" tidak..tidak...kumohon tidak.... lepaskan aku, lepaskan aku.....tidakkkkkkkk......!! " jeritan melengking di tengah malam buta dari seorang gadis yang tertidur di dalam sebuah kamar dengan penerangan yang redup. Tedengar begitu memilukan.
Ia terduduk dari tidurnya, tubuhnya gemetar begitu hebat. Peluh membasahi keningnya.
Ia meremat selimut yang menutupi hampir setengah tubuhnya.
Brak....
Brak...
Brak.....
Terdengar pintu kamar di gedor lumayan keras dari luar.
" Shafeea......!! Shafeea....buka pintunya, Shafeea.... !! " teriak seseorang dari luar kamar seakan menarik kembali kesadaran gadis cantik yang terduduk dengan wajah pucat diatas pembaringannya itu.
Dengan tubuh yang masih gemetar dan peluh yang membasahi hampir di sebagian wajahnya, gadis itu turun dari pembaringannya dengan perlahan.
Cklek... Pintu terbuka, segera seseorang di luar kamar melongokkan kepalanya ke dalam.
" apa yang terjadi...? Kau baik baik saja..?! Kenapa berteriak begitu kencang ?! " tanya seorang gadis dengan wajah cemas dan khawatir.
Dia Qonita...gadis cantik seumuran dengannya yang memang selalu perduli dengannya sejak awal kehadirannya di asrama ini sejak tiga tahun lalu.
Gadis berwajah pucat itu menggeleng perlahan.
" Shafeea..katakan sesuatu ..." pinta Qonita
Lagi lagi gadis yang tak lain adalah Izhayana Nameera Shafeea itu menggeleng.
" tidak ada...aku baik baik saja, hanya mimpi..." jawabnya kemudian, Shafeea memang sangat irit bicara, ia bahkan hampir tak pernah terlihat tersenyum selama mereka bersama di asrama ini hampir tiga tahun lamanya.
Ia seakan tak memiliki stok senyum sedikitpun di bibirnya.
Hari harinya hanya di isi dengan kesendirian dan kesibukan belajar saja.
" mimpi..?! Lagi..?! " tanya Qonita masih penuh cemas dan ingin tahu.
Pasalnya ia sering mendengar teman sebelah kamarnya itu berteriak tengah malam buta. Dan ketika ia temui...gadis itu telah gemetaran seluruh tubuhnya hingga peluh membasahi wajahya.
Shafeea kemudian terlihat memucat bak seseorang yang tengah ketakutan dan terlihat begitu terpuruk.
" tak apa aku baik baik saja..." kembali Shafeea berkata yang terdengar begitu irit di telinga Qonita.
Bagi sebagian orang yang tinggal di asrama itu, begitu malas dan jengkel bicara dengan sosok gadis pendiam itu.
Tapi tidak dengan Qonita...entahlah, ia tak pernah merasa tersinggung meski tak jarang Shafeea seolah mengabaikan perhatiannya dan kekhawatirannya.
Jauh di lubuk hatinya, ia menyimpan kasihan yang begitu dalam pada Shafeea.
Ia ingat..bagaimana ia melihat Shafeea datang pertama kali ke asrama ini dengan keadaan yang begitu meyedihkan.
Tubuhnya yang hanya terbalut selimut yang basah kuyup terlihat sangat menyedihkan. Entah apa yang telah di alami oleh gadis itu. Namun satu yang pasti.
Saat itu...Shafeea terlihat begitu hancur dan terpuruk.
Wajahnya pucat pasi, kebingungan dan hampa. Tatapan matanya kosong.
Qonita mengerutkan keningnya
" berbagilah denganku, aku sungguh siap mendengarnya. Jangan kau simpan sendirian beban di hatimu...." pinta Qonita dengan lembut.
Shafeea menunduk, apa yang bisa ia bagi...seluruh kehidupannya adalah kepedihan.
Bisakah seseorang berbagi kepedihan orang lain ?!
Sementara yang ia tahu..bahkan orang orang yang katanya adalah keluarganya bahkan tak pernah mau perduli tentang dirinya.
" baiklah..jangan terlalu dipikirkan, lanjutkan istirahatmu. Esok adalah hari pertamamu di sekolah baru bukan ?! " kata Qonita kemudian
Shafeea mengangguk.
" persiapkan dirimu dengan baik, kau tahukan..jika kehadiran kita di sini hanya bermodalkan otak bukan uang ?! " lanjut Qonita lagi sembari mengetuk ngetuk pelipis kirinya dengan ujung jarinya.
" iya.." jawab Shafeea paham, memang benar...mereka bisa berada di asrama ini karena memang otak mereka yang encer, juga karena bantuan seseorang yang tahu keenceran otak mereka.
" ok..kita jangan sampai mengecewakan mereka, baiklah...aku pergi " kata Qonita lagi kemudian berbalik badan hendak berlalu
" Shafeaa..." panggilnya tiba tiba kepada Shafeea yang hendak menutup pintu.
Shafeea menatap kepadanya.
" jika kau butuh teman untuk bicara, aku sungguh siap mendengarnya...bukan apa apa, aku tidak ingin masalahmu menjadi batu sandungan untuk langkahmu " kata Qonita dengan menatap lekat Shafeea.
Sejenak keduanya saling tatap.
" terimakasih...kau sangat baik " kata Shafeea kemudian. Qonita mengangguk sembari menghembuskan nafasnya sebelum akhirnya melanjutkan langkahnya meninggalkan kamar Shafeea.
Sepeninggal Qonita dari kamarnya, Shafeea menutup pintu dan menguncinya kembali.
Kecemasan dan ketakutan yang berlebihan membuatnya terlalu waspada, bahkan di asrama yang hanya berisi perempuan ini saja ia selalu menutup pintu kamarnya bahkan kamar mandi jika ia sedang berada di dalam kamar mandi.
Padahal kamar mandi itu berada di dalam kamarnya.
Ia mendongakkan kepalanya menatap jam dinding yang menempel di dinding kamarnya.
Jam di dinding itu menunjuk waktu Pukul 01:00 dini hari, gadis itu menghela nafas berat. Kemudian ia melangkah kearah kamar mandi. Ya...kamarnya di lengkapi dengan kamar mandi. Seseorang yang membawanya ketempat ini sepertinya seseorang yang cukup berpengaruh hingga mampu menempatkan dirinya di kamar yang terbilang lumayan bagus meski tidak semewah kamarnya terdahulu.
Tapi setidaknya ia tak harus menunggu giliran hanya untuk ke kamar mandi karena berbagi dengan yang lain.
Asrama tempai ia tinggal ini memang tergolong bagus.
Shafeea memutuskan mengambil wudlu dan melaksanakan shalat malam. Sesuatu yang memang telah begitu akrab dengannya karena sang ibu yang selalu mengajaknya melakukannya sejak dia usia dini.
Hampir setengah jam lebih gadis itu duduk bersimpuh mengadukan kepedihan hidupnya di hadapan sang pencipta,
Sesuatu yang selalu ia lakukan setiap kali ia selesai melaksanakan ibadahnya.
Dan saat ini..ia nampak berdiri di sisi jendela kamarnya dengan kedua tangan memeluk tubuhnya sendiri. Usianya 16 tahun saat ini, namun pahit dan getirnya kehidupan seolah telah begitu akrab dengannya.
Shafeea terus menatap taburan bintang di atas sana.
Dinginnya angin malam yang menyapa kulitnya karena ia yang membuka lebar lebar jendala kamarnya itu tak menjadikan ia kedinginan.
Seolah ia tak merasakan sedikitpun dinginnya hembusan angin malam itu.
Tatapannya menerawang jauh menembus gelapnya malam. Ingatannya perlahan kembali melayang kepada peristiwa tiga tahun yang lalu yang membuat tidur dan hidupnya selalu di bayang banyangi ketakutan dan kecemasan berlebihan.
Flass on
Shafeaa yang masih mengenakan seragam sekolah SMPnya baru saja turun dari bus jemputannya sore itu kala matanya menatap serangkaian deretan karangan bunga tanda ucapan duka cita dari kolega dan koneksi keluarganya akan berpulangnya seseorang anggota dalam istana tempat ia tumbuh dengan segala ke abain padanya.
" turut berduka cita atas meninggalnya nona muda keluarga Latif , Zahira Namira Shafeea Nasser Latif, semoga amal ibadah nya di terima di sisi- Nya "
Rangkaian tulisan yang tertera pada karangan bunga itu seakan membuat hidupnya terbalik saat itu juga. Dunia seolah benar benar tengah mempermainkan dirinya.
Bagaimana tidak, nama yang tertera di sana adalah nama sang ibu. Satu satunya orang yang begitu menyayanginya.
Dengan kaki gemetar dan tubuh yang terasa membeku Shafeea menatap lekat lekat karangan bunga duka cita itu.
Benarkah itu nama sang ibu yang tertulis di sana, sang ibu baik baik saja bukan saat ia berangkat sekolah tadi pagi ?
Lalu...apa yang sudah terjadi
Satu satunya orang yang begitu menyayanginya dan membelanya hingga rela namanya di coret dari daftar ahli waris keluarga hanya karena lebih memilih mempertahankan dirinya dari pada menggugurkannya.
sang ibu bahkan rela tinggal di paviliun belakang hanya dengan dirinya karena menolak meninggalkan sang anak di panti asuhan.
Kini....malaikatnya itu telah pergi, dunianya benar benar terasa hancur berkeping keping seketika.
Shafeea berlari dengan cepat dengan berderai air mata, namun...belum sampai ia sampai di ruang tamu, tempat di mana mungkin jenasah sang ibu masih ada. Ia sudah di hadang beberapa orang pengawal pribadi sang kakek.
" maaf nona...anda di larang masuk " salah satu dari mereka menghentikan langkah Shafeea dengan tak enak hati.
Mereka sadar, sesungguhnya..ibu dari gadis di hadapannya itu adalah seorang nona muda yang sangat baik dan sangat begitu menghormati orang lain termasuk mereka yang hanya seorang pengawal.
itulah mengapa mereka cukup tak enak hati harus bersikap kasar pada sang putri.
Namun apa daya, perintah sang tuan besar tak bisa mereka abaikan.
" ku mohon paman, izinkan aku melihat ibuku untuk terakhir kalinya " cicit Shafeea memelas
" berhenti berbuat keributan disini !! " bentak seorang pria paruh baya yang masih nampak gagah dan tampan di usianya yang tak lagi muda, diikuti beberapa orang di belakangnya keluar dari dalam rumah.
Shafeea menoleh kepada mereka
" kakek...kumohon, izinkan aku melihat mommy untuk yang terakhir kalinya.." kata Shafeea penuh pengharapan sembari melipat kedua tangannya di depan dada.
Seorang pria muda yang berdiri di belakang pria paruh baya itu menatap penuh iba kepadanya.
" jaga ucapanmu, siapa yang kau panggil kakek...aku bukan kakekmu. Lalu..siapa yang kau panggil mommy ?! Kau bukan siapa siapa bagi kami jadi apa hakmu memanggil putriku yang telah tiada dengan sebutan mommy...?! " bentak pria paruh baya itu yang tak lain adalah tuan besar Latief.
Pria paruh baya itu memang jarang berkata sesuatu kepadanya di banding anggota keluarga yang lain yang selalu mencela dirinya tiap ada kesempatan.
Namun dengan tatapannya, pria baya itu justru mampu melukai hatinya jauh lebih dalam.
Akhmad Nasser Latief. Ayah dari seorang wanita yang telah melahirkannya kedunia.
Seorang pria yang seharusnya mengasihinya karena ia yang tak memiliki sosok seorang ayah.
Namun kenyataannya...pria itu justru tak pernah menganggapnya ada.
Sebenarnya jauh di lubuk hati Shafeea, ia bertanya tanya...apa salahnya, ia hanya di lahirkan tanpa pernah meminta untuk di lahirkan.
Ia bahkan tak pernah tahu dengan sosok yang membuat ia terlahir ke dunia karena sang mommy juga tak pernah mengatakan sesuatu tentang itu kepadanya.
Hanya satu yang ia tahu...pria yang seharusnya ia panggil dengan sebutan ayah telah tiada lebih dulu meninggalkan sang mommy dengan dirinya di dalam rahim mommynya.
Hanya itu yang mommynya katakan tentang sosok sang ayah.
Shafeea menatap pria baya itu dengan tubuh bergetar karena terkejut sekaligus takut dengan bentakannya yang mengeluarkan suara yang menggelegar.
" kumohon tuan..." Shafeea masih memohon.
" bi Narsih...bawa dia ketempat seharusnya dia berada, aku tidak mau kehadirannya akan mengotori tempat ini dan merusak acara ini " teriak pria baya itu
Tak lama, seorang wanita yang juga berusia lebih dari setengah abad nampak tergopoh gopoh mendekat.
" nona..ayo kita kembali ke paviliun nona " ajaknya lembut kepada gadis kecil berusia 13 th itu.
Tangannya merengkuh bahu gadis kecil yang beranjak dewasa itu.
Namun Shafeea menolak.
" kumohon tu...an be...sar, izinkan aku melihat mommyku..." sungguh menyedihkan nasib gadis itu.
Sungguh miris nasib Shafeea. Ia bahkan tak di izinkan melihat jenasah sang ibu untuk terakhir kalinya.
" dengar anak haram...putriku sudah di kuburkan " dengan tatapan tajam bak belati tajam, tuan besar Latief menjawab permintaan Shafeea.
Seketika mata Shafeea terbelalak, tubuhnya luruh kelantai.
" di mana makam mommyku...." rintihnya pilu, membuat siapa saja yang melihatnya di sana tak tega. Khususnya para pengawal dan pelayan yang nota bene memang lebih menyayangi gadis itu meski sembunyi sembunyi.
Namun berbeda dengan orang orang berpenampilan terhormat di hadapannya.
rata rata mereka hanya menatapnya tanpa ekspresi.
Kecuali sesosok pria muda di bekakang sang kakek.
Farugh Abdullah Nasser Latief.
Putra pertama dari tuan Faritz Abdullah Nasser latief. Kakak laki laki ibu Shafeea yang juga adalah anak pertama tuan besar Akhmad Nasser Latief.
" cepat seret dia dari hadapanku, aku tak ingin melihatnya di sini. Cepat narsih...atau kalau tidak akan ku pecat kamu " bentaknya sekali lagi pada pelayan yang memeluk Shafeea itu.
Bi Narsih segera membawa nona nya itu untuk pergi dari tempat itu.
Bi Narsih membawa Shafeea kembali ke paviliun belakang, tempat selama ini ia tinggal bersama san mommy.
" nona tunggu di sini..bibi akan mencoba mencari tahu dimana mommy nona di makamkan " bisik wanita baya itu di telinga Shafeea. Kini gadis itu telah berada di dalam kamarnya.
Shafeea mengangguk pelan, sepeninggal bi Narsih gadis itu menangis dengan memeluk kedua lututnya.
Ia duduk di lantai kamarnya yang dingin sendirian.
Sore telah beranjak menjadi malam, rintik rintik hujan mulai terdengar.
Cklek...suara pintu di buka.
Shafeea masih dengan keadaan yang sama, meringkuk memeluk kedua lututnya di lantai ketika seseorang masuk kedalam kamarnya dan mendekat kepadanya.
Melihat sepasang sepatu kulit di hadapannya, Shafeea mendongak.
Matanya memicing dan keningnya mengerut demi melihat sosok yang kini berdiri di hadapannya dan menatapnya dengan tatapan yang sulit dia artikan.
" kenapa kamu kesini...mau apa kamu disini ?! " tanya Shafeea dengan nada dingin, pasalnya..sebelumnya ia tak pernah ada interaksi berarti dengan orang itu, atau bahkan bisa di bilang...dirinya tak pernah berinteraksi atau sekedar bersinggungan dengan orang itu.
" tenanglah Shafeea...jangan khawatir, sekarang aku yang akan menggantikan bibi menjagamu di sini. Dengan caraku aku pastikan kamu akan tetap aman berada di sini..." jawab orang itu yang tak lain adalah Farugh. Sang kakak sepupu.
Tatapan Farugh terlihat begitu dalam kepada Shafeea. Tak pernah Shafeea tahu sama sekali...jika sebenarnya, kakak sepupunya itu seringkali memperhatikan dirinya dalam diam.
Bahkan di sekolah, ia meminta seseorang yang ia percaya membantunya menjaga gadis yang terlihat rapuh di hadapannya itu.
" mau apa kamu...jangan mendekat, berhenti di sana !! " tiba tiba Shafeea merasa aneh dan begitu takut dengan Farugh yang terus menatapnya penuh arti sembari mendekat kepadanya.
Farugh terus melangkah maju mendekat kepada Shafeea yang kini nampak berdiri dengan cepat dari duduknya. Entah mengapa ia seakan mempunyai feeling menakutkan pada sosok pemuda tampan di hadapannya itu.
Shafeea hendak berlari menghindar ketika tangan pemuda tampan berusia 20 tahun itu berhasil meraih lengannya.
Farugh menghentak lengan itu sedikit kuat hingga tubuh ringkih Shafeea tertarik dengan cepat dan kemudian menghantam dadanya yang bidang.
Segera Farugh memeluk tubuh itu dengan erat seakan ia ingin melepaskan kerinduan yang selama ini telah ia tahan sekian lama dan sukses menjadi beban dalam jiwanya.
Shafeea memang masih kecil, namun entah....di mata Farugh, Shafeea bahkan terlihat sebagai seorang wanita yang telah mampu menarik perhatiannya hingga mengalihkan setengah dunianya kepadanya sejak hampir dua tahun lalu.
Pernah Farugh mencoba menepis perasaan itu, namun apa daya...perasaan itu kian kuat menguasai relung hatinya.
Ia mencintai gadis itu...dirinya mencintai saudara sepupunya sendiri.
Di hirupnya dalam dalam aroma wangi tubuh gadis dalam dekapannya itu.
" Shafeea....." Farugh mendesiss pelan menyebut nama Shafeea dengan menahan sesuatu yang begitu kuat dalam hatinya.
Tak mampu lagi menahan gejolak dalam jiwanya, ia memagut bibir tipis Shafeea dengan begitu dalam, tak ia hiraukan lagi bahwa gadis dalam dekapannya itu begitu masih belia.
13 tahun, tak seharusnya gadis seusia Shafeea menerima perlakuan seperti itu. apalagi orang yang melakukannya adalah saudaranya sendiri.
Sungguh hancur rasanya hati gadis itu. Ia merasa hidupnya begitu miris dan menyedihkan. Awalnya Farugh merasa sangat sulit mencium bibir gadis itu karena Shafeea yang melakukan perlawanan begitu kuat kepadanya.
Berkali kali Shafeea menolehkan kepalanya kekanan dan kekiri berusaha menghindari bibir Farugh.
Tapi Farugh tak mau kalah, usia keduanya terpaut hampir tujuh tahun dengan diriya yang lebih tua. Dengan sedikit memaksa dan bertindak kasar dengan sedikit meremas bahu Shafeea yang berada dalam dekapannya, Farugh berhasil meraih bibir itu.
tangan kanannya merengkuh kedua bahu Shafeea juga kedua lengan gadis itu dengan sedikit meremasnya agar gadis itu berhenti melawannya,
sementara tangan kanannya menahan tengkuk Shafeea agar ia bisa leluasa mencium bibir gadis dalam dekapannya itu...dan pemuda tampan itu berhasil.
Ia berhasil meraup bibir tipis semerah cerry milik adik sepupunya itu.
Lama Farugh melakukan ciuman itu meski tetap dengan tubuh Shafeea yang terus meronta.
Puas dengan ciumannya ia beralih ke leher jenjang gadis itu, meninggalkan bebarapa jejak kepemilikan disana.
Shafeea semakin menjerit histeris ketika tangan seseorang yang seharusnya meringankan bebannya dan menghibur dirinya malah melakukan hal memalukan dan menjijikkan itu kepadanya.
Suara Shafeea tertahan dalam kamar itu, seberapa kuat dan keras ia berteriak. Seseorang di luar sana tak akan bisa mendengarnya. kamarnya di desain kedap suara.
Shafeaa hampir putus asa ketika Farugh berhasil menindihnya di atas tempat tidur juga berhasil menyingkirkan pakaian atasnya.
Farugh benar benar telah menggila dan seakan kehilangan akal sehatnya, ia benamkan wajahnya dalam dalam pada dada Shafeea.
Di tengah keputusasaannya Shafeea berhasil menjernihkan otaknya.
Ia gigit kuat kuat bahu sang kakak sepupu hingga berdarah dan suskses membuat pemuda itu melepaskannya.
" Shafeea....akh !! " jerit Farugh sembari melompat dari atas tubuh setengah telanjang Shafeea ke pojok ruangan saking ia menahan sakitnya bekas gigitan Shafeea setitik bening air mengalir di ujung matanya.
Tangannya memegang bahunya yang berdarah.
Sementara Shafeea, ia tak menyia nyiakan kesempatan. dengan cepat ia menarik selimut dan menutupi tubuh bagian atasnya dengan selimut itu.
Kemudian ia segerah meraih kursi tunggal di depan meja riasnya dan menghantamkannya pada dinding kamarnya kuat kuat.
pyarrr.....
Suara pecahan kaca terdengar cukup keras
" hentikan Shafeea...kau bisa terluka, Shafeea..." teriak Farugh histeris seakan baru sadar dengan apa yang tengah di lakukan Shafeea.
Tapi terlambat...Shafeea telah lebih dulu melompat keluar dengan tak perduli akan banyaknya pecahan kaca yang berhamburan karena ulahnya.
Akibatnya ...kakinya yang tak memakai alas banyak tertancap pecahan pecahan kaca. Darah seketika mengalir dari telapak kakinya.
Dengan terus berlari ia mencabuti pecahan pecahan kaca di kakinya itu.
Shafeea tak menghiraukan teriakan dan panggilan Farugh, satu yang ia pikirkan..pergi menjauh dan menyelamatkan kehormatannya dari sosok Farugh.
" shit..." Farugh mengumpat karena gagal menghentikan Shafeea
Segera ia berbalik dan cepat cepat membuka pintu kamar yang terkunci olehnya sendiri.
Farugh berlari dengan cepat mengejar Shafeea yang telah hampir sampai di halaman depan rumah besar itu.
Farugh tanpa sadar terus berlari sembari meneriakkan nama Shafeea.
" berhenti kalian berdua...!! " suara menggelegar segera menghentikan gerak kaki Shafeea juga Farugh seketika.
" lihat dirimu Farugh..apa yang kau lakukan, memalukan... !! " lanjut suara itu lagi.
Farugh terdiam membisu, matanya nanar menatap kearah sumber suara.
Sang kakek yang barusan bersuara dengan lantang telah berdiri di teras rumah dengan di kelilingi anggota keluarga yang lain.
Juga kedua orang tuanya yang kini tengah menatapnya tajam.
" hei anak haram...apa yang sudah kamu lakukan, kamu pasti telah berniat menggoda putraku dengan tubuh itu bukan ?! Menjijikkan..dasar kamu memang gadis binal " hardik nyonya Samira ibunda Farugh yang juga istri Faritz.
Selama ini, wanita itulah yang paling frontal memusuhi dan memperlakukannya dengan buruk.
Namu kali ini, ia tak dapat meneruskan kata kata kotornya untuk gadis itu kaena yang entah kenapa, tuan besar Latief meliriknya tajam ketika tadi ia tengah bersuara.
Shafeea terdiam tertunduk.
mata semua orang tertuju padanya juga Farugh.
Farugh yang kini bertelanjang dada, sementara dirinya terbalut selimut hingga kepalanya.
Farugh berkali kali menggeleng mendengar hinaan sang ibu kepada Shafeea.
" aku sangat tidak menyangka di usiamu yang masih sekecil ini kelakuanmu sudah semenjijikkan ini. Sepertinya kau berbakat menjadi wanita jalang " kata Samira lagi dengan begitu lantang dan tetap nekat melanjutkan kata katanya.
" Samira...!! " Faritz berteriak menghentikan ucapan sang istri.
Jauh di dasar hatinya....bagaimanapun juga, gadis itu adalah anak dari adiknya.
Shafeea menatap kearah pria gagah berusia paruh baya yang berdiri paling depan.
Sejenak mata keduanya bertemu, ada secercah harapan di mata Shafeea kepada pria itu.
Namun...tuan besar Latief justru membuang muka ke tempat lain.
Seketika hati Shafeea bagai di sayat sembilu. Jemarinya meremas kuat kuat selimut di bawah dagunya. Bagaimanapun...pria itu adalah satu satunya harapan baginya.
Ia berharap, pria itu akan sedikit meringankan bebannya dengan sedikit membelanya.
Usai melihat sang kakek yang tak pernah mau mengakuinya itu membuang muka darinya, dengan cepat Shafeea memutar tubuhnya dan berlari dengan cepat meninggalkan tempat itu menembus gelapnya malam dan derai air hujan yang deras hingga derai derainya bagai tirai putih yang menghalangi pandangan mata.
Melihat Shafeea berbalik kemudian berlari dengan kencang meninggalkan mansion, seketika Farugh berteriak menjerit memanggil nama Shafeea.
" tidak tidak Shafeea..tidak " Farugh berteriak histeris dan panik.
" Shafeea...berhenti Shafeea, kumohon berhenti Shafeea " jerit Farugh, ia ingin berlari mengejar gadis itu namun segera sang ayah meminta beberapa orang memeganginya.
" tidak Shafeea...tidak, kumohon berhenti jangan pergi, aku mencintaimu Shafeea..aku mencintaimu !! " teriak Farugh lagi yang sontak membuat semua mata menatap terperangah menatap tak percaya kepadanya.
plakkk....!!
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!