NovelToon NovelToon

Penjahat Termanis

Bab 1 : Gadis Menyedihkan

"Damian , lebih baik kamu menyimpan hatimu dan juga perasaanmu," ujar seorang gadis. "Aku ... aku takut menyakiti perasaanmu karena ini baru satu bulan setelah aku putus dari pacarku. Aku belum siap," tambahnya.

Matanya menatap was was pria yang berdiri di depannya. Jemarinya meremas sudut bajunya dengan cemas. Kemudian dia tersentak kaget ketika Damian berjalan mendekat.

Grep

Hanya dalam hitungan detik, gadis itu sudah berada di dalam dekapan Damian . "Baiklah, aku akan menunggu sampai kamu siap, Ileana," bisiknya tepat di sebelah telinga si gadis, Ileana.

Ileana merasa wajahnya menjadi lebih panas dan dia sadar betul kalau dia sedang malu, jantungnya berdebar lebih cepat, dan lidahnya kelu. Perasaan ini adalah perasaan yang pernah Ileana rasakan saat dia jatuh hati kepada seseorang.

Sayangnya dia takut. Takut hatinya akan hancur kembali. Takut dia akan menyakiti hati seseorang. Takut dirinya akan kembali dikhianati seperti yang dilakukan oleh mantan pacarnya.

"Damian ... tolong jangan menjadi bodoh hanya karena kamu menyukai seseorang," cicit Ileana, lebih menenggelamkan wajahnya di dada Damian .

"Tenang, saya bukan orang bodoh. Baiklah, ayo pulang. Bagaimana kalau ada orang yang melihat kita sekarang? Kamu kan takut pada hal itu."

"To-tolong sebentar lagi. Kaki saya masih belum mau bergerak," jawab Ileana.

Ileana, jangan jatuh di tempat yang sama. Jangan bodoh hanya karena laki-laki. Tunggu, tapi Damian adalah pria dewasa tidak seperti mantanku. Tidak, tidak. Kamu sudah menolaknya, jangan sakiti orang lain dan diri sendiri. Jangan serakah, Damian yang masih mau di sampingku saja sudah menjadi keberuntungan. Bagaimana bisa aku seberuntung ini bisa bertemu dengannya? Ya benar, kami bertemu pada hari itu. Lagi pula sebentar lagi kami akan bercerai.

......................

Hari ini adalah hari pertama cuti yang diberikan oleh tempat Ileana magang sementara untuk mencari pengalaman sebelum melanjutkan pendidikan dan lulus.

Kebetulan hari ini juga hari ulang tahun pacarnya, Joshua. Sayangnya tempat magang mereka berbeda, Ileana di kota V dan Joshua di kota U. Perjalanan yang diperlukan adalah selama 20 jam dengan bus kota, kemudian dilanjutkan dengan kereta.

Jarak tempuh dan waktu tempuh bukan masalah bagi Ileana kalau itu demi orang yang dia sayangi. Dan itulah yang dilakukan gadis itu sekarang.

"Bus dengan jalur 32. Hm, baiklah tidak masalah jika harus menunggu 30 menit lagi. Untungnya aku membawa makanan ringan. Ah, haruskah aku menghubungi Joshua?" tanya Ileana pada dirinya sendiri.

Agenda Ileana hari ini adalah memberi kejutan ulang tahun untuk pacarnya Joshua, memasak makan malam, dan makan malam bersama dengan Joshua.

Gadis itu membayangkannya dan tidak berhenti tersenyum, dia juga mengelus lembut koper berwarna merah muda di sebelahnya. Bertanya-tanya bagaimana reaksi pacarnya saat melihat hadiah yang dia bawakan untuknya.

"Apa pacarmu sudah menghubungimu?"

"Belum, atau tidak. Tidak ada notifikasi apapun sejak kemarin."

"Bagaimana kalau dia kesini?"

"Ya sudah, kamu harus sembunyi dong. Kuberi tau ya, pacarku itu sangat sensitif. Terkadang peka dan terkadang tidak peka."

"Berarti jangan pergi ke apartemen hari ini."

"Kenapa? Kamu takut dia di sana, manis?"

"Iya."

Ileana merasa kasihan pada pacarnya si laki-laki. Berani-beraninya dia punya gadis lain. Apa pacar resminya masih kurang?

Namun ada yang aneh dan mengganjal. Ileana seperti familiar dengan gaya bahasa si laki-laki. Apa dia pernah bertemu, mengenal, atau bertegur sapa dengannya?

"Oh, itu dia busnya. Joshua, ayo!"

Joshua?!

Cepat-cepat Ileana melihat si laki-laki dan matanya membulat. Terkejut. Laki-laki sialan itu, laki-laki yang berselingkuh itu adalah pacarnya sendiri, Joshua.

Ya ampun, berarti gadis yang perlu dikasihani itu adalah diriku sendiri!!! Sungguh menyedihkan!!! Oh, harus mengambil foto.

Ileana membuka aplikasi kamera dan mengambil gambar Joshua dan 'teman perempuannya'. Pikiran Ileana menjadi kalut, emosi yang dia rasakan tercampur aduk.

Saat sudah di dalam bus, Ileana seperti orang linglung, menatap jalanan dengan pandangan kosong. Hati gembira dan berdebar karena membayangkan kekasih yang dia sayangi sudah berganti dengan badai yang mengacaukan lautan.

Meskipun hatinya hancur, dia tetap pergi ke apartemen Joshua. Menunggunya di depan pintu karena tidak tau password pintu. Menunggu dan terus menunggu, sampai mengabaikan perutnya yang protes ingin diisi makanan, tidak peduli pada beberapa orang yang mencuri-curi pandang.

Yang Ileana tunggu sekarang adalah Joshua!

Tap

Tap

Tap

Tap

Kepala Ileana langsung mendongak saat telinganya menangkap bunyi langkah kaki dari beberapa orang. Kemudian gadis itu memutuskan untuk berdiri.

Seorang pria berjalan dengan santai dengan tangan kiri yang dimasukkan ke dalam saku celananya dan dibelakangnya ada seorang pria yang berpakaian formal.

Kedua pria itu berjalan ke arah Ileana dan membuat gadis itu bertanya-tanya apa yang salah dengan dirinya.

"Apa yang kamu lakukan di depan pintu kamar apartemenku?" tanya pria yang berjalan lebih dulu.

"Maaf tapi saya berdiri di tempat yang benar. Saya sedang menunggu teman saya," jawab Ileana.

"Kamarku nomor 39, berapa nomor dari kamar temanmu itu?"

"Nomor 36."

"Sepertinya perutmu kosong, ini 39 dan 36 ada di sebelah sana." Pria itu menunjuk salah satu kamar dengan jarinya.

Ileana melihat nomor yang tertempel di pintu dan benar saja itu nomor 39, bukan 36. "A-ah, maaf aku tidak cukup fokus." Ileana pindah ke depan pintu kamar apartemen nomor 36. Bertepatan dengan itu, orang yang sedari tadi dia tunggu datang. Dia tidak sendirian, tapi juga bersama dengan 'teman gadisnya'.

Baik Joshua maupun temannya itu membeku, tetapi detik berikutnya, laki-laki itu berjalan seperti tidak ada yang aneh.

"Ileana, aku ... kaget kamu di sini. Kenapa tidak memberi kabar?" tanya Joshua.

"Kamu sudah tidak suka kejutan ternyata, padahal dulu kamu suka sekali. Apa karena kamu punya dia?" Ileana balik bertanya sembari menunjuk gadis di sebelah Joshua.

Wajah si gadis tampak khawatir dan takut, kemudian Joshua menyangkal, "Dia? Oh, dia teman kerjaku dan dia ingin ... ingin mengambil barang yang tertinggal! Ya, dia ingin mengambil barang yang tertinggal!"

"Barang apa?"

"Ayolah Ileana, berkas milik dia sempat kubawa," balas Joshua.

"Kukira barang yang tertinggal adalah pakaian dal*m miliknya." Joshua terkejut dengan penuturan Ileana, dan dia semakin terkejut saat Ileana berkata, "Sejak awal sudah kukatakan aku tidak suka dengan kebohongan. Kamu sedang berbohong sekarang. Katakan saja yang sebenarnya, maka kamu akan kuampuni."

"Baiklah," jawab Joshua pasrah. "Aku 'dekat' dengan dia. Kemudian aku berencana untuk memutuskan hubungan kita, Ileana."

"Lanjutkan," perintah Ileana.

"Setelah kupikir-pikir, kamu terlalu berharga untuk kumiliki. Gadis yang hanya mau dici*m dan tidak ingin lebih padahal kita saling suka ... hanya kamu saja."

Bab 2 : Pelampiasan

"Setelah kupikir-pikir, kamu terlalu berharga untuk kumiliki. Gadis yang hanya mau dici*m dan tidak ingin lebih padahal kita saling suka ... hanya kamu saja."

Kini Ileana yang terkejut dengan pernyataan calon mantannya itu. "Katakan sekali lagi!" titah Ileana.

"Kamu tidak ingin melakukan hal yang lebih dari ci*man, Ileana. Juga, kamu sangat posesif."

"Baiklah. Lalu kamu melakukannya dengan 'temanmu' itu?" tanya Ileana dan anggukan kepala adalah jawabannya. "Alasan yang luar biasa, terima kasih sudah menjawab dengan jujur."

"Terima kasih untuk waktu yang sudah kamu luangkan selama ini, Ileana."

"Ya, sama-sama. Ada sesuatu di dalam koper itu, selamat atas hubungan kalian." Setelah mengatakan hal tersebut, Ileana pergi dari hadapan mereka dengan hati yang hancur menjadi jutaan keping.

Langit sudah berwarna hitam pekat, bahkan para bintang tidak muncul malam ini membuat sang bulan kesepian. Ileana memegangi perutnya yang terus berbunyi. "Harusnya tadi aku makan dulu, bahkan aku sampai salah nomor kamar," gumam Ileana.

Entah apa yang semesta rencanakan, tapi tampaknya semesta sedang tidak bersahabat dengan Ileana hari ini.

Mengetahui bahwa pacarnya bermain dengan gadis lain. Putus dengan pacarnya itu. Pada saat makan malam, hampir semua pengunjung membawa pasangan mereka dan Ileana melihat bagaimana romantisnya para pasangan itu. Sedangkan dirinya, makan sendirian.

Padahal Joshua adalah pacar dan cinta pertamaku. Apa cinta bisa menyakiti seseorang separah ini? Sebenarnya dimana kesalahanku?

Ileana terus berjalan, berjalan, dan berjalan. Di saat dia berada di depan sebuah bar, dia berhenti. Menatap tempat itu cukup lama dan teringat perkataan temannya.

Minuman yang ada di bar itu sangat enak dan lagi mereka bisa meringankan bebanmu, tapi sedikit saja. Kalau kamu datang sendiri, minuman itu akan menjadi temanmu saat itu.

"Teman, ya? Arghhh mungkin dia sedang sibuk, besok saja." Ileana mengacak-acak rambutnya frustrasi, dirinya sungguh kacau karena patah hati.

Kembali gadis itu menatap bar yang ada di sebelahnya dan tanpa keraguan lagi dia masuk ke sana. Bel berbunyi ketika pintu terbuka dan menampilkan sebuah pemandangan yang baru pertama kali Ileana lihat.

"Selamat datang, apa Anda sudah memesan meja?" sambut seorang pelayan dengan ramah.

"Saya belum pesan meja."

"Anda datang sendirian atau teman-teman Anda akan menyusul?"

"Saya … sendirian."

Pelayan itu mengarahkan Ileana ke salah satu kursi, kemudian mengurus tas yang Ileana bawa. Gadis itu hanya menatap kosong meja di depannya ketika menunggu pesanan.

Setelah pesanan datang, Ileana mulai menikmatinya dalam kesedihan. Dia minum sedikit demi sedikit, sesekali mengernyit setelah menenggak habis satu gelas dalam satu kali.

Hari semakin larut hingga berganti ke hari selanjutnya. Bar itu masih belum sepi, hanya ada pelanggan yang pergi dan kemudian pelanggan baru datang.

Ileana yang setengah sadar menutup telinganya ketika bel berbunyi saat pintu dibuka. Bar ini seperti dirinya dan pelanggan yang datang dan pergi sesuka hati mereka adalah orang-orang disekitar Ileana. Itulah yang Ileana pikirkan.

Kling!

Bel kembali berbunyi, seorang pria mendekat ke bartender dan memiliki sebuah percakapan dan kemudian pergi ke ruangan yang lebih dalam.

"Saya telah menyiapkan pesanan Anda, Tuan. Ingin saya buatkan minuman?" tanya sang bartender ramah.

"Tidak perlu, karena aku hanya sebentar di sini," jawab si pria dibarengi dengan senyuman.

Sesaat setelah bartender tadi keluar, pria itu menyahut semua dokumen yang ada di atas meja dan menganalisisnya bergantian. Tak butuh waktu lebih dari 30 menit, pria itu sudah menyelesaikan pekerjaannya.

Klek

"Tuan Muda Damian, maaf karena datang lebih lambat," ujar seseorang dengan dada yang naik turun.

Pria tadi, Damian, tersenyum dan berkata, "Dasar sialan, memang jalanan macet sampai aku harus menunggu lama?"

"Bu-bukan begitu Tuan. Saya baru saja menolong seseorang ke toilet," jawabnya.

"Ethan Mercer, buat surat pengunduran diri dan jadi pekerja sosial saja sana." Ethan langsung berlutut di dekat Damian dan merengek.

"Tuan, Anda jahat sekali. Padahal seleksi untuk jadi sekretaris Silent Vanguard sangat ketat. Tega sekali Anda langsung membuang saya."

"Baj*ngan satu ini!" Damian memukul Ethan tepat di kepala. "Kalau kamu sayang kepada perjuanganmu, lakukan pekerjaan yang benar, dong. Akan kuampuni kelalaianmu kali ini. Lalu jaga mulutmu, suaramu terlalu nyaring," ujar Damian penuh ancaman.

Ethan pun mengangguk dan membenahi kacamatanya. Setelah membereskan dokumen-dokumen tadi, Damian dan Ethan keluar.

Belum juga melangkah 2 meter dari ruangan, Ethan melihat gadis yang ditolongnya tadi berjalan sempoyongan. Tanpa memedulikan Damian, Ethan langsung membantu gadis tadi.

"Memang dia harusnya keluar saja dan jadi pekerja sosial," gumam Damian. Dari gerak gerik Ethan, Damian dapat menyimpulkan kalau menolong gadis asing lebih penting dari pekerjaannya. Padahal ada pekerjaan lain yang sedang Damian kejar.

"Huh, tidak ada pilihan lain lagi." Tangan Damian menepuk pundak kanan Ethan. "Bawa dia ke apartemen sekalian," ujar Damian memberi perintah.

Ethan tak percaya dengan apa yang telinganya dengar, tapi dia cepat-cepat menyusul Damian yang sudah mendahului dia.

Ileana digendong oleh Ethan di punggung, di tubuh bagian depan, Ethan membawa tas milik Ileana. "Tu-Tuan … kenapa jalan Anda cepat sekali? Tunggu kami."

Damian bersikap acuh tak acuh dan tetap berjalan. Suasana hatinya sedikit buruk kali ini.

Sesampainya di apartemen, Ileana dibaringkan di sofa. Sedangkan Damian langsung memakai kacamatanya dan sibuk mengetikkan sesuatu di komputer.

"Ini kopi untuk Anda, Tuan." Ethan meletakkan secangkir kopi di meja tuannya, tapi dia tidak segera beranjak dari tempatnya berdiri membuat Damian risih.

Meskipun risih, Damian tetap mendiamkan Ethan. Anak buahnya itu tersenyum kaku dan sesekali melirik Damian. "Hei, aku tau kamu punya pertanyaan," ujar Damian disela-sela kegiatannya.

"Ya … begitulah," jawab Ethan kikuk.

"Tanyakan saja daripada kamu mati penasaran."

"Ta-tapi Tuan, ini sedikit sensitif."

"Tanyakan saja, aku tidak terlalu peduli."

Ethan mencoba membuka mulutnya, tapi dia mengurungkan kalimat yang akan dia katakan. Dia berpikir sebentar, dan bertanya, "Anda kenal gadis itu?"

"Tidak, tapi dia gadis yang menghalangi pintu apartemen ini. Sepertinya baru putus cinta," jawab Damian.

"Bu-bukankah akan bahaya kalau sampai mantan pacarnya tau dia keluar dari apartemen ini?!" tanya Ethan kelabakan. "Apa yang akan dia pikirkan? Setelah putus, mantannya malah keluar dari kamar apartemen sebelah yang ditinggali oleh dua pria?! Bagaimana saya harus lapor ke Tuan Besar??!!"

"Berisik! Kalau urusan dengan kakek, biarlah jadi urusanku. Jangan buka mulut sama sekali dan kujamin semuanya baik-baik saja, aku kan tidak bisa melakukan hal yang aneh-aneh."

Ethan menelan salivanya. Memang benar sih Anda tidak melakukan hal aneh-aneh, tapi kan Anda bisa melakukan hal yang berbahaya!!!

Bab 3 : Apartemen dan Pria Asing

Sinar matahari menembus kaca jendela, tirai yang telah dibuka mempersilakan sinar matahari untuk mengganggu seseorang. Kelopak mata orang itu perlahan naik, memperlihatkan mata yang menyiratkan bahwa si empunya masih setengah sadar.

"Egh, aku mau tidur sebentar lagi," ujar orang itu kemudian menarik selimut yang menutupi tubuhnya. Dia mengubah posisi tidurnya dan menarik selimut itu sampai menutupi seluruh tubuhnya.

Akan tetapi ketika indera penciumannya mencium bau yang asing, dia segera bangun dan mendapati dirinya berada di ruangan yang sama sekali belum pernah dia datangi.

"Ah, sudah bangun rupanya. Bagaimana keadaanmu? Apa kamu merasa pusing? Ingin ke toilet?" tanya seorang pria. Ethan.

"Aahhhhh!!!" orang tadi berteriak dengan kencang. "Apa yang kamu lakukan padaku?! Pergi!"

"Ethan, kenapa berisik sekali? Kamu tidak melakukan hal yang aneh-aneh, bukan?" teriak Damian dari dalam kamarnya.

"Mana berani saya melakukannya!" sahut Ethan. Pria itu kembali menatap Ileana, gadis itu menutupi tubuhnya dengan selimut dan menatap penuh curiga ke arah Ethan.

"Bagaimana aku bisa percaya ketika kamu mengatakan bahwa kamu tidak melakukan apapun kepadaku, sedangkan di dalam ruangan ini ada laki-laki lain! Apa yang dilakukan oleh dua pria kepada seorang gadis di kamar apartemen?!" teriak Ileana lagi.

Damian yang sedang bersantai menikmati waktu pagi menjelang siangnya merasa terganggu oleh teriakan Ileana. Pria itu segera beranjak dari tempatnya dan segera datang ke ruang tamu di mana Ethan dan Ileana berada.

Brak

Dengan kasar Damian membuka pintu kamarnya, baik Ethan maupun Ileana, mereka menoleh ke arah pria itu. "Jika kamu terus saja berbicara, bagaimana temanku bisa meluruskan kesalahpahaman yang terjadi?" tanya Damian dengan senyuman.

Ileana sedikit takut dengan sosok Damian, meskipun pria itu tersenyum tapi bukan berarti pria itu sedang bersikap ramah. "Ta-tapi-"

"Aku saja yang menjelaskan apa yang terjadi semalam. Mohon dengarkan dengan baik," ujar Damian memotong perkataan Ileana.

Damian pun menceritakan apa yang terjadi semalam, dia menjelaskannya dengan rinci dan serius. "Nah itulah yang terjadi. Kami tidak melakukan apapun," ujar Damian setelah meluruskan kesalahpahaman.

"Tapi bukankah kalian bisa membenahi pakaianku setelah melakukan hal yang tak senonoh?" tanya Ileana masih sedikit curiga.

Ethan menahan napasnya saat Damian berbicara, "Ini sedikit ke urusan pribadi dan dengan terpaksa aku akan mengatakannya. 'Milikku' tidak bereaksi kepada siapapun. Jika 'itu' saja tidak bisa berd*ri, bagaimana bisa aku berc*nta. Apa sudah membuatmu lega?"

Wajah Ileana memerah ketika mendengar hal yang disampaikan oleh Damian. "Ba-baik! Maafkan saya!" ujar Ileana malu.

Selanjutnya Damian kembali ke kamar dan Ileana memilih untuk membersihkan dirinya, mengingat bahwa kemarin dia belum mandi sama sekali.

Di saat air dari shower membasahi tubuhnya dengan perlahan, Ileana teringat kepada Joshua yang telah menyakiti hatinya. Tanpa sadar air matanya mulai menetes.

Sedangkan di luar kamar mandi, lebih tepatnya di dapur, Ethan membuat secangkir teh dengan hati yang gembira. tapi hal itu tidak berlangsung lama ketika Damian lagi-lagi membuka pintu dengan kasar.

"Setelah aku kembali, aku harus menuntut banyak hari libur untuk semua hal yang telah aku kerjakan dalam beberapa bulan ini," gumam Damian kesal.

Pria itu membuka kulkas dan mengeluarkan beberapa bahan makanan seperti sayur, lauk, dan telur. Lalu menyiapkan beberapa rempah dan mulai memasak.

Ethan yang mengetahui kebiasaan dari Damian segera menjauh sejauh-jauhnya. karena dia tidak ingin menjadi korban dari rasa kesal dan marah Damian.

"Sial!" umpat Damian saat jarinya mengeluarkan darah. Dia segera mengambil kotak obat dan membersihkan lukanya. Sayang sekali persediaan plester luka di sana kosong.

"Ethan, beli plester luka!" perintah Damian.

Saat Ethan keluar untuk membeli plester luka, Ileana keluar dari kamar mandi. Lokasi antara kamar mandi dengan dapur terletak cukup dekat. Ileana dapat melihat Damian yang berdiri dengan jari yang terluka.

Damian tidak sengaja bertatapan dengan Ileana. Mereka bertatapan cukup lama dan Ileana yang mengakhiri hal tersebut.

"Kamu terluka?" tanya Ileana berbasa-basi.

"Iya, seperti yang kamu lihat. Sekarang aku sedang menunggu plester lukanya," jawab Damian.

Ileana merogoh saku celananya dan memberikan plester terluka yang dia dapatkan dari sana.

"Terima kasih, buat dirimu nyaman sembari menunggu makanannya siap," tutur Damian, kemudian melanjutkan aktivitasnya.

"I-iya."

Ileana menunggu dengan tenang, dia membongkar sedikit isi tas yang dia bawa. Dan tak lama kemudian, Ethan yang baru saja kembali mendapat sedikit omelan.

"Hei, makanannya sudah siap," ujar Ethan kepada Ileana.

Kini Ileana, Ethan, dan Damian duduk bersama dengan nasi, sayur tumis, dan telur balado di atas meja. "Makan yang banyak, kalau kurang bisa kubuatkan lagi," kata Damian sembari mengambil makanan.

"Baik, terima kasih."

Mereka makan dengan diselimuti oleh keheningan. Ethan yang berjaga-jaga karena mengetahui bahwa Damian kesal dan Ileana masih terlarut dalam perasaan patah hatinya.

"Kamu datang dari kota mana?" tanya Damian.

"Kota V, ta-tapi aku akan kembali siang ini," jawab Ileana.

"Kita dari kota yang sama ternyata. Kami akan kembali beberapa hari lagi."

"Apa kalian sedang berlibur?"

"Tidak, ada kerabat kami yang sedang butuh bantuan untuk tiga bulan terakhir. Jadi kami menetap sementara di sini."

Percakapan terus berlanjut antara Damian dan Ileana. Sedangkan Ethan hanya bergantian memandang keduanya.

Setelah selesai makan, Ileana membantu mencuci piring, lalu bersiap-siap untuk kembali ke kota V.

"Damian, Ethan, terima kasih telah menjagaku tadi malam. Maaf karena merepotkan kalian," ujar Ileana.

"Bukan masalah besar untuk Ethan, dia sangat-sangat senang membantu orang asing," balas Damian sekaligus menyinggung Ethan.

"Masakan Damian juga enak, aku benar-benar menikmatinya. Kalau kita bertemu lagi di kota V, aku akan membalas kebaikan kalian."

"Kami akan menunggunya. Hati-hati di jalan, juga menangislah sepuasnya sampai kamu lelah." Damian tersenyum dan dibalas anggukan kepala oleh Ileana, gadis itu tak menyangka kalau Damian tau dia menangis tadi.

Akhirnya kamar nomor 39 kembali dihuni oleh Damian dan Ethan.

"Tuan sudah tenang, bukan?" tanya Ethan dengan hati-hati.

"Iya, sebentar lagi kita akan menyelesaikan perkerjaan terakhir. Siapkan semuanya," ujar Damian.

Keduanya berpisah menyiapkan beberapa hal, tapi Damian tak sengaja melihat sebuah tas kecil saat sedang berjalan ke kamarnya. Tanpa pikir panjang Damian mengambil tas itu dari sofa dan membukanya.

Isi dari tas tersebut membuat Damian blank untuk beberapa saat. Di detik selanjutnya pria itu tertawa dan berkata, "Bisa-bisanya gadis itu meninggalkan beberapa set pakaian d*lam di tempatku. Pikirannya lebih kacau dari yang kuduga."

"Entah dia sengaja atau tidak, tapi sungguh menarik. Cinderella dengan sepatu kacanya dan Ileana dengan pakaian d*lamnya. Hahaha, benar-benar gila."

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!