"Astaga, Cia dari tadi lo gue cari, kirain loe ilang di culik om pedo, dari mana sih loe" decak seorang gadis yang menatap lelah sahabat nya.
Gadis yang bernama Aleecia Jayne Rahman, menatap malas sahabatnya. Drama, "Biasa aja, gue ke toilet dulu."
Mengangguk ia menarik tangan sahabat nya, "Yah udah, yuk, udah di tungguin Jasjas dari tadi." ucap Alice yang menatap ponselnya.
"Hm" sahut Cia yang menatap malas tangan-nya, tanpa Cia sadari ia menubruk bocah laki-laki yang sedang berlari ke arahnya.
Brukk..
"Dik, maaf-maaf, kamu kenapa lari-lari" dengan sigapnya ia memeriksa apakah ada yang terluka dengan bocah laki-laki di depannya.
"Hwwe.. daddy cakit huwee..." tangis bocah laki-laki itu dengan menatap lutut nya yang memang sedikit memerah.
Cia yang merasa ia sudah menjadi pusat perhatian pengunjung mall itu segera menenangkan bocah laki-laki itu. "Eh, jangan nangis. gimana Lice" gumamnya mendongak menatap sahabatnya.
"Lah nanya gue, gue aja gak tahu cara nenangin bocah" decak Alice menatap sebal kearah sahabat nya.
Tak lama terlihat seorang pria bertubuh tegap, berjalan ke arah mereka pria itu memusatkan perhatiannya kepada bocah laki-laki itu.
"Cio.." terdengar suara tegas namun menyiratkan kekhawatiran dari pria di depannya.
"Hwwweee.. daddy.." bocah laki-laki tersebut merentangkan kedua tangan nya.
Seakan faham pria itu menggendong bocah laki-laki itu, "cup .. udah, mana yang sakit Hem? Mau daddy bawa ke rumah sakit?" Pria itu tidak memperdulikan kedua gadis di depannya, ia terlalu khawatir dengan sang putra.
Cia bisa menyimpulkan, kalau lelaki itu adalah papa dari bocah yang sudah ia nabrak tadi.
"Ehem, terima kasih sudah menolong putraku, dan maaf atas tingkah nya yang suka berlari ke sana kemari." menatap ke arah kedua gadis di depan nya.
"Maafkan saya juga, telah menabrak putra anda. kalau tidak ada kepentingan lagi, saya permisi" ucap Cia yang membuat pria itu terpaku beberapa saat, Alice yang sedari tadi melihat tatapan kedua manusia menatap penuh arti sahabat pada nya.
Alice menarik tangan sahabatnya, yang membuat Cia memutar bola matanya. Ia tidak terlalu suka kalau ada yang menyentuh tubuhnya, terkecuali keluarganya saja.
"Lepas" Alice yang mendengar nada dingin sahabat nya segera melepaskan pergelangan tangan Cia dan berjalan bersebelahan.
"Mobil Jaskia di mana?"
"Ada di basement, katanya"
"Cepet, lo kelamaan, pilih sepatu gitu aja dua jam" ucap Cia yang menatap sinis ke arah Alice yang mendengus.
Brak.
"Lama banget loe berdua" ujar seorang gadis yang berada di kursi supir, Jaskia Velzy Alberya gadis dengan rambut sebahu mata yang tajam, hidung sedikit mancung adalah sahabat dari kedua gadis tersebut.
"Sabar napa, gue tuh nyari ini anak ngilang, gue nya gak sadar" Alice menatap ke sinis ke arah sahabat nya, Jaskia.
"Jalan" Jaskia mendengus mendengar nada dingin dari sahabat es-nya, ia tetap menjalankan roda besi milik nya.
Membutuhkan waktu satu jam bahkan lebih, macet kendaraan membuat ketiga gadis itu sesekali menghela nafas kasar. Mobil dengan corak warna merah itu memasuki komplek perumahan mewah, dan berhenti di depan pekarangan rumah bernuansa Putih abu-abu.
Brak..
"Kami datang, bunda.." suara ke tiga nya mengisi suasana rumah yang memang selalu sepi.
"Kalian, nah dari mana aja bunda cari-cari di kamar gak ada" ucap wanita paruh baya, yang melangkah ke arah ke tiga gadis tersebut.
"Maaf bun, kita buru buru tadi" ucap Alice yang di sertai cengirannya.
"Kita dari mall bun, Alice minta di temenin beli sepatunya" Cia, gadis itu menatap ke arah wanita yang telah melahirkan nya.
"Gitu, ya udah sekarang kita makan siang dulu, selanjutnya kalian terserah mau ngapain" bunda Amara berjalan meninggalkan ke tiga anak gadisnya.
"Bener, perut Jas udah laper, minta di isi nih bunda" Jaskia berjalan mengikuti bunda sahabatnya.
"Yeey lo, kalau masalah makan langsung konek" Alice berdecak malas melihat sifat rakus sahabat nya.
Jaskia menatap sinis pada sahabat nya, Alice "Kayak loe enggak aja" bunda Amara menggelengkan kepalanya, melihat perdebatan dari kedua sahabat putri nya.
Sesampainya di meja makan ke tiga gadis itu mengambil piringnya, lalu mengambil nasi serta lauk sesuai kesukaan mereka masing-masing.
"Cia, orang di mall tadi ganteng gak sih, kayak masih muda gitu, tapi udah punya anak aja" Alice membuka percakapan dengan mengingat kejadian beberapa waktu lalu.
"Emang seganteng apa sih, dari tadi lo bilang cowok itu terus" Jaskia yang sudah mendengar sedikit cerita dari sahabatnya, menjadi semakin penasaran.
Cia meronta bola matanya, "gak tahu, kayak gak kenal sahabat lo aja, lihat cowok dikit langsung klepek klepek" sahut nya menatap sinis ke arah Alice.
"Namanya manusia, lihat yang memanjakan mata dikit, bisa lah dari pada situ"
Jaskia menggelengkan kepalanya melihat perdebatkan dari ke dua sahabatnya, "Kayak gak tahu, Cia aja lo Lice."
Cia yang sudah terlanjur malas itu memilih mengambil buku-buku miliknya.
"Bener kata Jaskia, eh Cia tapi gue kok jadi negatif thinking sama lu, jangan-jangan lu suka semasa jenis" kedua alis Alice menyatu bahwa ia sedang memikirkan apa yang sudah ia ucapkan tadi.
Cia yang mendengar lontaran dari mulut julid Alice, menatap tajam sahabat nya, bisanya, "kalo ngomong, jangan kemana-mana."
Alice menyengir, dengan kedua jarinya membentuk huruf V, "Lagian Cii, bener apa kata Alice" sahut Jaskia yang membuat Cia menatap tajam ke arah ke dua sahabat nya.
"Ck!, pergi aja kalian berdua, rese banget" Cia terbangun dari duduk nya dan menarik ke dua pergelangan tangan sahabat nya.
Alice dan Jaskia yang melihat wajah masam sahabat nya terkikik geli, kedua sudah berada di ambang pintu kamar sahabat nya, Cia, "ngusir ceritanya, Jas" ucap Alice.
"Pergi yuk Jas, lagi pms kayaknya," Alice sengaja mengeraskan suara nya agar menambah ke kesalan sahabat nya.
Bunda Amara yang sedang membaca majalah di ruang tamu, memusatkan perhatiannya pada ke dua gadis yang turun dari tangga.
"Kok cepet banget main nya, gak tidur di sini?" tanya bunda Amara.
"Kita pulang aja bun, lagian besok sekolah, minggu depan juga udah memasuki ujian akhir" Jaskia meraih tangan wanita di depan nya, dengan Alice di belakangnya.
"Betul kata Jas, lagian Alice takut soalnya singa betina nya ngamuk tuh" bunda Amara menggeleng kepalanya mendengar lontaran dari mulut salah satu gadis di depannya.
"Bunda gak maksa, hati-hati bawa mobilnya, jangan ngebut loh" Ke dua gadis itu mengangguk dan memberi hormat ke pada bunda dari sahabatnya.
"Assalamualaikum, bunda cantik" bunda Amara menggelengkan kepalanya melihat gadis gadis itu.
«»
Langkah kaki Cia terhenti, kedua mata cantiknya menatap di mana keluarga nya sudah menunggu nya. Mengulas senyum manis nya ia berjalan ke arah meja makan di mana sudah ada ayah bunda, dan sang adik yang duduk di meja makan.
"Selamat malam" Cia mengambil duduk di sebelah sang adik.
"Malam kakak" jawab kedua orang tua Cia.
"Adek, gak dapet selamat malam yah" ucap seorang laki-laki remaja menampilkan mimik lesu, dengan ke dua pipi gembulnya.
Cia tersenyum mendengarnya, tangan nya mencubit ke dua pipi gembul itu "duh.. gitu aja ngambek.. malam adek kakak yang ganteng" ke dua orang paruh baya menggelengkan kepalanya melihat hal itu.
"Nanti lagi main nya, sekarang kita makan malam dulu," suara tegas dari pria dewasa membuat ke dua anak nya mengerti.
"Ayah bunda ambilin, mau lauk yang mana?" bunda Amara bertanya ke pada suami nya, Altavaro Rahman.
"Ayah mau.. perkedel sama sayur asem, terus jangan lupa sambal" kedua mata ayah Alta, tidak sengaja melihat mata tajam putrinya, membuat nya meringis.
"Sambal nya dikit aja" sahut Cia yang menyuap makanan nya ke dalam mulutnya.
"Adek makan sama apa, sayang?" tanya bunda Amara, menatap putranya yang menunggunya.
"Gio, sama kayak ayah, tapi gak pakai sambal, sosis aja"
Selesai menyiapkan makanan untuk kedua anak dan suami nya, bunda Amara mengambil makanan untuk diri nya, dan menikmati makan malam dengan sesekali terdengar celotehan dari kedua putra putrinya.
Cia yang rencana nya mau kembali ke dalam kamarnya, tersentak saat ayah Alta menyuruh nya duduk kembali.
"Ayah mau bicara boleh, kak?" tanya ayah Alta, menatap teduh mata putrinya.
Cia yang tidak bisa menolak itu mengangguk, tubuh nya menduduki kursi miliknya kembali.
"Tanya, apa ayah" Cia melirik ke arah bunda Amara kedua bahunya, seakan ia tidak ikut campur.
"Jadi.. gini, sebenernya ayah mau jodohin kamu sama, anak sahabat ayah" ayah Alta menjeda ucapannya, ia menatap ke arah putri nya. "Diaa duda punya anak satu" lanjut nya.
Cia yang sedang mengunyah camilan, tersedak saat mendengar ucapan terakhir dari ayah Alta.
Uhuuk..Uhukk..
"Duh kak, ini minum" bunda Amara menyodorkan segelas air putih, dengan cepat Cia menerima segelas air itu, dan menegak nya hingga habis tak tersisa.
Kedua mata cantiknya itu menatap ke arah pria cinta pertamanya, ia ingin protes. "Ayah apaan sih, main jodoh"
"Tapi itu udah kesepakatan ayah waktu masih muda kak sama sahabat ayah kak" ayah Alvaro menatap sendu ke arah putrinya.
"Terima aja kak, siapa tahu kakak itu ganteng, seperti impian kakak" Gio, laki-laki remaja itu menaik turunkan alis nya berniat menggoda kakak nya.
"Tapi kakak masih gak mau mikir nikah nikah gitu, kakak udah asik sama pekerjaan kakak"
"Terus, jadi gimana?" tanya bunda Amara.
Cia menghela nafas, ia ingin pergi dan menenangkan fikiran nya "kasih kakak, waktu semalam yah, bun" langkah kaki nya menaiki tangga dan, tujuan nya yaitu kamarnya.
"Gak kefikiran sama ayah, main jodoh jodohin, mana sama duda, kalau dudanya tajir gak papa" gumam nya memasuki kamar mandi.
Klek
Cia menghempaskan tubuh nya di tempat tidur queen sizenya. "Semoga, besok hari yang menyenangkan" ucap nya menatap langit-langit kamar, tak lama kedua mata cantik menutup mata.
Tok..Tok..
"Kak, udah bangun belum, udah siang loh ya" bunda Amara mengetuk pintu kamar putrinya, ia melihat di mana sudah memasuki jam sekolah.
Cia yang sedang memakai seragam nya menatap pintu kamar nya yang sedang di ketuk dari luar. "Iya bun, bentar lagi selesai" jawab nya dengan sedikit mengeraskan suara nya, agar terdengar dari luar.
"Bunda tunggu di meja makan ya" bunda Amara meninggalkan kamar putrinya.
Tak..Tak..Tak..
"Pagi" Cia mengambil duduk di samping adiknya.
"Pagi, kakak" jawab ke dua paruhbaya, dan adiknya, Gio.
"Ayo sarapan udah setengah tujuh loh" ucap bunda Amara yang mengambilkan makanan untuk suami dan ke dua anaknya.
"Ehem, kak" Cia yang sedang mengoles roti di piringnya mendongak menatap sang ayah.
"Gimana permintaan ayah semalam?" ayah Alta menatap kedua mata putri nya, mencari jawaban di sana.
Cia tersenyum, kepalanya mengangguk, membuat ayah Alta menarik sudut bibirnya menjadi bentuk senyuman indah.
"Kakak percayakan sama ayah dan bunda, kakak yakin pilihin kedua orang tua Cia, tidak akan mengecewakan, pastinya." bunda Amara tersenyum, menatap putri nya yang sudah tumbuh dewasa.
"Jadi setuju ya kak?" bunda Amara sengaja memastikan jawaban putri nya.
"Setuju bunda"
"Kakak berangkat sekolah dulu, bye" Cia meraih ke dua tangan ayah dan bunda nya.
"Hati-hati"
"Cepat dek, kaka tinggal nih"
"Bentar kak tungguin" Gio meraih minum nya dan berlari menyusul kakak nya.
Bersambung...
"Kak adek, duluan, byee" Gio berlari memasuki pagar sekolah, di samping sekolah kakaknya.
Cia yang sedang mengambil beberapa buku pelajaran, mendengus saat telinga mendengar suara, "Cia ..." Alice melambaikan tangannya, gadis itu berlari meninggalkan Jaskia yang mengusap kupingnya.
"Lo kalo mau teriak, liat sekitar" ucap Cia yang sudah berada di depan kedua sahabat nya.
"Kenapa kok lemes gitu?" Jaskia memicingkan mata nya.
Cia menghela nafas, langkah kaki nya berjalan di koridor sekolah dengan ke dua sahabatnya. "Gue di jodohin"
"Apa!" teriak Alice, hingga semua murid menatap ke arah mereka bertiga.
"Really?" Jaskia menatap cengo sahabatnya yang mengangguk.
"Gila, uncle Al gak nanggung, nyari jodoh buat lo, Cia" Alice menggeleng kepala nya.
"Terserah mereka, lagian kalau gue nolak gak akan bisa," ucap Cia yang mendapat anggukan dari sahabat nya.
Kring!!
Terdengar bunyi bel sekolah, menandakan waktu jam belajar sudah masuk, membuat seluruh murid berlarian memasuki kelas mereka.
Kantin sekolah.
"Pesen apa, biar gue pesenin sekalian" ucap Alice menatap ke arah ke dua sahabatnya.
"Kayak biasa, nasi goreng pedes dan greentea" sahut Jaskia.
Alice mengangguk, ekor mata nya menatap sahabat satunya ,"lo apa Ci?" tanya nya.
"Samain, cappucino satu" Cia mendongak, dan kembali memusatkan ponselnya.
Alice meninggalkan meja ke dua sahabatnya, ia berjalan ke arah tempat penjual nasi goreng, dan memesan permintaan ke dua sahabatnya.
"Makasih mang" ucap Alice setelah menerima dua porsi nasi goreng dan seblak.
Beralih kepada dua anak manusia yang asik dengan aktivitas mereka, Cia yang sedang berselancar dengan media sosial miliknya tersentak saat Jaskia menepuk punggung nya.
"Gue dapet info, lo di suruh ke markas" bisik Jaskia tepat di telinga kiri Cia.
Cia menganggukkan kepala, "bilang, nanti gue pulang sekolah, tunggu aja" Jaskia mengangguk, jari lentiknya menari di layar ponsel miliknya.
"Holla guys.. makanan datang" Alice berseru hingga membuat beberapa murid melihat ke arah mereka.
«»
"Bunda" panggil Cia saat ekor matanya melihat bunda Amara sedang berada di dapur.
"Ya, ada apa kak?" tanya bunda Amara tanpa menoleh ke arah putrinya.
"Cia mau pamit sebentar, ada urusan, boleh bunda?" bunda Amara mengangguk, Cia mendapat persetujuan lantas mengembangkan senyumnya, ia akan lolos kali ini.
Cia membuka pintu mobilnya, dan menyalakan roda besi miliknya, melewati pagar rumahnya yang sudah terbuka oleh satpam rumah.
Mobil dengan corak warna hitam itu memasuki hutan yang terlihat sangat rimbun, langkah kakinya menelusuri lorong-lorong gelap ia menggenggam handel pintu dan membukanya.
Terlihat seorang laki-laki berjalan menghampiri nya, "Selamat datang, Queen" laki-laki membungkuk tubuhnya.
Mengangguk, bola matanya menatap sekumpulan pria yang sedang tertawa, entah membahas apa itu.
"Di mana, dia kak Er?"
"Silakan duduk Queen, sebentar lagi" Erik menatap gadis di depannya.
Tak lama terdengar suara dari sudut ruangan, yang membuat Cia merotasi bola matanya. "Hai! Angry baby" teriak pria yang memasuki usia sama dengan sang ayah. Altavaro.
"Biasa ae lah, paman" Cia berdecak.
"Hilih! Kenapa kok kesel tuh muka?"
Merotasi bola matanya, benar harus ekstra sabar. "Gak papa" ucap Cia.
Frans, paman Cia tersenyum ke arah sang keponakannya. "Gak suka, ada pamanmu ini?" tanya paman Frans menekuk mukanya.
Menghela nafas, Cia menatap malas paman Frans, "Enggak, Cia seneng, cuman sikap paman yang bikin Cia geli" ucap Cia yang di balas kekehan sinis pria paruh baya.
"Udah lah ada apa ini kok Cia di panggil ke sini, ganggu tidur gue aja deh!"
Frans melebarkan bola matanya, "Molor aja kerjaan lu cil" ucap Frans membuat Cia ingin mengibarkan bendera peperangan pada pria paruh baya tersebut.
"Cil, dia udah kembali, apa rencana itu akan tetap, berjalan?" tanya Frans yang membuat Cia mengerutkan dahi nya, dan beberapa detik bibir nya membentuk senyum. Yang terlihat mengerikan.
"He'eh, udah kembali ternyata, jamuan udah siap menyambut dia paman" ucap Cia yang menatap tajam objek di depan nya.
Kedua pria di sana menggeleng kepala, kedua tahu apa yang ada di fikiran gadis muda tersebut.
"Sabar cil, kasihan nanti kalau lu yang menyambut nya" sahut paman Frans yang membuat Cia tertawa, tetapi berbeda dengan ke dua pria di sana.
'Queen kita telah, kembali!' batin Erik bergidik ngeri, ia berdoa semoga seseorang itu selamat saat menghadapi queen nya nanti.
"Makin gila aja lo, cil"
Cia berdecak, "Cih! Gila juga lo paman, Cia gini juga gurunya siapa" paman Frans mendengus malas.
'Dia anak abang lo Frans!!'
"Gimana Er? Apa ada pergerakan dari nya?" Erik yang sedari tadi menyimak obrolan dari ketua nya, menatap ke arah sang ketua.
"Belum ada pergerakan dari mereka tuan,
Mungkin sebentar lagi, karna mereka sedang mengumpulkan beberapa anggota yang telah bubar, tuan" Frans pria itu menganggukkan kepalanya.
Cia mendengarkan dengan seksama, fikiran melayang kepada ucapan cinta pertamanya.
"Kenapa lo cil?" Cia yang mendengar suara sang paman menariknya dari alam sadar nya, kepalanya menggeleng.
Paman Frans mengerling jahil, menatap pada gadis di depannya. "Ehem, gue denger denger ada yang otw, di jodohin nih," ucap paman Frans, menaik turunkan alisnya.
Cia berdecak, 'Tahu aja, nih orang'.
Paman Frans terkekeh, menatap sinis gadis depannya. "Gue tahu dari bang Al, kalau lo tahu" cetus pria itu.
Merotasi bola matanya. "Kesel gue, yakali main jodoh gak bilang dulu, kalau tuh duda yang gak sesuai ekspektasi gue?" tanya Cia.
Paman Frans tergelak, ia tertawa dengan nasib gadis itu. "HAHAHA .. bang Al sekali gerak, bisa buat orang jantungan, kasian banget lo cill"
"Terus, ketawa terus, bentar lagi peluru tepat sasaran" Cia mengelus pistol kesayangan. Matanya menatap kedua laki-laki yang menundukkan kepala.
Erik sedari tadi berusaha agar tidak tertawa hanya kedua bahunya yang bergetar, menunduk laki-laki itu tidak berani menatap wajah dingin gadis itu.
"Sabar sayang, lo lihat dulu siapa tahu orang yang mau jadi suami lo, bukan bayangan lo, cil" Frans, menatap gadis yang terdiam, ia menarik sudut bibirnya. Sebenarnya ia sudah tahu masalah tersebut. Sebelumnya, Abangnya itu sudah memusyawarahkan, dengan keluarga nya.
Cia yang mendengar perkataan paman laknatnya itu mendengus malas. "Kalau iya? kalau enggak? bunuh diri gue"ucap cia dan itu membuat paman Frans terkekeh geli.
"Terusin, Awas lalat masuk, ke mulut" Cia meninggalkan pria itu, dengan malas ia melangkah di sudut ruangan yang terdapat minim pencahayaan.
"Loh.. ngambek ceritanya, kemana cil,"
Cia yang mendengar teriakan dari sang paman itu mendengus kesal, "Lihat anak gue."
Frans, mengikuti kemana gadis itu melangkah. Dengan Erik yang setia mengikuti kemana ke-dua tuannya.
Cia memegang handle pintu yang terbuat dari besi. Kaki jenjangnya menapak di ruangan yang di isi, cahaya remang remang.
GGGRRR!
"Siang kak, San."
Wanita yang di panggil San, menoleh. "Selamat siang Queen." Sandra, wanita yang sedang memberi makan kesayangan nya.
Tangannya mengelus kepala kesayangan. "Apa kabarmu, boy."
Ggggrrr!
Seakan mengerti, hewan tersebut mengaum. Menjawab sapaan dari tuannya.
Di belakang Cia, dua orang yang melihat pemandangan tersebut menggelengkan kepalanya.
"Gila memang, bibit abang gue bener-bener, dah" paman Frans berdecak melihat pemandangan di depan sana. Erik, laki-laki itu mendengarkan semua celotehan tuan nya, tanpa membalas gumamnya.
Cia mengelus kepala hewan, yang menempel di tubuhnya. Sesekali ia terkekeh kecil, saat merasakan hewan tersebut semakin menempelkan di tubuhnya.
"Kamu manja sekali, sayang" gumam Cia mendapat kedipan mata dari hewan liar tersebut.
"Maaf Queen, Ciro belum selesai makan nya" Sandra, wanita itu menunduk. Ia terlalu takut menatap gadis di depan nya.
Cia menjawab, dengan anggukan kepala. Ia membiarkan pengurus hewan peliharaan, merawat kesayangan nya.
"Queen, seperti nya lu harus cepat pulang. kak Mara udah cari kamu," mendengar suara sang paman, Cia hanya menganggukkan kepalanya.
"Untuk masalah itu, biarkan paman dan Erik saja."
Bersambung..
Keesokan harinya, seperti biasa Cia yang akan berangkat ke sekolah nya. Di meja makan mereka sedang menyelesaikan aktivitas masing-masing.
Cia menyuap makanan terakhir milik nya. Ia meminum air yang berada di depan nya. Begitu juga pemuda yang sedang terburu-buru, ia takut tertinggal oleh sang kakak, salahkan ia yang terlalu larut tidur semalam.
"Yah, bun Cia berangkat udah siang." kedua paruh baya di sana menganggukkan kepala nya.
Setelah nya ia berjalan, keluar dan memasuki mobil nya. Sebelum ia sampai di depan pintu masuk, Gio, adik nya sudah berlari mendahului nya.
Cia hanya menggeleng kepala nya. Terlalu malas menanggapi tingkah sang adik, ia harus menyingkirkan egonya.
"Pasang sabuk nya, takut ada polisi dek" Gio mengangguk, pemuda itu merogoh tempat di mana benda itu berada.
Sudah terlihat gerbang rumah terbuka. Cia menjalankan roda besinya keluar dari halaman rumah besar itu.
Memasuki gerbang sekolah yang terdapat dua bangunan menjulang tinggi. Mobil dengan corak abu-abu terparkir di pojok dengan berbagai macam mobil lainnya.
"Adek masuk ya kak, bye kakak, cantik" Gio keluar, tak lupa mencium pipi sang kakak.
"Cia!" Cia menoleh menatap siapa yang sudah memanggil nya.
"Maaf sepertinya kamu belum kenal aku. Kenalin Zeyca Rahmadani, aku tahu namamu karena kamu ketua osis." ucap gadis yang bernama Zeyca.
Cia mengangguk sebagai respon. "Aku mau kasih kamu ini, gak tahu ini jatuh di koridor kelas," ucap Zeyca yang memberikan plastik yang berisi warna gold.
"Punya siapa ini?" Setelah beberapa lama ia tidak menjawab, Cia membuka suara.
Zeyca menggeleng kepala nya. "Gak tahu, aku ketemu di koridor," jawabnya.
"Yah udah, aku tinggal ya bye Cia." Gadis pergi meninggalkan Cia, yang sedang memperhatikan kalung dan cincin itu.
"Kenapa Ci—"
"Apa tuh" ucap Alice yang melihat benda tersebut.
"Punya siapa?" tanya Jaskia.
Cia menggeleng kepala nya. "Murid nyamperin."
Jaskia menganggukkan kepala nya. "kasih sama bk atau kepala sekolah" ucap Alice yang di angguki Cia.
Ketiga gadis itu berjalan di koridor sekolah, beberapa tatapan mengarah kearah mereka.
Tak lama guru wanita memasuki kelas mereka, dan memulai pelajaran nya.
«»
"Di rumah aja ya son, daddy ada kerjaan urgent." ucap seorang laki-laki yang sedang menatap anak laki-laki nya.
"No daddy, Cio au ikut" Cio, anak laki-laki mengeratkan pelukan kaki daddy nya.
Kedua paruh baya di sana menghela nafas. Mereka sudah lelah membujuk anak tersebut.
"Iya nanti malam kita jalan-jalan, sana grandpa, grandma." Carel, laki-laki muda itu harus bersabar menghadapi rengekan dari putra kecil nya.
"Kamu bawa aja deh Car"
"Gak bisa ma, nanti Cio pasti bosan di kantor,"
"Grandpa mau ke timezone, cucu grandpa mau gak ya" ucap pria paruh baya yang masih terlihat gagah di usia lanjut nya.
Arlosky Bramasta. CEO perusahaan Bramsta Corp, di mana sudah berpindah kepercayaan di tangan putra nya. Carel Xander Bramasta. Pemuda yang sudah menduda selama tiga atau empat tahun itu, masih terlihat muda. Umur nya memasuki dua puluh empat tahun.
"Nah iya, grandma juga mau ke timezone sama grandpa" sambung wanita paruh baya Alinda Lvra Bramasta.
Anak yang sedang merengek itu terdiam, ia menatap ketiga orang dewasa itu.
"Cio ikut grandpa" ketiga nya menghela nafas lega. Selesai sudah drama pagi hari.
"Oke, nanti malam daddy jemput. Kita jalan-jalan, sekarang Cio di rumah dulu ya" Carel mencium kening sang putra sebelum pergi dari sana.
"Dadah, ady" anak itu melambaikan tangan kecil nya.
«»
"Pulang dulu gua, capek banget pelajaran hari ini" ucap Alice meregangkan otot nya yang kaku.
Mereka sedang berada di Cafe langganan mereka. Cia sedang menunggu adik nya yang sedang piket kelas nya.
"Kakak" ketiga nya menoleh menatap laki-laki yang berjalan kearah mereka.
"Udah selesai piket nya cil?" Gio mendengus malas.
"Kepo kalice" Cia menggeleng kepala nya, ia bosan melihat perdebatan sepupu dan adik nya berdebat seperti ini.
"Pulang dek, di tunggu bunda" Cia meraih tas nya, melangkah meninggalkan kedua sahabat nya setelah meninggalkan tiga kertas merah di meja.
"Kak, adek ayam kentucky" ucap Gio yang sudah duduk nyaman di kursi sebelah pemudi.
"Mampir di cepat saji, kamu yang pesan" ucap Cia yang membelokkan mobil nya di bangunan berwarna merah, dan kuning.
Setelah memesan makanan, Cia menjalankan mobil nya. Ia sudah telat untung pergi ke kantor nya.
"Siang bunda!" Gio berteriak, memanggil penghuni rumah nya.
Tak lama terlihat wanita yang berjalan kearah anak-anak. "Kok lama pulang nya, bunda tunggu dari tadi," ucap bunda Amara yang membawa dua gelas berisi jus Apel.
"Maaf bun, adek beli ini tadi" ucap Gio mengangkat tas plastik itu.
"Mana, bunda taruh di piring, kalian ganti baju dulu." Cia mengangguk sebagai respon. Gadis itu berjalan ke arah tangga.
Tubuh nya terasa lelah, ia ingin beristirahat sejenak.
Memasuki kamar mandi miliknya. Ia ingin menyegarkan tubuh nya. Setelah menyelesaikan aktivitas nya, Cia merebahkan tubuh nya ranjang milik nya
"Kakak mana bunda?" tanya ayah Alta yang tidak melihat sang putri berada.
"Mungkin tidur, tadi kayak capek banget dia" ayah Alta mengangguk sebagai jawaban.
Laki-laki itu menaiki tangga, dan membuka pintu kamar putri nya. Terlihat sang putri sedang bergelung selimut tebal nya.
Laki-laki itu tidur di tempat sebelah putri nya. Ia tersenyum tipis melihat wajah damai sang putri.
Cia yang merasa terganggu, membuat gadis itu terbangun.
"Ayah" ayah Alta mengangguk, sebagai jawaban.
"Maaf membuat putri ayah terbangun," Cia mengangguk lemah, tubuh nya terasa berbeda hari ini.
"Gak papa, Cia udah lama tidur nya,"
Gadis itu memeluk ayah nya. "Tumben, kenapa ayah kesini?."
"Ayah mau bilang, nanti malam kita pertemuan dengan calon kamu ya" pria paruh baya itu menatap putri nya.
Lama gadis itu terdiam, Cia menganggukkan kepala nya. "Jam berapa?"
"Tujuh"
«»
Cia sedang melihat dirinya di depan cermin full body. Malam ini sesuai kesepakatan keluarga, di mana acara yang sangat langkah.
Cklek!
Pintu kamar nya terbuka, wanita paruh baya tersenyum menatap arah gadis nya, putri nya.
"Cantik banget putri bunda, yuk kita turun. Ayah udah nunggu." Cia menganggukkan kepala.
Kedua nya berjalan di mana dua laki-laki sedang menunggu nya. "Wow, kakak cantik" Cia, lagi dan lagi gadis itu terkekeh, mendengar hari banyak pujian untuk nya.
"Udah yuk, kasian calon mantu ayah"
Kini keluarga tersebut, sudah berada di gedung yang sangat mewah. Di mana sudah di rencanakan pertemuan dua keluarga itu.
"Haloo," bunda Amara menyapa kedu paruh baya, dan laki-laki sedang memangku anak laki-laki.
"Mara, akhirnya, kirain kamu gak setuju." ucap mama Alinda.
Bunda Amara terkekeh. "Pasti setuju lah, ya kan yah" ayah Alta mengangguk, ia mengambil duduk di kursi yang masih kosong.
Di ikuti dengan dua anaknya.
"Mommy, cantik" Cia merasa ada yang menyentuh kaki nya, gadis itu menunduk guna melihat siapa di bawah.
"Hai," Cia mengangkat tubuh kecil. Anak laki-laki itu.
"Seperti nya, kakak pernah melihat kamu" ucap Cia berusaha mengingat di mana ia bertemu dengan anak laki-laki di depan nya.
"Mall, anak saya bertemu anda di mall."
Cia mendongak menatap laki-laki tampan yang menatap nya dengan kedua manik matanya menatap ke arah dirinya.
"Benar, saya tidak sengaja telah menabrak anak anda" laki-laki yang bernama Carel, mengangguk kecil.
Bersambung..
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!