Semilir angin pantai menerpa tubuh ringkih Arsyana, seperti biasa setelah kembali dari kerja part timenya Arsyana selalu menyempatkan diri untuk datang kepantai, dimana pantai ini menjadi saksi kisah cintanya dengan kekasihnya.
Perlahan tangannya mengusap lembut airmata yang mengalir membasahi pipinya, pandangannya luruh menatap ketengah laut yang sudah nampak gelap karena malam, matanya mulai menutup dan sekelebat ingatan mulai muncul di ingatannya. Laki laki yang memiliki paras tampan dengan senyum merekah dibibirnya menampakkan sederetan giginya menatap sejuk kearah Arsyana.
“Alvaro" lirih Arsyana.
Perlahan Arsyana kembali membuka matanya lalu bergegas mengambil tas yang berada disampingnya dan pergi meninggalkan pantai.
Jalanan kota yang nampak ramai namun tak sampai menyebabkan kemacetan membuat laju mobil yang di kendarai Arsyana berjalan dengan lancar.
Setelah beberapa saat mobil itu memasuki halaman mansion yang nampak mewah dan luas milik kedua orang tuanya.
Saat Arsyana keluar dari mobilnya, dia melihat satu mobil yang menurutnya itu bukan milik orang tuanya ataupun kakaknya. Tanpa berfikir panjang Arsyana segera memasuki rumahnya dan terdengar gelak tawa dari dalam rumahnya saat dirinya baru melewati pintu utama.
“Ma!” suara Arsyana mampu membuat gelak tawa mereka semua terhenti dan menatap kearah Arsyana yang baru saja datang.
“Sayang kamu sudah pulang?” tanya wanita paruh baya bernama Maria yang sering dia sapa ‘MAMA’ yang kini berjalan mendekat kearah putrinya itu dengan senyuman tulus.
Arsyana mengangguki pertanyaan Mamanya kemudian memeluknya sesaat.
“Lihat siapa yang datang,” Maria menggeser tubuhnya kesamping putrinya agar putrinya bisa melihat seseorang didepan sana.
“Bunda,” Arsyana segera berlari pelan lalu memeluk wanita yang terlihat seusia dengan Maria.
“Hai, sayang. Gimana kabar kamu?” tanyanya.
“Seperti yang bunda lihat” jawab Arsyana senang.
Rosa, wanita yang dia sapa bunda itu hanya tersenyum pilu melihat gadis di depannya ini kini telihat lebih kurus dari terakhir dia bertemu, sorot matanya juga terlihat tak lagi bersinar seperti dulu lagi.
Rosa hanya diam dengan menyimpan perasaan sedih dan penyesalan dalam dirinya ketika melihat anak dari sahabatnya kini terlihat tidak baik-baik saja.
“Om,” Arsyana berganti memeluk Erlan suami Rosa yang berada dibelakang istrinya.
“Halo cantiknya Om, gimana sekolahnya?” tanya Erlan.
“Lancar Om, Arsya juga sekarang ikut kerja part time buat nambah pengalaman,” jawab Arsyana.
“Astaga, kamu masih sekolah dan papa kamu itu sudah kaya kenapa kamu harus kerja part time” protes Erlan dengan memberi tatapan tajam pada Roland ayah Arsyana.
“Saya sudah melarangnya, tapi memang dia yang keras kepala,” sangkalnya segera sebelum dia tersudutkan oleh tuduhan-tuduhan Erlan yang akan membela putrinya.
“Benar kata papa, Om. Ini memang kemauan Arsya sendiri” sahut Arsyana membela sang papa.
“Baiklah asalkan kamu juga menjaga kesehatan kamu,”ucap Erlan dengan mengelus surai rambut Arsyana.
“Tenang saja, Om. Arya selalu sehat kok” jawabnya
“Bohong” sahut Arsenio yang merupakan kakak sekaligus kembaran dari Arsyana.
“Apa sih” bantah Arsyana tak terima.
“Ya emang kenyatannya begitu, lo bohong semalem aja batuk pilek lo kayak anak kecil,” jelas Arsenio.
“Itu kan cuma flu, semua orang juga pasti ngalamin kali, kayak lo gak pernah aja” bantah Arsyana lagi.
“Sudah sudah kalian ini gak malu apa berantem mulu?” lerai Maria.
Mereka berdua hanya saling melirik sinis satu sama lain. Hingga akhirnya Roland mengajak mereka semua untuk makan malam bersama.
***
Disisi lain seorang pemuda tengah mengendarai motor ninja hitamnya dengan kecepatan tinggi di jalanan sepi meninggalkan seseorang lagi dibelakangnya dengan jarak yang cukup jauh.
Sorak sorai mulai terdengar saat motor pemuda itu melewati sebuah pita merah didepannya, tak lama kemudian disusul oleh seseorang yang menggunakan motor ninja merah.
“Lo kalah,” ucapnya menghampiri pemilik motor berwarna merah dengan helm yang masih terpasang di kepalanya.
“Sialan, nih” umpatnya dengan memberikan kunci motor miliknya.
“Kita pergi!” perintahnya dengan melempar kunci motor yang baru dia dapat kearah salah satu temannya.
Tak menunggu lama lagi mereka segera mengukuti arahan yang diberikan oleh pemuda itu dengan membawa pergi motor ninja merah tersebut.
***
“Sya, lo udah ngerjain tugas Matematika yang kemaren?” tanya Mila yang tengah mensejajarkan langkahnya dengan Arsyana.
“Belum, lagian pula juga masih tiga hari lagi pelajarannya” jawab Arsyana dengan santai sedangkan Mila tengah mengaga mendengar jawaban temannya itu.
“Buset ni bocah, tiga hari itu sebentar belum lagi tugas lainnya yang juga udah baris kek antrian sembako” protes Mila.
“Udah deh ya, lo diem! Gue juga bukan pengangguran yang tiap harinya santai santai cuma mikirin tugas, gue juga part time kalo lo lupa” sahut Arsyana kesal.
“Lagian punya orang tua udah kaya juga pakek acara part time segala” balas Mila tak kalah kesal.
Arsyana memutar bola matanya malas dan melangkah cepat meninggalkan Mila, karena kalau sudah begini pasti pembahasan mereka akan meluber kemana-mana dan ujungnya adalah pertengkaran.
Arsyana dan Mila memasuki kelas mereka dan mendapati Jessica yang juga merupakan teman mereka telah duduk di kursinya dan fokus pada ponselnya sampai-sampai tidak menyadari kehadiran kedua temannya itu.
“Jessica!” sapa Rumi dengan meninggikan suaranya.
“Astaga, ngagetin aja sih,” kesalnya.
Sedangkan Arsyana hanya diam dan langsung menuju ke kursinya yang berada didepan Jessica.
“Ngelihatin apasih, serius banget?” tanya Mila.
“Ini loh, hari ini ada murid baru, dan katanya juga masuk ke kelas kita,” jawab Jessica.
“Serius lo? Cewek apa cowok?” tanya Mila antusias.
“Cowok, ganteng tau, nih lihat fotonya udah kesebar di grub angkatan.” Jessica menyerahkan ponselnya pada Mila.
“Sya…Sya…Sya…Arsya!!.” Rumi yang antusias segera memanggil Arsyana untuk menunjukkan foto yang ada di ponsel Lina.
“Hmm” sahutnya yang masih terfokus pada ponsel miliknya.
“Ganteng tau Sya, lihat deh siapa tau naksir,” bujuk Mila yang menyodorkan ponsel Lina pada Arsyana.
“Hmm” jawabnya singkat.
“Dih, kebiasaaan si Arsya,” cibir Rumi yang kesal karena respon dari temannya itu.
“Kayak gak tau aja Arsya gimana,” sahut Lina.
Mereka berdua kembali membicarakan murid baru itu dengan semangat tanpa mengetahui sebenarnya Arsyana juga tengah memperhatikan foro murid baru itu dari ponselnya, dia merasa ada perasaan aneh pada dirinya saat melihat foto tersebut.
“Wajah mereka nampak mirip,” lirihnya pelan yang hanya bisa terdengar olehnya.
Arsyana masih terus menatap layar ponselnya dengan serius, matanya memperhatikan setiap inci dari wajah murid baru tersebut.
"Tidak, mereka beda" gumamnya.
"Apa yang beda?" sahut Arsenio yang sudah berada disamping Arsyana dan itu cukup membuatnya terkejut dan segera mematikan layar ponselnya agar Arsenio tidak melihat apa yang tengah Arsyana lihat.
Arsyana menarik dalam nafasnya kemudian menatap Arsenio tajam. "Bisa gak jangan ngagetin," ucapnya kesal.
"Ya, maaf. Abisnya lo serius amat lihatin hp trus pakek ngedumel sendiri lagi," jelas Arsenio.
Arsyana tak lagi menanggapi ucapan Arsenio dan segera memasukkan ponselnya kedalam tas dan mengeluarkan buku pelajaran karena bel masuk telah berbunyi.
Laki laki paruh baya mulai memasuki ruang kelas dengan di ikuti seorang pemuda tampan di belakangnya yang menjadi perbincangan dikalangan murid pagi ini.
Pemuda itu memandang seisi kelas dengan tatapan datar dan seakan enggan untuk tersenyum.
“Baik anak-anak, bapak rasa kalian sudah mengetahui gosip yang beredar pagi ini, benar kan?” tanya Pak Burhan selaku wali kelas dikelas mereka.
“Benar, Pak” jawab mereka serentak, kecuali Arsyana dan Arsenio yang masih terus menatap kearah murid baru tersebut.
“Jadi dia pak murid barunya?” tanya Mila dengan antusias.
“Waduh, Pak. Kalau gini bentukannya bisa buat pertahanan Arsyana goyah, Pak” Sahut Jessica yang mendapat persetujuan dari Mila dan yang lainnya.
“Berisik” sergah Arsyana yang seketika membungkam Jessica dan juga Mila.
“Mampus lu,” ucap Arsenio pada kedua wanita itu dengan pelan namun penuh penekanan.
“Sudah sudah. Sekarang perkenalkan diri kamu.” Murid baru itu mengangguk dan melangkah satu langkah kedepan.
“Alvian, pindahan dari Bandung,” ucapnya singkat padat dan jelas.
“Sudah?” tanya pak Burhan.
“Hmm”
Pak Burhan menatap tak percaya pada murid barunya itu dengan mata melotot yang berkedip beberapa kali, lalu sesegera mungkin dia kembali mengontrol ekspresinya.
“Ekhem…ya sudah, kamu bisa duduk di kursi kosong itu.” Tunjuk pak Burhan kearah sebelah kanan Arsenio yang kursi disampingnya memang tidak ada yang menempati.
Alvian pun segera menuju kursinya tanpa memperdulikan tatapan kagum yang diberikan pada teman sekelasnya. Kecuali Arsenio yang menatapnya datar dan Arsyana yang acuh dengan keberadaannya.
Arsenio melirik sekilas kearah kembarannya yang nampak santai dan terlihat seperti biasa tak ada raut wajah kagum seperti teman temannya.
“Cewek langka nih,” gumamnya.
Jam istirahat berlangsung, seperti biasa Arsyana, Mila dan Jessica akan ikut bergabung di meja Arsenio dan ketiga temannya, Leo, Gavin, dan juga Romi. Mereka bertujuh memang sudah berteman sejak masa Sekolah Menengah Pertama, jadi tak heran jika mereka terlihat sangat akrab. Namun kini dimeja mereka tak terlihat keberadaan Gavin disana, lelaki itu sedang disibukkan dengan kegiatan Osisnya, yang mana dirinya lah yang kini menjabat sebagai ketua Osis
“Gue denger murid baru itu masuk kelas kalian ya?” tanya Leo yang memang tidak sekelas dengan mereka. Leo dan juga Romi berada dikelas yang berbeda dengan kelima temannya itu.
“Iya. Lo tau dia tuh ganteeeeng banget tau gak,” jawab Mila yang selalu antusias jika sudah membahas tentang Alvian.
“Gantengan juga gue,” sahut Arsenio dengan PD nya.
“Dih, iya emang lo ganteng tapi masih gantengan Alvian tuh, ya kan Jess.” Jessica yang merasa lengannya sengaja disenggol Mila pun mengiyakan karena setuju.
“Oh, berarti lo mengakui kalo gue ganteng, iya?” tanya Arsenio sengan menaik turunkan salah satu alisnya menggoda Mila.
“Jelas lo ganteng, Arsyana aja secantik ini. Kalo lo jelek gak pantes lo jadi kembarannya Arsya” jawabnya dengan melihat Arsyana sekilas yang masih menikmati makanannya tanpa memperdulikan ocehan teman-temannya.
“Tapi percuma tuh anak baru ganteng kalo Arsya nua masih B aja,” sahut Radit.
“Aelah, apasih yang lo harapkan dari seorang Arsyana, ada idol Kpop didepan dia juga bakalan dianggep B aja sama dia,” celetuk Jessica yang mendapat persetujuan dari Mila dan juga Arsenio.
“Sya, lo gak belok kan?” celetuk Leo yang mendapat tatapan tajam dari keempat temannya
“Diem, lo semua berisik” jawab Arsyana kesal karena menurutnya teman-temannya terlalu berisik menganggu dirinya yang tengah menikmati makanannya.
Namun baru juga selesai melerai perbincangan temannya dari arah pintu kantin terdengar suara yang memanggilnya dengan lantang.
“ARSYANA!!!”
Merasa kenal dengan sang pemilik suara Arsyana menghela nafasnya kasar lalu menoleh dengan tatapan tajam kearah pintu kantin, disana terlihat Gavin yang sedang berjalan kearah mereka.
“Bisa diem gak lo, berisik” kesal Arsyana.
“Sorry, hehe” jawab Gavin kikuk dengan menggaruk tengkuknya yang tak gatal. “BTW, lo dicari abang lo tuh,” sambungnya.
“Abang yang mana?, abang gue cuma satu, tuh si Arsen” tanya nya dan menunjuk kearah Arsenio yang ada didepannya.
“Lah? Si Javier?” tanyanya Gavin bingung.
“Bego, lo temenan sama Naura Dean berapa lama sih? Javier itu kan ‘Om’ mereka” jawab Romi dengan tangannya memukul keras lengan Gavin.
“Lupa sorry”
Dari arah belakang mereka nampak terlihat seorang pemuda yang berpakaian kasual dengan tas ransel yang bergelantung disalah satu pundaknya berjalan percaya diri dengan satu tangannya dia masukkan kesaku celana menambah tingkat ketampanannya yang mampu membuat siswi sekolah ini menatap kagum kearahnya.
“Ngapain kesini? Gak kuliah emang?” tanya Arsyana yang menatap Javier sesaat kemudian melanjutkan makannya.
“Bentar, sebelum jawab pertanyaan lo, gue mau kasih pelajaran sama dua curut ini,” tunjuknya kesal pada Gavin dan juga Romi.
“Lah, kenapa kita” protes Romi tak terima.
Javier geram melihat Romi yang bertanya tanpa rasa bersalah. “Lo tadi manggil gue seenaknya tanpa embel embel abang atau kakak, gue ini lebih tua dari lo ya.” Sarkasnya.
“Sip dah si paling tua,” celetuk Arsyana yang membuat mereka manahan tawa.
“Iya deh iya, maaf ya abang Javier yang terhormat” sambung Gavin yang malah membuat Javier bergidik ngeri mendengarnya.
Namun Javier tak lagi menanggapi perkataan Gavin dan dia segera beralih pada Arsyana.
“Na, nanti malem ikut gue, ya” ajaknya.
“Males”
“Please Na, ya mau ya,” Javier masih memohon bahkan dirinya sampai berjongkok disamping Arsyana dengan memelas.
“Emang mau kemana, Bang?” sahut Arsenio bertanya.
“Kumpul sama anak-anak” jawab Javier.
“Tumben, kumpul sama temen lo ngajakin Arsya, Bang?” tanya Leo keheranan.
“Biar ngak kelihatan jomblo aja sih” jawabnya enteng. “Mau ya, Na” sambungnya memohon pada Arsyana.
“Enggak, mending lo cari pacar sana” tolaknya dan lekas berdiri ingin pergi namun lengannya tertahan oleh Javier yang memperlihatkan puppy eyes nya.
“Ngeri sumpah lihat lo begitu. Iya iya gue ikut tapi setelah pulang dari part time,” Javier tersenyum senang lalu berdiri dengan semangat dan langsung memeluk keponakannya itu.
“Makasih cantik, muach.” Dengan sengaja dia mencium pipi kanan Arsyana yang membuat seluruh kantin histeris melihatnya.
“Lepas!!!” Arsyana mendorong keras tubuh Javier agar terlepas dari dirinya lalu pergi meninggalkan kantin.
Sedangkan Javier tersenyum senang sembari melirik kearah Arsenio yang terlihat kesal.
“Malu kali, otot gede kelakuan kek bocah” cibir Arsenio.
“Iri mah bilang aja, wlee” balasnya dengan menjulurkan lidah lalu pergi menyusul Arsyana.
“Gila, itu kak Javier si ketua geng motor yang terkenal sangar itu?” tanya Mila tak percaya.
“Bisa gitu ya kelakuannya kalo didepan Arsya” sambung Jessica yang sepemikiran dengan Mila.
“Sangar mah luarnya doang, dalemnya hello kitty” sahut Arsenio yang memang sudah mengenal Javier lebih jauh dari pada mereka.
***
“Lo udah lihat gimana dia kan?” tanya pemuda yang kini tengah duduk berdua dengan Alvian.
“Iya, dan dia beda jauh dari yang lo ceritakan sama gue” jawab Alvian.
Pemuda itu lantas tersenyum mendengar jawaban Alvian. “Benar, dia yang sekarang bukan seperti dia yang gue kenal dulu, dan lo tau kan apa penyebabnya?”
Alvian mengangguk singkat dengan pandangan kosong.
“Gue yakin lo bisa” ucap pemuda tersebut.
“Kenapa lo seyakin itu sama gue?” Alvian yang awalnya melihat kedepan kini pandangannya beralih kesamping dimana pemuda itu berada.
“Karena gue kenal gimana lo, dan gimana dia. Dan lagi karena cuma lo yang bisa lihat gue jadi gue yakin dan berharap banyak sama lo, Alvian” jelasnya.
“Ya… ya… ya gue bakalan berusaha bantu lo dan jagain Arsyana lo itu, supaya lo cepet pergi dan gak gentayangin gue terus, Alvaro sialan,” ucapnya kesal.
Alvaro hanya tertawa ketika mendengar Alvian mengumpatinya.
"Jangan ketawa! Ngeri gue ngelihat setan ketawa,” celetuknya yang kemudian Alvaro lekas menghentikan tawanya.
“Iya iya maaf, lagian gue bukan setan, ganteng gini dibilang setan,” cibirnya kesal pada Alvian.
Arsyana segera turun dari motor Javier saat mereka telah sampai ditujuan. Arsyana melepas helm dan merapikan rambutnya yang sedikit berantakan lalu menyerahkan helm tersebut pada Javier.
“Kata lo mau kumpul sama temen-temen lo, ini kenapa kita malah ke arena balap?” tanya Arsyana saat menyadari tempat disekelilingnya bukanlah tempat yang biasa Javier gunakan untuk berkumpul bersama teman-temannya.
“Bentar doang,” Javier lekas menggandeng tangan Arsyana dan menuju kekerumunan teman temannya.
“Lo mau balapan?” tatap Arsyana curiga.
“Bukan gue, tuh temen gue,” jawabnya dengan menunjuk kearah salah satu temannya yang sudah siap di garis start.
“Widih tumben lo bawa cewek, Bos. Mana cantik lagi, siapa nih?” tanya salah satu dari mereka saat menyadari kehadiran Javier bersama Arsyana.
“Adek gue, gak usah aneh-aneh lo!”
“Kagak elah, cuma mau kenalan doang” pemuda tersebut kemudian merapikan penampilannya.
“Ekhem, halo adeknya Javier, kenalin Abang Raka yang paling tampan,” tangan Raka terulur hendak menyalami Arsyana dan satu tangannya lagi mengusap surai rambutnya kebelakang dan itu terlihat sangat aneh bagi Arsyana.
“Arsyana” jawabnya acuh tanpa menerima uluran tangan raka.
“Sama aja ternyata sifatnya sama si Javier.” Teman temannya hanya menahan tawa ketika melihat Raka yang diacuhkan oleh Arsyana.
“Loh, Arsya. Lo ngapain disini?” tanya Samuel yang memang sudah mengenal Arsyana.
“Tanya temen lo tuh?” jawabnya kesal dengan menunjuk Javier.
Javier hanya menatap datar kearah Samuel yang seakan meminta penjelasan darinya.
“Oh gue tau nih, lo sengaja ngajak Arsya biar gak kelihatan kalo jomblo kan,” tebak Samuel yang tepat sasaran.
Kemudian terdengar gelak tawa darinya yang membuat Javier kesal. Andai tidak ada Arsyana pasti sudah habis Samuel ditangan Javier.
“Dari pada dia gak ada kerjaan, dan gue gak ada gandengan ya gue ajak aja lah” balasnya yang menahan diri agar tidak memukul Samuel saat ini.
“Dari geng sebelah siapa yang turun?” tanya Javier penasaran meski masih terdengar kesal.
“Ah itu, ketua mereka Jav,” jawab Samuel.
Javier pun terkejut saat mendengar jawaban itu.
“Ketua? Bukannya ketua mereka lagi ada di Jepang ya?” tanya Javier memastikan dia tidak salah informasi.
“Emang, dan baru pulang dua minggu lalu. Terus juga kemaren katanya dia berhasil ngalahin si Robert hasilnya mereka bawa pulang motornya si Robert.” Ucapnya menggebu gebu saat menjelaskan.
“Menarik, gue yakin sekarang Robert masih mohon mohon sama bokapnya supaya dibeliin motor baru,” terdengar kekehan kecil dari Javier saat mengucapkan itu.
“Semenjak dia jadi ketua, gue belum pernah lihat bentukannya,” sambungnya.
“Ya mau gimana lagi, baru juga dua hari dilantik eh malah dapet musibah yang akhirnya dia dikirim ke Jepang sama orang tuanya,” sahut Raka.
Kini mereka semua tengah memperhatikan kearah garis start dimana disana sudah ada dua orang yang bersiap dengan motornya.
Sampai pada hitungan ketiga kedua motor itu melaju kencang meninggalkan garis start dan semakin terdengar sorak sorai dari mereka yang menonton.
Setelah dua putaran terlewati kini tersisa putaran terakhir yang akan menentukan siapa pemenangnya.
Terlihat dari kejauhan motor ninja berdominasi warna biru dan hitam dengan hitam sebagai warna dominan tengah memimpin balapan dan berhasil melewati garis finish lebih dulu.
Baru dibelakangnya disusul motor ninja berwarna hijau milik teman langit.
“Ayo kita kesana,” Javier menggandeng tangan Arsyana berjalan kearah temannya yang baru saja mengalami kekalahan.
“Sorry, Jav. Gue kalah” ucap Arkan saat Langit sudah berada di depannya.
Tangan Javier terulur menepuk pelan pundak Arkan.
“Gak masalah, asalkan lo selamat” ucapnya tersenyum tipis.
Arsyana hanya diam memperhatikan interaksi mereka yang menurutnya tidak terlalu penting, hingga dia mengedarkan pandangannya dan melihat sosok lawan yang baru saja mengalahkan Arkan di arena.
Mata mereka berdua bertemu dan tatapan Arsyana terkunci saat menyadari sorot mata milik pemuda itu.
Arsyana merasa sangat familiar dengan sorot mata yang kini tengah menatapnya.
Dirinya hendak melangkah menghampiri pemuda itu, namun dengan secepat kilat dia pergi dengan motornya.
Arsyana hanya bisa melihat kepergian pemuda itu tanpa bisa mengejarnya.
“Ayo, pulang!” ucap Javier yang tak direspon Arsyana.
“Ar, ayo pulang!” suara Javier yang sedikit meninggi menyadarkan Arsyana dari lamunannya.
“Ah iya, ayo”
“Lo kenapa?” tanya Javier yang merasa Arsyana sedikit aneh.
“Gapapa, udah ayo pulang.”
Javier akhirnya menurut dan membawa pulang Arsyana karena waktu juga semakin malam, bisa bisa dia di marahin oleh kakaknya jika memulangkan anak gadisnya terlalu malam.
***
Alvian memarkir motornya di depan rumah mewah milik orang tuanya, saat membuka pintu utama pemandangan pertama yang dia lihat bukan kedua orang tuanya melainkan pekerja art yang tengah membersihkan ruang tamu.
“Den Alvian pulang?” tanya Inah, art yang sudah bekerja dengan keluarganya selama 10 tahun.
“Hanya mampir, Bi. Ada barang yang harus Alvian ambil,” jawabnya.
Alvian meneliti setiap sudut rumah.
“Mama sama Papa lagi pergi?”
“Iya, Den. Baru tadi sore mereka berangkat ke London, katanya ada pekerjaan yang harus diurus disana,”
Alvian terdiam sesaat kemudian mengangguk dan langsung pergi menaiki tangga menuju lantai kamarnya.
Namun saat sampai di depan ruang kamar yang selama ini selalu tertutup Alvian menghentikan langkahnya.
Terbesit niat untuk masuk kedalam ruangan itu.
Beruntungnya saat Alvian mencoba membuka knop pintu tersebut tidak terkunci dan dia segera masuk kemudian menutup kembali pintu.
Aroma mint yang pertama kali menyambut kehadiran Alvian didalam kamar itu, aroma yang khas dari sang pemilik.
Dilihatnya setiap sudut kamar yang bernuansa putih tersebut, tata letak yang sama sekali tidak berubah dari terakhir kali dia masuk kekamar ini sekitar 3 tahun yang lalu.
Perlahan kakinya melangkah menuju meja belajar yang terletak disamping jendela, matanya menatap sebuah bingkai foto dimana disana terdapat dua bingkai, satu bingkai berisi foto dirinya dan sang pemilik kamar, dan satu lagi berisi foto pemilik kamar dengan seorang gadis berambut pendek sebahu dengan senyum yang terpancar.
Alvian terus menatap foto itu dengan datar namun sepertinya tidak dengan isi kepalanya yang tengah ribut.
Tok… tok… tok…
“Den Alvian,”
Alvian segera tersadar saat Inah memanggilnya dari luar ruangan.
Diletakkannya kembali bingkai foto yang sempat dia pegang ketempat semula, dan segera membukakan pintu.
“Ada apa?” tanyanya.
“Saya cari den Alvian dikamar tidak ada jadi saya pikir den Alvian disini, eh ternyata benar. Ini den, den Alvian mau makan apa biar bibi buatkan,”
“Gak usah, Bi. Alvian cuma sebentar trus pulang ke apartemen,” jawabnya lalu segera pergi menuju kamarnya.
Bi Inah hanya menatap kepergian Alvian dengan sendu.
“Sepertinya hubungan den Alvian sama orang tuanya belum membaik,” gumamnya.
Tak berselang lama Alvian kembali keluar dari kamarnya dengan membawa gitar kesayangannya.
“Bi! Alvian pergi dulu,” pamitnya lalu berjalan cepat menuruni tangga.
Bi Inah lagi lagi hanya bisa menatap kepergian putra majikannya itu yang kini terlihat berbeda dari yang dia kenal sebelumnya.
“Semoga mereka segera berbaikan karena mau bagaimana pun den Alvian putra mereka juga,” ucapnya yang penuh harap kemudian menutup pintu utama yang menjadi saksi kepergian Alvian dari rumah.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!