NovelToon NovelToon

Dipaksa Menikahi Bidadari Surga

SAH!

Bismillah...

Aisyah duduk di sebuah ruangan dimana ia di suruh untuk menunggu, bersama Ummi nya dan Kakak petamanya-Zahra.

Jantung Aisyah berdetak tidak karuan. Apalagi saat ini momen dimana Zain akan mengucapkan ijab Qobul.

“Ankahtuka wa zawwajtuka makhtubataka binti Zaahra Aisyah Khirina 'alal mahri 100 jiram dhahab wamajmueat min 'adawat alsala hallan”. Kiai Ahmad melafazkan kalimat Ijab.

"Qabiltu nikahaha wa tazwijaha ‘alal mahril madzkur wa radhiitu bihi, wallahu waliyu taufiq!" ucap Zain dengan mantap, sekali tarikan nafas.

"Bagaimana para saksi, sah?

SAH!

Aisyah tersentak dan hatinya bergetar mendengar suara Zain sangat merdu mengucapkan lafaz Qobul dengan lancar.

Dia langsung menggenggam tangan Ummi nya. Sungguh tidak di sangka, bahwa Zain mampu menyelesaikan tantangan yang baru saja ia berikan kepada lelaki yang beberapa detik lalu, sudah Sah menjadi Suaminya.

Air mata Aisyah menetes, lantaran kini statusnya sudah menjadi seorang istri. 'Mimpi apa aku, harus menikah di usia semuda ini' batin Aisyah.

Walaupun begitu, ia tetap ikhlas menerima semua ini, karna menurutnya kejadian ini pasti skenario terbaik dari Allah, untuk dirinya.

.....

'Wah! Hebat juga tuh, anak. Dia belajar dari mana sii?' batin Akhtar.

Akhtar pun juga tidak menyangka karena sejak tadi, Zain sama sekali tidak latihan dalam melafazkan kalimat Qobul dalam bahasa arab, sesuai keinginan Aisyah dengan lengkap seperti yang baru saja ia dengar.

Kiai Ahmad langsung membacakan do'a setelah akad.

"Bârakallâhu laka wa bâraka 'alaika wa jama'a bainakumâ fî khairin.

Allâhumma allif bainahumâ kamâ allafta baina Adam wa Hawwa, wa allif.

Bainahumâ kamâ allafta baina sayyidinâ Ibrâhîm wa Sârah, wa allif.

Bainahumâ kamâ allafta baina sayyidinâ Yûsuf wa Zulaikha, wa allif

Bainahumâ kamâ allafta baina sayyidinâ Muhammadin shallallâhu 'alaihi wa

Sallama wa sayyidatinâ Khadîjatal kubrâ, wa allif bainahumâ kamâ

Allafta baina sayyidinâ 'Aly wa sayyidatinâ Fâthimah az-Zahrâ.”

Setelah itu, Aisyah di bawa keluar oleh Kakak dan Umminya untuk menemui Zain yang sekarang sudah resmi menjadi suaminya.

"Mari, Aisyah. Temui suamimu" ucap Ummi Afifah.

Dengan gugupnya, Aisyah berjalan perlahan mengikuti langkah Ummi di sebelah kanan dan Kakak Zahra di sebelah kirinya.

"Hati-hati jalanya, Nak" ucap Umminya, melihat Aisyah yang kurang fokus.

.....

Zain yang melihat kedatangan Aisya dengan gaun pernikahan yang begitu indah, namun tetap syar'i. Seakan-akan ada daya tarik magnetnya, Zain tidak bisa mengalihkan pandanganya dari kecantikan wanita yang sudah sah berstatus sebagai istrinya dari Zain Abdullah.

'Cantiknya, Istriku' tanpa sadar Zain berkata demikian dalam hatinya.

"UPS! Apa yang barusan gw pikirkan?! Sadarlah Zain! Sadar!!" ucapnya dalam hati.

Setelah sadar dari lamunannya, Zain kembali memasang ekspresi wajah seperti semula. Tampak lelaki itu dengan wajah datarnya. Tidak terlihat raut wajah tegang ataupun marah. Zain terlihat biasa saja seolah tidak terjadi apa-apa.

"Senyum, Zain!" Bisik Bunda Zain-Qinka.

"Hem" jawab Zain memperlihatkan senyum penuh keterpaksaan dengan wajah datar.

Walaupun batinya berkata "Bodo amat! Terserah kalian, atur aja. Capek juga ngebantah terus, ga bakal di gubris juga"

.....

Walau masih dalam balutan cadar, kecantikan Aisyah tetap terpancar, membuat wanita-wanita yang hadir di sana merasa iri.

Tidak hanya wanita, bahkan semua orang tentu saja pangling melihat penampilan Aisyah saat ini.

Aisyah di tuntun untuk duduk di samping Zain yang berhadapan dengan penghulu dan dikelilingi Abi dan kakak laki-laki nya Alif.

Aisyah di minta untuk mencium tangan suaminya. Begitu pun dengan Zain, ia di minta untuk Mengecup kening istrinya.

Tentu saja, ada perasaan aneh di antara mereka. Seperti, ada yang menggelitik di hati mereka berdua.

"Silahkan, pakaikan cincin ke jari manis istrimu," kata Ummi Afifah, memberikan sepasang cincin yang sudah di sediakan sebelumnya.

Zain mengambil satu cincin, kemudian dia menengadahkan tangan kirinya agar Aisyah memberikan tangan kanannya, untuk di pasangkan cincin tersebut.

.....

Begitu lama menunggu, Aisyah belum juga mengulurkan tangannya.

Sementara itu, Aisyah sedang mengalami Heart Attack, tangannya terasa begitu dingin. Jantungnya memacu kencang, karena Aisyah tidak pernah bersentuhan dengan laki-laki sebelumnya.

"Sini tanganmu" pinta Zain, akhirnya dia bersuara.

"A-aku tidak pernah di sentuh laki-laki yang bukan mahram" kata Aisyah terbata-bata.

"Lalu?"

"Aku pakai sendiri saja cincinnya. Boleh, kan?"

"Memangnya kamu menikah tanpa suami?"

"Tidak. Kamu kan,... suami aku sekarang" jawab Aisyah polos.

Zain terdiam sejenak mendengar perkataan Aisyah barusan. "Itu tahu, yaudah sini tanganmu" pinta Zain kembali.

Ummi Afifah sadar jika saat ini, putrinya masih takut. Beliau pun menghampiri mereka.

"Aisyah, berikan tanganmu, Nak" katanya.

"Tapi, Ummi.."

"Zain sudah menjadi suami kamu. Jangan takut. Berikan tanganmu sekarang." perintah Ummi Afifah.

Dengan terpaksa Aisyah memberikan tangannya, tapi dengan pelan.

Zain yang sudah lelah menunggu, langsung saja menarik tangan Aisyah, lalu memasangkan cincin itu.

 

Setelah cincin terpasang, dengan cepat Aisyah menarik tangannya.

"Tanganmu, Kak Zain.." ucap Aisyah, bersuara kecil tapi masih bisa di dengar oleh Zain.

Zain langsung saja mengulurkan tangannya, tanpa basa-basi. Dia bisa merasakan, tangan Aisyah begitu dingin dan gemetar. Tapi, dia diam saja seakan tidak peduli.

Setelah memasangkan cincin di jari manis Zain, terlihat kedua mata Aisyah mulai berembun.

Sadar akan itu, Zain menaruh telapak tangannya di kepala istrinya, lalu membacakan do'a.

Aisyah tertegun. Iya tidak berani mendongakkan kepalanya untuk menatap wajah Zain, sehingga dia semakin menundukkan kepalanya.

Hatinya tidak karuan saat Zain melakukan hal ini. Namun, ia menepis jauh-jauh perasaan tersebut. Aisyah masih tidak ingin hatinya luluh hanya karena di bacakan do'a oleh Zain.

"Angkat kepala mu Aisyah" bisik ummi di telinga nya.

Reflek Aisyah mengangkat kepalanya dan baru sadar, saat melihat Zain dari jarak sedekat ini, dia terlihat sangat tampan, membuat hatinya berdetak lebih cepat.

"Memangnya ada manusia yang terlihat setampan ini, yah? Bahkan, Dia lebih tampan dari Abi yang menurut ku paling tampan sedunia" batin Aisyah tak sadar memperhatikan Zain yang sedang khusyuk membaca doa' sambil memejamkan matanya.

Tiba-tiba Zain membuka matanya. Tanpa sengaja, mata mereka beradu pandang.

Reflek Aisyah dengan cepat langsung menurunkan pandangannya kembali.

Dan acara pun berjalan dengan Khidmat, rapi dan teratur.

***

"Mas, apa tadi kamu yang mengajarkan Zain?" bisik Qinka kepada suaminya.

"Tidak. Aku saja tidak hafal hehehhe" jawab Aryan.

"Tapi, syukurlah. Aku sangat bangga sama Zain, anak kita. Dia berhasil menyelesaikan tantangan dari Aisyah dalam waktu sesingkat itu" ucap Aryan tersenyum lega menggenggam tangan istrinya.

"Iya, Mas. Aku juga sangat senang. Aisyah sudah menjadi menantu kita sekarang" Qinka tersenyum bahagia.

Meskipun masih merasa bingung, bagaimana putra mereka itu mampu melafazkan kalimat Qobiltu dengan sangat lengkap seperti tadi.

Jangan Lupa Like dan Vote yah ❤️🥰

Kado Spesial

Bismillahirrahmanirrahim..

***

Beberapa saat berlalu, kini tibalah di penghujung acara.

Tamu-tamu sudah mulai pulang ke kediaman meraka masing-masing. Setelah mereka memberikan ucapan selamat dan do'a satu-persatu kepada Zain dan Aisyah.

Kini hanya tersisa beberapa orang saja. Memang tidak terlalu banyak tamu yang di undang oleh kedua keluarga. Hanya orang-orang penting dan sanak saudara saja. Itu saja, tamu undangan nya sudah lebih dari 1000 orang.

Walaupun, Acara pernikahan ini juga di adakan secara dadakan. Tapi, berkat kekompakan dari kedua keluarga. Sehingga, acara ini bisa berjalan dengan sangat lancar dan khidmat.

"Pantesan, Bunda nelpon. Ternyata acaranya sudah mau selesai rupanya. Aku telat banget" lirih Akhtar. Lalu dia langsung saja mengambil kado yang sudah dia persiapkan sebelumnya di mobil.

Akhtar memang sengaja menunggu tamu undangan benar-benar sepi dulu, baru ia memberikan kado itu kepada sahabat sekaligus sepupunya itu.

***

"Selamat, ya, Zain. Ternyata kamu akhirnya ikhlas menerima takdir cinta ini. Moga, nanti malam kamu langsung berhasil menciptakan keponakan buat aku ajak Mabar Game Online" Akhtar menjabat tangan, sambil berbisik di telinga Zain.

Sedangkan Zain hanya menatapnya dingin dan segera melepaskan jabat tangan itu.

"Dihh, dingin amat sama sahabat sendiri. Tapi, sama bini jangan, ya hihihihi " bisik Akhtar jahil.

"Udah? ada lagi?" tanya Zain dengan malas.

"Eits, tentu saja masih ada. Aku sudah menyiapkan kado spesial buat kalian kalian!" Akhtar tersenyum manis.

Zain hanya menatap sahabatnya itu dengan curiga, karena kejadian sebelumnya Akhtar yang menyebabkan dia harus nikah muda seperti saat sekarang ini.

Sedangkan Aisyah yang berdiri di samping Zain, hanya mendengarkan saja.

"Pokoknya, kamu harus buka kado aku yang paling pertama, Ok!. Soalnya, ini kado spesial bangettt dari sahabat sekaligus sepupu terbaik kamu, Zain. Yaitu, Aku," dengan PD nya Akhtar berbicara seperti itu.

"Hem, Makasih" Zain menerima kado itu.

"Makasih saja tidak cukup, Zain. Bisa jadi kamu bersujud sama aku, setelah membuka kado ini" ucap Akhtar, tersenyum miring, mencurigakan.

"Memang, apa isinya, Kak Akhtar" tanya Aisyah.

"Ada dehh. Eh, tapi ini hanya untuk Zain, ya. Kamu jangan ikutan buka ya, Aisyah"

"Lah, kok gitu kak? Buat aku mana?"

"Hehehe. Maaf yaa, Aisyah. Aku tidak tahu mau ngasih kamu kado apa?. Nanti aja deh, Kalo keponakan aku udah launching, nanti aku kasih kado special juga buat kamu" jawab Akhtar tersenyum.

Dengan polosnya Aisyah bertepuk tangan dan tersenyum senang di balik cadarnya. Padahal dia tidak sama sekali tidak tahu kemana arah pembicaraan ini. Sedangkan, Zain seketika terdiam.

***

   Sekarang hanya tersisa keluarga Zain dan keluarga Aisyah saja yang masih ada di gedung Resepsi itu. Bahkan keluarga Akhtar pun juga sudah pulang.

Kini mereka sedang duduk bersama di sebuah ruangan, untuk beristirahat, sekalian bercengkrama agar semakin akrab.

"Baiklah, berhubung karena malam sudah semakin larut, ini sudah menunjukkan pukul dua dini hari. Ada baiknya kita semua kembali pulang" Kiai Ahmad mengusulkan.

"Benar sekali, Kiai. Kami juga ingin balik, soalnya besok pagi saya juga harus balik ke Singapore," ucap Aryan.

"Iya, Besan. Papanya Zain udah di tlpon terus dari tadi" tambah Qinka.

Sementara para orang tua sedang bercakap-cakap, di sisi lain Zain dan Aisyah hanya diam saja. Walaupun mereka di suruh duduk berdekatan tapi, tidak ada niatan dari keduanya untuk membuka pembicaraan.

Zain asik dengan ponselnya, ada banyak chat dan panggilan tidak terjawab. Sebab, dari tadi ponselnya di Silent dan di pegang oleh Bundanya.

Diantara semua panggilan tidak terjawab di ponsel Zain, nama Clara lah yang paling banyak. Total, ada 450 panggilan darinya hari ini. Zain juga melihat chat, paling atas juga nama Clara yang tertera, ada 89 pesan yang belum di baca dari Clara.

Zain hanya menatap malas dengan hal itu, dia bahkan tidak membaca pesan dari Clara. Zain heran, kenapa Clara niat sekali menghubunginya sesering itu?.

Padahal, dia sama sekali tidak memberi tahu Clara mengenai pernikahannya. Zain juga tidak ada memberi tahu teman-teman kampusnya.

Sedangkan, Aisyah hanya duduk manis, mendengarkan percakapan orang tua nya dengan keluarga Zain.

"Sesuai kesepakatan kita kemaren, Zain dan Aisyah akan ikut bersama kami ke Pesantren," ucap Ummi Afifah.

Seketika Zain langsung melihat ke sumber suara. Lalu, dia kembali fokus ke layar ponsel nya lagi.

Di Lobby gedung.

"Kamu pamit dulu, yaa, Besan" ucap Ummi Afifah, kepada Bunda Zain-Qinka sambil cipika-cipiki. Begitu juga dengan Kiai Ahmad dan Papa Zain-Aryan Abdullah. Sedangkan, Kiai Ahmad dan Bunda Qianka, berpamitan tanpa menyentuh satu sama lain, begitu juga Papa Zain dengan Ummi Afifah.

 "Aisyah pamit dulu, ya, Bunda" ucap Aisyah, mencium tangan Qinka. Lalu, Qinka memeluk Aisya kemudian, mencium keningnya.

"Terima kasih yaa, Sayang. Kamu sudah menjadi menantu Bunda. Hati-hati di jalan, ya, Nak"

Qinka memeluk Aisyah lagi.

"Iya, Bunda" Aisyah tersenyum di balik cadarnya.

"Aisyah pamit, ya, Papa" mencium tangan Papa Zain.

"Iya, Nak. Nanti, kalo Zain dingin-dingin sama kamu, bilang aja sama Papa, ya. Biar Papa rendam dia di air panas sampe matang sekalian" ucap Aryan.

"Paa.." Zain menatap Papa nya dingin.

"Tuh. Lihat, suhunya mulai turun. Bentar lagi beku, tuh," kata Aryan, membuat semua orang tertawa, termasuk Aisyah.

Zain menanggapinya dengan malas. Dia sudah biasa jadi bahan bulan-bulanan bagi Papanya. Papa Zain memang suka bercanda begini, apalagi ngatain putranya sendiri.

"Zain pamit, Pa, Bun" ucap jain mencium tangan kedua orang tua nya.

"Ingat Zain! kamu sudah punya Istri, jadi kurangi sikap dingin mu itu!" Qinka memperingati putranya.

"Sama Aisyah aja, di cium dan di peluk. Sama anak sendiri, malah di marahin" ucap Zain pelan, tapi masih bisa di dengar.

"Eh, dengerin ucapan Bunda kamu itu. Apa yang di bilang Bunda itu benar, kamu sudah menjadi seorang suami, Aisyah adalah tanggungjawab kamu. Jangan malu-maluin Papa" bisik Aryan.

"Iya iyaa. Zain tahu"

"Assalamualaikum" ucap Aisyah dan keluarganya serentak, begitu juga dengan Zain.

"Waalaikumsalam"

Lalu mereka masuk ke mobil dan pergi meninggalkan pekarangan gedung untuk kembali ke Pesantren.

"Yaudah. Yuk Pa, kita juga pulang"ajak Qianka.

"Yok, Bun. Papa udah ngantuk banget, mana besok ada penerbangan pagi" keluhnya.

"Papa sii. udah tahu anak satu-satunya nikah, masih aja sibuk sama bisnis,"

"Yaa mau bagaimana lagi, Bun. Papa maunya sih ambil cuti dulu, biar bisa ngajarin Zain bagaimana menjadi Suami yang baik. Tapi, kerjaan ini sudah mendesak, Bun" Aryan bersandar di bahu istrinya.

"Yasudah. Mau bagaimana lagi" Qianka pasrah saja.

Lalu mereka tertidur. Oiya mereka lagi dia atas mobil, menuju ke rumah bersama supir, ya. Jadi bukan Papa Zain yang nyetir.

Kebelet pipis TT

Makasih Banyak Buat Yang Udah Like ❤️🥰

   Di perjalanan pulang, Kiai Ahmad dan Ummi Afifah beserta kedua anaknya Alif dan Zahra, mereka di mobil yang sama yang di kendarai oleh Alif. Sedangkan, penganten baru mereka di paksa menggunakan mobil baru mereka, pemberian dari orang tua Zain.

Zain mengendarai mobilnya sendiri, walaupun tadi sudah di tawarkan oleh orang tua nya untuk menggunakan jasa sopir saja, agar mereka bisa istirahat. Mengingat jarak untuk bisa sampai ke Pesantren cukup jauh dan memakan waktu yang lama. Tapi, Zain menolak. Alasannya, dia lebih nyaman nyetir sendiri.

   Di dalam mobil hanya ada mereka berdua. Tentu saja, terasa sangat canggung, terutama bagi Aisyah. Karena ia tidak pernah berada dalam satu ruangan yang sama, bersama sorang lelaki sebelumnya. Walaupun, dia tahu kini Zain sudah menjadi suaminya. Tapi kan, pernikahan mereka ini terjadi karena insiden itu, dan sebelum kejadian itu pun, mereka juga belum pernah bertemu. Jadi, ini terasa asing bagi Aisyah, yang terbiasa tinggal di lingkungan Pesantren semenjak ia kecil.

'Aduh. Bagaimana ini, aku kebelet pipis' batin Aisyah. Dia terlalu takut, untuk bilang berhenti kepada Zain yang sedang fokus menyetir.

Aisyah memegang erat Seat Belt mobil untuk mengurangi rasa kebeletnya. Dia beberapa kali bergerak-gerak sana-sini tidak nyaman.

'Duh.. Issttt..udah ga tahan lagi' Aisyah memejamkan mata menangis dalam hati dia semakin erat meremas gaun pengantin nya dan terus bergerak tidak nyaman.

Zain yang sedang fokus menyetir pun akhirnya teralihkan karena Aisyah terus bergerak tidak nyaman.

"Kamu kenapa?" tanya Zain heran.

"Astaghfirullah!" Aisyah kaget mendengar suara berat Zain, karena dia terlalu fokus menahan pipis dari tadi.

Sehingga, dia tidak sadar dari tadi juga Zain memperhatikannya.

"A-aku..." Aisyah masih saja enggan berkata dia kebelet banget.

'Aduhh malunya' batin Aisyah.

"Ada yang tidak nyaman?" tanya Zain kembali.

"T-tidak kok" Aisyah menggeleng kuat sambil memegang erat Seat Belt.

Ternyata rasa malunya, lebih besar dari rasa kebelet pipisnya.

"Yasudah. Jangan gerak-gerak kayak cacing kepanasan lagi" ucap Zain dingin.

Aisyah hanya mengangguk.

Zain kembali fokus ke jalanan dan menambah laju kendaraanya.

Beberapa waktu berlalu, Aisyah kembali bergerak-gerak tidak nyaman.

Tiba-tiba Zain menghentikan mobilnya.

"Kamu kenapa sih dari tadi?" ucap Zain kesal.

Aisyah kaget. Dia semakin erat menggenggam Seat Belt itu.

"A-aku kebelet pipis." ucap Aisyah memejamkan mata, menahan rasa malunya dan menggigit bibir di balik cadarnya itu.

Zain terdiam sejenak.

Dia mengalihkan pandangannya ke lingkungan sekitarnya.

.....

Dari tadi, hanya ada hutan dan pepohonan, tidak ada bangunan sama sekali.

"Kamu tahan sebentar lagi, di sekitar sini tidak ada toilet umum. Apa kamu mau pipis di semak-semak?"  tanya Zain.

"Tidak. Saya tidak mau. Dari pada begitu, lebih baik saya tahan sampai Pesantren saja" jawab Aisyah bertekad.

"Ya sudah, jika tidak mau. Perjalanan ke Pesantren masih lama, lho. Sekitar 45 menit lagi" Zain kembali melajukan mobil dan menambah kecepatan mobilnya.

Aisyah tidak menjawab lagi. Tanpa di beri tahu pun, dia tau bahwa masih lama untuk sampai di pesantren.

'Apakah aku bisa menahan nya selama itu' batin Aisyah.

Sebenarnya, Aisyah sudah ingin pipis dari sebelum berangkat tapi, dia terus menahannya. Karena, ia masih menggunakan gaun pengantin sampai sekarang, sulit baginya untuk bergerak sendiri.

.....

Melihat hal itu, Zain sedikit kasihan.

Hingga mau tidak mau Zain terpaksa harus mengeluarkan skill pembalapnya dan melajukan mobil dengan kecepatan tinggi. Beruntung, jalanan sepi dan mulus, jadi lebih mudah baginya untuk ngebut.

Aisyah sudah kebelet pipis, di tambah lagi Zain bawa mobilnya ngebut banget. Takutnya, dia pipis di celana duluan. Aisyah berpegangan erat di pegangan dan Seat Belt mobil.

Dia sama sekali tidak berani untuk membuka matanya, karena terlalu takut.

.....

Tidak beberapa lama, mobil berhenti tepat di depan sebuah Mushola.

"Sana turun, katanya kebelet" Zain mengejutkan Aisyah.

"Alhamdulillah.." Aisyah mengelus dada bernafas lega.

Akhirnya mobil berhenti dan dia bisa pipis juga.

Aisyah segera turun dari mobil. Tapi, setelah kakinya menginjak tanah, baju pengantin nya yang panjang itu, masih berada di dalam mobil.

Sedangkan, berdirinya saja sudah tidak tegak, karena ingin segera pipis, malahan gaun

ini menghambatnya.

Dia sudah terdesak.

"Kak Zain, bisa tolong aku, gak?" ucap Aisyah putus asa, mau tidak mau dia harus minta pertolongan Suaminya itu.

"Ck. Nyusahin" ucap Zain pelan, untung tidak di dengar oleh Aisyah, karena dia tengah sibuk dengan gaun pengantinnya.

"Sini, aku bantu" ucap Zain setelah keluar dari mobil dan mendekati Aisyah.

  Zain memegangi gaun Aisyah dari belakang, sementara Aisyah bergegas ke toilet Mushola dan Zain mengikutinya dari belakang.

Sesampainya di toilet perempuan, awalnya Zain tidak ingin ikut masuk. Tapi, melihat gaun ini yang begitu panjang, terpaksa deh dia ikut masuk juga. Lagian sekarang tengah malam, tidak ada orang juga, kan Aisyah juga sudah jadi istrinya, pikir Zain.

Sampailah di depan pintu toilet yang akan di gunakan Aisyah, dia bingung bagaimana memegangi gain ini sendirian di dalam sana. Ini udah kebelet bangettt lagi.

Akhirnya, Zain buka suara.

"Kamu masuk aja, aku pegang dari sini. Nanti kamu tutup pintu sebisanya saja" saran Zain.

"Aku akan berdiri di sini dan menghadap kebelakang. Aku gak akan ngintip, kok" sambungnya.

Aisyah tidak berfikir lagi. Dia langsung saja mengikuti saran Zain.

Aisyah langsung masuk ke toilet dengan buru-buru. Sebisa mungkin dia menutup pintu itu. Namun, Gaun nya menghalangi, alhasil dia terpaksa pipis di balik pintu, tepat di saluran air sembari berusaha menekan pintu agar lebih tertutup.

'Terpaksa sudah..walau malu, mau bagaimana lagi'

**

"Huhh. Akhirnya lega juga" Aisyah sangat bersyukur. Lalu dia membuka pintu toilet yang tidak tertutup sepenuhnya itu dan melihat punggung lebar Zain yang membelakanginya.

"Ehem. Terima kasih banyak, ya, Kak Zain. Maaf ngerepotin" ucap Aisyah tertunduk malu.

"Hem. Yasudah sana balik ke mobil" jawab Zain dingin.

'Benar kata Papa, Kak Zain memang kayak kulkas dua pintu dinginnya' batin Aisyah.

Sebenarnya, Zain begitu deg-degan dia hanya pura-pura tenang. Bayangkan saja, ini kali pertama bagi Zain masuk ke dalam toilet perempuan. Apalagi, dia bisa mendengar dengan jelas suara Istri nya itu sedang pipis karena hanya terhalang pintu yang bahkan tidak tertutup sempurna.

Zain berusaha keras menghapus bayangan-bayangan yang ada di pikiran nya saat itu. Secara dia juga laki-laki normal.

.....

Aisyah berjalan di depan duluan. Sedangkan, Zain di belakangnya masih setia memegangi gaun pengantin yang merepotkan itu.

Mereka kembali melanjutkan perjalanan dengan tenang. Karena perjalanan masih sekitar setengah jam lagi, akhirnya Aisyah tertidur. Zain masih fokus menyetir.

Sesekali Zain melihat kepala Aisyah yang bergoyang-goyang kiri-kanan.

Saat kepala Aisyah miring ke arahnya, dia melihat mata indah Aisyah walau dia sedang tidur, mata indah itu tetap masih cantik.

Tiba-tiba ada tanjakan, dan hal itu membuat tubuh Aisyah hampir jatuh ke samping. Beruntung, Zain dengan sigap menahannya dan mengembalikan ke posisi semula.

Saking capeknya Aisyah, dia tidak bangun walau ada goncangan sekuat itu.

Jangan Lupa Like dan Vote yah Readers 😘

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!