NovelToon NovelToon

My Beloved Uncle ( Baskerville #1)

1. Pengkhianatan

Tokyo

Hari itu langit kota Tokyo begitu kelabu dan rintik-rintik hujan mulai turun. Payung yang beraneka warna mulai menghiasi jalanan kota Tokyo. Seorang gadis tengah berlari sambil memegangi payung warna merahnya. Berkali-kali ia melihat jam tangannya, menuruni dua anak tangga sekaligus menuju stasiun kereta bawah tanah.''Tungguuuu!''teriaknya ketika pintu kereta api akan tertutup secara otomatis.

Gadis itu mendesah lega ketika ia berhasil masuk disaat-saat terakhir dan mengambil tempat duduk. Di dalam kereta tidak begitu banyak penumpang. Ia duduk disamping seorang nenek yang sedang tertidur. Gadis itu bernama Miya keturunan Jepang-Inggris berumur 18 tahun. Ia baru saja lulus SMU. Hari ini ia berencana menonton film bersama seorang temannya yang sedang berkunjung ke Tokyo.

Awalnya Miya berencana untuk menonton bersama dengan kekasihnya Ryusuke, tapi kekasihnya itu tidak bisa ikut menonton bersamanya. Alasannya kekasihnya itu sedang tidak enak badan. Miya pun menghubungi temannya yang berasal dari Indonesia yang sedang berkunjung ke Tokyo untuk urusan pekerjaannya. Dia teman yang sangat baik. Ia datang untuk mengajar bahasa Jerman untuk SMU dan mahasiswa Jepang selama dua bulan. Namanya Dessy Ismaria usianya lebih tua sepuluh tahun dari Miya. Kadang-kadang Miya belajar bahasa Jerman darinya.

Kereta berhenti di stasiun berikutnya, Miya pun turun. Di luar masih turun hujan meskipun tidak besar. Miya tersenyum ketika ia melihat temannya sedang menunggu di depan gedung bioskop.''Selamat siang!" sapa Miya.

''Siang!''sapanya dengan senyuman ramahnya.

''Maaf sudah membuatmu menunggu."

''Tidak apa-apa. Aku baru saja datang,''jawab Dessy.

''Ayo kita masuk! ''

Mereka berdua mengantri tiket dalam antrian yang cukup panjang.

''Miya, selamat atas kelulusanmu ya!''

''Terima kasih. Bagaimana pekerjaanmu di sini? Apa semuanya berjalan lancar?''

''Semuanya berjalan lancar , walaupun aku mengalami kesulitan dalam mengajar murid-murid disini karena sebagian besar dari mereka tidak mengerti bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar yang aku gunakan. Tapi mereka sangat antusias belajar bahasa Jerman dariku''.

''Itu permulaan yang sangat bagus. Aku senang bisa belajar bahasa Jerman darimu''. Miya tersenyum kepada temannya sekaligus memberikannya semangat.

Dua jam telah berlalu, film telah selesai diputar, mereka keluar dari gedung bioskop. Miya merasa perutnya sudah lapar dan mereka berdua pergi kesebuah restoran yang tidak jauh dari gedung bioskop.''Miya, nanti kamu akan kuliah di mana?''tanya Dessy setelah memesan makanan.

''Aku akan kuliah di Amerika. Sebenarnya aku ingin kuliah di Jepang saja bersama dengan teman-temanku yang lainnya, tapi ayah dan ibuku menyarankan aku kuliah di Amerika. Aku tidak tahu kenapa mereka bersikeras memasukkan aku ke salah satu universitas di sana."

''Mungkin mereka menginginkan yang terbaik untukmu. Biasanya setiap orang tua selalu seperti itu ingin selalu yang terbaik untuk anaknya. Kapan kamu akan pergi ke sana?''

''Minggu depan."

''Wah cepat sekali."

''Iya . Sebelumnya saya akan pergi dulu ke Los Angeles untuk menemui salah satu kerabat ibuku yang sedang sakit. Tapi....''

''Tapi kenapa? Apa ada masalah?''

''Aku sedih jika harus meninggalkan kekasihku di sini."

''Jadi itu masalahnya. Kalian kan bisa saling mengirim pesan atau menelpon atau chatting dengannya."

''Aku tahu itu dan aku pasti akan sangat merindukannya."

''Atau kamu takut , jika kekasihmu selingkuh dengan wanita lain selama kamu pergi."

''Itu juga salah satunya, tapi aku percaya Ryusuke tidak akan melakukan itu. Dia adalah pria yang baik."

''Di Amerika kamu tinggal dengan siapa?"

''Aku akan tinggal bersama salah satu kerabat keluargaku di sana, meskipun aku tidak mengenalnya dan sama sekali belum pernah bertemu dengannya. Kau tahu, anggota keluargaku itu sangat banyak terutama dari pihak ibu, bahkan keluarga ibuku sampai membuat daftar anggota keluarganya dalam satu buku yang sangat tebal seperti kamus. Tiap hari ibu menyuruhku untuk menghafalnya, tapi tetap saja aku tidak bisa menghafalnya, selain namanya yang sulit diingat, kami juga tidak pernah bertemu."

''Kamu memiliki keluarga yang menarik."

''Menurutku tidak. Keluargaku tidak menarik."Ia melahap makanan yang ada di depannya sampai habis. Dessy hanya tersenyum.

Miya sangat menyukai Dessy. Baginya, Dessy adalah teman yang sangat mengasyikan untuk diajak berbicara dan membuatnya merasa nyaman. Setelah mereka berbicara panjang lebar Miya mulai mengantuk dan berkali-kali ia menguap. Ia melihat jam tangannya yang sudah menunjukkan jam 8 malam. ''Sebaiknya aku segera pulang. Ini sudah malam dan aku sudah mengantuk."

''Aku juga harus pulang . Besok pagi aku akan mengajar les tambahan pada murid-muridku." Setelah Miya menghabiskan minumannya yang tersisa, mereka berdua keluar dari restoran dan pisah jalan.''Aku lewat jalan sini. Sampai jumpa lagi! Dan selamat malam ! Terima kasih sudah mau menemaniku hari ini,''kata Miya dengan senyuman tulus dan Dessy membalas senyumannya.

''Sampai jumpa lagi!Bye!"

Miya berjalan sendirian malam itu. Kota Tokyo di malam hari terlihat begitu gemerlap. Jalanan basah dan banyak genangan air dimana-mana. Tanpa sengaja kaki Miya masuk ke genangan air .''Sial!''rutuknya. Sepatunya yang basah membuat tubuhnya mulai kedinginan. Ia memutuskan untuk mengganti sepatunya di apartemen kekasihnya yang terletak tidak jauh dari sini, karena ia teringat pernah menyimpan salah sepatunya di sana. Setelah menyebrangi jembatan penyebrangan, apartemen Ryusuke sudah terlihat.''Apa dia sudah tidur ya?''tanyanya dalam hati.

Miya mengobrak-abrik tasnya dan akhirnya ia menemukan kunci apartemen kekasihnya. Apartemennya gelap dan sangat sunyi dan Miya berpikir Ryusuke sudah tidur. Ia berjalan dengan sangat hati-hati takut membangunkannya. Miya melihat cahaya dari dalam kamarnya dan samar-samar ia mendengar sesuatu seperti suara desahan , karena penasaran ia pun mendekati kamarnya perlahan-lahan. Pintu kamar sedikit terbuka dan Miya begitu terkejut ketika dilihatnya Ryusuke sedang bercinta dengan wanita lain. Ia sedih sekaligus marah.

Miya merasa di bohongi dan dikhianati oleh kekasihnya. Ia sama sekali tidak menyangka kalau Ryusuke akan tega melakukan ini kepadanya. Padahal ia mencintainya dan selalu memberikan apa pun yang dia mau dan selalu menuruti apa yang dia katakan dan diinginkannya. Sekarang ia sudah melihat dengan jelas bukti pengkhianatannya.

Miya tidak dapat menahan kesedihannya dan ia pun mulai menangis dalam diam. Ia merasakan sakit di dadanya seolah-olah ada ribuan jarum menusuknya. Ia marah dan benci dan merasa jijik apa yang dilihatnya sekarang. Miya mendorong pintu dengan keras membuat Ryusuke dan selingkuhannya terkejut. Sinar matanya penuh kebencian memandang ke arah dua sejoli yang sedang bercinta. Nafasnya memburu karena amarah. ''Miya...''kata Ryusuke dengan wajah terkejut.

Perlahan-lahan Miya mendekati Ryuusuke dan menampar wajahnya dengan penuh kemarahan dan ia juga memandang benci ke arah wanita selingkuhan kekasihnya. Air mata kembali membasahi wajahnya.''KAU PENGKHIANAT! '' teriaknya sambil memukul-mukul dada Ryusuke dengan bantal. ''Aku tidak percaya kamu akan melakukan semua ini padaku. Aku kira kau mencintaiku, tapi ternyata tidak. Sekarang aku mengerti kenapa kamu tidak mau ikut nonton bersamaku tadi, rupanya kamu sudah ada janji dengan wanita ini untuk bercinta di sini,''katanya dengan penuh kemarahan.

Nafasnya tersengal-sengal dan tubuhnya gemetar, lalu Miya keluar dari kamar sambil menangis. ''Miya, tunggu!''panggil Ryusuke.''Kau harus mendengar penjelasanku dulu''. Miya tidak memperdulikannya dan tetap pergi, tapi tangan besarnya berhasil meraih lengannya.''Jangan pergi dulu.Kumohon!Biarkan aku menjelaskan semuanya padamu,''pintanya.

Miya menatap penuh amarah pada Ryusuke dan pria itu dapat melihat sinar kebencian di mata gadis itu.''Tidak ada yang perlu kau jelaskan lagi, semuanya sudah jelas. Mulai sekarang kita putus. Kamu boleh melakukan apa pun dengan wanita itu, sekarang lepaskan tanganku!''. Mereka berdua diam sesaat, akhirnya Ryuusuke melepaskan lengannya. Miya membanting pintu dengan keras.

''Sial!'' teriak Ryusuke. Ia menghempaskan dirinya di sofa, sama sekali tidak menyangka kalau Miya akan memergokinya sedang bercinta dengan wanita lain.''Ryusuke ,kau bodoh.... bodoh....bodoh,"katanya sambil memukuli kepalanya. Ia sudah begitu ceroboh membiarkan Miya melihat semuanya.

Sesampainya di rumah, Miya langsung masuk ke kamarnya dan mengurung diri di sana. Ia menangis dengan wajah di tutupi bantal.''Ryusuke, kau pengkhianat,''katanya disela-sela isak tangisnya. Malam itu Miya menghabiskan malam dengan menangis.

Pagi harinya ketika ia bangun , matanya terlihat sembab dan ia tidak berani turun. Pasti orang tuanya akan menanyakan kenapa matanya sembab. Miya lebih memilih untuk berdiam diri di kamarnya. Ia ingin melupakan kekasihnya yang selama ini sudah mengisi hatinya sejak 2 tahun yang lalu, kemudian ia teringat kembali akan kenangan manis yang di laluinya bersama Ryusuke, tapi sejak malam itu kehidupan cintanya telah hancur.

Miya merasa sakit hati dengan pengkhianatan yang dilakukan kekasihnya. Ia pun bertekad akan menutup pintu hatinya untuk pria lain dan akan melupakan Ryusuke untuk selamanya, membuangnya jauh-jauh dari hatinya.

Miya menerima keputusan orang tuanya untuk menguliahkannya di Amerika dan dengan begitu ia bisa pergi jauh dari Jepang juga jauh dari Ryusuke. Ia akan memulai lembaran hidup baru di sana. Ia berharap kepergiaannya ke Amerika akan dapat melupakan Ryusuke selamanya.

Hari keberangkatan ke Amerika pun tiba. Miya telah rapi berpakaian ketika ibunya masuk ke kamarnya.''Pagi, Miya?''

''Pagi, ibu!''

''Kau sudah siap untuk pergi?''

Miya tersenyum tipis. "Aku sudah siap."

Tiba-tiba ibunya memeluknya dengan erat.''Ibu dan ayah pasti akan sangat merindukanmu''. Lalu ditatapnya mata putrinya dengan lembut. ''Kamu pasti akan senang tinggal di sana. Salah satu kerabat ibu di sana yang akan menjagamu selama kau tinggal di sana. Ibu sudah memberitahunya tentang kedatanganmu . Jangan cemas, semuanya akan baik-baik saja. Kamu bisa menghubungi kami kapan saja."

''Baik bu. Aku akan menjaga diriku dengan baik." Sesosok mungil muncul dari arah pintu. Miya tersenyum ketika melihat adik kecilnya datang, lalu berjongkok dan mengusap-usap kepalanya.'' Selama kakak pergi, kamu jangan nakal ya."

''Jadi kak Miya akan pergi jauh ya?''

''Iya, tapi kakak tidak akan pergi lama. Kakak pasti kembali dan bermain lagi dengan Hiro."Hiroshi adalah satu-satunya adik Miya yang masih berusia enam tahun dan Miya sangat menyayangi adiknya itu.

''Kakak janji?''tanyanya sambil mengulurkan jari kelingkingnya.

''Kakak janji."Mereka berdua saling mengaitkan jari kelingking. Hiroshi memeluk Miya dan menangis di bahunya.

''Sebaiknya kamu cepat pergi, nanti kamu akan ketinggalan pesawat."

Miya berdiri sambil membawa kopernya. Sebelum menutup pintu kamarnya, ia memandang kamarnya sesaat. Ia akan merindukan kamarnya batinnya. Sebuah mobil telah siap di depan rumah . ''Ayah, ibu aku pergi dulu ya."

Ayahnya memeluk Miya. ''Hati-hati di jalan! Setibanya di sana, kamu harus segera menghubungi kami."

''Baik." Miya masuk ke dalam mobil kemudian melaju meninggalkan rumahnya yang bergaya tradisional Jepang. Di dalam Mobil, Miya mengeluarkan ponselnya dan menelepon temannya yang bernama Dessy. Miya mengatakan kepadanya kalau hari ini ia akan pergi ke Amerika dan ia juga mengatakan kepadanya kalau ia telah putus dengan Ryusuke satu minggu yang lalu. Setelah berpamitan Miya menutup ponselnya. Ia menatap ke arah luar jendela dengan mata yang sudah memerah.''Selamat tinggal Ryusuke!''gumamnya.

Sementara itu Dessy yang kesal segera mendatangi apartemen Ryusuke. Ia tidak menyangka temannya itu akan tega menyakiti hati sahabatnya, Miya. Dessy mengenal Ryusuke sejak satu tahun yang lalu diperkenalkan oleh Miya di Kupang . Ketika itu Miya sedang berlibur ke Indonesia bersama Ryusuke dan disanalah Miya memperkenalkan kekasihnya. Dessy yang sudah dikuasai oleh amarah menggedor-gedor pintu apartemen Ryusuke. Pintu apartemen terbuka dan muncullah Ryusuke di ambang pintu masih dalam keadaan mengantuk.''Siapa?''

''Halo Ryusuke!''sapa Dessy dengan kesal.

''Bukankah kamu Dessy? Sejak kapan kamu berada di sini?''

Tanpa basa-basi lagi Dessy langsung mendorong Ryusuke ke dalam dan mencengkeram kausnya.''Pria kurang ajar."

''Hei, tunggu! Ada apa denganmu? Kenapa tiba-tiba kamu marah padaku?''

''Dasar pria tidak punya perasaan,''teriak Dessy, lalu menampar wajahnya.''Berani sekali kau mengkhianati Miya. Miya sudah menceritakannya padaku tadi pagi sebelum pergi ke Amerika."

''Amerika?''tanya Ryusuke terkejut.

''Apa kamu tidak tahu. Hari ini Miya pergi ke Amerika?''

''Benarkah? Miya tidak mengatakan apa pun soal kepergiannya ke Amerika hari ini."

''Mungkin dia tidak ingin memberitahumu. Kamu memang pria kurang ajar." Dessy kembali memukuli Ryusuke dengan tangannya dan juga bantal kursi tanpa ampun.

''Kau harus minta maaf kepadanya sebelum pesawatnya pergi mungkin masih terkejar kalau kamu pergi sekarang." Tanpa buang waktu lagi Ryusuke segera berpakaian dan pergi ke bandara dengan Dessy. Ryusuke dengan wajah panik mencari-cari Miya dan ia melihatnya ketika sedang mengantri pemeriksaan tiket. ''Miyaaa...''teriaknya.

Miya menoleh, lalu dia membuang wajahnya. Ia sudah merasa kesal dan jijik melihat wajahnya. Ryusuke menarik Miya dari antrian.''Apa sih maumu? Lepaskan tanganmu!''

''Aku mohon maafkan aku. Aku mengaku salah. Waktu itu aku khilaf."

Miya memejamkan matanya, lalu menghembuskan nafas panjang. ''Aku memaafkanmu." Wajah Ryusuke berbinar senang. ''Tapi...''

''Tapi apa Miya?''

''Mulai sekarang di antara kita sudah tidak ada hubungan apa-apa lagi. Cintaku untukmu semuanya sudah sirna, jadi kamu jangan menganggu hidupku lagi. Mengerti! Sekarang pergilah!''

Miya kemudian pergi setelah mengucapkan selamat tinggal sekali lagi pada temannya Dessy. Ryusuke terlihat sangat kecewa. Dessy melihat pemuda itu duduk dengan kepala tertunduk lemas. ''Kamu harus menerima semua ini karena ini gara-gara kesalahanmu sendiri. Miya mencintaimu, tapi kamu malah mengkhianatinya dengan wanita lain." Dessy pun pergi meninggalkan Ryusuke sendirian [ ].

2. Pertemuan

Los Angeles

Hujan deras mengguyur kota Los Angeles. Seorang pria duduk disebuah sofa yang berada disebuah bar ternama di kota itu. Suara alunan musik terdengar sangat merdu. Suasana bar itu terlihat sepi . Lampu-lampu temaram menghiasi bar itu. Pria itu memandangi cairan merah yang ada ditangannya.Tatapannya sangat kelam sekelam beludu . Perlahan-lahan ia menyesap minuman itu. Brendi yang diminumnya adalah brendi termahal yang ia pesan, tapi minuman itu tidak juga meredakan keresahan hatinya. Tidak lama kemudian teman kencannya datang . Pria itu menyuruh sang gadis untuk duduk disampingnya, lalu merangkul bahunya.

''Kau lama sekali, sayang,''katanya dengan suara serak lembut yang menggoda. Teman kencannya yang baru dikencaninya dua minggu yang lalu adalah wanita yang cantik dan bertubuh molek. Kulitnya sangat halus dan tubuhnya sangat harum terlebih lagi wanita itu memiliki tubuh yang sangat seksi. Pria itu tersenyum memikirkan untuk mengajaknya bermalam di hotel. Wanita itu mengelus wajah pria itu, lalu tersenyum dengan manis.''Maaf tadi ada sedikit kemacetan di jalan. Kau tidak marah kan, sayang?''

''Tidak. Aku tidak marah. Hanya tadi aku merasa bosan disini karena menunggumu."

Pria itu kemudian menciumnya dengan penuh gairah yang di balas sama bergairahnya oleh teman kencannya. ''Malam ini kau sangat cantik. Aku ingin kau menemaniku malam ini."

Wanita itu tersenyum.

Mereka berdua akhirnya keluar dari bar menuju hotel . Di kamar hotel pria itu langsung duduk. ''Ada apa Fabian? Malam ini kau tidak seperti biasanya?''

''Tidak ada apa-apa . Aku hanya lelah saja. Akhir-akhir ini pekerjaanku di kantor sangat banyak."

''Kau yakin tidak apa-apa?''tanya wanita itu memastikan. Ada sedikit rasa cemas di matanya.

''Aku yakin. Jangan cemas! Aku mau ke kamar mandi dulu."

Wanita itu tersenyum sedang menikmati nasib baiknya dengan mengencani seorang pengusaha tampan yang banyak dincar oleh wanita, tapi sayang belum ada seorang wanita pun yang dapat meluluhkan hatinya setelah kematian istrinya. Sejak saat itu Fabian tidak pernah membuka hatinya kepada wanita lain dan saat ini para wartawan selalu memburunya ingin mengetahui kehidupan pribadinya yang penuh dengan gosip.

Tangan wanita itu mengusap-usap dada Fabian dan berbisik di bibirnya. ''Aku akan membuatmu melupakan segalanya malam ini." Wanita itu kemudian mengecupnya. Setelah percintaannya yang panas dengan teman kencannya, Fabian memutuskan pulang lebih dulu.

Angin malam yang dingin bertiup menerpa dirinya. Matanya terlihat kelam dan wajahnya nampak muram seperti suasana hatinya saat ini. Selama ini ia selalu merasa tidak nyaman akan hidup yang dijalaninya. Fabian merasa tidak puas dengan kehidupannya sekarang. Baginya hidupnya terasa membosankan meskipun ia memiliki segalanya dalam hidupnya. Uang, kekuasaan dan wanita. Ia dapat dengan mudah mendapatkan sesuatu yang dinginkannya, tapi di sudut ruang hatinya terasa kosong dan hampa. Tidak ada rasa hangat yang menyelimuti jiwanya.

Fabian masuk ke dalam mobilnya. Selama perjalanan ia terus memikirkan hidupnya yang terasa membosankan. Hidupnya hanya ada hitam dan putih tidak berwarna sama sekali. Hari sudah menjelang tengah malam, ketika ia memasuki pusat perkotaan yang masih terlihat sangat ramai. Ia melihat sebuah bar yang masih ramai dan ia memarkirkan mobilnya di pinggir jalan, lalu masuk ke bar itu. Setelah puas minum, ia memutuskan pulang dengan menggunakan taxi, karena ia tidak bisa mengemudi saat dirinya telah banyak minuman beralkohol.

Ia berjalan beberapa meter dari bar untuk mendapatkan taxi untuknya dan pada saat itu ia melihat ada beberapa pria yang sedang menganggu seorang gadis disebuah jalanan yang sangat sepi. Gadis itu terlihat sangat ketakutan dan berusaha untuk merebut tasnya, bahkan salah satu dari mereka memukulnya dengan keras sampai wanita itu terjatuh. Rasa kemanusiaannya mendorong Fabian untuk segera menolong gadis itu meskipun ia benci wanita, tapi ia tidak suka ada seseorang yang menyakiti wanita.

Tanpa ragu-ragu lagi Fabian menghajar keempat pemuda itu dengan membabi buta dan tanpa ampun. Gadis itu melihat dengan mata ketakutan dan wajahnya basah oleh air mata. Keempat pemuda itu telah babak belur dan memilih untuk lari. Fabian membalikkan badan dan melihat gadis itu duduk merapat ke dinding sambil memeluk kedua lututnya.

Tubuhnya gemetar dan penampilan wanita itu nampak berantakan. ''Kau tidak apa-apa?'' tanya Fabian dan berusaha menyentuh bahu gadis itu yang gemetaran, tapi tangannya langsung ditepis olehnya yang masih ketakutan.''Jangan takut! Aku bukan orang jahat,''ucapnya selembut mungkin tidak ingin membuatnya tambah takut lagi.

Gadis itu mendongkak. Sepasang mata berwarna aquamarine menatap Fabian dengan tatapan ketakutan. Bibirnya bergetar. ''Te...terima kasih." Fabian tersenyum menenangkan dan gadis itu tidak takut lagi. Ia itu tahu sekarang ia berada ditangan orang yang baik. Hatinya yang mengatakan itu. Tiba-tiba gadis itu pingsan membuat Fabian panik.''Hei...hei...sadarlah!''

Fabian menepuk-nepuk wajahnya.''Sial!''

Cepat-cepat Fabian mengendong wanita itu dan tidak lama kemudian ia mendapatkan taxi.

Di dalam Taxi Fabian terus memperhatikan wanita yang berada dalam pangkuannya. Ia menyingkirkan rambut dari wajahnya yang basah oleh air mata. Gadis mungil dan cantik. Jari-jarinya yang panjang menelusuri setiap lekuk wajah gadis itu. Kulitnya terasa halus di tangannya yang terasa dingin. Garis bibir Fabian yang lurus membentuk sebuah senyuman.

Gadis itu bangun keesokan paginya. Ia terkejut melihat seorang pria sedang memperhatikannya. Matanya membelalak lebar.''Si..siapa kau?''

''Apa kamu tidak ingat aku?''

Gadis itu berpikir sejenak dan menyadari kalau ia tidak berada di hotel tempat ia menginap. ''Sekarang aku ingat. Kamu adalah orang yang sudah menolongku kemarin malam. Di mana aku?"

''Di apartemenku. Kamu tiba-tiba pingsan di depanku dan aku tidak tahu dimana kau tinggal, jadi aku membawamu kemari. Syukurlah kamu baik-baik saja. Aku sempat mencemaskanmu."

''Jadi begitu." Gadis itu kemudian menyadari kalau ia sudah tidak memakai pakaiannya lagi. Ia memakai piyama yang kebesaran yang sudah dipastikan kalau piyama yang dipakainya adalah milik pria yang ada dihadapannya.

Wajahnya merona merah dan merasa malu. Secara refleks ia kembali menutupi dirinya dengan selimut. ''Di mana pakaianku? Kenapa kau melepas pakaianku?'' Gadis itu terlihat marah.

''Pakaianmu sangat kotor, jadi aku melepasnya."

''Kau melihatnya?''

Fabian tersenyum dan mengerti apa maksudnya. ''Sejujurnya iya. Aku melihat semuanya."

''Dasar pria mesum dan kurang ajar,'' teriak gadis itu sambil memukul dada Fabian, lalu pria itu menangkap tangannya.

''Aku terpaksa melihatnya. Ini bukan kemauanku. Aku tidak mungkin tidak melihatnya saat mengganti pakaianmu yang sudah sangat kotor , tapi aku tidak melakukan apa pun terhadap tubuhmu.''Gadis itu nampak lega.

''Sekarang dimana pakaianku?''

''Ada di meja. Sudah bersih."Gadis itu mengikuti arah pandangan pria itu ke arah meja.

''Aku mau mengganti pakaianku dulu." Gadis itu turun dari tempat tidur dengan perasaan gugup sekaligus malu dan entah kenapa jantungnya berdegup dengan kencang ketika pria itu terus menatapnya mengikuti setiap langkahnya menuju kamar mandi. ''Aku akan menyiapkan sarapan pagi untukmu,''kata Fabian, ketika gadis itu akan masuk ke kamar mandi.

Di dalam kamar mandi gadis itu dapat bernapas lega. Seakan tadi ia sulit untuk bernapas. Pria itu adalah pria tertampan dan mempesona yang pernah dilihatnya dengan tatapan mata birunya yang membuatnya merasa panas dingin.

Sementara gadis itu sedang menikmati sarapan paginya, Fabian berdiri di balkon apartemennya menikmati udara sejuk di pagi hari sambil memandangi pemandangan kota di pagi hari. Tiupan angin membuat rambutnya yang sudah disisir rapih terlihat kembali berantakan. Ia tersenyum dalam hati ada kesenangan tersendiri akan gadis itu.

Matanya yang bewarna aquamarine nampak begitu indah , mulutnya yang mungil , rambutnya yang hitam serta tubuhnya yang mungil dan ramping membuat gadis itu terlihat sangat cantik dan manis di matanya. Gadis itu juga terlihat lugu dan polos tidak seperti para kebanyakan wanita lainnya yang ia kenal. Fabian kembali masuk dan ia terperangah melihat gadis itu sudah ada berada di belakangnya.

''Aku sudah selesai sarapan pagi. Sekali lagi terima kasih sudah menolongku. Aku mau permisi pulang."

Fabian terdiam hanya memandanginya, membuat gadis itu kembali merasa gugup. Sorot mata pria itu begitu hangat dan mampu membelai sekujur tubuhnya membuatnya merasa tidak nyaman, tapi disisi lain gadis itu menyukainya dengan alasan yang tidak diketahuinya. ''Aku akan mengantarmu pulang. Tunggu sebentar.'' Fabian kembali dengan cepat setelah berpakaian dengan rapi. Sambil membawa kopernya. ''Dimana kamu tinggal?''

''Di hotel."

''Hotel?" Fabian mengernyitkan dahinya.

''Aku datang kesini untuk menengok salah satu kerabat ayahku yang sakit, jadi sekarang aku harus kembali ke New York. Aku akan kuliah disana,'' jelas gadis itu di tengah perjalanannya menuju tempat parkir."

''Jadi begitu,''ucap Fabian dengan suara datar.''Perasaanku mengatakan kalau kita akan bertemu lagi, karena aku juga akan kembali ke New York hari ini. Aku tinggal disana."

''Ini kebetulan sekali. Kita sama-sama akan pergi ke New York."

''Benar. Ini suatu kebetulan sekali. Kapan pesawatmu pergi?''

''Dua setengah jam lagi."

''Sayang sekali. Kita tidak bisa pergi kesana bersama-sama karena pesawatku berangkat satu setengah jam lagi."

Fabian tersenyum. Mereka berhenti di depan mobil pria itu. Keduanya saling bertatapan. Ditatapnya mata gadis itu dengan intens. Ia ingin menyentuhnya dan mencicipi manisnya bibir gadis itu serta memeluk kelembutan tubuh gadis itu yang terlihat sangat pas di tubuhnya.

Cepat-cepat dibuangnya pikirannya itu. ''Masuklah!'' Gadis itu menuruti perintahnya, lalu masuk ke dalam mobil. Setibanya di hotel gadis itu segera membereskan semua barang-barangnya di bantu oleh Fabian yang bersikeras ingin mengantarnya sampai bandara dan gadis itu tidak bisa menolaknya, karena ia sendiri membutuhkan bantuan seseorang untuk membereskan barang-barangnya yang masih berantakan di kamar hotel.

Gadis itu sejenak menatap Fabian yang tengah sibuk membantu memasukkan pakaian ke dalam koper. Ia tidak tahu harus mengartikan perasaan apa tentang pria yang ada dihadapannya. Apakah ia harus merasa beruntung telah bertemu dengannya? Ia adalah penolongnya dan pria itu terlihat sangat baik kepadanya sejauh ini. ''Sudah selesai. Semua pakaian sudah masuk ke dalam koper,''seru Fabian.

''Terima kasih. Kita pergi sekarang." Di bandara Fabian mengucapkan sampai jumpa lagi pada gadis itu. Sebelum pergi pria itu tiba-tiba memeluk gadis itu dan menghirup aroma tubuhnya, lalu keningnya dikecup dengan lembut. ''Aku pergi duluan. Bye!'' Fabian melangkah pergi dan sekali lagi melihat kebelakang. Gadis itu masih melihatnya dan ia tersenyum kepadanya. Fabian menyusupkan jari-jari tangannya ke rambutnya .''Sepertinya aku menyukai gadis itu,''gumamnya. Fabian tersentak sebentar. Ia lupa menannyakan nama gadis itu.''Sial!''

New York

Sebuah mobil limousine memasuki sebuah mansion besar, megah dan mewah. Castalia mansion itulah namanya. Beberapa pelayan telah berada di depan rumah bersiap menyambut kedatangan tuannya. Seorang pria keluar dari limousine.''Selamat datang tuan Fabian!'' sapa para pelayan. Sebelum masuk , ia melihat mansionnya yang terlihat sangat sepi seperti biasanya. ''Edgar, apa kamu sudah menyiapkan kamar untuk tamu kita nanti?''

''Sudah tuan. Kamarnya sudah siap , nona Adelina bahkan ikut membantu?''

''Adelina? Dia ada disini?''

''Benar tuan''.

''Dimana dia?''

''Ada di ruang keluarga''. Pria itu langsung menghambur ke ruang keluarga. Dia tersenyum ketika di lihatnya Adelina sedang menyulam sebuah selimut. ''Adelina,"sapanya dengan wajah senang.

''Fabian." Adelina berdiri dan langsung mencium pipi Fabian.''Bagaimana kabar kakakku tersayang ini?''tanya Adelina. Fabian memeluk Adelina adik perempuan kesayangannya.''Baik. Aku tidak tahu kamu akan datang kemari. Kapan kamu datang?''

''Kemarin sore .Aku sengaja tidak memberitahumu. Aku ingin memberi kejutan untukmu. Ada salam dari ayah dan ibu."

''Kalau begitu sampaikan salamku pada mereka." Fabian duduk di samping Adelina.''Bagaimana pekerjaanmu?''

''Semuanya lancar, meskipun ada sedikit masalah , tapi itu tidak masalah bagiku."

''Pasti kakakku tersayangku ini sudah merasa lelah setelah dinas keluar kota."Fabian mencubit hidung Adelina dengan gemas.

''Tadi aku memang lelah, tapi setelah melihatmu rasa lelahku hilang."

''Kakak ini." Mereka berdua pun tertawa. Adelina menyimpan sulamannya dan duduk menghadap Fabian. ''Ibu dan ayah senang ketika akhirnya kamu mengizinkan Miya tinggal di sini. Dengan begitu kau tidak akan kesepian lagi tinggal sendirian di mansion ini."

''Siapa bilang aku tinggal disini sendirian? Disini banyak para pelayan."

''Ah kakak ini."Adelina mencium parfum wanita di tubuh Fabian ketika ia berada begitu dekat dengannya.''Pasti kakak tadi bersama dengan seorang wanita."

''Dari mana kamu tahu?''

''Aku mencium parfum wanita dari tubuhmu. Apa wanita itu pacar kak Fabian?''

''Bukan , hanya kenalan saja. Bahkan aku tidak tahu siapa namanya."

''Ah kakak ini sampai kapan kakak mau sering mengencani para wanita. Sebaiknya kakak cepat menikah lagi pula usia kakak sudah tidak muda lagi." Ekspresi wajah Fabian terlihat sendu.

''Tidak adikku sayang. Kakak masih belum mau menikah lagi."

''Apa kakak masih memikirkan istri kakak yang dulu?''

''Iya."

''Ayolah kak Fabian! Lupakan kak Clarissa! Dia sudah meninggal empat tahun yang lalu."

''Tapi kenangannya masih membekasi di hatiku terutama kenangan yang sangat menyakitkan yang tidak ingin kakak ingat sama sekali."Sinar matanya terlihat redup penuh kesedihan. Sekali lihat saja Adelina tahu dan dapat merasakan kesedihan kakaknya . Kakaknya sudah lama menyimpan luka di masa lalu dan sepertinya luka itu masih belum sembuh.

Adelina menatap kakaknya, Fabian Aldrich Baskerville berusia 30 tahun yang merupakan pemilik Castalia mansion dan juga seorang CEO dari Baskerville industries yang bergerak dalam bisnis multinasional dan Internasional . Ia juga adalah kepala keluarga seluruh anggota keluarga Baskerville . Ia memiliki wajah aristrokat yang tampan dan hampir di gilai semua wanita. Wanita mana pun akan di buat jatuh cinta kepadanya dan bertekuk lutut di hadapannya. Fabian kakaknya sudah menjadi pria nomor satu incaran para wanita kelas tinggi untuk di jadikan suaminya. Meskipun kakaknya sering mengencani banyak wanita, tapi ia tidak pernah serius untuk menjalani hubungan ke tingkat yang lebih serius. Adelina mendesah. Sejak kematian istrinya Clarissa Baskerville, kakaknya telah menutup hatinya untuk wanita lain.

♪♪♪♪

Sore harinya Fabian dan Adelina tengah bersiap menyambut kedatangan Miya. Adelina sudah tidak sabar untuk segera bertemu dengannya. Baik Adelina dan Fabian , ini pertama kalinya mereka akan bertemu dengannya.''Menurut kakak seperti apa ya Miya itu? Pasti mirip dengan Sabrina."

''Mungkin saja,''jawabnya tidak perduli. Adelina melonjak berdiri ketika suara mobil terpakir di halaman depan rumah.''Itu pasti Miya. Ayo Fabian! Jangan pasang wajah dingin seperti itu . Tersenyumlah!''Dengan perasaan enggan Fabian berdiri dan menemui Miya di depan mansion. Miya muncul di depan pintu dengan memasang wajah tersenyum manis kepada Fabian dan Adelina.''Halo!''sapa Miya. Adelina langsung memeluk Miya.''Selamat datang Miya!"

''Anda pasti bibi Adelina?''

''Benar. Ternyata kamu gadis yang sangat cantik seperti dugaanku. Ayo kenalkan ini Fabian kakakku." Selama sesaat Miya memperhatikan pria tampan dan tinggi di hadapannya dan matanya terbelalak kaget dan hampir pingsan saat melihat pamannya.

''Kau...''kata mereka bersamaan. Adelina menatap keduanya dengan heran.

''Jadi ini paman Fabian, ''katanya dalam hati. Ia memang tidak pernah tahu siapa nama penolongnya waktu itu . Miya malu mengakuinya waktu itu ia begitu terpesona oleh ketampannya sehingga ia lupa untuk menanyakan namanya. Ia sama sekali tidak menyangka akan bertemu kembali dengan penolongnya. Miya juga melihat ekspresi terkejut di wajah Fabian. Tiba-tiba saja Fabian menarik Miya kedalam pelukannya. Adelina terkejut dibuatnya. Miya hanya terdiam di pelukan Fabian, tidak berani untuk bergerak sedikit pun.''Selamat datang di Castalia Mansion, My Miya."

''My Miya,''batinnya.''Paman yang aneh."Miya mendongkakkan wajahnya dan menyadari tatapan tajam mata birunya tertuju kepadanya [ ].

3. Hidup baru

Miya segera melepaskan pelukan Fabian dan memandangnya dengan heran. Pria itu hanya tersenyum membuat gadis itu sedikit terhenyak ada perasaan asing yang bergelenyar ditubuhnya. Miya mengakui pamannya yang tidak pernah ia kenal ternyata adalah orang yang pernah menolongnya.

‘’Aku belum memperkenalkan diriku secara wajar padamu tadi. Aku Fabian pamanmu. Semoga kamu senang tinggal di mansionku, my Miya." Fabian meraih tangan Miya lalu menciumnya. Miya merasakan bibir hangat Fabian di tangannya.’’Kita bertemu kembali. Mungkin ini sudah takdir kita dipertemukan kembali. Aku tidak menyangka kalau kau ternyata keponakan jauhku."

Adelina memandang keduanya dengan terheran-heran. ‘’Sebaiknya aku antar ke kamarmu.Pasti kau sudah sangat lelah. Ayo!’’ujar Adelina, lalu ia melirik tajam ke arah kakaknya yang hanya ditanggapi oleh senyuman nakal Fabian.

Mereka berdua menaiki tangga pualam melengkung yang sangat lebar membentuk setengah lingkaran. Miya merasa takjub dengan desain interiornya. Lampu kristal berkualitas tinggi dan sangat mahal menggantung di langit-langit mansion dan dihiasi berbagai macam furniture yang sangat mahal. Lantainya pun terlihat sangat berkilau. Miya merasa hidup di dalam sebuah istana lengkap dengan seorang pangeran tampan di dalamnya dan tentu saja pangeran tampan itu adalah Fabian, pamannya.

Para pelayan terlihat berlalu-lalang. Ada yang membersihkan jendela, ada  yang menggosok meja, lemari dan gelas-gelas kristal. Miya tidak menyangka pamannya begitu kaya. Selama ini ia di besarkan di lingkungan keluarga yang sederhana dan rumahnya tidak seperti yang dimiliki oleh pamannya, tapi ia cukup dilimpahi kasih sayang dari orang tuanya dan hidupnya tidak merasa kesepian. Miya meragukan apa kehidupan barunya di sini akan terasa menyenangkan atau tidak. Mungkin ia akan merasa kesepian tinggal di mansion yang sangat besar dan megah ini. ‘’Ini kamarmu,"kata Adelina.

‘’Kamar yang indah.’’

‘’Kamu menyukainya?’’

‘’Tentu saja,’’sahutnya sambil menganggukkan kepala. Miya duduk di tepi tempat tidur yang cukup besar dan merasakan keempukannya dan kehalusan sepreinya. Ia memandangi kamarnya yang mewah. Dinding kamarnya berwarna pastel pink dan ivory . Interior kamarnya bergaya shabby chic yang menimbulkan kesan lembut. Tidak ada warna yang mencolok matanya. Sebagian dinding kamarnya terdapat jendela kaca yang cukup besar . Miya berjalan menuju pintu ganda perancis yang menuju balkon kamarnya . Seketika angin berhembus ketika Miya membuka pintunya. Ini pertama kalinya ia menempati kamar yang begitu indah. Dari balkon kamarnya ia dapat melihat  sebuah taman labirin dan juga kebun bunga mawar.  ‘’Aku yang menata kamarmu ini dengan sedikit bantuan dari seorang temanku yang seorang desainer interior."

‘’Jadi bibi Adelina yang sudah menatanya?’’

‘’Benar."

‘’Ini sungguh indah. Bibi tahu, aku belum pernah memiliki kamar seindah ini,"kata Miya riang.

‘’Aku tahu pasti kamu akan menyukainya. Sekarang bersihkan dirimu dan ganti pakaian. Nanti aku akan menyuruh pelayan untuk membawakanmu teh dan kue." Adelina menghentikan langkah ketika akan membuka pintu, lalu membalikkan badan.’’Oh ya kamu tidak perlu pedulikan sikap kakakku tadi padamu. Dia memang selalu seperti itu."

 ‘’Aku mengerti."Pintu kemudian tertutup dan sekarang Miya berada sendirian di kamarnya. Ia pun segera merebahkan dirinya di tempat tidur. Matanya memandangi langit-langit kamarnya yang tinggi. Wajahnya menjadi cemberut ketika ia ingat kembali sambutan pamannya tadi dan tanpa izinnya pamannya mencium tangannya, lalu ia duduk.’’Kenapa dia harus memanggilku my Miya? Memangnya aku miliknya apa. Huuuh...Dasar paman yang aneh." Miya pun segera pergi ke kamar mandi dengan perasaan kesal bercampur senang.

Pintu kayu ek yang besar terbuka dan Adelina menemukan Fabian di ruang kerjanya sedang duduk sambil memandangi layar komputer.’’Kamu di sini."

‘’Ada apa mencariku?’’

‘’Apa maksudmu dengan sikapmu tadi pada Miya?’’

‘’Sikap apa?’’tanyanya tanpa mengalihkan perhatiannya pada laptopnya.

‘’Tadi kau tiba-tiba memeluknya, lalu mencium tangannya dan kau menyebutnya dengan my Miya." Fabian mendongkakkan kepalanya, lalu tersenyum kemudian tertawa.’’Itu kan hanya sebuah sambutan untukknya tidak lebih dari itu, bukankah aku harus menyambut kedatangannya dengan seramah mungkin supaya dia merasa di terima disini."

Adelina masih memandangnya curiga.’’Benarkah?’’

‘’Benar. Sebenarnya apa yang kamu pikirkan tadi? Apa kamu pikir aku menginginkan dia sebagai salah satu kekasihku atau menjadikannya wanita simpananku , yang benar saja. Itu tidak akan kulakukan  padanya."

‘’ Aku percaya . Aku tidak ingin kakak merayunya apa lagi menggodanya dan menjadikannya sebagai salah satu kekasihmu, karena aku tahu kakak tidak pernah serius dengan seorang wanita selalu membuat mereka menangis’’.

‘’Bagaimana kalau kali ini aku serius?’’

‘’Apa maksud kakak?’’

‘’Ah tidak apa-apa .Kau tenang saja. Miya bukan tipe wanitaku. Dia adalah seorang gadis yang terlalu biasa untukku. Tidak begitu cantik juga tidak anggun. Apa sekarang kamu sudah puas? Kalau sudah puas, tolong tinggalkan aku sendirian. Aku harus menyelasaikan beberapa pekerjaanku yang sempat tertunda." Adelina segera pergi dan menutup pintu, tapi sebelum menutup pintu Adelina bertanya.’’Apa maksud perkataanmu tadi kepada Miya bahwa kita bertemu kembali dan mungkin sudah takdir kita dipertemukan kembali?’’

‘’Kalau aku ceritakan pasti kamu tidak akan percaya. Beberapa jam yang lalu, aku  bertemu dengan Miya di Los Angeles, tapi saat itu aku tidak tahu siapa dia."

‘’Benarkah?’’tanya Adelina tidak percaya. Fabian mengangguk. ‘’ Itu benar. sekarang tinggalkan aku sendiri."Adelina meninggalkan ruang kerjanya. Fabian mendesah lalu menyandarkan kepalanya di kursi. Miya....Miya....Ucapnya berulang-ulang. Fabian masih tidak percaya kalau gadis yang ditolongnya ternyata adalah keponakannya.

Dia juga memiliki mata berwarna aquamarine yang sangat indah. Mata terindah yang pernah dilihat olehnya yang sudah menghantuinya selama berjam-jam tadi. Ia tidak bisa melupakan tatapan matanya waktu itu. Fabian menelan ludahnya. Ia semakin tidak mengerti akan dirinya kenapa ia begitu terpesona pada gadis itu ketika pertama kali melihatnya di jalanan kota Los Angeles. Ini pertama kalinya ada seorang wanita yang membuatnya hatinya kembali bergetar setelah sekian tahun. Fabian menggelengkan kepalanya. Matanya menjadi kelam.’’Tidak. Aku tidak boleh menyukainya secara berlebihan. Ini tidak boleh. Aku tidak ingin hatiku tersakiti lagi oleh seorang wanita’’.

♪♪♪♪

Miya yang telah berganti pakaian dan sudah menikmati secangkir teh dengan kue yang lezat memutuskan untuk sedikit menjelajah Castalia mansion. Dengan mata berkilau takjub mengamati setiap inchi mansion tersebut. Ada banyak terdapat lorong-lorong panjang gelap yang terlihat sepi dan ia bertanya-tanya pada dirinya sendiri apa di sini ada hantunya. Miya bergidik takut. Ia pun berlari ke tempat yang lebih terang dan bermaksud untuk kembali ke kamarnya.

Castalia mansion yang begitu besar membuat Miya tersesat di dalamnya. Ia tidak dapat menemukan kamarnya, tapi ia malah terdampar di sebuah ruang musik . Ruang musik itu begitu elegan dan mewah. Meja dan kursi rosewood terlihat berkilau. Disudut ruangan terdapat sebuah piano berwarna putih yang indah dan mengkilap. Di dinding ruangan terdapat sebuah lukisan seorang wanita yang sangat cantik. Miya mengerutkan dahinya dan bertanya dalam hati. Apa wanita dilukisan itu termasuk salah satu keluarga Baskerville? Miya pun mengingat-ingat isi buku anggota keluarga ibunya, tapi ia tidak dapat mengingatnya. Ada sedikit penyesalan kenapa ia tidak lebih giat untuk mengingat semuanya. Selama ini Miya tidak begitu mengenal keluarga ibunya. Seandainya saja ia sedikit tahu tentang keluarganya, pasti ia tidak akan merasa asing di sini.

Miya menjentikkan jari-jarinya di atas tuts piano yang mengeluarkan suara merdu. Ia pun tertarik untuk memainkan sebuah lagu. Alunan musik merdu segera terdengar di sepanjang lorong mansion. Ketika lagu itu selesai dimainkan terdengar tepuk tangan dari ambang pintu. Miya terkejut.Paman Fabian. Pamannya itu bersandar di pintu sambil menyilangkan kedua tangannya di dadanya dengan senyuman memikat yang membuat Miya sekali lagi merasa perutnya mulas. Mata birunya  menatap tajam ke arahnya. Pria itu berjalan mendekati Miya, napasnya tertahan ketika Fabian  mencondongkan tubuhnya sehingga jarak wajahnya dengan Miya hanya beberapa senti saja. Begitu dekat sehingga ia dapat merasakan kehangatan napas pria itu. Miya juga dapat mencium aroma mint  dari tubuhnya dan jantungnya mulai berdebar tidak karuan.’’Aku suka permainan pianomu,’’katanya kemudian bibirnya melengkung membentuk sebuah senyuman.

‘’Te..terima kasih."

‘’ Musik apa yang kamu mainkan?’’

‘’Rachmaninoff concerto no.2."

‘’Kau memainkannya sangat bagus tadi,’’katanya sambil menatap dan membelai lembut pipi Miya dengan punggung tangannya.’’Seharusnya kamu tidak berada disini. Seharusnya kamu berada di kamarmu untuk beristirahat,’’katanya dengan suara lembut, membuat jantung Miya melompat ke tenggorokan. ‘’Aku tahu.Tadi aku hanya ingin berjalan-jalan sebentar. Waktu mau kembali ke kamarku, aku tersesat. Tidak tahu dimana kamarku berada." Fabian semakin mencondongkan tubuhnya dan sekarang bibir mereka hanya berjarak satu sentimeter. Sesuatu membuat Fabian tersadar.

Ia kembali meluruskan tubuhnya dan mengulurkan tangannya kepada Miya, menyentuh rambutnya yang ikal panjang.’’ Aku tidak tahu kalau kakak sepupuku, Sabrina memiliki anak perempuan semanis dirimu." Jantung Miya berdegup semakin kencang merasakan sentuhan tangan paman Fabian di rambutnya. ’’ Aku akan mengantarkanmu ke kamar. "

Ragu-ragu Miya menerima uluran tangannya. Tangannya begitu besar dan hangat pikir Miya. Ia merasakan genggaman pamannya semakin erat. Tidak ada yang bicara selama mereka berjalan. Suara deringan ponsel membuat keduanya terkejut.

Fabian melihat nama Helena di layar ponselnya.’’Halo Helena sayang! Aku akan segera menemuimu di sana. Aku tidak lupa dengan acara kencan kita.Pesanmu sudah aku baca semuanya. Sampai jumpa disana!’’

Fabian langsung menutup ponselnya.

‘’Itu tadi kekasih paman ya?’’

‘’Kekasih? Bisa dikatakan begitu."Miya mengerenyitkan dahinya. ‘’Ini kamarmu. Kamu harus ingat dimana kamarmu berada." Fabian membukakan pintu kamar untuknya. ’’Masuklah! Pelayan akan memberitahumu saat makan malam tiba."

 ‘’Lukisan siapa yang berada di ruang musik?’’tanyanya sebelum Fabian hendak pergi.

‘’Itu lukisan almarhum istriku. Clarissa Baskerville." Sorot matanya meredup dan menjadi gelap.’’ Ada yang ingin kamu tanyakan lagi?"

‘’Tidak ada."

‘’Samoai jumpa lagi, my Miya."Sinar matanya menjadi lembut dan jemari Fabian mengelus pipi Miya sekali lagi, kemudian tersenyum lembut kepadanya. Miya terkesiap. Fabian kemudian menutup pintunya. Gadis itu mendesah lega. Ia menyentuh dadanya yang berdebar kencang sejak dari tadi . Ada gelenyar aneh dalam dirinya akibat sentuhan pamannya tadi. Miya melihat sebelah tangannya. Disanalah ia masih dapat merasakan kehangatan tangan Paman Fabian.

Miya kembali merasa kesepian di kamarnya yang besar. Rasa rindu akan keluarganya menyeruak kembali. Baru beberapa hari yang lalu ia baru berpisah dengan mereka. Ia menunduk sedih. Ryusuke. Ia juga merindukan pria itu. Miya mengeleng-gelengkan kepalanya dengan cepat.’’Aku tidak boleh merindukan pria pengkhianat seperti dia. Aku benci kepadanya."Miya menghempaskan dirinya ke tempat tidur mencoba untuk tidur walaupun hanya sebentar.

Fabian yang telah kembali ke kamarnya , duduk di sebuah sofa beludru merah. Ia merutuki dirinya sendiri. Apa ada yang salah dengan diriku tadi? Bahkan aku tadi hampir menciumnya. Kau gila Fabian seharusnya kamu tidak ada niat untuk melakukan itu. Dia itu keponakanmu.Sepertinya aku sudah mulai tidak mengenali diriku lagi’’. Fabian mengacak-acak rambutnya.’’Aaarrrggghhh...’’.

Ia melihat sebuah dokumen di atas sebuah meja kaca yang belum sempat ia baca. Perlahan-lahan ia mulai membacanya. Isinya adalah biodata Miya yang diberikan oleh Sabrina kakak sepupunya. Keponakan yang selama ini tidak dikenalnya. ‘’Miya Anabelarisa Nakagawa, umur 18 tahun, tempat tanggal lahir Tokyo,14 Februari 1995, golongan darah O, tinggi badan 164 cm ,warna favorite putih, makanan yang disukai bebek goreng, es krim, coklat,makanan yang tidak disukai ayam, binatang yang disukai kucing, binatang yang dibenci ayam’’. Fabian menahan tawanya.’’Pantas saja dia tidak suka ayam’’. Lalu ia kembali melanjutkan membaca.’’Makanan yang dihindari udang bisa menyebabkan sesak nafas dan gatal-gatal, olahraga yang disukai tenis, minuman yang disukai susu, film favorit donald bebek, mickey mouse dan doraemon’’. Fabian menyimpan biodata Miya di meja, lalu ia tersenyum geli. Senyumannya berhenti ketika sebuah pesan masuk kembali muncul di ponselnya. Ia membaca pesan dari Helena teman kencannya yang baru.

Fabian sayang, aku sudah tiba di Applegreen Club. Aku menunggumu.  Gilbert juga sudah ada disini. Cium sayang dariku.  

♪♪♪♪

Applegreen Club masih sepi. Itu wajar club ini akan terlihat ramai ketika malam tiba. Club ini sudah menjadi langganan Fabian dan teman-temannya sejak ia pindah ke New York beberapa tahun yang lalu, bahkan ia sudah mengenal baik pemiliknya. Mereka selalu menjadi tamu istimewa di club itu. Bahkan sering mendapatkan pelayanan tingkat tinggi dengan menyediakan minuman dan makanan berkualitas tinggi dan tentu saja minuman termahal yang ada di club itu.  Fabian dapat melihat sosok Helena dan temannya sedang duduk sambil menikmati minuman yang mereka pesan. Mereka berdua tertawa riang. Ia menghampiri mereka dan menyapa.’’Hai!’’ sapanya sambil mengecup bibir Helena. ‘’Akhirnya datang juga’’ujar Helena.

 ‘’Kamu datang terlambat,’’kata Gilbert.

‘’Maaf. Hari ini aku kedatangan tamu , jadi sedikit sibuk untuk menyambut kedatangannya."Fabian duduk disamping Helena dan tangannya melingkar di pinggang ramping wanita itu.  ‘’Aku tahu siapa tamu itu,’’kata Gilbert sambil menegak minuman. Pandangan Helena beralih ke Gilbet dan wajahnya terlihat rasa ingin tahu yang besar.

 ‘’Hari ini keponakanku datang. Dia akan tinggal bersamaku mulai hari ini. Namanya Miya. Dia wanita yang tidak biasa,’’kata Fabian sambil tersenyum lembut. ‘’Oh ya,’’ucap Helena. Fabian mengangguk pelan.

Gilbert memperhatikan sahabatnya. Pertama kalinya melihat Fabian membicarakan seorang wanita dengan senyum langsung dari hatinya bukan senyum yang dipaksakan ketika menggoda atau pun untuk merayu wanita dan sinar matanya bercahaya ketika membicarakan wanita yang bernama Miya itu. Apa Fabian sedang jatuh cinta kepada gadis itu? tanyanya dalam hati, tapi akal sehatnya menyangkal semua itu. Pasti itu tidak mungkin.

Ia tidak dapat percaya atau membayangkan Fabian akan benar-benar jatuh cinta pada seorang wanita .Ia sudah mengenal baik Fabian bertahun-tahun lamanya sejak mereka masih duduk di bangku sekolah dasar. Ia tahu betul sifat dan kelakuan sahabatnya itu. Bagaimana kehidupan pribadinya terutama kehidupan cintanya dengan banyak wanita yang sudah ia jalani selama empat tahun yang lalu sejak istrinya meninggal dan yang membuat ragu apakah dulu Fabian benar-benar mencintai istrinya.

Gilbert menyesalkan karena Fabian masih belum memaafkan dirinya sendiri atas kematian istrinya. Fabian selalu menutupi hatinya rapat-rapat jika menyinggung soal almarhum istrinya. Ia tahu hati Fabian belum sembuh benar masih ada lubang menganga di hatinya  meskipun peristiwa itu sudah terjadi lama sekali.Seharusnyalah istrinya yang harus dipersalahkan atas penderitaan Fabian sahabatnya. Gilbert meneguk minumannya sampai habis sambil melihat  sahabatnya dari atas hidungnya  yang sedang bicara dengan Helena, teman kencannya.

 Ia berharap suatu saat Fabian akan menemukan wanita yang tepat untuk dijadikan istrinya. Hati Fabian sudah terlalu lama membeku, belum ada seorang wanita pun yang berhasil melelehkan hatinya yang beku itu. Ia juga tahu selama ini Fabian hidup dalam kesendirian dan kesepian. Satu-satunya yang mengisi hari-harinya selama ini hanyalah pekerjaan. Sejak ayahnya mengundurkan diri karena sakit , semua tanggung jawab diserahkan kepadanya. Ia memimpin perusahaan besar di pundaknya, tapi ia dapat melakukannya dengan baik. Tidak membutuhkan waktu lama perusahaan keluarganya yang dipimpin olehnya semakin maju dengan pesat bahkan lebih maju dari tahun ke tahun. Fabian memang sangat giat bekerja dan insting bisnisnya sangat tajam dan bagus.  Fabian tahu bagaimana ia harus menggunakan uangnya untuk kemajuan perusahaannya.

Tidak salah kalau akhirnya dia mendapat sebutan sebagai pengusaha muda yang sukses. Wajahnya kini sering terlihat di berbagai macam majalah bisnis.  Fabian dan Helena tiba-tiba berdiri dan mengucapkan salam pamit kepada mereka. ‘’Helena mengundangku untuk datang ke apartemennya," jawab Fabian datar. Gilbert tersenyum mengerti dan mengangguk.’’Selamat bersenang-senang!’’kata Gilbert . Fabian pergi sambil meletakkan tangannya di pinggang Helena yang ramping [ ].

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!