Entah sudah berapa kali Alana meneguk tequila yang ada di hadapannya. Ia sudah setengah tak sadar, namun masih saja meneguk minuman beralkohol itu lagi dan lagi. Suara bising dari musik dj di club malam pun bahkan ia hiraukan. Pikirannya kacau dan kalut. Alana masih tak terima dengan keputusan Jonathan yang memilih mengakhiri hubungan mereka.
Alana Edeline Harrison, gadis yang baru menginjak usia 20 tahun dan merupakan seorang anak tunggal dari pemilik Harrison grup kaya raya bernama David Harrison.
Sudah 1 tahun lamanya Alana menjalin asmara dengan Jonathan Alexander, senior paling terkenal di kampusnya. Ia sangat menyukai Jonathan, bahkan Alana begitu mencintai lelaki berparas tampan itu. Namun Jonathan tiba-tiba bersikap dingin dengannya, lalu akhirnya memutuskan hubungan mereka begitu saja. Usut punya usut ternyata Jonathan yang terkenal playboy itu sudah berselingkuh dengan teman satu kelas Alana.
Hancur lah sudah hati Alana saat kemarin secara tak sengaja menangkap basah Jonathan bersama Bella, teman satu kelasnya yang memang sejak dulu sudah menyukai Jonathan.Bukannya meminta maaf, lelaki tak berperasaan itu malah menaruh kesal kepada Alana dan langsung memutus hubungan mereka.
Sialan !!!" umpat Alana saat perselingkuhan Jonathan kembali terngiang di kepalanya.
Alana pun kembali menuang tequila ke dalam gelas sloki dan langsung menghabiskannya dengan sekali teguk. Ia pikir ia mampu melupakan tentang Jonathan sejenak. Namun nyatanya kebenciannya terhadap Jonathan masih begitu melekat di hatinya.
Merasa percuma dan membuang-buang waktu, Alana pun memutuskan untuk pulang. Ia bangkit dari kursi dengan sempoyongan lalu meninggalkan meja bartender begitu saja.
Pandangan Alana kini berkunang-kunang dan kepalanya terasa sangat berat. Secara tak sengaja ia menabrak seorang waiters yang sedang membawa nampan berisi minuman hingga nampan itu pun terjatuh dan mengenai salah satu pengunjung club malam tersebut.
Waiters wanita itu menunduk. "Maaf tuan.." lirihnya sembari menyeka jas seorang pria dengan sapu tangan yang di bawanya.
Dengan kasar dan cepat pria itu langsung menghempas tangan waiters yang berani menyentuhnya.
"Pergi !!" pintahnya datar.
"Ta..ta..tapi tuan..."
"Pergi kata ku !!!" bentak pria tampan dan berwajah tegas itu. Kontan saja waiters wanita tersebut pergi sembari menahan rasa takut di hatinya. Bukan hanya karna tatapan tajam dari pria yang mengintimidasinya, tetapi karna pria itu juga di kawal oleh beberapa pria berbadan kekar yang berdiri di belakangnya.
Sementara Alana yang berdiri tepat di depan pria itu berusaha menyeimbangkan tubuhnya yang hampir terjatuh. Bersamaan dengan itu, entah mengapa Alana merasa sangat mual dan ia yang sudah tidak bisa menahannya lagi seketika memuntahkan seluruh minuman yang ia tenggak tadi tepat di jas pria bertubuh tinggi dan tegap itu.
Dengan sisa-sisa kesadarannya, Alana berusaha membersihkan jas pria tersebut. Kepalanya terasa semakin sakit dan berat.Ia mulai menyenderkan kepalanya pada dada bidang pria itu tanpa merasa canggung sedikit pun, lalu dalam sekejap Alana sudah tak sadarkan diri.
Pria bernama Sean itu tak bereaksi apapun bahkan wajahnya terlihat begitu datar dan dingin. Hingga beberapa anak buah yang sejak tadi berdiri di belakang Sean dengan cepat bergerak dan bergegas menarik tubuh Alana yang bersender pada tubuh bos mereka.
"Kita apakan gadis ini bos?" tanya salah satu pengawal Sean sembari memegang salah satu lengan Alana agar gadis itu tak terjatuh.
"Bawa dia ke mansion" jawab Sean datar lalu pergi dan mengabaikan gadis yang kini tengah di bawa oleh beberapa anak buahnya.
Sean Ashraf Austin, seorang CEO di sebuah perusahaan X dan merangkap sebagai seorang mafia kejam yang tak segan melakukan apapun demi kepuasaan egonya. Bukan hanya itu saja, pria matang berusia 30-an itu juga seorang maniak se ks dan penggila wanita. Hanya saja Sean suka memilih mana mangsa yang tepat untuk ia jadikan pemuas nafsu liarnya.
Dan tampaknya Alana akan menjadi mangsa berikutnya bagi Sean. Alana yang sudah tak sadarkan diri itu pun tak tau kemana ia akan di bawa. Sementara Sean dengan beberapa anak buahnya sedang menikmati pesta minuman di temani beberapa wanita penghibur berpakaian minim kesukaan Sean.
Sean menghabiskan malam panas dengan wanita-wanita itu. Setelah merasa puas,baru lah ia kembali ke mansionnya.
"Bagaimana gadis itu?apa dia sudah sadar?" tanya Sean begitu tiba di mansion.
"Belum bos.Tampaknya gadis itu benar-benar mabuk parah" jawab anak buah Sean.
Sean tak bertanya lagi. Sembari melepas beberapa kancing kemejanya, Sean menapaki anak tangga menuju sebuah kamar di mana Alana di tahan di kamar itu.
Bukannya merasa iba, Sean malah menyunggingkan senyum sinis saat melihat wajah Alana yang memerah akibat efek dari minuman alkohol yang sempat Alana tenggak tadi.
"Kau harus bertanggung jawab atas perbuatan mu!!" monolog Sean sembari merapikan rambut Alana yang sempat menutupi sebagian wajah gadis tersebut.
Sean lalu pergi dari kamar itu. Ia merasa sangat lelah. Kalau saja tadi ia tak menghabiskan seluruh tenaganya dengan wanita-wanita penghibur di club malam,mungkin ia akan menjadikan Alana sebagai pemuas hasratnya.
**
Pagi pun tiba dengan cahaya jingganya yang memaksa masuk melalui celah jendela kamar dan mengenai wajah Alana yang masih tertidur pulas. Hingga salah seorang anak buah Sean masuk ke kamar itu dan membangunkan Alana secara kasar.
Alana tak kunjung bangun, anak buah Sean yang kesal pun langsung menyiram wajah Alana dengan segelas air yang tersedia di nakas. Alana jelas saja tersentak, ia terbangun dan seketika menyeka wajahnya.
"Aku di mana?" Alana tampak heran saat mengedarkan pandangan ke seisi ruangan sembari memegang kepalanya yang masih terasa sakit.
"Anda siapa?!" tanya Alana ketika menyadari ada seorang pria tegap berdiri di depan kasur.
"Cepat turun!. Bos ingin bertemu dengan mu" ujar pria tegap itu tanpa menjawab pertanyaan Alana.
"Bos?!" Alana mengerutkan kedua alisnya.
"Cepat!!!" bentak pria itu.
Alana yang merasa takut dengan perangai pria besar itu seketika menuruti pintahnya. Ia bangkit dari kasur dan langsung berjalan di belakang pria tersebut, mengikutinya hingga menuruni anak tangga. Langkah pria itu tiba-tiba berhenti saat berada beberapa meter dari sebuah meja makan dimana Sean sedang menikmati sarapan mewahnya.
Pria itu lalu mengisyaratkan kepada Alana agar menghampiri Sean. Alana yang masih bingung hanya menurut. Dengan pelan ia berjalan ke arah Sean. Setelah cukup dekat, Alana menghentikan langkahnya sembari menatap Sean yang sama sekali tak menggubris kehadirannya.
"Kau pikir orang tua ku akan peduli jika kau menculik ku? jangan harap kau bisa mendapat tebusan besar dari orang tua ku" ujar Alana yang berasumsi bahwa ia sedang di culik oleh Sean.
Bagaimana tidak, kejadian seperti ini pernah Alana alami saat ia masih SMP. Waktu itu ia di culik oleh sekomplotan orang yang ingin mencari keuntungan dari kekayaan David, papanya yang seorang konglomerat itu.
Sean hanya menyeringai dan masih fokus menatap makanan di hadapannya.
"Gadis seperti mu memang pantas di beri pelajaran." gumamnya datar.
"Ma..maksud mu apa?"
Seketika Sean meletakkan pisau dan garpu yang di pegangnya ke atas piring. Ia menoleh ke arah Alana dan menatap gadis itu dengan tajam.
"Kau lupa apa yang telah kau lakukan semalam?"
Alana terdiam sejenak berusaha mengingat apa yang sebenarnya terjadi hingga ia harus terjebak di mansion ini bersama para pria berwajah sangar dan berbadan tegap.
"Mau ku bantu mengingatnya?" Sean bangkit dari kursinya dan berdiri tepat di depan Alana.
Alana tergugup dan hanya mampu menelan salivanya saat tubuh Sean yang hanya berbalut bathrobe kini begitu dekat dengan dirinya.
Sean seketika menarik tengkuk Alana hingga kepala gadis itu menempel pada dada bidangnya.
"Ini yang kau lakukan semalam,setelah kau mengotori jas mahal ku dengan muntahan mu yang menjijikan itu." ucap Sean lalu mendorong tubuh Alana dengan kasar.
"Astaga!!!benar,apa yang ku lakukan semalam?"
Kejadian tak terduga itu pun melintas sesaat di kepala Alana.
"Sudah ingat sekarang?!" pekik Sean sembari bersedekap dada di hadapan Alana.
Alana yang merasa bersalah pun menunduk. "Maaf..tapi aku gak sengaja..."
"Sengaja atau tidak,bukan urusan ku. Kau harus tetap bertanggung jawab."
"Apa yang harus aku lakukan? mengganti jas mahal itu? atau kau mau mendapat ganti rugi dengan jumlah yang besar?!"
Lagi-lagi Sean menyunggikan senyum sinis.
"Sekaya apa orang tua mu? hah?! kau pikir kau mampu membayar ganti rugi jas mahal ku itu?!"
"Jadi apa yang harus aku lakukan? aku ingin segera keluar dari tempat ini!" lirih Alana yang seolah memelas.
"Mulai besok kau harus bekerja di club malam ku."
"What..?! kau gila!! kau pikir aku mau menjadi wanita penghibur di tempat itu."
"Siapa bilang aku menyuruh mu menjadi wanita penghibur?!"
"Jadi...aku..."
"Tugas mu cukup mengantarkan dan menuangkan minuman untuk ku setiap kali aku datang ke club malam. Dan satu lagi, lakukan hal itu sampai 3 bulan."
"3 bulan?! wah...kau benar-benar sinting." Alana menggelengkan kepala.
"Jaga bicara mu!!!" pekik salah satu anah buah Sean yang tak terima.
"Tenang!! gadis ini hanya perlu di beri pelajaran agar tak semakin lancang.." ujar Sean santai.
"Aku mohon... jangan 3 bulan. Lagi pula kan kesalahan ku hanya sederhana. Kenapa kau malah membesar-besarkannya sih?" Alana menatap Sean dengan kesal. Betapa beraninya gadis itu menatap sang bos mafia.
"Ya terserah, kalau kau ingin tetap tinggal di mansion ini, kau boleh kok menolak niat baik ku."
"Niat baik?! terlalu percaya diri sekali dia." gumam Alana pelan.
"Apa kata mu?!"
"Tidak ada."
"Cepat katakan!!!"
"Ya..akan aku lakukan. Aku akan bekerja di club malam mu selama 3 bulan. Tapi aku mohon...biarkan aku pergi sekarang."
"Pergi lah...Dan ingat!!! jangan pernah berpikir kau akan lolos begitu saja.Karna mulai sekarang anak buah ku akan mengawasi mu."
**
"Non Al?!" bi Ratih terkesiap melihat Alana yang baru tiba di rumah.
"Papa udah pulang bi?" Alenia malah bertanya sembari melemparkan pandangan ke arah kamar papanya.
"Belum non." jawab bi Ratih singkat.
Alana pun hanya menghela nafas kesal. Seharusnya hari ini adalah kepulangan David setelah sebulan melakukan perjalan bisnis ke luar negeri.
"Hmm..anu..non.." bi Ratih membuka suara.
"Ada apa bi?"
"Non Al kenapa baru pulang?non baik-baik saja kan?".tanya bi Ratih penuh khawatir.
Alana tersenyum. "Aku baik-baik aja kok bi. Maaf ya bi semalam aku gak mengabari kalau aku menginap di rumah teman ku." jawabnya tak jujur.
"Syukur lah non. Non sudah sarapan? saya buatkan nasi goreng kesukaan non, mau?!"
"Boleh bi, kebetulan aku memang belum sarapan."
"Baik lah non." bi Ratih pun segera menuju dapur untuk membuat sarapan bagi Alana yang sudah di anggap seperti anaknya sendiri itu.
Semenjak perpisahan kedua orang tua Alana 12 tahun lalu, bi Ratih lah yang selalu merawat Alana dengan kasih sayang dan sepenuh hati. Sementara Dona Lynn, mama Alana, pergi bersama pria pilihannya dan melepaskan tanggung jawabnya sebagai seorang ibu.
Memiliki keluarga yang broken home, membuat Alana sering melampiaskan emosi dan kekesalannya pada hal-hal tak baik. Sering ke club malam dan suka minum, itu mulai menjadi kebiasaan bagi Alana. Ia sudah tidak tau lagi bagaimana mendamaikan rasa ketidak terimaan di hatinya terhadap sikap egois dari kedua orang tuanya itu.
Semua bermula saat Papanya sibuk bekerja, hingga mamanya yang merasa kesepian pun akhirnya memilih berselingkuh dengan pria lain. Alana harus di hadapkan kenyataan pahit itu di saat ia masih terbilang muda. Dan ia bahkan merasa tak siap jika harus kehilangan kasih sayang dari kedua orang tuanya.
Semua kebutuhan Alana memang selalu terpenuhi. Namun entah mengapa ada lubang besar di hatinya yang mengangah dan tak pernah merasa bahagia dengan semua materi yang ia miliki. Alana hanya haus akan kasih sayang dan perhatian dari kedua orang tuanya.
**
Setelah menyantap sarapan buatan bi Ratih, Alana pun bergegas menuju ke kampus. Ia menyetir mobil seorang diri walau David sudah menawarkan seorang supir pribadi kepadanya. Bagi Alana, ia tak butuh seorang supir pribadi. Ia hanya butuh seorang papa di sisinya. Tak mesti setiap waktu. Setidaknya sekali dalam seminggu Alana ingin menghabiskan waktu bersama papanya. Namun jangankan seminggu sekali, dalam waktu sebulan pun, Alana belum tentu bisa bertemu David yang super sibuk itu.
Kini mobil Alana tiba di parkiran kampus yang lumayan luas. Setelah mencari posisi parkir yang pas, Alana pun segera keluar dari mobil yang merupakan hadiah pemberian dari David saat ulang tahunnya yang ke 17 beberapa tahun lalu.
"Kusut amat tu muka" celetuk Cindy sembari menepuk pundak Alana.
"Ck..apaan sih Cin." Alana melengos kesal.
"Ada apa lagi sih, beb?" Cindy malah mengandeng tangan Alana, yang merupakan sahabatnya sejak di bangku SMA.
Alana tak menjawab, wajahnya semakin mengkerut dan kusut. Namun itu sama sekali tidak mengurangi kecantikan di wajahnya. Justru ia tampak menggemaskan dengan ekspresi wajah seperti itu. Apalagi bibir mungilnya yang kemerahan, tampak begitu lucu ketika cemberut.
"Masih belum move on dari Jonathan?!" tebak Cindy.
"Ya jelas lah Cin, lagian mana ada orang yang baru putus 3 hari langsung bisa move on." Alana membenarkan dirinya.
"Udah lah Al, cowok playboy kayak Jonathan gak pantas untuk di tangisi. Kau bisa mendapatkan yang lebih baik dari dia."
"Tapi kan Cin..."
"Berhenti lah bersikap bucin Al."
Alana tak merespon ucapan Cindy. Ia hanya menunduk dan berjalan lemas menuju ke kelasnya. Tulangnya seakan melunak dan tak sanggup menopang tubuhnya yang ramping itu.
"Angkat kepala mu, cantik. Jangan biarkan mahkota mu jatuh hanya karna cowok brengsek kayak si Jonathan." seru Cindy sembari meraih dagu Alana.
**
Sementara di mansion, seorang anak buah Sean yang sejak pagi mengawasi dan mengikuti Alana dengan sigap langsung melaporkan sebuah hal penting kepada Sean.
"Bos..!"
"Ada apa?" tanya Sean tanpa menoleh.
"Gadis itu..gadis itu..."
"Ada apa dengan gadis itu?"
"Gadis itu... ternyata anak dari pemilik Harrison grup.."
Raut wajah Sean tampak sedikit terkejut. "Bagus lah. Setidaknya aku bisa membalas dendam atas perbuatan David yang telah menghancurkan perusahaan ku dua tahun lalu melalui gadis itu" ujarnya datar.
"Lalu apa langkah selanjutnya bos?"
"Tetap awasi gadis itu. Siapa tau dia akan mengadu kepada David dan malah menyebabkan bumerang bagi kita."
"Baik bos."
Anak buah Sean pun pergi dan meninggalkan mansion. Pria berbadan kekar itu kembali ke kampus Alana untuk mengawasinya.
**
Sorenya seusai mata kuliah berakhir, Alana berjalan menuju ke parkiran seorang diri tanpa Cindy. Saat hendak ingin membuka pintu mobilnya, tiba-tiba anak buah Sean menariknya dan menyeretnya ke sebuah mobil yang sudah mereka siapkan sebelumnya. Alana yang kaget pun seketika berteriak. Namun tak ada yang mendengar karna kondisi kampus Alana sudah sepi sore itu.
"Lepaskan aku.." pekik Alana memberontak.
"Apa kau lupa apa tugas mu hari ini?" seru anak buah Sean.
Alana seketika terdiam saat ucapan Sean terngiang di kepalanya. Ia pun menyerah dan membiarkan anak buah Sean membawanya. Sebenarnya bisa saja Alana mengadukan perbuatan Sean dan anak buahnya kepada David. Namun Alana tak melakukan itu. Ia seolah tak ingin David ikut campur dalam masalahnya.
Setiba di club malam, Alana segera di bawa oleh anak buah Sean untuk menemui bos mereka yang ternyata sudah berada di sana. Padahal malam juga belum tiba, bahkan club malam masih tutup dan belum ada pengunjung. Namun entah apa yang membuat Sean begitu ingin datang ke tempat itu.
"Bos.." salah satu anak buah Sean dan merupakan tangan kanannya yang bernama Brandon langsung mendorong tubuh Alana hingga ia hampir terjatuh tepat di pangkuan Sean.Untungnya Alana bisa menyeimbangkan tubuhnya dengan cepat.
"Bagaimana? sudah siap melayani ku? "Sean mendongak menatap wajah Alana yang berdiri di hadapannya.
Alana tak menjawab. Ia hanya membalas tatapan Sean dengan tatapan tajam dan mematikan.Hal itu pun membuat Sean semakin tertantang dan bersemangat untuk melakukan hal gila kepada Alana.
"Bawakan wine kesukaan ku. Sekarang.!" pintah Sean tanpa basa-basi.
Dasar pria tak berperasaan!!!
"Hei, cepat!!!" bentak Sean.
Bukannya menuruti kemauan Sean, Alana malah membalas ucapan pria dingin di hadapannya.
"Mana aku tau kau menyukai wine yang seperti apa! dan satu lagi, nama ku bukan hei. Tapi Alana." sahut Alana tegas walau sebenarnya ada rasa takut yang menyelimuti hatinya. Alana takut jika sewaktu-waktu Sean dan anak buahnya akan melakukan hal buruk kepadanya di saat ia mulai lengah.
Melihat Alana yang tak bergeming sama sekali, Brandon pun langsung menarik lengan Alana dan membawanya ke meja bartender.
"Ini..bawakan wine ini untuk bos Sean.." ujar Brandon sambil meletakkan sebotol wine ke atas nampan dan menyerahkannya kepada Alana.
Alana yang kesal dengan sikap kasar dari Brandon hanya menatap nampan itu dan tak memperdulikan ucapannya.
"Hei, apa lagi yang kau tunggu! cepat antarkan ini!" pekik Brandon.
Alana masih tak bergeming juga. Entah mengapa ia merasa tak terima di perlakukan seperti itu oleh orang-orang yang tak di kenalnya.
"Kau berani menentang ku?!" seru Brandon dengan raut wajah serius.
Tanpa menjawab, tiba-tiba Alana menarik nampan di tangan Brandon secara kasar hingga membuat pria itu tercengang tak percaya. Alana lalu pergi begitu saja dari hadapan Brandon. Dengan begitu hati-hati ia membawa nampan yang di atasnya terdapat sebotol wine dengan harga yang cukup fantastis kesukaan Sean.
Setiba di hadapan Sean yang hanya duduk seorang diri di salah satu meja VIP, Alana segera meletakkan wine itu lalu ia membalikkan badan untuk bergegas pergi. Alana pikir tugasnya sudah selesai. Namun apa yang baru ia lakukan ternyata hanya lah sebuah awal dari penderitaannya.
"Mau kemana?!" seru Sean santai.
Alana seketika menghentikan langkahnya dan membalikkan badan.
"Tuangkan minuman ini untuk ku. Bukannya kau harus melayani ku?" ujar Sean dan pandangannya tak terlepas dari Alana.
Dibalik tatapan Sean yang dingin, Alana tau, bahwa ada hasrat tersembunyi di dalamnya. Alana bisa melihat itu dengan jelas.
Dengan langkah malas Alana mengalah dan menghampiri Sean yang masih terus menatapnya. Tanpa di suruh lagi, Alana pun mengambil sebotol wine itu lalu menuangkannya perlahan ke dalam gelas yang sudah tersedia di depan Sean.
"Boleh aku pergi sekarang?" Alana membuka suara.
"Kalau kau pergi, siapa yang akan menuangkan wine ini untuk ku lagi?" Sean mulai meneguk minuman mahal itu.
"Itu bukan urusan ku!" sahut Alana ketus.
"Tampaknya kau sangat berani dengan ku!!" Sean kembali meneguk wine di tangannya hingga tak tersisa.
Baru sekali ini ada seorang gadis yang berani menentangnya. Sean mulai kesal, darahnya mendidih dan emosinya seketika naik hingga ke puncak kepalanya. Baru saja Sean ingin bangkit dari sofa yang ia duduki, Kelvin Jayde, sekertaris di perusahaannya tiba-tiba datang menemuinya.
"Sudah ku duga kau pasti di tempat ini." ujar Kelvin dan tanpa canggung langsung duduk di sebelah Sean.
"Kenapa kau kemari?" tanya Sean sedikit ketus.
"Kau amnesia atau bagaimana? kenapa kau tak datang ke kantor? kau tau kan hari ini kau harus mengadakan pertemuan dengan rekan bisnis mu?" jawab Kelvin kesal.
Bagaimana tidak, karna Sean, ia harus membereskan semua kekacauan yang dibuat oleh atasannya itu.
"Yang terpenting kau sudah mengurusnya kan?!" celetuk Sean santai tanpa merasa bersalah.
"Kalau saja kau bukan sahabat ku, mungkin sudah sejak lama aku resign dari kantor mu!!" sahut Kelvin.
Emosi Sean yang hampir menguasainya pun redah begitu saja dengan adanya Kelvin. Ia bahkan tertawa kecil melihat raut wajah sekertaris sekaligus sahabatnya yang tampak sangat kesal dengannya.
"Sudahi kesal mu itu, ayo bersulang dulu." ujar Sean sembari menuangkan wine untuk Kelvin.
Saat Sean fokus dengan wine yang di tuangnya,mata Kelvin justru tertuju pada Alana yang sejak tadi hanya menjadi pendengar di antara mereka.
**
"Siapa gadis itu? kenapa dia tampak berbeda dari wanita - wanita penghibur mu?" bisik Kelvin namun tetap terdengar di telinga Alana.
Jelas saja Alana tampak berbeda dari wanita-wanita yang sering Kelvin temui baik di club malam atau pun yang sering Sean sewa untuk memuaskannya saat di kantor. Dari mulai cara berpakaian Alana yang tampak sederhana dan sopan,Alana juga tak bersikap agresif seperti wanita Sean lainnya.
"Oh...dia sedang magang di sini." jawab Sean dengan santai.
Magang katanya..?!
"Hei tuan! kau pikir aku mau menjadi wanita penghibur di tempat ini!!" pekik Alana yang tak terima dengan ucapan Sean.
Alana pun memutuskan untuk pergi dari hadapan pria berwajah tegas itu.
"Mulai besok jangan kenakan kaos dan celana jeans lagi saat menemui ku. Aku tak suka!" ujar Sean.
Namun Alana sama sekali tak memperdulikan ucapan Sean. Ia terus melangkahkan kakinya tanpa sedikit pun menoleh ke arah pria itu.
Sekali ini Sean tak melarang Alana lagi untuk pergi. Apalagi setelah ia menyadari jika Kelvin sama sekali tak berkedip saat menatap Alana.
"Siapa nama gadis itu?" tanya Kelvin penasaran.
"Entah lah. Aku tak peduli siapa pun namanya." jawab Sean datar.
"Lalu kenapa dia bisa di sini? kau sengaja menjebaknya kan agar kau bisa memiliki mainan baru?!" Kelvin menaruh curiga pada sahabatnya.
"Ck..untuk apa aku menjebaknya. Gadis itu sama sekali bukan tipe ku. Kau lihat saja caranya berpakaian.Aku tak suka gadis berpakaian maskulin sepertinya."
"Bagus lah kalau gadis itu bukan tipe mu." sahut Kelvin yang seolah merasa lega.
Sean mengerutkan dahinya seketika. "Maksud mu?!"
"Sepertinya aku menyukai gadis itu!" ujar Kelvin tanpa basa-basi.
Nafas Sean tiba-tiba tercekat mendengar ucapan Kelvin. Seolah ada sesuatu di hatinya yang tidak terima dari pernyataan sahabatnya itu.
**
Malam semakin larut, namun Sean masih bergelut dengan pikirannya sendiri. Entah mengapa ucapan Kelvin sore tadi masih terngiang-ngiang di kepalanya. Hati Sean pun menjadi resah karna sahabatnya itu malah menaruh rasa pada gadis yang akan ia jadikan sebagai tempat pelampiasan dendamnya terhadap David.
Beberapa tahun lalu, Sean dan David sempat membuat kerjasama demi kemajuan perusahaan keduanya. Namun di saat Sean sudah begitu percaya kepada David, secara diam-diam papa Alana itu justru mengkhianati Sean.Hingga perusahaan dan bisnis Sean pun sempat terpuruk dan hancur di buatnya.
Dari situ lah Sean begitu membenci David. Bahkan ia berencana membalas perbuatan jahat pria kaya itu. Semenjak di khianati oleh David, orang yang pernah ia percaya, Sean pun mulai berubah.
Tak ada lagi kehangatan di hatinya. Rasa empatinya terhadap orang lain juga sudah hilang entah kemana. Kini tinggal lah sosok Sean yang dingin, kejam dan egois.
Sean yang tak mau pikirannya semakin kalut, dengan cepat bangkit dari kasur. Lalu mengambil secara acak jaket untuk ia kenakan. Tanpa di temani salah satu anak buahnya, Sean pun melajukan mobilnya menuju ke club malam. Berharap di tempat itu Sean bisa menemukan ketenangan yang di carinya.
Tak berselang lama,Sean tiba di sebuah club malam mewah miliknya. Ia pun langsung di sambut hangat oleh para wanita malam yang bekerja di tempat itu.
"Kenapa bos sangat lesu malam ini? Ayo bercinta dengan ku. Akan ku kembalikan semangat bos yang hilang itu" celetuk salah satu wanita penghibur sambil membelai dada bidang Sean.
Tak seperti biasanya, kali ini Sean tampak tak bergairah untuk bercinta dengan salah satu wanita penghiburnya. Meski pun begitu, ia hanya diam saja dan tak menolak ketika wanita berpakaian minim itu mengandeng tangannya dan membawanya ke sebuah ruangan VIP yang biasa ia gunakan untuk melampiaskan hasratnya.
"Bos.. aku sudah sangat merindukan mu. Sudah seminggu ini aku tak merasakan milik mu yang perkasa itu." lirih wanita bernama Lili yang merupakan wanita tercantik dan terse ksi di club malam milik Sean.
Sean masih tak merespon apapun, wajahnya yang tampan hanya terlihat datar.Sedangkan Lili yang sangat begitu menyukai Sean, tanpa meminta izin, ia langsung membuka resleting jaket yang Sean kenakan.
"Singkirkan tangan kotor mu itu!!!" pekik Sean tiba-tiba.
"Ta..ta..tapi bos.."
Dengan cepat Sean langsung menghempas tangan Lili dengan kasar hingga membuat wanita itu tercengang.
"Puaskan aku dengan mulut mu saja." pintah Sean dengan ketus sembari duduk di pinggiran kasur.
"Ba..baik bos." sahut Lili dengan gemetar. Ia pun langsung menuruti kemauan Sean.
Dengan perlahan wanita malam itu bertekuk lutut di hadapan pria dingin bernafsu liar tersebut. Dan tanpa di suruh lagi, Lili yang memang sudah menyimpan hasratnya sejak bertemu dengan Sean tadi, dengan rakusnya langsung mengulum, menyesap dan sesekali menjilati milik Sean yang besar dan panjang itu.
Lili yang sudah berpengalaman berusaha keras membuat Sean mencapai klimaksnya. Namun setelah cukup lama, entah kenapa Sean sama sekali tak memberikan reaksi apapun.
"Shittt !" pekik Sean marah sekaligus mendorong tubuh Lili yang gagal memberikan kepuasan untuknya.
"Maaf..bos.." Lili tertunduk dengan masih posisi bertekuk lutut.
"Dasar wanita jalang. Apa yang sebenarnya kau lakukan ?!hah?! kenapa kau tak mampu memuaskan ku?!" Amarah Sean kian meledak saat sesuatu yang seharusnya ia keluarkan kini malah tertahan.
"Aku..melakukannya seperti biasa kok bos. Aku juga heran kenapa bos...."
"Diam...! Pergi! sebelum amarah ini ku lampiaskan kepada mu." bentak Sean.
Lili yang tak pernah melihat Sean marah sebelumnya hanya mengangguk ketakutan. Lalu ia pun segera keluar dari ruangan VIP itu.
"Sialan! ada apa dengan ku?! kenapa aku malah memikirkan gadis banyak bicara itu?! kenapa aku malah menginginkan dia untuk memuaskan nafsu ku?! aakhhh!!!!".
**
Keesokannya saat Alana sedang berjalan di koridor kampus, tiba-tiba ponselnya bergetar.Ia segera mengeluarkan benda itu dari dalam tasnya. Alana seketika mengerutkan kedua alisnya saat membuka sebuah pesan dari nomor tak di kenal. Isi pesan itu memerintahkan Alana agar segera datang ke mansion Sean tepat setelah jam makan siang.
"Dari mana mereka mendapatkan nomor ku?!" monolog Alana heran.
Bersamaan dengan itu, Alana yang masih sibuk menatap layar ponselnya secara tak sengaja menabrak seseorang yang berjalan tepat di hadapannya.
"Sorry..!!" ujar Alana sembari menyimpan ponselnya ke dalam tas tanpa sedikit pun menoleh ke arah orang itu.
"Al...?!"
Alana membeku sejenak, ia hapal betul siapa pemilik suara yang memanggilnya.Dengan ragu, Alana pun mulai menoleh.
"Maaf Al,aku gak sengaja..".
Kenapa aku harus bertemu cowok berengsek ini lagi sih?!
Tanpa membalas ucapan maaf yang ternyata terlontar dari mulut Jonathan, Alana langsung melengos pergi dari hadapan mantan kekasihnya itu.
"Tunggu Al.." cegah Jonathan.
Alana seketika menghentikan langkahnya namun ia tak membalikkan badannya.
"Al..kita perlu bicara.." sambung Jonathan.
Mendengar itu Alana hanya menyunggingkan senyum sinis. Kemudian ia langsung pergi dan tak menghiraukan Jonathan lagi walau lelaki itu berkali-kali memanggil namanya.
Setiba di kelas, Bella yang sudah lebih dulu datang dari Alana hanya menunduk ketika Alana melewati mejanya. Bella tau kesalahan apa yang telah ia lakukan kepada Alana. Mengingat bahwa papanya bekerja di perusahan milik David, papa Alana, Bella pun merasa menyesal telah menghancurkan hubungan Alana dengan Jonathan.
Bella takut dan merasa was-was akan Alana yang sewaktu-waktu mungkin akan mengadukan tingkahnya kepada David. Karna bisa aja karir papanya akan terancam jika Alana berniat membalas perbuatannya.
Namun Alana bukanlah tipe gadis seperti itu. Walau ia seorang anak tunggal dari keluarga konglomerat, Alana tak mau mencampur adukkan antara urusan pribadinya dengan kekuasaan David. Lagi pula Alana tak sedekat itu dengan papanya untuk bercerita tentang masalah yang menimpanya.
"Al..kau baru tiba?" tanya Cindy yang langsung mencari tempat di samping Alana.
Alana hanya mengangguk sembari mengeluarkan sebuah buku dari dalam tasnya.
"Setelah selesai kuliah nanti, kita hang out yuk!" ajak Cindy.
"Aku gak bisa,Cin.."
"Yah..kenapa Al? belakang ini kau seperti menjauh dari ku." Cindy tampak cemberut.
"Bukan begitu Cin,...."
"Atau jangan-jangan kau udah punya gebetan baru lagi." potong Cindy.
"ih.. apaan sih Cin. Aku lagi gak tertarik sama hal-hal yang kayak gitu."
"Bilang aja kau belum bisa move on dari Jonathan.!!"
Alana mendengus kesal. "Cindy, bisa gak, kita gak usah membahas Jonathan lagi. Nanti kekasih barunya marah gimana?!" celetuk Alana sembari melirik ke arah Bella yang duduk tak jauh darinya.
"Uppss.. iya juga ya Al" sahut Cindy sembari tertawa kecil.
Bella yang mendengar percakapan Alana dan Cindy, hanya mati kutu tak berani merespon apalagi melawan. Lagi pula siapa yang berani melawan Alana. Selain karna kekuasaan orang tuanya, Alana juga seorang gadis yang kerap kali melawan ketika ada yang menindasnya.
Sewaktu SMA dulu, Alana sering sekali melakukan perkelahian entah itu dengan senior atau pun teman sekelasnya. Baik sesama perempuan atau pun dengan lawan jenisnya, Alana tak peduli. Jika ada yang menganggunya, atau pun ada yang mengusik Cindy, sahabatnya, maka Alana akan langsung turun tangan.
**
Jam kuliah Alana berakhir tepat sebelum jam makan siang. Setelah mencari alasan untuk menolak ajakan Cindy, Alana pun bergegas melajukan motornya menuju ke mansion Sean. Padahal Alana tau betul bahwa ia sedang mendekatkan dirinya pada bahaya. Namun Alana yang tampaknya sangat bosan dengan rasa sepinya memutuskan untuk tetap mendatangi bahaya itu.
Yang ada di pikiran Alana hanya satu. Jika ia menghilang dari dunia ini, apa papanya akan mencarinya? atau David justu tetap akan mengabaikannya?!
Tak lama berselang, motor sport Alana tiba di pelataran mansion Sean yang luas. Ia segera turun dan langsung masuk ke mansion itu dengan mengabaikan anak buah Sean yang menatapnya dengan tajam.
Duuarrr....
Suara tembakan pun menyambut kedatangan Alana. Ia seketika menghentikan langkahnya. Dadanya berdebar hebat. Matanya membulat sempurna saat mendapati Sean telah menghabisi nyawa seorang pria paruh baya. Lantai berbahan granit putih itu kini berubah akibat terkena percikan darah.
**
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!