"Ah, akhirnya selesai juga." Ujar Joy -gadis tinggi dengan rambut panjang- sambil meregangkan tubuhnya, membuat yang lain menatapnya.
"Kebiasaan si Joy, ngerjain tugas di ruang senat, ketahuan Kak Stuart dimarahin lho." Ujar Wendy -gadis dengan rambut sebahu yang manis- sambil merapikan catatannya di meja wakil senat, meja miliknya.
"Kan ada Irene, sang pemilik hati Kak Stuart. Mana berani Kak Stuart marah kalo udah berhadapan sama Irene, ya kan?" Ujar Joy sambil memainkan alisnya, membuat yang lain menatap gadis berkacamata yang sepertinya sibuk dengan berbagai pekerjaan senat.
"Ngapain tuh si Irene?" Tanya Gisel, gadis dengan buku di tangannya penasaran.
"Sorry, Girls, gw sibuk, hehe." Ujar Irene, menjawab sekenanya. Dia selalu terlihat sibuk sih, entah menghindar dari pembicaraan atau karna emang sibuk beneran.
"Sibuk mulu kalo lagi bahas Kak Stuart, gimana sih? Masih mau gantung Kak Stuart?"
"Gw gak bisa gantung orang, loe gak liat kerjaan gw seabrek begini. Besok hari terakhir ospek lagi, gw pasti lebih sibuk lagi." Ujar Irene sambil mengerucutkan bibirnya, matanya tak beralih dari layar komputer di hadapannya.
"Ah, iya, bener ya besok, gak kerasa." Ujar Joy, tangannya membereskan buku-buku yang ia gunakan tadi.
"Iya, besok pasti senat bakal sibuk banget, penyambutan juga." Ujar Gisel sambil mengembungkan pipinya, sebal.
"Kan loe jadi MC, sama Wendy." Ujar Joy, tertawa.
"Seneng banget yang seksi konsumsi, nyebelin banget." Ujar Wendy, giliran dia yang kesal.
"Iya dong, makan, makan." Ujar Joy, tertawa puas.
"Kayaknya besok bakal ada yang panen tuh, tahun kemarin banyak banget dapet bingkisan." Sindir Gisel, membuat Joy dan Wendy ikut menatap orang yang disindir, tapi yang disindir malah sibuk sendiri.
"Emang ada acara berbagi bingkisan ya, kayak tahun kemarin?" Tanya Wendy, kaget.
"Jadi MC gak tau apa-apa, emang cuman Wendy doang." Ujar Joy, Wendy hanya menggaruk kepalanya yang tak gatal.
"Hehe."
"Gw kan kasih loe semua, ya kalianlah yang panen." Celetuk Irene, membuat Wendy dan Gisel mendelik.
"Seingat gw, kita udah nolak deh. Ya kan, Wen?" Tanya Gisel, memastikan.
"Ya loe tolak, gw kagak, wkwk." Ujar Joy, membuat Wendy segera melemparkan bantal kearah Joy, gadis itu hanya tertawa dibuatnya.
"Loe gak peka banget deh, Joy." Ujar Gisel sambil menggelengkan kepalanya, tak habis pikir pada Joy.
"Daripada mubazir, dia ngancem bakal buang bingkisannya lho, daripada sayang." Ujar Joy, cuek.
"Dasar, bilang aja loe mau yang gratisan." Ujar Wendy, sedikit geram pada Joy.
"Siapa yang nolak gratisan, Wen." Ujar Joy, lagi.
"Bisa ae loe ngelesnya, kang bajaj." Ujar Wendy, membuat Joy lagi-lagi tertawa.
***
"Loe ngapain sih ngajak gw kesini? Kurang kerjaan, mending gw baca buku di kosan." Gerutu Axelle, pria dengan kacamata minusnya mengikuti langkah temannya masuk ke sebuah toko accessories.
"Kan gw udah bilang temenin gw nyari hadiah, buat cewek nih." Ujar Bryan, pria dengan sebuah syal di lehernya itu sibuk melihat-lihat.
"Ya kan gw gak tau, gw gak pernah ngasih hadiah ke cewek. Ngapain minta temenin gw?" Ujar Axelle lagi, membuat Bryan mendelik.
"Loe gak ada niatan buat beli hadiah juga gitu?" Tanya Bryan, Axelle memberikan tatapan 'buat apa?'. Bryan menghela nafas, ternyata nih anak dari dulu gak pernah berubah. "Buat ngasih ke katinglah, setiap tahun selalu ada acara ngasih bingkisan ke kating. Loe gak ada niatan beli buat kating yang loe suka gitu?"
"Gak ada kating yang gw suka tuh, jadi buat apa buang-buang duit buat hal gak guna kayak gitu?" Ujar Axelle, acuh.
"Gak guna? Yang bener aja? Siapa tau loe bisa disukain sama kating juga? Loe tau kan, Kak Sienna, dia bisa deket sama Kak Jeremy gara-gara acara ginian."
"Dia cewek ngasih kado ke cowok gitu?"
"Awalnya sih gitu, wkwk, tapi sekarang mereka digosipin pacaran tuh." Ujar Bryan, tersenyum.
"Loe ngarep pacaran sama kating cewek?" Tanya Axelle, Bryan tersenyum.
"Kenapa nggak, mereka kan cantik-cantik, apalagi Kak Irene. Eh, loe gak ada niatan buat deket sama Kak Irene gitu? Dia yang paling cantik lho, diantara semua kating cewek?"
"Irene? Yang mana?" Tanya Axelle, bingung.
"Loe gak kenal Kak Irene? Beneran? Dia kan paling terkenal seangkatan kita, loe hidup di zaman apa sih?" Tanya Bryan, tak habis pikir.
"Apaan sih? Gw emang pernah denger, tapi gw gak tau yang mana." Ujar Axelle, acuh.
"Karna semua kating cantik sih, jadi wajar aja, loe gak kenal." Ujar Bryan, sedikit menggoda Axelle.
"Mungkin aja sih." Ujar Axelle, membuat Bryan gemas.
Plak!!
"Sakit, By!!" Teriak Axelle, saat kepalanya digeplak Bryan dari belakang, pria itu menatap tajam Bryan.
"Loe normal, gak sih?"
"Haloo, apa kabar kalian semua?"
Wendy dan Gisel tampak sibuk membuka acara dengan ocehan mereka yang tak ada habisnya, wajar sih, kan mereka emang cerewet aslinya. Hari terakhir ospek di salah satu universitas ternama itu memang selalu menjadi event yang cukup meriah, guna lebih mendekatkan mahasiswa baru dan kating, juga agar kedepannya tak ada dendam di antara mereka. Karna berbagai hukuman yang diberikan terkadang tanpa sebab atau lebih tepatnya para panitia itu hanya ingin memaksa mereka menerima hukuman, tanpa boleh menolak.
"Al, loe beneran gak bawa apa-apa?" Bisik Bryan sambil menggenggam bingkisan di tangannya, Axelle tampak melihat sekelilingnya, sepertinya hanya dirinya yang tak bawa apa-apa.
"Gak bakal keliatan juga gw gak bawa." Ujar Axelle, acuh.
"Pelit amat sih loe, ntar gak ada yang suka sama loe!!" Ujar Bryan, sebal.
"Gw mau kuliah, bukan mau nyari orang yang suka sama gw." Ujar Axelle, membuat Bryan memutar matanya.
"Loe mau tau Kak Irene itu yang mana?" Tanya Bryan, saat ia melihat Irene baru saja berbisik pada Wendy.
"Nggak tertarik." Jawab Axelle, membuat Bryan lama-lama kesal padanya.
Awas aja kalo loe suka sama Kak Irene, gw yang bakal ketawa paling keras. Cihh!!
"Tuh, dia Kak Irene, noh!!" Ujar Bryan sambil menunjuk gadis yang tengah mengobrol dengan seorang pria yang tingginya hampir sama dengannya, Axelle malah sibuk sama ponselnya, keliatan gak tertarik.
Dia gak noleh sih, kalo noleh...
"Axelle... Axelle!!"
Axelle menatap Bryan yang menyikutnya tadi, lalu melihat Irene yang berdiri tak jauh darinya. Mata tajamnya terus mengawasi garak-gerik Irene yang sedang sibuk, sesekali gadis itu tampak tersenyum pada pria yang membantunya itu.
"Cantik, kan?"
Axelle sekali lagi memperhatikan gadis itu, menatapnya hingga gadis itu bisa merasakan tatapan tajamnya. Gadis itu melihat sekelilingnya, tatapannya tertuju pada bangku penonton. Sesaat tatapan mereka bertemu, Axelle segera memutuskan tatapan keduanya.
"Cantik." Gumam Axelle, hampir tak terdengar.
Irene menatap pria yang melengos melihatnya, baru kali ini ada pria yang melakukan itu padanya. Irene mengerutkan keningnya bingung, tatapannya teralih saat Joy menepuk pundaknya.
"Kenapa loe?" Tanya Joy, heran, Irene kayak orang linglung.
"Apa cuman perasaan gw doang?" Gumam Irene, membuat Joy menaikkan alisnya. "Gw gak papa, ayo, kita sibuk nih!!" Ujarnya, melupakan kejadian tadi.
"Waw, terimakasih pada para dosen fakultas kita yang sudah memperkenalkan diri, terimakasih juga karna mau meluangkan waktu untuk mengajari kami."
"Kenapa sih, Wen? Kayak mau pergi gitu? Loe gak nangis, kan?" Tanya Gisel, selaku lawan bicara Wendy.
"Gw sedih, karna kita udah di penghujung acara. Loe gak sedih?" Tanya Wendy, wajahnya terlihat menggemaskan kala menampilkan muka sedihnya.
"Hmm, sedih sih, acara tahunan ini bakal ngangenin." Ujar Gisel, keduanya mulai mengadakan drama.
Axelle memutar matanya, ia melihat jam tangannya. Sudah siang rupanya, mereka gak cape apa ya ngoceh dari pagi? Harusnya kan mereka istirahat, apa mereka sangat suka mengoceh di depan banyak orang?
"Tapi di penghujung acara ini, seperti tahun sebelumnya ada acara take&give. Kalian pasti tak sabar untuk memberikan sesuatu untuk kating yang kalian sukai, kami juga gak sabar untuk memberikan hadiah yang telah kami siapkan untuk kalian." Ujar Gisel, heboh.
"Pastinya dong, kan kita di sini udah deket kayak saudara. Yaudah, ayo dong, katingnya berjajar, jangan malu-malu..."
Axelle memutar matanya, datang ke acara hari ini benar-benar membuat waktunya terbuang percuma. Axelle akan beranjak, tapi Bryan menahannya.
"Loe mau kemana?" Tanya Bryan, kaget.
"Gw mau ke kantin, bosen." Ujar Axelle sambil beranjak dari kursinya, lalu pergi tanpa permisi.
"Bilang aja karna loe gak bawa hadiah, dasar pelit." Ujar Bryan, lalu ia menghela nafas. "Biarin ajalah, dia udah gede ini." Gumamnya lagi, ia kembali tenggelam dalam acara itu dan melupakan Axelle.
Tanpa disadari, Irene melihat Axelle pergi dari kursinya, gadis itu mengikuti gerak tubuh Axelle hingga benar-benar menghilang dari pandangannya. "Dia gak ngikutin event ini? Gak ada kating yang dia suka, ya?" gumamnya, heran.
Pria disamping Irene menyadari bahwa Irene tengah memperhatikan pria yang sedari tadi duduk di kursi penonton, Irene tak bisa konsentrasi dengan pekerjaannya kali ini mungkin karna pria itu juga.
"Ada apa?" Tanya Stuart, pria itu, penasaran.
"Ah, gak papa, Kak." Jawab Irene, tersenyum.
Tapi Stuart tak puas dengan jawaban gadis itu, ia menatap pintu yang baru saja menelan orang yang membuat Irene seperti bukan dirinya seharian ini.
***
"Akhirnya selesai juga..." Teriak Joy, senang. "Mau makan-makan, gak?" Tanyanya, membuat Wendy mendelik kearahnya. "Kenapa loe?"
"Suara Wendy abis, gw juga sih udah serak." Ujar Gisel sambil memegang botol minum yang entah sudah ke berapa kali ia minum.
"Haha, kasian banget kalian. Irene dong pdkt sama Kak Stuart, berduaan mulu." Ujar Joy, membuat Irene menghela nafas. "Jangan bilang loe cuman temenan doang sama Kak Stuart, ayo cepet jadian gih!!" Ujarnya, lagi.
"Lha, kan gw gak ada perasaan sama Kak Stuart. Lagian Kak Stuart juga cuman lindungin gw doang, dia gak bener-bener suka sama gw..."
Plak!!
"Ah, sakit, Gisel!!" Ujar Irene sambil memegang dahinya yang disentil Gisel karna gemas, ketiga sahabatnya itu memang doyan sekali membullynya.
"Loe harusnya peka, Irene Sayang." Ujar Gisel, geram. Pasalnya dulu Gisel pernah suka sama Stuart, tapi gadis itu sadar bahwa yang disukai Stuart adalah Irene, sahabatnya sendiri, jadi dia memutuskan untuk mundur, demi sahabatnya yang tak pernah suka sama cowok. Sebenarnya dia ini normal atau nggak sih?
Irene mendengus kesal, ia tak sengaja melihat seorang pria dengan hoodie hitam berjalan sambil meminum minumannya, tatapannya tertuju pada ponsel yang sedari tadi ada ditangannya.
"Permisi, Kak!!"
Irene tersentak kaget, saat melihat pria hoodie hitam itu sudah ada di depannya, ingin lewat tapi terhalang tubuh mungil Irene. Ya mereka jalannya barengan sih, jadi bener-bener gak ada celah untuk menghindar di koridor sesempit itu.
"Ah, iya, maaf." Ujar Irene sambil berjalan mundur, memilih menyingkir dari pria yang tak dikenalnya itu. Hampir saja Irene bersentuhan dengan pria itu, kalau saja Irene tak memilih untuk mundur satu langkah lagi.
Pria itu pergi begitu saja tanpa melirik Irene, ketiga temannya malah bingung.
"Dia gak ikutan take&give, ya? kok muncul dari kantin? Kok bisa dia...?"
Joy kehabisan kata-kata, kayaknya gak ada deh yang nyia-nyiain kesempatan langka itu. Tapi kok bisa-bisanya si hoodie hitam itu keluar dari kantin bawa minum, main ponsel, santai lagi lewatin mereka seolah gak ada yang harus dilihatnya.
"Dia siapa, sih?" Tanya Gisel, tampak kebingungan, karna baru pertama kali dirinya mendapati sosok dingin seperti itu.
"Axelle!! Ya, namanya Axelle, Axelle Kang." Ujar Wendy tiba-tiba, membuat ketiga temannya kaget.
"Apa sih, Wen? Suara loe balik, tapi jangan ngagetin kita dong." Protes Joy, kesal.
"Tau nih, Wendy, bikin orang jantungan aja." Ujar Gisel, membuat Wendy meringis pelan.
"Nama cowok tadi Axelle, maksudnya." Ujar Wendy, membuat ketiga temannya menatap gadis itu.
"Loe kenal dia?"
"Nggak."
"Yeee..."
Axelle? Apa kita pernah ketemu sebelumnya? Apa gw pernah berbuat salah sama loe sampe-sampe loe dingin ke gw?
Irene berjalan menuju ruang dosen dengan terburu-buru, hari ini ia ada urusan dengan dosen yang dari semalam bawel karna dia belum mengumpulkan tugas yang diberikan. Irene gak ngerti lagi, padahal harusnya dosennya ngerti, kan Irene anggota senat yang emang sangat sibuk. Tapi ya namanya senat, dia tak seperti organisasi SMA yang sedikit bebas, mereka diharuskan disiplin dan sangat bertanggungjawab. Irene sih bertanggungjawab, tapi kadang disiplinnya kurang. Makanya Irene masih aja suka ngeluh kalo kerjaannya sudah menyita pikirannya, Irene gak tahan dengan itu semua.
"Eh, Kak Irene." Sapa seorang pria, membuat Irene yang hampir belok terhenti seketika. Gadis itu menoleh kearah juniornya, tersenyum seramah mungkin. "Pagi, Kak!!"
"Pagi, Bryan." Sapa Irene, tapi tatapannya mengarah pada pria yang berada disamping pria tinggi itu.
"Kakak mau kemana? Sibuk banget, mau aku bantuin gak, Kak?" Tanya Bryan, membuat Irene menatapnya lagi.
"Gak usah, tadi dipanggil dosen, duluan ya..." Ujar Irene sambil berjalan pergi, tak tahan dengan tatapan tajam yang diberikan pria di samping Bryan, yang baru ia kenal sebagai Axelle, pria misterius yang membuat bulu kuduknya merinding.
"Loe ngapain sih?" Tanya Bryan, membuat Irene menghentikan langkahnya. Gadis itu pura-pura berjalan menjauh, padahal ia sembunyi di pertigaan koridor itu.
"Kenapa?"
Untuk kedua kalinya Irene mendengar suara berat pria itu, Irene seketika lupa pada tugas yang harus diserahkan pada dosennya.
"Loe ngapain ngeliatin Kak Irene? Naksir loe, ya?"
Terdengar suara Bryan, Irene memasang telinganya baik-baik.
"Nggak, biasa aja."
Cowok itu berucap acuh tak acuh, membuat Irene terdiam. Ha? Baru kali ini ada cowok yang bilang tak menyukainya, terdengar seperti benar-benar tak menaruh hati padanya. Apa yang dia pikirkan? Kenapa dia tak menyukai Irene? Padahal Irene selama ini selalu menemukan pria yang berhasil dibuatnya menggila, meski dia harus kerepotan gara-gara itu sih.
"Loe cuman mau caper doang kan sama dia, bilang gak suka, natap dia dingin begitu, terus ntar dia ngerasa bersalah..."
Jleb!!
Irene terdiam, semudah itu ya ia terbaca. Tapi apa benar dugaan Bryan kalo Axelle hanya caper supaya dia kepikiran pria itu melulu? Ngerasa bersalah terus... Kan gw gak ada salah, kenapa mesti ngerasa bersalah?
"Irene, ngapain loe disini?" ujar Wendy, membuat Irene kaget. Dengan panik, dia mencoba memberi isyarat pada Wendy agar gadis itu diam. "Apaan sih? Loe ngapain disini?"
"Aish..."
"Kak Irene??" Sapa Bryan, membuat Wendy hampir berteriak karna kaget.
Irene hanya bisa menutup wajahnya dengan buku yang dibawanya, wajahnya merona malu, ia menoleh kearah Bryan. "Hai, Bryan!!"
"Kakak bukannya sibuk, ya?" Ujar Axelle, wajah datarnya mampu membuat Irene terpaku menatapnya. "Tadi dipanggil dosen, kan?"
"Ah, iya, gw lupa, anterin gw yuk, Wen!!" Ujar Irene sambil menarik tangan Wendy, memaksanya untuk ikut.
Wendy yang tak tahu apa-apa hanya mengikuti sahabatnya itu, meskipun berbagai pertanyaan muncul di benaknya.
***
"Tumben loe ada disini, bukannya gak ada jadwal?" Tanya Gisel sambil duduk di samping Irene, sedang gadis itu hanya meminum minumannya tanpa semangat.
"Kenapa lagi loe?" Tanya Joy, heran. Gak biasanya Irene gak bersemangat begini, membuatnya sedikit lebih manusiawi.
"Gw malu..." Gumam Irene, membuat yang lain bingung.
"Malu kenapa?" Tanya Gisel, Irene itu tipe orang yang gak segampang itu menunjukkan ekspresinya.
"Dia malu karna kepergok nguping, hihi." Ujar Wendy, tiba-tiba muncul dengan snack di tangannya.
"Nguping? Nguping siapa?" Tanya Joy, membuat Gisel menatapnya karna suaranya cukup keras.
"Dia nguping..."
"Itu lho, gw gak sengaja nguping dosen." Ujar Irene, buru-buru.
"Nguping apaan? Jangan bilang... Irene udah gak polos, ya Tuhan!!" Ujar Joy, membuat Irene melotot kaget ke arahnya.
"Loe pikir gw nguping apaan sih, Joy?" Ujar Irene, hampir berteriak saking kesalnya. Pikiran Joy emang gak mudah ditebak, heran deh, kenapa dia betah temenan sama Joy?
"Elah, gak usah ngegas." Ujar Joy, tersenyum geli.
"Dia nguping Axelle, itu lho, si hoodie item." Ujar Wendy, Irene menatapnya tajam.
"Si hoodie item? Loe ngapain ngupingin dia?" Tanya Gisel, penasaran.
"Loe bisa pelanin suara loe, gak sih?" Ujar Irene, gemas. Para sahabatnya ini emang punya toa semua, kecuali dirinya yang memang aslinya pendiam. "Gw cuman penasaran sama doi, gak tau kenapa."
"Hm, penasaran atau penasaran?" Goda Joy, Irene menatapnya jengah. "Gak biasanya loe tertarik sama orang, cowok lagi." Ujarnya, lagi.
"Dia gak kayak kebanyakan cowok, jadi gw penasaran aja."
"Irene normal, Girls, gw gak nyangka dia tertarik sama junior." Ujar Gisel, paling semangat kalo Irene udah berubah. Ya memang dia berharap Irene gak jomblo terus, supaya dia bisa deketin Stuart kembali.
"Sembarangan banget itu mulut, pengen gw plester." Ujar Irene, tak terima dibilang gak normal. Demi tuhan dia normal, hanya saja memang belum ada yang bisa benar-benar menarik hatinya, dia pun gak tau kenapa.
"Doi masih ngarepin Kak Stuart, Rene." Ujar Joy, membuat Gisel mendelik kearahnya. "Bener kan, apa kata gw." Ujarnya, lagi.
"Berisik!!" Ujar Gisel, sebal.
"Tapi si hoodie item itu gak jelek kok, cuman kayaknya dia gak terlalu tertarik aja sama loe." Ujar Wendy, tentu saja hal itu membuat Joy dan Gisel menatapnya.
"Gak tertarik? Loe yakin? Dia gak caper gitu?" Tanya Joy, tanpa jeda.
"Itu yang bikin gw penasaran, sebenarnya." Ujar Irene, pelan. "Padahal gw ngerasa gak kenal dia, gw gak ada salah sama dia juga, tapi kok dia jutek sama gw ya?"
"Sama cewek lain juga kayaknya, tuh..."
Wendy menunjuk Axelle yang tengah berhadapan dengan seorang gadis mungil yang menyodorkan bingkisan padanya, tatapan pria itu tak bersahabat. Irene melihatnya, lalu beranjak...
"Mau kemana, Rene?"
"Irene?..."
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!