belum nyaman bersama dengan ayahnya.

Diane menoleh, sejujurnya ia sangat kecewa pada suaminya itu. "Kenapa kau datang? Seharusnya kau tidak mendatangi kami." Ia belum puas berbicara berdua dengan putrinya.

Agam menghela napas, ada rasa penyesalan di hatinya. Ternyata ia telah menjadikan jarak untuk mereka.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!