Matahari sudah menarik semua warna kemerahan senja masuk ke peraduan. Awan kehitaman pun telah pekat menghiasi langit. Walaupun malam belum terlalu larut, namun di sekitar jalan di depan sebuah sekolah menengah atas sudah terlihat sepi. Penerangan temaram dari beberapa lampu jalan tidak terlalu bisa mengusir mencekamnya suasana sekitar.
Satu-satunya cahaya yang agak terang berasal dari lampu neon di pos keamanan sekolah tersebut, yang letaknya berada di samping bagian dalam dari pintu gerbang utama. Suara gelak tawa terdengar dari sebuah TV flat 14 inch yang jadi satu-satunya barang mewah di pos yang tidak terlalu luas itu.
Ada dua orang petugas keamanan di dalamnya, yang telah berganti pakaian dinasnya dengan kaos berwarna putih. Mereka adalah Rusdi, yang mempunyai perawakan tinggi besar walaupun kelihatan lebih berumur dan Yatno, yang berperawakan agak kurus. Umurnya pun masih 24 tahun. Ini merupakan tahun pertamanya bekerja sebagai satpam sekolah karena pekerjaan sebelumnya juga sebagai satpam di sebuah pabrik garmen, harus terhenti karena adanya PHK besar-besaran.
"No, coba tolong kamu cek ruangan Mr. Harry, dia sudah selesai apa belum?" Kata Rusdi dengan mata masih melekat di layar TVnya.
Tanpa bertanya lebih lanjut, Yatno meletakkan koran yang sedang dibacanya lalu beranjak keluar pos dan menuju ujung lapangan. Dari posisinya, ia bisa melihat salah satu ruangan di lantai dasar masih menyala terang. Itu menandakan kalau yang punya ruangan masih bekerja di dalamnya.
Memang hanya sang kepala sekolah yang sering bekerja lembur di sekolah. Para guru atau murid lain tidak ada yang berani berlama-lama di sekolah selepas jam lima sore, waktu jam operasi sekolah selesai.
Karena terdengar desas-desus kalau di sekolah tempat Yatno bekerja angker. Banyak yang pernah melihat penampakan siswi dengan muka pucat berkeliaran di sekolah. Tapi selama Yatno bekerja, siang maupun malam, belum pernah ia menemui si hantu siswi itu. Jadi ia tidak terlalu percaya dengan cerita itu. Bahkan Rusdi pun pernah memperingatkannya.
Yatno pun berbalik ingin kembali menuju pos. namun langkahnya terhenti ketika dari ujung matanya ia melihat lampu di koridor lantai 4 berkedip-kedip. Iapun menengadah dan memicingkan matanya karena melihat sesuatu yang aneh di sana.
Ketika lampu dalam keadaan berkedip mati, ia melihat ada seseorang berdiri dalam posisi membelakanginya. Seorang cewek, karena Yatno bisa melihat rambutnya yang panjang. Yang membuat ia merasa aneh, ketika lampu berkedip menyala, ia tidak mendapati siapapun sedang berdiri di sana. Begitu seterusnya sampai beberapa kali.
Karena penasaran dan ingin membuktikan kalau ia tidak salah lihat, Yatno kembali ke pos jaganya. Ia mengambil senter dan juga sebendel kunci yang tergantung di tembok tengah ruangan.
"Kamu mau kemana, No?" Tanya Rusdi bingung karena melihat Yatno mengambil kunci. "Bukannya kamu sudah mengecek semua ruangan?" Lanjutnya lagi.
"Iya, Pak. Lampu di lantai 4 kedip-kedip. Mau saya matikan saja takut korslet." Jelas Yatno.
“Ya sudah, tapi kamu hati-hati ya. Kan saya sudah pernah bilang kalau di lantai 4 itu angker.”
"Iya, Bapak tenang saja."
Dengan keberanian yang agak dipaksakan, Yatno berjalan menuju gedung sekolah yang tampak semakin angker di malam hari. Hanya beberapa lampu di sudut-sudut tertentu yang dibiarkan menyala. Selebihnya, Yatno hanya mengandalkan penerangan dari senter.
Yatno menyeret sandal jepitnya sehingga terdengar begitu ramai melewati koridor yang lenggang, hanya untuk mengusir rasa sunyi yang mengelilinginya.
Yatno sampai di gerbang menuju tangga di lantai dasar. Ia mencari kunci dan membuka gemboknya. Ketika pintu gerbang sudah terbuka, nyali Yatno tiba-tiba menciut seketika, karena tidak ada satu pun lampu yang menerangi tangga. Gelap gulita. Tapi lagi-lagi ia paksakan untuk melangkah di anak tangga demi anak tangga dengan bantuan cahaya senter sampai pada akhirnya ia sampai di gerbang tangga lantai empat.
Suasananya tidak kalah seram dibandingkan lantai-lantai sebelumnya. Malah semakin membuat kaki siapapun akan bergetar. Lagi-lagi Yatno mencari kunci lalu membuka gemboknya dengan tangan bergetar. Bunyi krieet dari gerbang membuat suara yang menyeramkan di telinga Yatno. Dari posisinya, ia bisa melihat cahaya yang berkedip-kedip.
Karena merasa lebih khawatir dengan efek yang akan timbul apabila terjadi arus pendek listrik, maka Yatno lebih memaksakan nyalinya yang sudah ciut sedari tadi menaiki anak tangga menuju lantai empat. Setelah sampai di atas, ia mencari saklar lampu yang ada di dekat pintu perpustakaan. Sebelum ia mematikan lampu, ia memeriksa keadaan sekelilingnya terlebih dahulu dan tidak mendapati pemandangan yang ia lihat sewaktu di bawah tadi.
Berarti gue tadi salah lihat, sahutnya dalam hati.
Ia lalu mematikan lampu. Gelap gulita pun menyergapnya. Hanya cahaya senter Yatnolah yang bisa membantunya melihat dalam gelap. Sekali lagi ia mengamati keadaan sekitar sebelum ia beranjak dan seketika ia terkejut mendapati seorang siswi karena ia mengenakan seragam dengan emblem sekolah, sedang berdiri di tengah-tengah antara perpustakaan dan laboratorium. Yatno mengucek matanya untuk memastikan kalau ia hanya salah lihat, namun, siswi itu tetap ada di sana.
"Ka.. kamu siapa??" Suara Yatno terdengar bergetar. Tengkuknya bergidik.
Perlahan siswi itu mengangkat tangan kanannya yang terlihat pucat sama seperti mukanya yang seputih kapas lalu menunjuk ke arah tembok pembatas dan secara tiba-tiba melayang dengan cepat dan menghilang di arah yang ia tunjuk.
Tubuh Yatno bergetar hebat dan ketika kesadarannya muncul, ia langsung mengambil langkah seribu pergi dari sana tanpa ingat untuk mengunci pintu gerbang tangga terlebih dahulu. Suara tawa cekikikan terdengar di belakang Yatno yang berlari dengan keringat bercucuran.
"Terus nasib si Pak Yatno gimana sekarang?" Tanya seorang siswi yang memakai jilbab.
"Kata Pak Rusdi, ia langsung resign dan kabarnya ia trauma jadi harus diobatin sama orang pinter gitu." Jelas seorang siswa yang punya perawakan agak tambun. 3 anak lain yang mendengarkannya hanya mengangguk-angguk.
"Jadi itu makanya setelah jam 5 sore, sudah enggak boleh ada kegiatan.” Tambahnya lagi.
"Pantesan, anak ekskul enggak boleh buat acara sekolah sampai lewat jam 9 malam. Dan yang aku dengar juga, waktu itu anak Osis terpaksa menyelesaikan rapat pensi mereka sebelum waktunya, karena ada yang kerasukan terus bilang kalau mereka harus pergi. Dia kaya enggak suka gitu.” Kata siswi yang tidak memakai jilbab. Beberapa kali ia bergidik merinding.
"Karena aku enggak suka ada yang bikin ribut atau membicarakan tentang aku." Lirih seseorang.
4 orang yang sedang duduk saling berhadap-hadapan terdiam dan saling melirik satu sama lain, kemudian perlahan melihat ke arah sumber suara yang ternyata dari pojok ruangan kelas mereka. Merekapun spontan berteriak histeris lalu berlarian keluar kelas ketika melihat seorang siswi dengan rambut tergerai dan setengahnya hampir menutupi muka pucatnya sedang berdiri dan menatap mereka dengan tajam.
To be continued......
Author : Terimakasih yang sudah mampir. Like dan komen kalian sangatlah berarti 🙏
Ariel melangkahkan kakinya masuk melewati gerbang tinggi nan gagah, dengan papan nama sekolah di bagian atasnya. SMA Ksatria Negara. Ini adalah hari pertamanya menginjakkan kaki di sekolah barunya. Tanpa adanya pendamping kedua orang tua.
Tidak seperti sebagian besar anak-anak yang sekarang diantar oleh orang tuanya. Ariel anak tunggal dan kedua orang tuanya adalah pekerja kantoran yang lumayan sibuk. Kalau bukan acara sekolah per tiga bulan sekali yaitu pembagian rapor, jangan harap ada yang bisa bertemu orang tua Ariel.
Sekolah ini akan jadi tempat yang setiap hari, kecuali hari minggu kalau tidak ada kegiatan, akan Ariel datangi. Selama 3 tahun mengarungi hari di SMP, sekarang kehidupan barunya di jenjang sekolah yang lebih tinggi dimulai.
Sekolah ini merupakan salah satu sekolah yang cukup popular di daerah sekitaran tempat tinggalnya. Orang tuanya memang sengaja menyekolahkannya di sekolah yang tidak terlalu jauh dari rumah, hanya 20 menit dengan menaiki angkutan umum atau 10 menit menggunakan sepeda motor, tapi kalau macet, estimasi waktu tadi bisa dilupakan saja.
Berjalan semakin dalam, Ariel menatap bangunan 3 lantai dan separuh 4 lantai (hanya di bagian sebelah kiri dari tempat Ariel berdiri) di depannya berdiri tidak kalah kokoh dan angkuhnya dari gerbang utama.
Belum ada yang spesial. Samalah seperti bangunan sekolah pada umumnya. Lapangan luas di tengah bangunan berikut tiang bendera yang akan jadi tempat melaksanakan rutinitas upacara setiap hari senin atau hari peringatan lainnya dan juga untuk aktivitas olahraga, karena di beberapa bagian sudah ada tanda pembagian lapangan untuk basket maupun bola voli dan juga badminton.
Pot-pot bunga berjejer rapih di pinggiran koridor dan beberapa digantung dipinggiran atap. Ada papan mading besar berbingkai dan berpenutup kaca di salah satu tembok di area semacam lobi. Dan juga banyak lorong-lorong yang belum Ariel tahu menuju kemana.
Ariel pun berjalan menuju lapangan yang sudah berkumpul banyak anak berseragam putih abu-abu yang terlihat masih putih dan bersih, yang akan bernasib sama dengannya mengikuti masa orientasi sekolah. Untungnya sekolah yang ia pilih berbeda dari kebanyakan sekolah pada waktu hari pertama, yaitu anak baru sudah diperbolehkan mengenakan seragam putih abu-abu, bukan menggunakan seragam sekolah mereka sebelumnya, putih biru.
Terlihat beberapa senior dengan tanda pengenal khusus sibuk mengatur barisan. Ada juga beberapa guru yang dari jauh mengawasi. Ariel mengedarkan pandangan dari tempatnya berbaris. Lagi-lagi belum ada yang spesial dan menarik hatinya, apalagi orang yang mungkin ia kenal di sekolah ini.
Ariel memang lebih memilih terpisah dari teman-teman SMPnya dulu yang lebih banyak memilih melanjutkan sekolah ke SMK karena mereka ingin langsung mendapatkan pekerjaan setelah lulus sekolah. Ariel ingin kuliah makanya ia lebih memilih masuk ke SMA biarpun katanya anak SMK pun bisa kuliah. Tapi ya yoweslah, here she is (disinilah dia).
Matanya terpaku ke seorang cowok yang berbaris di sebelah kiri tidak jauh dari tempatnya, hanya berbeda 2 barisan. Wajahnya tampan sih, tapi yang lebih menarik perhatian Ariel, cowok itu terlihat cool sekali hanya dengan melihat caranya berdiri dengan tas punggung hitam bermerek yang Ariel yakini berasal dari luar negeri, sambil memandang ke sekitarnya.
Tiba-tiba, mata mereka pun bertemu selama beberapa detik karena Ariel langsung memalingkan matanya ke arah lain dan berusaha untuk bersikap senormal mungkin. Beberapa detik kemudian Ariel kembali melirik ke arah cowok tadi dan melihat ia tersenyum sambil menatap lurus ke depan. Ariel pun mengikuti pandangannya dan tidak melihat sesuatu yang mungkin bisa membuat tersenyum. Lagi-lagi Ariel menoleh ke arahnya dan..
Oh God! (Ya ampun)
Cowok itu ternyata sedang melihat kearahnya dan tersenyum. Ariel lagi-lagi memalingkan muka tapi jujur ia tidak bisa menutupi rasa malunya.
Damn! (Sial!) Pasti dia mikir macam-macam nih tentang aku.
Dan mulai saat itu mata Ariel tidak pernah lagi jelalatan ke siapapun dan dimanapun.
Saking sibuknya karena harus mengikuti kegiatan MOS di hari pertama ini, Ariel jadi agak melupakan kejadian memalukan tadi dan ia juga sudah tidak melihat cowok itu dimanapun. Mungkin kelompoknya terpisah jauh dari kelompok Ariel. Atau mungkin karena salah satu alasan ini juga.
Di depan Ariel sedang berdiri salah satu kakak mentor cowok yang bisa mengalihkan perhatiannya. Menurut nama di name-tag nya, ia adalah Alex Zafran, Sang Ketua Osis. Oh my God, he's so awesome. So cute. Rada tinggi, rada berkulit eksotis, wajahnya rada blasteran, body rada atletis, rambut rada spike, hidung rada mancung dan senyumannya manis banget tidak pakai rada lagi. Ariel yakin semua anak baru cewek pada kesemsem sama kakak yang satu ini.
To be continued....
...Ariel Qiandra...
...Juna Harland...
...DEWA...
...DIRGA...
...Samantha Harland...
...LOUISE...
Dan hari-hari berikutnya pun kegantengan si Alex masih tetap membuat semangat hari-hari Ariel di sekolah barunya. Biarpun dari awal Ariel sadar diri kalau ia pasti tidak bisa dekat-dekat sama Alex, karena pasti cowok setampan ia sudah punya pacar.
Dan benar saja, beberapa kali Ariel tidak sengaja melihatnya berjalan di koridor dan kali ini waktu ia menuju tempat parkir, bergandengan tangan dengan seorang cewek yang sepadanlah untuk berjalan di sampingnya. Ariel pun menghela nafas.
"Patah hati nih ceritanya."
Ariel menoleh ke arah suara yang berasal dari belakangnya lalu mendengus sinis. "Siapa yang patah hati? Sok tahu kamu."
Si pemilik suara adalah Sissy, teman sekelompoknya di MOS, yang sekarang sudah berdiri di sampingnya.
"Namanya Sofia, dia anak dua belas Ipa 2 dan memang dari kelas sepuluh, dia pacaran sama Alex. Jadi kemungkinan kamu bisa mendapatkan Alex nol besar." Jelasnya panjang lebar.
"Mungkin aku cuma terpesona, sama kaya cewek-cewek lain." Tiba-tiba. “Aduh!” Ariel terkejut waktu ada yang entah disengaja atau tidak, menabraknya dari belakang.
"Sorry, sorry, aku enggak lihat. Maaf ya.”
Gila, hari masih terang benderang gini aku enggak keliatan?! Dan koridor ini juga masih lebar **k**ali! Sungut Ariel keki dalam hati sambil memperhatikan cowok yang menabraknya. Tapi tunggu deh, kayanya aku familiar sama ini cowok, siapa ya?
"Hey, sekali lagi aku minta maaf ya." Cowok itu pun kembali meminta maaf lalu pergi tanpa menunggu reaksi Ariel. Kelihatan banget kalau ia lagi terburu-buru dan Ariel akhirnya tahu alasannya apa. Serombongan cewek-cewek berlarian di belakangnya.
"Ya ampun, dia ganteng banget!" Seru Sissy di sebelahnya. Kedua tangannya ada di kedua sisi pipinya dan matanya pun berbinar. Khas orang yang sedang terpesona dengan sesuatu.
"Cowok kaya gitu kamu bilang ganteng?"
Ariel masih kelihatan kesal. Merekapun kembali menyusuri koridor yang masih tampak ramai.
"Memang kamu enggak tahu siapa cowok tadi, Riel?" Sissy menatap Ariel dengan bingung.
Dahi Ariel berkerut. Memang harus ya aku tahu siapa dia?
"Beneran kamu enggak tahu?" Ariel menggeleng dan Sissy menepuk jidatnya sendiri. "Ariel, Ariel, di rumah kamu memang enggak ada TV? Emang kamu enggak pernah nonton infotainment sampai-sampai kamu enggak tahu siapa cowok tadi?”
"Enggak usah berbelit-belit deh, memangnya dia itu siapa?"
Sissy menggelengkan kepalanya. Ada rasa tidak percaya di mukanya dengan kenyataan yang ia dapat.
"Juna Harland?" Dahi Ariel kembali berkerut. “Never heard?" (Enggak pernah dengar?)
Ariel mengangkat kedua bahunya lalu menggeleng. Sissy pun menghela nafas panjang.
"Dia anak salah satu pengusaha terkaya di Indonesia, Riel. Dia suka masuk infotainment karena gosipnya dia lagi dekat sama seorang artis. Terus karena tahu dia itu tajir, dia jadi rebutan cewek-cewek deh."
Mulut Ariel membentuk huruf O lalu tampak tidak peduli. Sissy pun kembali menghela nafas.
Terus aku peduli gitu, dia itu siapa. Toh yang tajirkan bapaknya, bukan dia. Ariel pun tersenyum sinis.
Omongan Sissy tentang cowok yang bernama Juna Harland terbukti. Keesokan harinya Ariel melihat dengan matanya sendiri, bukan pakai mata orang lain, kalau si Juna lagi terlihat sibuk dikerubutin cewek-cewek angkatannya di taman dekat lapangan.
Norak banget sih? Biasa saja kali, makinya.
Ariel pun dengan tenang-biarpun muka masih terlihat keki-berjalan menuju kelasnya di lantai 3. Anak kelas sepuluh seperti dirinya memang harus membiasakan diri setiap pagi menaiki tangga demi tangga. Tahun berikutnya, ia pun akan turun level ke lantai dua, karena memang lantai dua dikuasai oleh anak kelas sebelas. Dan tahun terakhir, Ariel tidak perlu repot lagi setiap hari fitnes gratis, karena kelasnya akan ada di level paling bawah, lantai dasar.
Ariel sengaja datang agak pagi karena ia mau bebas memilih tempat duduk di kelas barunya. Dan benar saja, waktu masuk ke dalam kelas, hanya ada beberapa anak yang sudah duduk di tempatnya masing-masing. Tapi ada hal yang buat Ariel lemas tak berdaya. Ternyata tempat duduknya sudah diatur. Ia tahu dari teman sekelasnya yang menyuruhnya mencari nama di setiap meja. Jadi ia enggak bisa bebas memilih dengan siapa ia duduk.
Ariel pasrah. Ia menemukan namanya di meja kedua dari depan di bagian pojok sebelah kanan. Ia menaruh tasnya lalu berharap kalau teman sebangkunya bakal menyenangkan tanpa menyadari nama yang tertera di meja sampingnya.
Sampai bel masuk bersiul nyaring, Ariel masih belum tahu siapa partner duduknya. Dan hanya tinggal bangku di sampingnya saja yang masih kosong tak bertuan, jadi ia makin cemas, karena takutnya ia duduk sendirian. Oh no, kalau sampai kejadian.
Seorang guru wanita berjilbab dengan anggunnya masuk ke dalam kelas. Setelah memperkenalkan diri, Ibu Sarah, mengajar mata pelajaran Matematika dan merangkap menjadi wali kelas sepuluh 3, yaitu kelasnya Ariel, langsung menjelaskan alasan tempat duduk mereka diatur agar mereka bisa saling kenal dan peraturan ini berlaku selama 1 semester.
5 menit kemudian, seseorang mengetuk pintu dan seluruh penghuni kelas berpaling ke arah pintu dan melihat seorang cowok masuk. Juna Harland. Ariel bisa melihat tatapan kesenangan dari murid cewek-cewek di kelasnya.
Ariel panik. Jangan-jangan cowok itu adalah partner duduknya? Setelah menyapa wali kelasnya dan memberitahu alasan kenapa ia terlambat, kepanikan Ariel terjawab. Cowok yang bernama Juna itu berjalan ke arahnya setelah wali kelasnya menunjukkan dimana ia harus duduk.
"Sorry, pasti itu meja aku ya?" Tanya Juna ke Ariel.
Ariel menghela nafas. Pasrah. Ariel lalu bangun dari duduknya untuk memberi Juna jalan lalu duduk di bangkunya, samping Ariel. Ariel kembali duduk.
Kayanya ini bakal jadi semester yang terberat di hidup aku.
"Jadi kamu duduk sama Juna?" Tanya Sissy takjub dan juga jealous (iri) enggak terkira waktu mereka di kantin saat jam istirahat.
Ariel hanya membalasnya dengan anggukan lemas sambil ogah-ogahan meminum jus jeruknya. "Ini bakal jadi semester terberat aku."
"Maksud kamu?"
"Ya kamu bayangin saja, belum ada beberapa menit dia duduk, dia sudah rese gangguin aku. Entah minjam pulpenlah, entah duduknya yang enggak bisa diam. Rada sok akrab gitu. Aduh Sissy, kenapa nasib aku jelek banget ya?" Ariel menelungkupkan kepalanya di meja kantin.
Sissy tertawa. "Nikmati saja, Riel, karena aku yakin, cewek-cewek di sini pada iri sama kamu. Aku saja mau banget bisa sekelas sama dia apalagi bisa duduk di sebelahnya."
Ariel lagi-lagi hanya bisa pasrah menghela nafas.
To be continued.....
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!