NovelToon NovelToon

Gadis Miskin Milik Sang Casanova

Bab 1 Awal merantau

Gadis Miskin Milik Sang Casanova 1

"Anindira!" Panggil pegawai kantor itu, yang sedang menyelesaikan seleksi tahap dua penerimaan karyawan baru.

Anindira yang dipanggil pun beranjak dari duduk nya.

Dia yang pertama kali melamar di dunia kerja kerap kali dilanda gelisah.

Apalagi dia yang hanya bermodalkan ijazah SMK dan sama sekali belum berpengalaman di dunia kerja.

Acap kali di dunia kerja harus membawa pulang kembali berkas nya setelah ditolak dari perusahaan karena belum mempunyai pengalaman.

"Ya, Bu?" Santun kata itu.

Ia duduk didepan ibu pegawai sambil meyakinkan diri bahwa dia mampu untuk bersaing di dunia kerja.

Bu Linda yang sedang mengadakan seleksi tampak memperhatikan Anindira dari atas sampai ke bagian dada.

"Berapa Umurmu?" Ketus nada itu.

Begitulah dalam dunia kerja, seringkali atasan menganggap remeh karyawan yang baru bekerja.

"19, Bu." Ucapnya sedikit gugup.

Bu Linda mengangguk-anggukkan kepalanya.

Tandanya dia tahu bahwa Anindira belum pernah bekerja dan baru lulus sekolah.

"Apa tujuan mu melamar di perusahaan ini.

Dan bagaimana kamu bisa percaya diri untuk mengajukan berkas mu disini"?

Pedas pertanyaan itu.

Tapi tak membuat Anindira goyah.

"Karena yang saya lihat di brosur hanya mengajukan syarat berat badan dan tinggi badan. Dan saya rasa itu menunjukkan bahwa saya berhak mengajukan berkas saya."

Dengan tegap dan memandang fokus mata lawan bicaranya dia mengucapkan jawaban dan percaya diri.

Bu Linda sempat tertegun dengan jawaban gadis ingusan di depan nya.

Bagaimana tidak, semua wanita yang melamar di perusahaan ini rata-rata memiliki usia tiga puluh tahun keatas.

Bagaimana mungkin gadis belia yang masih baru menyelesaikan masa pubertas nya terjun ke dunia pemotretan.

Tentu banyak mata-mata jahat dan mesum dari berbagai pria yang akan memandang nya.

"Baiklah agaknya kamu gadis yang keras kepala.

Kamu saya kirimkan ke ruangan atasan saya."

Bu Linda melipat kaca matanya dan berjalan mendahului Anindira yang berjalan di belakangnya.

***

"Apa yang mendasari mu sehingga nekad bekerja disini? "

Ardi Situmorang yang merupakan tahap seleksi atas juga merasakan hal yang sama ketika menyeleksi Anindira.

"Saya ingin membantu perekonomian keluarga. Adikku banyak yang butuh biaya sekolah, dan orangtuaku hanya bekerja serabutan dan kadang-kadang menggarap sawah."

Lugas jawaban itu. Singkat padat dan jelas.

Yang membuat Bu Linda dan Ardi bungkam tak bisa lagi berkutik. Apalagi menambahkan kalimat yang mungkin membuat mereka lebih tak berkutik lagi.

Hal apalagi yang menyakitkan selain mengingat orang tua dan adik-adik dikampung yang serba kekurangan?

Bu Linda dan Ardi akhirnya menyerah dan saling memandang kemudian mengangguk-anggukkan kepalanya.

Biarlah segala resiko yang ditakutkan keduanya ditanggung sendiri oleh Anindira.

*****

Anindira melangkah kan kakinya dengan ringan dari perusahaan yang megah itu, dengan bibirnya yang kadang-kadang melengkung.

Terbayang bagaimana senang nya orang tua dan adik-adik nya ketika tahu dia sudah diterima dan akan bekerja besok lusa.

"Iya Bu, terimakasih nasehat nya." Nampaknya Anindira baru saja menyelesaikan percakapan yang mengambang dengan ibunya.

Sebenarnya dia juga ragu bekerja disitu, terlebih dia sangat polos dan minim pengetahuan tentang dunia entertainment.

Barangkali dia ingin melihat artikel-artikel tentang dunia pemotretan, apa daya yang dia punya pun hanya hp tombol jadul segiempat.

Namun mengingat dia diterima di perusahaan itu dia kembali menyalakan api semangat nya dan tersenyum kembali.

****

Matahari nampaknya malu-malu menampakkan cahaya dari ufuk timur.

Cahaya kekuningan nya yang tak seberapa silau mampu membangunkan pemilik wajah ayu itu dari tidurnya.

Menyibakkan gorden jendela yang Kosen nya dari kayu itu dengan perlahan.

Mengirup udara paginya dan segera bergegas menyelesaikan ritual mandi untuk segera berlari mengejar mimpi.

Kos kosan nya tidak terlalu jauh dari tempatnya sehingga ia hanya perlu berjalan kaki kurang lebih satu kilometer.

***

Agaknya pagi ini serasa asing bagi Anindira karena semua mata memandang nya dari atas sampai bawah.

Bukan karena penampilan nya yang norak atau berlebihan, hanya karena dia yang lebih muda diantara model-model lain.

Dia segera naik ke lantai tiga menjumpai Bos besar sesuai dengan instruksi dari bawah.

"Ah....fuck! Kau selalu nikmat sayang. Kamu tidak berubah."

"Kamu juga masih sama, selalu gagah. Ah..ini terlalu nikmat...oh..yes......lebih dalam lagi baby!"

"Oh,,shit...lebih cepat...oh..."

"Baby aku ingin keluar....oh...ah......."

"Arrggghhhh......" Keduanya saling melepaskan puncak gairah yang sudah di ubun-ubun.

Meraka saling menautkan bibir dan menyesap nya dengan rakus.

"Oh thank you baby. Kutunggu kau dilain waktu."

Wanita itu segera memakai pakaian nya bersiap untuk pergi.

Anindira yang sedari tadi berdiri di depan ruangan Bos nya itu hanya mengerutkan kening nya.

Begitu polos dan lugu nya dia yang tidak mengerti dengan suara desahan yang baru saja di dengarnya.

Tampaknya wanita itu tak memperhatikan Anindira yang berdiri di samping pintu, karena dia sibuk merapikan baju dan rambutnya.

Dengan sedikit takut Anindira mengetok ruangan Bos besarnya itu.

"Masuk." Suara bariton itu menggelegar dari arah ruangan nya.

Bersambung 😍

Bantu follow yah sahabat cinta.

Bab 2 pertemuan

Gadis miskin milik sang Casanova 2

Mendengar sahutan dari dalam, tampaknya Anindira sedikit ragu untuk memutar kenop pintu.

Dari suaranya saja Anindira dapat memastikan jika yang di dalam merupakan sosok wujud yang seram.

Dengan ragu dia memegang handle pintu dan memutarnya.

Klek.

Nuansa putih hitam menggambarkan suasana ruangan Bos besar itu.

Lantai putih bersih, desain dinding mahal dan figura yang terpampang jelas di sana.

Ruangan yang begitu luas dan memiliki kamar serta kamar mandi.

Megah dan nyaman begitulah menjabarkan suasana ruangan itu.

Namun tak lama ruangan itu menjadi dingin, yang membuat bulu kuduk meremang, kala bola mata itu menatap Anindira dengan tatapan tajam nya.

Bola mata itu memindai tubuh Gadis belia itu dari atas hingga kebawah, dan berakhir di dada.

"Duduk!" Lagi suara itu terdengar begitu dingin di telinga Anindira.

Anindira melangkah maju dan duduk di hadapan Bos besar sang Casanova itu.

Aroma maskulin menguar kala Anindira mulai bisa menghirup dan bernafas dengan benar, meski jantung nya sedikit tak karuan.

"Kata Bu Linda saya disuruh menjumpai bapak kesini, untuk mengatur jadwal pekerjaan saya." Ucapnya dengan sedikit menunduk karena tak berani menatap bola mata itu.

Sean yang duduk sambil menopang tangan di dagu menyipitkan matanya.

Pikirannya menerawang jauh.

Entah apa yang dipikirkan sehingga dia tak menghiraukan ucapan gadis itu tetapi melihat setiap pergerakan bibir Anindira.

Ah agaknya gadis yang didepannya tidak tau, bahwa yang di depannya merupakan seorang Casanova. Yang selalu menjelajah bagian tubuh wanita, yang selalu gonta-ganti wanita untuk menemani malam-malam panjangnya.

Mencoba semua wanita yang menjadi modelingnya, tentu saja semua wanita yang pernah dijamahnya memberikan nya dengan sukarela.

Siapa yang tak terpikat oleh pesona sang Casanova itu?

Seringkali para modelingnya berantam hingga beradu argument hanya untuk merebut waktu menghabiskan malam panjang dengan Sean.

"Pak." Anindira melambaikan tangan di wajah Sean karena ucapannya tidak di gubris.

"Ah, ya?" Sean memperbaiki duduknya dan bersandar di kursi kebesaran nya.

"Saya disuruh Bu Linda untuk meminta jadwal pekerjaan saya." Ulangnya.

"Kamu sudah membaca semua syarat untuk masuk ke pekerjaan ini?"

"Sudah Pak."

Sean menyipitkan matanya.

"Semuanya?"

"Iya Pak."

"Termasuk menemani saya di akhir pekan?"

"Iya Pak."

Sean tersenyum miring. Agaknya dia tersenyum menyeringai, bagaimana mungkin gadis itu dengan sukarela mau menemaninya di apartemen nya akhir pekan, padahal baru saja mau bekerja.

Agaknya dia sudah berpengalaman.

Lain halnya dengan Anindira. Dia tak mengerti makna persyaratan terakhir itu.

"Menemani Bos di akhir pekan di apartemen nya."

Apartemen saja dia tidak tau semacam apa.

Yang dia tau apartemen tempat dia bekerja mencari nafkah.

"Ini." Sean melempar sebuah notebook ke arah Anindira.

"Baiklah kalau begitu saya permisi."

Sean tak menjawab. Hanya mengibaskan tangan tanda menyuruhnya segera pergi.

****

"Kurang lebih seperti ini. Jangan terlalu kaku, ayunkan tanganmu dan berjalan lah lebih santai Jangan terburu-buru."

Anindira yang memang tidak tau sama sekali harus menerima segala arahan di setiap pergerakan nya.

Dia memang payah, tapi lambat lain dia bisa mengikuti instruksinya.

"Tegakkan kepalamu, tataplah penonton dengan relaks, dan tersenyum lah semanis mungkin."

Anindira sudah menyelesaikan belajarnya dengan tubuh yang lelah.

Ternyata tak segampang yang dipikirkan. Ini baru permulaan, dan semoga dia bisa mencapai tujuannya dengan baik.

****

Cahaya kuning dari ufuk barat yang siap menelan sang Surya untuk kembali ke peraduannya menandakan bahwa hari sudah sore.

Anindira segera bergegas ke kantor, untuk menyerahkan berkasnya ke Ruangan Bos nya.

Dengan langkah gontai dan kaki yang sudah pegal karena berlatih seharian segera menaiki tangga untuk pergi kelantai tiga.

Tiga kali ketokan, tak juga ada suara.

Sebaiknya aku taruh berkasnya dimeja saja menolog nya.

Saat pintu terbuka alangkah terkejutnya dia melihat pemandangan di depannya.

Berkasnya sampai jatuh sangking gugupnya dia.

Bos besar sedang bercinta di ruangan itu.

Saling bercumbu sedang wanita nampak duduk di pangkuannya sambil menggoyangkan pinggulnya.

Mata tajam itu segera menghunus mata ayu Anindira.

Tampak keduanya saling melepas dan merapikan baju masing-masing.

"Keluar!" Suruh nya pada wanita yang sedang bercinta padanya.

Wanita itu hanya menurut dan mendelik tak suka melihat kehadiran Anindira yang menyebabkan dia belum selesai memuaskan hasratnya.

Anindira memungut berkasnya dan segera meletakkan di meja Bos nya itu.

Setelahnya dia berbalik hendak keluar dan berhenti ketika Bos menghentikan nya.

"Berhenti!" Dingin suara itu. Sedingin es kutub yang membuat Anindira lemas tak berdaya

"Berbalik!" Lagi suara itu begitu mendominasi.

Keadaan ruangan itu begitu sepi, hanya suara jarum jam yang kedengaran.

"Ma..maaf, tapi aku nggak sengaja melihat."

Anindira menatap Bos nya dan segera menunduk.

Tak berani melihat mata tajam itu.

"Tak sengaja melihat apa hum?"

Astaga apa yang harus dikatakan nya.

Layaknya dia terjebak oleh jawabannya sendiri.

"Itu..anu.." Anindira berjalan mundur kala Bos itu berjalan didepannya sampai punggungnya bersandar di dinding.

"Apa hum?" Aroma maskulin menguar dari nafas Sean saat jarak mereka hanya beberapa senti saja.

"Itu..itu aku nggak sengaja melihat kalian sedang melakukan hubungan suami istri."

"Siapa yang sudah beristri?"

"Bapak."

'Polos'

Begitulah Sean menjabarkan tentang wanita di depannya.

Sean semakin menghimpitnya. Tak memberikan ruang untuk Anindira sekedar bernafas.

Dia mengangkat dagu wanita itu dan menatap mata gadis itu.

Sial. Mengapa matanya itu sangat indah? Sayu dan penuh kelembutan?

Bulu mata yang lentik dan wajah tanpa polesan sedang bibir hanya di alasi dengan lipglos yang menambah kesan alami untuk bibir mungil itu.

Tapi tak lama dia menikmati keindahan itu, karena gadis didepannya luruh kelantai dan tergeletak.

Pingsan.

Sean yang kebingungan segera mengangkat tubuh itu ke ruangan pribadinya.

Menepuk pelan pipi itu untuk merangsang namun tak juga berkutik.

"Segera keruangan ku." Perintahnya pada Teman nya yang berprofesi sebagai Dokter.

***

"Jangan bilang kau.."

"Cepat laksanakan atau lehermu akan ku cekik!" Ucapnya pada teman nya.

Se brengsek itukah dia sehingga teman nya saja tidak percaya lagi padanya?

Leon memeriksa tubuh Anindira dengan seksama.

"Apakah dia mangsa barumu?" Leon menanyakan langsung pada teman nya itu.

Temannya yang mana yang tak mengetahui kelakuan Sean.

"Tutup mulut mu."

"Aku hanya mengingatkan, jangan sampai gadis ini ikut menjadi korban mu.

Tampaknya dia masih sangat muda. Masa depan nya masih panjang."

"Tau apa kau soal masa depan. Jika kau mengerti tentang masa depan maka sudahi lajang mu yang tak berfaedah itu."

Sean tersenyum menyeringai.

"Sialan kau." Umpatnya, dan menyusun alat-alat nya kedalam tas.

"Dia mempunyai penyakit asma, kurasa dia tadi sesak nafas.

Mungkin kau mencium nya terlalu lama dan tidak memberi ruang untuknya."

"Fuck you. Tinggalkan ruangan ini atau kau pulang tidak pakai kaki lagi."

Leon segera keluar dan menutup pintu sekuat tenaga.

****

Lama Anindira kembali dari pingsannya dan mendapati dirinya tertidur di kasur empuk dan mewah.

Dia menyisir pandangannya hingga terhenti di sampingnya.

Seorang pria dewasa, mempunyai wajah tegas dan hidung Bangir berpadu dengan cambang tipis menambah kesan sempurna untuk pria itu.

Apalagi ketika dia terlelap begini dia begitu mempesona.

Anindira mengedipkan matanya dan membuang jauh pikirannya tentang ketakjuban nya melihat pemandangan di samping.

Dia menyibakkan bed cover hangat itu dari tubuhnya dan turun dari kasur itu.

"Mau kemana?" Kembali suara bariton itu berdengung di telinganya.

Bersambung.

Bantu follow akun ku ya sayang😍

Bab 3

Gadis miskin milik sang Casanova 3

Anindira bergeming. Diam di tempat.

Tanpa menoleh "pulang."

Suaranya halus tapi jelas, barangkali Anindira belum melihat arah jarum jam yang bertengger di samping lemari sana.

"Terserah.."

Anindira melanjutkan langkahnya, membuka handle pintu dan menuruni tangga satu persatu.

Dia bingung, suasana sudah sangat sepi. Cepat-cepat dia memesan ojek, dan melihat tak ada lagi ojek yang mangkal yang bisa membawanya pulang ke rumah.

"Oh my God! Ternyata sudah jam setengah satu. Pantas sepi banget."

Dia menoleh kanan kiri, nyalinya menciut ketika melihat ke sekeliling nya.

Tapi tak mungkin dia berdiri di tempat.

Perlahan dia mengayunkan langkahnya menjauh dari gedung pencakar langit di belakang nya.

"Demi Tuhan, tidak akan terjadi apa-apa". Dia harus mengayunkan langkah nya lebih cepat lagi, agar hal mencekam itu segera ia sudahi.

"Hai.. bagi duit dong!" Ujar lelaki kurus tinggi itu sambil menghadang langkahnya.

"Maaf tapi aku nggak ada uang.." ucapnya panik.

"Apa aja deh, hp misalnya." Ujar temennya satu lagi.

Anindira mengeratkan tangan pada tas selempang mungilnya, kala pria kurus itu mulai mendekat.

"Eh awas jangan macam-macam!" Ucapnya melangkah mundur.

Teman nya itu langsung menarik dan menyambar tas itu. Tapi sekuat tenaga Anindira menahannya hingga pergelangan tangan nya perih akibat celakan kuat tangan preman itu.

Bugh

Suara tendangan mendarat tepat di bokong kedua pria itu.

Dan keduanya langsung lari terbirit-birit.

"Masuk!"

Bingung. Maksudnya apa? Dan masuk kemana?

Ck. Sean berdecak kesal dan menarik tangan Anindira menuju mobilnya.

"Lain kali kalau ada hal seperti itu lepaskan saja apa yang diminta."

"Ais..lepaskan? Enak saja. Ini memang bukan barang berharga bagi kalian, tapi ini satu-satunya alat yang diberikan ibuku." Batin nya.

Sean menoleh kesamping, tak pernah ada seorang pun yang bisa mendiamkannya disaat berbicara seperti ini.

Enak saja dia di kacangin.

"Kamu sariawan?"

"Hah? Aku? Enak saja."

Sean tersenyum sinis.

Bagaimana bisa seorang gadis begitu cuek padanya dan berbicara tak sopan seperti itu.

Umurnya yang kini menginjak 31 tahun tidak pernah seseorang berkata seperti itu. Dia harus di hormati dan di segani. Itu faktanya.

"Minggir pak. Kosan ku ada di seberang."

"Kamu berhutang padaku."

"Tapi aku merasa tak meminjam uang bapak seperak pun."

"Kalau aku tidak menyelamatkan kamu tadi entah sudah jadi apa kamu."

"Untuk itu saya berterima kasih Pak. Dan untuk tumpangan ini juga. Kalau gitu saya pergi dulu Pak."

Ucapnya segera berlalu.

Sean berlalu melesatkan mobilnya dengan kecepatan rata-rata.

****

"Puji Tuhan selalu sehat Bu. Kalian bagaimana kabarnya?"

"Puji Tuhan sehat juga Nak. Oh ya bagaimana awal pekerjaan nya? Apa kamu nyaman Nak?"

"Untuk sekarang masih nyaman Bu karena jadwal ku masih berlatih. Doakan aku ya Bu."

"Tentu Nak. telepon nya ibu tutup dulu. Ini adikku mau ibu antar sekolah dulu."

Klik

*****

"Ish dengar-dengar bos kita itu suka gonta-ganti wanita. Mana wanita-wanita itu para modelnya lagi. ihhh jadi ngeri nggak sih?" Dea nampak membuka gosip hangat pagi ini.

"Tapi nggak papa tuh, secara kan Bos emang ganteng pake banget. Siapa yang bisa menolak pesonanya?"

"ihhh aku sih ogah. Amit-amit calon suami model begituan."

Percakapan itu terhenti ketika melihat kedatangan Anindira.

"Btw dia kan calon model di perusahaan ini. Apa dia nggak takut apa? Secara kalau di lihat-lihat wajahnya masih ABG."

"Hussss biarin aja. Toh yang menanggung dirinya sendiri."

"Pagi ...!" Sapa Anindira kepada pegawai bawah kantor itu.

Sontak semuanya tersenyum manis ke arahnya membalas sapaannya.

*****

"Hai kamu anak baru disini ?" Ucap Hans sebagai salam perkenalan nya dengan Anindira.

"Hans Sebastian."

"Anindira." Ucapnya tanpa meraih tangan Hans yang menggantung di udara.

"Kamu bekerja di bagian mana?"

"Entertainment."

Bulshit!

Hans memperhatikan tubuh Anindira dari atas sampai bawah. Perfeck. Tapi tunggu dulu apa Sean sudah melihat Gadis ini.

Jika sudah ini bahaya. Mangsa baru akan segera Bos dapatkan lagi.

Dan ia sedikit tak rela jika Anindira dibuat pelampiasan nafsu semata oleh Bos nya itu.

Bergegas ia pergi keruang Bos nya, dan tanpa basa-basi langsung menyongsong duduk di depan meja Sean.

"Lain kali begitu kakimu akan patah." Sean melihat Hans sinis.

"Anindira." Ucapnya to the point.

Sean mengerutkan keningnya. Menelisik pikiran Hans asisten sekaligus kawan setianya.

"Jangan coba-coba melakukan kegilaanmu pada wanita itu."

Sean mengerti arah pembicaraan Hans.

Dia menyipitkan matanya dan duduk bersandar dan melipat tangannya di dada.

"Dia terlihat masih muda, carilah yang lebih berpengalaman supaya belalai kecilmu itu terpuaskan."

Sean tersenyum menyeringai.

"Aku yang menggaji kau. Jika kau lupa."

Jleb.

Selalu saja begitu. Hal itu menjelaskan bahwa Sean memang berkuasa penuh atas perusahaan.

Semua harus tunduk dan patuh terhadap nya. Perlu digaris bawahi.

Sean tersenyum sinis, melihat Hans tak berkutik.

Inilah yang dia mau. Melihat lawan nya tak berdaya di hadapannya.

Begitulah dunia BISNIS. yang pandai bicara dan mampu membolak-balik kata kerap kali di Ancungi jempol.

"Up to you. Tapi aku tak tinggal diam. Aku akan menjelaskan padanya jika pekerjaan ini tidak cocok untuk nya dan menjelaskan bagaimana Tabiat bos nya yang sesungguhnya."

"Coba saja jika kau berani."

"Jangan sebut aku Hans jika tak mampu melakukan itu."

Entah hal apa yang mendorong di hati Hans sehingga ia tak tega jika Anindira dibuat mainan oleh bosnya.

"Barangkali belalai mu yang kecil itu sedang ingin dibelai maka pergi sendirilah ke kamar mandi. Aku lagi malas memesankan nya untukmu."

Hans beranjak dari kursi nya sedang Sean dengan cepat melempar berkas ke punggung Hans.

Hans menutup pintu sekeras mungkin membuat rahang Sean mengeras

'Dasar sialan.'

******.

Setelah melakukan latihan kurang lebih tiga jam Anindira duduk disebuah bangku dan meneguk air mineral nya.

Tampaknya dia memang sosok pendiam yang tak pandai bergaul terbukti dari dia yang tak mau gabung dengan rekan setimnya.

"Sendiri aja?" Tanya Hans mulai membuka percakapan

"Eh iya Pak. Silahkan duduk." Tangan nya langsung Meraih botol minumnya dan menaruhnya di samping kiri.

"Sudah lama melamar disini?"

"Sekitar empat hari yang lalu pak."

Hans manggut-manggut. Nampak nya dia juga bingung, dari mana awal memulai pembicaraan nya.

Hans sangat yakin jika Anindira benar-benar wanita polos yang belum pernah merantau.

Apalagi melihat bentuk rupa Anindira yang cantik tak mungkin gadis itu lolos begitu saja dari tangan Sean.

Tidak. Hans tak rela. Bukan apa, dia hanya nggak mau masa depan gadis itu berakhir sia-sia.

Apalagi dia yang sangat tau kepribadian serta keseharian Bos sekaligus temannya itu.

"Hmm begini..."

Drrrtttttt suara getar ponsel Hans bergetar di saku celananya.

Melihat nama yang tertera disitu membuat dia muak.

Dia melihat kesudut ruangan yang ternyata di tempel pengawas ruangan.

Tentu saja Hans paham dengan bergetar nya hp itu.

Pasti bosnya sedang mengamati gerak-gerik nya dari sana.

Sial.

Bibir Sean melengkung membentuk bulan sabit tatkala dia melihat ekspresi Hans dari laptopnya.

"Sudah kubilang jangan macam-macam."

"Dasar gila. Fuck you." Sambil mengacungkan jari tengahnya ke cctv sudut itu.

Pasti Sean melihat nya dari sana.

"Cepat keruangan saya atau gaji bulan ini tidak dicairkan!"

Sean memang handal membuat lawan bicaranya bungkam dan tak membantah.

"Demi apa, aku benci kamu b*engsek!"

Memutuskan telepon dan segera pergi meninggalkannya Anindira yang kebingungan.

*******

"Urus segera berkas gadis itu dan pindahkan keruangan sebelah. Dia akan menjadi asisten pribadi saya!"

Gila benar-benar gila.

"Kau memang lelaki bejat Sean." Mata Hans memerah.

Dia marah. Kali ini marahnya berasalan.

"Yang atasan, yang bawahan siapa"?

Hans berlalu sambil menendang kursi yang didudukinya hingga kursi itu berbalik.

'huh dasar temperamental' monolog Sean memandang sinis kepergian Hans.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!