" Dokter Melia! Ada pasien darurat, Dok!" seru seorang perawat dengan terengah-engah menerobos masuk ke dalam ruangan seorang dokter cantik.
" Baiklah, ayo!" seru Melia dan segera berlari menyusul perawat itu.
Sampai di IGD, Melia meminta rekam medis. Tangannya bergetar ketika ia melihat identitas pasien. Perlahan ia berjalan menuju brankar. Di sana, ia melihat seseorang yang sangat dikenalnya.
" Fe-Felix?" panggilnya lirih.
" Dok-Dokter? apa Anda mengenalnya?" tanya seorang Paramedik pada Melia. Wanita cantik itu mengangguk pelan
" Apa yang terjadi?" tanya Melia pada Paramedik
" Kami mendapat telepon dari seorang wanita, kalau suaminya tiba-tiba saja pingsan setelah mereka bercinta," jelas Paramedik
" Su-suami?" tanya Melia. Air matanya mulai mengalir membasahi pipinya
" Benar, Dok. Tuan Felix adalah suami Nyonya Liana," jawab si Paramedik tanpa melihat perubahan wajah Melia
Brakk ...
Melia menjatuhkan klipboard berisi laporan Felix dan berlalu dari sana. Semua memandang Melia tak mengerti dan heran.
" Dokter! Dokter Melia!" panggil seorang perawat
" Dengan dr. Victor saja," ucap Melia dengan suara serak. Dadanya terasa sakit. Ia memutuskan untuk segera pergi dari sana. Melia berlari menuju kantornya dan menggantung jas dokternya.
Setelah menyambar tasnya, Melia tanpa peduli panggilan para perawat, berlalu pergi dan menaiki taksi yang selalu ada di depan rumah sakit menunggu penumpang.
" Club Heaven 6, Pak!" ucap Melia pada sopir taksi. Orang itu mengangguk dan menjalankan taksinya.
" Jadi, ini yang kau bilang ada urusan di luar kota, Felix? ternyata ... ternyata kau sudah memiliki istri. Kau tega, Felix ... tega," gumam Melia dalam tangisnya yang pecah. Melia menunduk dan menutup wajahnya dengan kedua tangan.
Si sopir taksi tampaknya mengerti keadaan Melia. Ia segera memasang radio dan sedikit mengeraskan suaranya dan melirik Melia melalui spion
" Nona, menangislah sepuasmu. Saya akan mengeraskan suaranya," ucap lelaki setengah baya itu.
Melia tertegun dan sedikit tersenyum dengan wajah sembabnya. Melia terus menangis selama perjalanan. Tak lama, lelaki setengah baya itu menghentikan mobilnya di depan Club yang Melia minta
" Nona, sudah sampai," kata lelaki itu.
Melia mendongak dan melihat keluar. Benar saja, ia sudah di depan Club Heaven 6. Sebuah Club malam terkenal yang ada di Shanghai.
" Terima kasih, Pak," ucap Melia
" Sama-sama. Bersenang-senanglah, kau berhak mendapatkannya, Nak," kata lelaki itu. Melia tersenyum dan mengulurkan 2 lembar uang berwarna hijau dan coklat bergambar presiden Tiongkok itu.
Melia, dokter muda berumur 23 tahun. Bekerja sebagai dokter umum di Rumah Sakit Umum Shanghai. Ia bertunangan dengan seorang laki-laki bernama Felix Huang selama 3 tahun. Sebelumnya, keduanya berpacaran di awal tahun kedua Melia kuliah dan bertunangan tepat saat Melia berulang tahun yang ke 20.
Orangtua Melia tinggal di Beijing. Ayahnya bekerja sebagai sopir taksi, sedang ibunya seorang keturunan Indonesia, adalah seorang koki di restoran peninggalan Kakek Melia, yang tak terlalu besar.
Felix dan Melia berkenalan saat OSPEK. Dimana Felix yang adalah senior Melia selalu membantu dan melindungi Melia. Awalnya Melia hanya menganggapnya teman, tapi karena kegigihan Felix, akhirnya Melia menerima Felix sebagai kekasihnya ketika perkuliahan sudah berjalan setahun.
back to story
Melia menenggelamkan diri dengan minuman beralkohol yang selama ini tak pernah ia sentuh. Sekarang adalah kedua kalinya ia datang ke Club ini.
Sebelumnya, ia datang dengan sahabatnya, Mei Fang. Tapi, kini sahabatnya itu telah lebih dulu meninggalkannya menghadap sang Ilahi, setelah kalah dalam pertempurannya melawan kanker darah atau Leukemia yang diidapnya sejak SMA.
" FELIX!!! KAU BRENGSEKKK!!!" teriak Melia sambil menegak botol bening berisi alkohol itu.
" Wah, Nona ... sepertinya sedang patah hati, ya?" seorang laki-laki datang dan menyentuh lengan Melia yang terbuka dengan gerakan sensual
Dengan cepat Melia memegang pergelangan tangan lelaki yang hendak menyentuh bagian pribadinya. Lalu memutar pergelangannya, sehingga tubuh lelaki itu membelakangi Melia sedang tangannya tertekuk kebelakang dan,
krekk ...
Melia memelintir lengan bawah lelaki itu
" Aaaa ..." teriak lelaki itu.
Melia berbisik ditelinga lelaki yang setengah berjongkok di depannya.
" Jangan sekali-kali kau berani ... menyentuhku dengan tangan kotormu itu!" ucap Melia dengan geram.
Brakkk ...
Melia mendorong pantat lelaki itu dan membuat pria bertato itu menabrak kursi di depannya dan bibirnya mencium pegangan tangan di kursi yang terbuat dari kayu. Darah segar keluar dari mulutnya.
" Kurang ajar!" geram lelaki itu dan berusaha bangun dan melempar kursi yang ditabraknya
Tak ... tak ...
Melia melangkah dengan sepatu stiletonya mendekati lelaki itu, dan dengan cepat menarik kerahnya ke belakang, menjulurkan tangannya yang terkepal dan langsung menghantam bagian perut lelaki yang tubuhnya satu setengah kali lebih besar darinya, beberapa kali
Bugh ... bugh ... bugh ...
Lelaki itu meringis kesakitan dan memegang perutnya. Orang-orang yang melihat itu ikut meringis, tapi tak ada keinginan untuk melerai.
Melia menghempaskan tubuh pria itu ke lantai dan menginjak tangan yang sudah menyentuhnya
Krakkk ...
(Suara tulang retak)
" Aaaaaa..."
" Ini hanya peringatan untukmu," ucap Melia lalu mengebaskan tubuhnya dan membersihkan tangannya. Wanita itu meraih tasnya membayar tagihan dan melangkah pergi.
Sepasang mata melihatnya dengan senyum seringai.
" Wanita yang menarik," gumamnya dan kembali menegak Scotch (jenis minuman keras yang biasanya disajikan dengan es) yang ada di tangannya.
Melia berjalan sempoyongan keluar Club dan penampilannya sangat acak-acakkan. Ia berusaha mencari benda pipih dari dalam tasnya, tapi belum sampai ia menemukannya, seorang laki-laki mendekatinya
" Nona? apa perlu taksi?" kata lelaki itu
Melia mendongak melihat lelaki yang berbicara padanya lalu melihat taksi yang terparkir agak jauh di belakangnya.
Melia tersenyum senang. Lalu mendekat ke arah lelaki itu
" Wahahaha ... apa kau malaikatku?" oceh Melia
Lelaki itu terkekeh, " Saya tak keberatan kalau Anda mau menyebut saya begitu. Mari, silahkan," ucap lelaki itu mempersilahkan Melia berjalan dulu menuju taksi.
Melia menghempaskan tubuhnya keatas jok yang empuk dan lembut
" Eh ... kenapa taksinya berbeda, ya?" gumam Melia. Tangannya terus meraba-raba jok yang ia duduki.
" Kemana, Nona?" tanya lelaki itu sambil melihat Melia dari spion mobil.
Melia tampak berpikir. Wajahnya sangat imut. Memajukan bibirnya dan mengetuk-ngetukkan jarinya di dagu. Sangat menggemaskan
" Ah, Pak. Aku mau berkeliling Shanghai ... ya ... hahaha ... berkeliling Shanghaaiii ...." teriak Melia dengan tangan diangkat tinggi keatas dan kedua kaki ia julurkan.
" Baiklah, Nona. Saya akan membawa ke suatu tempat yang tak pernah Anda kunjungi sebelumnya. Anda mau?"
" Benarkah? Baiklah ... Let's goooo ...." teriak Melia lagi dan menaikkan tangan kanannya ke atas dengan mengepal
" Hahaha ... baik," kata lelaki itu. Sesekali sopir itu melirik Melia lewat spion
" Sangat menggemaskan," gumamnya
Melia membuka jendela pintu mobil dan menaruh kepalanya di sana. Lengannya sedikit ia keluarkan dan tangannya terbuka.
Angin malam yang menyapa wajah cantiknya, tak membuat Melia merasa tak nyaman. Matanya menyipit dan terus menatap kerlip-kerlip lampu kota yang kian lama kian menghilang.
Tapi, sepertinya Melia tak memperdulikannya. Wanita cantik itu memilih memiringkan kepalanya dan memejamkan matanya di jendela, membiarkan angin malam membuainya.
" Ceroboh," gumam si sopir
Taksi itu semakin berjalan menjauhi kota Shanghai hingga tiba di sebuah jalan yang hanya cukup untuk satu mobil saja. Perlahan taksi itu masuk ke dalam pekarangan sebuah rumah kuno yang hanya diterangi cahaya lilin.
Di depan pintu kayu berwarna coklat tua dengan kertas merah dan tulisan pinyin menempel di sana, sopir taksi itu menghentikan mobilnya.
" Sudah sampai,"
Lelaki itu segera turun dan perlahan membuka pintu disisi Melia. Lelapnya Melia tertidur, memudahkan lelaki itu menggendongnya masuk ke dalam rumah itu.
" Yang Mulia, hamba sudah membawanya. Hamba harap, Yang Mulia dapat segera pulih," ucap lelaki itu sebelum ia masuk ke dalam sebuah pintu yang begitu terang.
****
Semoga suka. Jangan lupa Vote, Like, Komen n Ratenya ya ...
Trang ... trang ....
Suara pedang beradu terdengar jelas saat lelaki itu keluar dari pintu yang disamarkan seperti lemari, dengan seorang wanita dalam gendongannya.
Setelah membaringkan wanita yang tak lain adalah Melia, lelaki itu segera mengganti bajunya. Kini, ia berpakaian layaknya lelaki pada zaman dinasti kuno Tiongkok. Selesai mengganti pakaiannya, ia menotok meridian Melia dan segera keluar dari kediamannya.
Matanya memicing tajam melihat sekumpulan orang berbaju hitam menyerang dan membantai orang-orang di kediamannya.
Splash .... wusss ...
Sebuah kilatan berwarna ungu keluar dari tangannya, menyambar sosok-sosok berbaju hitam.
Hap ... splash ... wusss ... wuss ...
Aaa ... Aaa
Jeritan kesakitan terdengar dimana-mana dari sosok-sosok hitam itu.
Dengan cepat lelaki dengan hanfu ungu meloncat kesana kemari dan membidik sosok-sosok berbaju hitam tanpa ampun dan tak memberi mereka kesempatan.
Wuss ... wuss ....
Splash!!!
Hantaman terakhir mengenai seseorang yang sepertinya adalah ketua dari kelompok berbaju hitam itu.
" Bawa dia ke ruang bawah!!" seru lelaki ber hanfu ungu.
" Baik, Tuan Muda!" seru 2 orang laki-laki berbaju tentara dan menyeret sosok berbaju hitam itu ke ruang bawah tanah.
Bau anyir menyengat di seluruh kediaman keluarga Menteri Pertahanan. Mayat bergelimpangan dimana-mana
" Han Feng! apa yang terjadi?" seru lelaki itu pada Asistennya
" Maaf, Tuan Muda. Tadi saat ... saat hamba menuju ke ... kediaman Putri Mahkota, mereka sudah berada di sana dan ... dan ..."
" Ada apa dengan Putri Mahkota?!" bentak lelaki berhanfu ungu
" Putri Mahkota dia ... dia ..."
Pria ber hanfu ungu segera berlari menuju Paviliun Putri Mahkota yang juga adalah adik perempuannya satu-satunya.
Badannya menjadi lemas seketika, saat ia melihat kondisi Adiknya yang terbaring pucat dengan darah di mana-mana dan leher yang tergorok.
" Mei Lan ... Adikku ... uuuu .... tidaaakkk ... tidaaakkl ... Aaaarrrghhh!!!" jeritan pilu yang menyayat hati keluar dari mulut lelaki tampan itu. Asistennya pun juga tertunduk sedih.
Pelayan-pelayan Adiknya semua terbunuh tak tersisa. Hanya ada dirinya dan sang Asisten. Dibelainya lembut rambut sang adik yang panjang tergerai di lantai.
" Siapa ... siapa yang tega melakukan ini padamu, Adikku ..." lirih lelaki itu.
" Tuan Muda Yin, saya tadi sempat mendengar orang-orang berbaju hitam itu berkata, jika mereka dapat membunuh Putri Mahkota, maka, Putra Mahkota Yuan akan memberi mereka banyak emas," lapor Han Feng kepada Tuannya yang bernama Yin Mou San.
Tangan Yin Mou San mengepal. Rahangnya mengeras. Matanya berkilat merah menahan amarah
" Apa kau yakin?" tanya Yin Mou San dengan tatapan tajam membunuh pada Asistennya.
" Be-benar, Tuan Muda. Saya mendengarnya sendiri," jawab Han Feng gugup karena takut melihat wajah Tuannya yang terlihat menyeramkan
Yin menutup wajah Adiknya dengan kain dan menggendongnya.
" Ikuti aku!" titah Yin dingin
Dengan Qinggong, Yin meloncat dari satu atap ke atap lain, dari satu pohon ke pohon. Hingga sampailah ia di sebuah hutan yang cukup gelap.
" Han Feng!" serunya tanpa berbalik
" Iya, Tuan Muda!"
" Gali kubur untuk Adikku,"
Han Feng segera melakukan yang Tuannya minta. Dalam 20 menit, lubang itu telah siap.
" Adikku, maafkan Gege. Gege terpaksa menguburmu seperti ini. Aku tak mau orang yang mencelakaimu tertawa dan merasa menang. Gege janji, Gege akan membalaskan kematianmu," ucap Yin Mou San pada Adiknya sebelum ia meletakkan tubuh dingin sang adik ke dalam tanah.
Dengan berlinang air mata, Yin mengubur adiknya dengan tangannya. Han Feng membantu membuatkan papan nama.
" Tulis, adik Lan saja. Aku tak mau ada yang tahu soal ini, Han Feng. Jangan katakan apapun pada orang-orang," pinta Yin
" Tapi, Tuan Muda. Bagaimana kalau Tuan Besar menanyakan Putri Mahkota?" tanya Han Feng
" Jangan khawatir, aku sudah punya rencana," kata Yin dan menepuk-nepuk gundukan tanah, kuburan Adiknya
" Adik, mulai saat ini, hidupku adalah untuk membalaskan dendammu. Akan kubuat lelaki itu merasakan sakit dan pahit atas perbuatannya. Percayalah. Dan bantu Gege dari atas sana, hmm?" ucap Yin. Han Feng hanya tertunduk sedih di belakang Yin tanpa lagi berbicara.
Setelah sekitar setengah pembakaran dupa, Yin mengajak Han Feng kembali ke Kediaman keluarga Yin.
Yin segera berjalan menuju Paviliunnya. Disana, ia melihat Melia yang masih menutup mata.
" Han Feng! masuklah!" seru Yin dari dalam kamarnya.
Han Feng segera masuk dan terkejut melihat ada seorang wanita berpakaian aneh terbaring di ranjang Tuan Mudanya
" Tu-Tuan ... di-dia siapa?" tanya Han Feng
" Putri Mahkota, Yin Mei Lan," jawab Yin setelah beberapa saat
Bruk
Han Feng terduduk menatap wanita yang sangat cantik dan berpostur sama seperti adik Tuan Mudanya.
" Pu-Putri Mahkota? ba-bagaimana mungkin?" ucap Han Feng tak percaya .
" Jangan katakan apapun pada siapa saja. Dan, kau juga harus bersikap seperti halnya kau bersikap pada Putri Mahkota. Wanita ini ... dia akan menggantikan adikku. Dia ... yang akan kupakai untuk membalas dendam adikku," jelas Yin dengan mata menatap lekat wanita di depannya
" Tu-Tuan ..."
" Rahasiakan ini juga darinya. Anggaplah dia hilang ingatan. Kau harus pastikan, dia percaya bahwa dirinya adalah Putri Mahkota. Katakan kenapa ia disini dan apa yang terjadi padanya. Apa kau paham?" titah Yin dengan mata yang tajam beralih menatap Asistennya.
" Ba-baik, Tuan,"
" Sekarang, panggilkan pelayan wanita untuk mengganti pakaiannya. Dan bersihkan Paviliun Putri. Ayah akan kembali lusa. Jadi, perbaiki semua yang ada di sini sebelum aku kembali, dan bawa wanita ini ke kediamanku di Gunung Dixiong," titah Yin lagi lalu mengibaskan lengan hanfunya dan berlalu pergi.
Keesokan harinya, Melia terbangun dengan kepala yang berdenyut sakit. Ia merasa pusing dan ingin muntah. Saat ia membuka matanya, Melia terkejut.
" I-ini bukan kamarku. Dimana, dimana ini?" gumam Melia panik dan melihat sekelilingnya.
" Apa aku sedang diculik untuk drama? tapi, disini tak ada kamera. Melia turun dari tempat tidurnya. Berjalan terhuyung. Ia akhirnya menyadari bahwa pakaiannya pun telah berubah.
" Hah?! apa, apa yang terjadi padaku?" gumam Melia bertambah panik. Ia berlari mengelilingi kamar mencari pintu. Saat ia menarik salah satu kayu dengan penutup seperti kertas, matanya membulat melihat indahnya pemandangan di depannya.
" Woww ... Indah sekali!!!" seru Melia, melupakan keinginannya mencari pintu untuk keluar dari situ.
" Apa kau menyukainya, Adik?"
Suara baritone yang indah mengangetkan Melia. Ia segera berbalik dan melihat seorang pria tampan sedang duduk dan tersenyum padanya.
" K-kau siapa?" tanya Melia
" Adik ... apa kau lupa padaku?" ucap lelaki itu lalu berdiri dan berjalan mendekati Melia.
Melia mundur perlahan dan terus menatap curiga lelaki di depannya.
" Mei Lan! ini aku Gegemu, Yin Mou San. Apa kau lupa?" tanya Yin dengan sedih.
' Gege? Yin Mou San ... tunggu-tunggu, apa yang terjadi padaku? jangan katakan aku terlempar ke dinasti zaman dulu seperti drama-drama yang sering aku tonton. Tidak ... tidak .. itu tidak mungkin,' batin Melia lalu menggeleng-gelengkan kepalanya
" Mei Lan? kau tak apa-apa?"
" Katakan, katakan tahun berapa ini?" tanya Melia panik
" Hah?! i-ini tahun 600. Mei Lan, ada apa denganmu?" Yim mendekat dan memegang bahu Melia
" Jadi, aku, aku sudah mati lalu berpindah ke sini? hah ... hahaha ... hahahaha ..." gumam Melia dan tertawa getir.
Yin terdiam melihat wajah Melia yang terlihat shock.
'Maafkan aku, Nona. Aku tak pernah berpikir, bahwa akan jadi seperti ini,' batin Yin. Ia merasa sangat bersalah pada gadis tak berdosa yang ada di depannya itu.
Ia membawa wanita itu ke dunianya karena percaya dengan ramalan seorang biksu, untuk membawa gadis dengan tanda merah pada bahu kirinya, dan berkata bahwa gadis itu yang bisa menolong adiknya segera pulih. Ia tak menyangka, 2 hari ia berada di masa depan, ia sudah menemukan gadis itu. Dan saat kembali, ia malah harus menerima kenyataan bahwa adiknya telah pergi
Melia hanya terbengong mendengar penjelasan Yin, bahwa dirinya disini karena suaminya berupaya membunuhnya.
' Calon suami berusaha membunuh calon istrinya?' batinnya
" Tapi kenapa?" tanya Melia pada akhirnya
" Semua karena ulah Xia Ling. Ia sangat iri karena karena kau sangat cantik. Ia memberimu racun bunga Azura yang dapat membuat kulit melepuh. Tapi, kau selalu percaya padanya dan tak mendengarkanku. Aku mengetahuinya hanya setelah Han Feng melapor padaku,"
Yin mengambil kedua tangan Melia dan menggenggamnya lalu menatap dalam kedua bola mata Melia
" Adik, maafkan aku. Karena emosi, aku meninggalkanmu sendiri di tengah serigala. Aku mohon, maafkan aku, Adikku. Maafkan aku ..." ucap Yin dengan tulus. Sejujurnya, perkataan itu ia memang tujukan untuk adiknya yang telah tiada.
" Ehm ... Gege, tidak apa-apa, jangan kau pikirkan lagi. Yang penting sekarang, kau ada disini bersamaku," ucap Melia tulus.
Yin memeluk Melia erat dan menangis tersedu. Segala kesedihannya ia tumpahkan di bahu wanita yang ia ambil secara paksa sebagai Adiknya.
Setelah beberapa lama menangis, Yin mulai terlihat tenang. Melia masih tetap mengusap lembut punggung Yin, walau dalam hatinya ia masih canggung karena ia masih belum mempercayai keadaannya sekarang
" Adik, maaf. Gege sampai lupa bertanya. Apa kau lapar?" tanya Yin sambil menghapus jejak air matanya
Melia hendak menjawab, tapi rupanya cacing-cacing di perutnya lebih dulu berteriak
Krruuyuuk ... krukkk
Melia tertunduk malu. Wajah putihnya memerah. Yin terbahak melihatnya.
" Aah ... sepertinya cacing-cacing perutmu sudah protes meminta jatah," goda Yin dan mencolek hidung bangir Melia
" Hahaha ... ayo, kita ke ruang makan," ajak Yin dan menggandeng tangan Melia. Wajah Melia semakin memerah dengan perlakuan lelaki tampan yang mengaku sebagai Gegenya itu.
Di ruang makan, makanan sudah tersaji. Sungguh sajian yang menggugah selera. Harumnya makanan membuat cacing-cacing di perut Melia kian memberontak minta diisi
" Ayo, duduklah. Ini adalah makanan kesukaanmu. Cobalah," Yin memasukkan daging dan sayuran ke dalam mangkok Melia.
Tanpa menunggu Yin, Melia segera menyantap makanannya dengan lahap
" Hahaha ... adik, kau sangat lapar rupanya, ya? hahaha .... ini makanlah yang banyak," lagi Yin menaruh banyak daging dan sayuran ke dalam mangkok Melia.
" Terima kasih, Ge," ucap Melia dengan senyum sejuta wattnya.
Yin sangat senang karena Melia mau memanggilnya Gege. Cara makan Melia yang tak seperti wanita bangsawan, tak dipedulikannya. Ia terus menaruh berbagai macam lauk dalam mangkok adiknya.
Klaak ..
Tak
Melia menaruh sumpit dan mangkoknya lalu mengusap perutnya yang sedikit membuncit karena kekenyangan.
" Sudah kenyang?" tanya Yin. Melia mengangguk dan tersenyum
Tapi, tak lama Melia mulai merasakan sensasi aneh ditubuhnya. Tubuhnya terasa gatal bahkan wajahnya mulai memerah dan timbul bentol-bentol.
" Adik!! kau kenapa?!" seru Yin
" Entahlah, tubuhku gatal sekali," ucap Melia dan mulai mengosok-gosok tubuhnya.
' Oh, tidak. Apa tubuh ini juga alergi udang sepertiku?' batin Melia
(info: Melia masih beranggapan ia hidup ditubuh orang lain)
" Pelayan!!" teriak Yin
2 orang pelayan berlari tergopoh menghadap Tuannya
" Siapa yang memasak makanan ini?" tanya Yim geram
" Bi-bibi Min, Tuan." jawab pelayan itu ketakutan
" Seret dia kemari! berani sekali ia meracuni Adikku!" geram Yin
Kedua pelayan itu terperanjat, Melia pun mendongak kaget.
" Ge ... apa maksudmu meracuni?" tanya Melia
" Lihatlah tubuh dan wajah memerah, apa lagi kalau bukan ada orang yang sengaja meracunimu," jawab Yin dengan nada yang masih tinggi dan nafas yang memburu
Melia berdiri dan memegang tangan Yin yang mengepal
" Ge, tenanglah. Ini bukan racun. Tapi, karena aku alergi. Rupanya tadi ada udang didalam sayuran dan aku tak melihatnya. Jadinya seperti ini," jelas Melia lembut
" Alergi udang?" tanya Yin dengan alis mengeryit. Kedua pelayan juga menatap heran Nona Mudanya.
Melia mengangguk. Ia menatap bingung Yin dan kedua pelayan itu
' Kenapa mereka merasa heran? apa ... aneh kalau alergi udang?' batin Melia
" Benarkah?" tanya Yin tak yakin
" Iya, Ge. Tolong suruh pelayan membawakanku susu segar atau arang yang bersih dan disiram air panas. Kepalaku sudah pusing sekali," ucap Melia lemah. Badannya mulai lemas dan kepalanya sudah terasa pusing.
Yin melihat wajah Melia yang sudah merah dan bibir memutih menjadi panik. Ia menyuruh pelayan menyediakan yang diminta Melia dan segera menggendongnya ke kamar.
Perlahan, Yin meletakkan tubuh Melia di atas ranjang. Ia meraba dahi Melia dan terasa sedikit demam.
" Dia alergi udang?" gumamnya, " aku sungguh ceroboh, dia bukan adikku, karenanya dia punya alergi itu. Aku harus mengingatnya,"
Tok ... Tok ...
" Masuk!" seru Yin
Pelayan segera masuk dan membawa nampan yang berisi susu segar dan arang di dalam gelas air panas.
"Adik .. Adik ... bangunlah, ini ... minum susunya," panggil Yin lembut.
Melia memaksakan diri membuka matanya dan meraih susu di tangan Yin. Melia segera menghabiskan susu itu dan kembali berbaring
" Adik, lalu bagaimana?" tanya Yin cemas
" Aku akan beristirahat dulu, Ge. Biasanya akan hilang setelah istirahat," jawab Melia lemah
" Benarkah? apa perlu kupanggil tabib untukmu?"
" Tidak usah, Gege. Nanti aku juga membaik. Tolong biarkan aku istirahat. Kepalaku masih sakit," lirih Melia dengan mata terpejam
" Baiklah, baik. Aku pergi. Panggil aku kalau kau butuh sesuatu, hmm?" ucap Yin dan membelai rambut Melia. Gadis itu tak menjawab dan terus memejamkan matanya.
Disisi lain, Seorang laki-laki berparas tampan sedang asyik bercumbu dengan seorang wanita. Para pelayan yang berjaga, terpaksa harus menebalkan telinga mereka, karena suara-suara yang membuat mereka panas dingin harus mereka dengarkan setiap hari.
" Sayang, apa kau yakin wanita itu sudah kau singkirkan," tanya wanita itu dengan suara manjanya dan jari telunjuk mengusap dada bidang lelaki itu dengan gerakan memutar
" Jangan kuatir, sayang. Aku yakin semuanya beres. Wanita buruk rupa itu telah tiada," jawab lelaki itu dan kembali memulai permainannya.
Brakk ...
Pintu kediaman Putra Mahkota terlepas dan terlempar begitu saja
" PUTRA MAHKOTA!!! JADI SEPERTI INI PERBUATANMU SELAMA INI, HAH?!" bentak seorang laki-laki dengan suara kerasnya yang menggema.
Putra Mahkota Yuan segera menutupi badannya yang polos dan menarik hanfunya. Menarik tirai ranjangnya karena wanitanya juga dalam keadaan yang sama dengannya.
" Yang-Yang Mulia Kaisar," salam Putra Mahkota dengan gemetar
" KAU SUNGGUH TIDAK TAHU MALU!! DAN KAU !! SEENAKNYA SAJA KAU NAIK KE RANJANG PUTRA MAHKOTA!!" geram Kaisar Yuan Song.
" Yang Mulia ... dia .. dia wanita yang kucintai," ucap Putra Mahkota dengan bibir gemetar
" Hah!! Wanita yang kau cintai?! dia hanya anak seorang budak. Dia tak bisa menjadi lebih daripada selir rendah. Apa kau tahu itu?! kau pikir, setelah kau menjadi Kaisar, kau akan bisa mengganti status rendahnya? JANGAN MIMPI!!"
" Yang Mulia, hamba dan Putra Mahkota saling mencintai," ucap wanita itu dengan berani. Yuan membulatkan matanya menatap wanita di sampingnya yang berani membuka mulutnya di hadapan Kaisar
" KURANG AJAR! SIAPA KAU BERANI SEKALI BERBICARA DENGANKU TANPA IJIN?! PENJAGA!!! SERET WANITA INI DAN CAMBUK 50 KALI!!" bentak Kaisar. Emosinya kian memuncak karena ada seseorang yang berani bicara dengannya tanpa ijin
" Ampun, ampuni hamba Yang Mulia ... Yang Mulia ..." seru wanita itu dengan tangisnya, " Putra Mahkota! Putra Mahkota! tolong hamba, Putra Mahkota!" jeritnya memohon pertolongan
" Yang Mulia Ayahanda, tolong ampuni Xia Ling. Dia masih belum mengerti tata krama Istana. Yang Mulia, saya mohon,"
Yuan berlutut dan berkowtow memohon ampunan
" Hmmph!!"
Kaisar tak menggubris putranya dan berlalu pergi.
" Aaarrgghhh!!!" jerit Yuan kesal.
" Bai Yan!" panggil Putra Mahkota pada Asistennya
" Ya, Yang Mulia?" sahut Asisten Yuan yang tiba-tiba saja sudah berlutut didepan Putra Mahkota
" Katakan, siapa yang sudah berani melapor pada Kaisar?!" geram Yuan
" Lapor, Putra Mahkota ... sebenarnya ... semua pelayan dan kasim di istana selalu membicarakan Anda dan Nona Xia Ling. Dan ... tanpa sengaja, Yang Mulia Kaisar mendengarnya," lapor Bai Yan gugup
Yuan mengepalkan tangannya. Kali ini ia tak bisa berbuat apapun.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!