Hari yang sudah ditunggu pun tiba. Sudah sejak subuh tadi Arayya Bersiap di make up oleh tim MUA yang dia pilih. Dia memilih sesuai dengan impiannya, dia sudah lama mengincar MUA tersebut, karena memang saking suka dan cintanya dengan polesannya. Arayya memilih gaun dalam acara lamarannya, bukan kebaya. Dia sendiri yang merancang dan dibantu oleh tim produksi dari kantornya. Arayya sungguh sangat Bahagia akhirnya bisa merancang dan mengenakan gaun ini di hari tunangannya. Beberapa kali dia mematut dirinya di cermin.
“Sempurna,” ujar tim hairdo pada Arayya. Sudah menata rambut Arraya sejak jam 6 pagi tadi.
Deretan makanan sudah tersaji di meja yang tak jauh dari Arraya duduk, iya semua sudah disiapkan sebaik mungkin. Arraya harus makan dengan kenyang sebelum acara dimulai nanti mulai pukul 8. Semua akan berjalan tepat waktu karena sang calon juga berada di hotel ini, juga sedang bersiap diri. Sebenarnya tak ada minat untuk makan, tapi harus jika memang dia tidak ingin pingsan di acaranya nanti.
“Thanks you kak Ellen,” ujar Arayya tersenyum puas. Tidak ingin disanggul, hanya sedikit sentuhan di rambutnya, rambutnya pun masih banyak tergerai tapi sungguh dia sangat suka. Perempuan yang dipanggil Ellen itu mengemasi peralatannya, dia juga nampak puas dengan kerja yang dilakukan.
Terdengar suara pintu diketuk, Ellen yang Tengah sibuk berkemas ikut menoleh, begitu juga Arayya. Seseorang membantu membukakan pintu tersebut. Nampak seorang pelayan hotel berada di depan pintu.
“Maaf nona,” seorang pelayan membungkukkan badan sebelum masuk ke kamar. Arayya menatap pegawai tersebut. Pegawai laki-laki itu mendekat dan Kembali membungkuk. Ellen yang menyadari jika aka nada hal bersifat rahasia, dia segera bergegas keluar. Pelayan hotel itu setengah berbisik pada Arayya.
Mendengar apa yang dikatakan oleh pelayan tersebut, mata Arayya membulat. Dia tidak percaya dengan apa yang dia dengarkan. Degup jantungnya berpacu.
“Ok, baik, terima kasih,” Arayya mengatur nafasnya agar kembali normal. Pelayan itu pamit keluar.
Kenapa dia mendengarnya dari pelayan? Arayya meyakinkan dirinya bahwa ini hanyalah kabar angin saja. Arayya bangkit dari duduknya, bergegas keluar kamar. Dia menuju satu lantai di bawahnya, di sanalah ada kamar Gisell dan juga Kania sahabatnya. Dia harus menceritakan hal ini pada kedua sahabatnya. Tersiar kabar bahwa tunangannya terancam gagal karena Ario sedang bermasalah dengan seorang Perempuan di luar sana. Hah? kabar apa itu? masalah seperti apa yang dimaksud?. Karena selama ini Ario baik-baik saja dengan segala kebaikan dan kesempurnaannya.
Arraya sampai di lantai yang dimaksud, Arayya hendak mengetuk pintu kamar Kania, namun ternyata kamar tidak tertutup, nampak pintu sedikit terbuka karena terganjal sesuatu. Di mana dia melihat Kania dan Gisell sedang terlibat percakapan serius. Akhirnya Arayya tidak jadi masuk, dia memutuskan menuju lantai di mana Ario dan keluarganya di sana, ingin meminta penjelasan secara langsung.
Nampak Ibu Pinasti, calon ibu mertuanya menangis saat melihat kedatangan Arayya. Arayya semakin bingung dengan apa yang terjadi.
“Ma…ini nggak nyata kan Ma?” Arayya masih benar-benar bingung. “Apapun yang terjadi aku masih bisa menghandle semua Ma,” Arayya meyakinkan. Dia tidak mau acara ini gagal dihelat, bagaimanapun acara ini harus terlaksana. Masalah Ario bisa diselesaikan nanti setelahnya. Arayya seolah kehilangan logika untuk mencerna semua ini, terlebih dia belum tahu permasalahan apa yang terjadi.
Arraya Tengah sibuk merapikan beberapa lembar kertas hasil coretan tangannya yang lincah, Kania yang sudah siap dari tadi menghampiri sahabatnya itu.
“Pulang kan? Nggak tidur sini kan?” Kania menggoda. Arraya masih sibuk merapikan kertas di mejanya.
“Gisell mana?” tanya Arraya. Gisell adalah sahabat Arraya sejak SMP, sedangkan Kania adalah sahabat bekerja di kantor ini. Mereka bertiga sering keluar bareng, nongkrong, shopping, bahkan liburan bareng.
“Gisell sudah pulang,”
“Tumben?” tanya Arraya.
“Iya, katanya ada kepetingan gitu,” jawab Kania sambil mengecek barang yang ada di tasnya, barangkali ada yang tertinggal.
“Aku lapar, mau makan bareng nggak?” tanya Arraya, dia hendak makan malam dulu sebelum pulang ke rumahnya. Kania menggeleng sambil mengelus perutnya.
“Aku lagi nggak pengen makan Ray, sumpah ini perut dari beberapa hari yang lalu rasanya nggak enak banget,” keluh Kania. Arraya sudah selesai membereskan barang yang ada di mejanya, dia bergegas memasukkan ponselnya ke dalam tas kerjanya.
“Kenapa?”
“Mual gimana gitu, entahlah aslam kambuh kayaknya,” Kania meringis masih sambil mengelus perutnya.
“Ih jangan dibiarin deh Kan, kamu sudah ke dokter belum?’ tanya Arraya khawatir.
“Belum Ray, nggak apa-apa, sudah biasa,”
“Ih gimana sih kamu, jangan abai begitu, kamu harus ke dokter, harus makan teratur,” oceh Arraya. Kania adalah salah satu sahabat yang lebih dulu bekerja di sini sebelum dia masuk, kemudian barulah Gisell masuk di Perusahaan ini. Sebuah anugerah besar bisa berkumpul di sini sesama sahabat.
“Siap siap,” Kania menaruh tangannya seperti hormat. “Ya udah yok keluar,” Kania menarik tangan Arraya. Waktu sudah hampir jam 7 malam. Mereka menyusuri lorong kantor yang sudah mulai sepi karena Sebagian sudah pulang sejak tadi.
Aktivitas kantor yang beberapa hari ini mulai rame karena banyak pesanan yang masuk. Begitu juga Arraya yang semakin semangat untuk kratif dalam mendesign baju. Ini benar-benar passion nya sejak kecil, ingin menjadi fashion designer.
Kania melambaikan tangan, dia sudah memesan taksi online untuk segera pulang dan istirahat. Perutnya benar-benar merasa nggak enak.
Arraya melambaikan tangan sambil tersenyum pada sosok yang sudah sangat dia kenal, iya Ario melambaikan tangan dari dalam mobil, membuka kaca mobilnya. Melihat gadis cantik berambut agak bergelombang itu.
“Kok nggak bilang kalua mau jemput?” Arraya mendekat. “Untung saja aku belum pesan taksi,” ungkapnya.
“Kejutan untuk tuan putri,” Ario menatap Arraya dengan penuh cinta.
“Tadi itu aku nungguin Kania dulu, karena dia lagi sakit,” ujar Arraya lalu masuk ke dalam mobil, duduk di samping Ario.
“Iya, tadi aku lihat sayangku lagi nungguin bestinya sampai masuk ke taksi,” Ario meraih tangan kanan Arraya lalu mengecupnya. Salah satu kebiasaan yang dilakukan Ario, Arraya sudah hafal betul.
“Jadi sudah dari tadi nungguin,?”
“Ya…lumayan sih,”
“Kania sakit? Sakit apa?” Ario mulai menjalankan mobilnya perlahan.
“Aslam kambuh sepertinya, mual-mual nggak mau makan,”
“Oh,”
“Ini apaan?” Arraya menengok bangku belakang, sudah ada box makanan.
“Makan malam buat sayangku,” ujarnya sambil nyengir. Arraya mengulum senyum, benar-benar dah Ario selalu saja seperti ini. “Aku tadi sudah makan di kantor karena ada acara, jadi tadi pas jalan kesini aku belikan makan malam, kamu belum makan malam kan?” Ario mengelus rambut Arraya dengan lembut.
“Makasih ya sayang,” Arraya tersenyum manis.
“Yap, sama-sama cantik,”
Arraya begitu diistimewakan, sedikit-sedikit dirayakan. Sungguh Arraya merasa sangat Bahagia.
Bertemu dengan Ario 2 tahun yang lalu, kemudian sudah pacarana sejak setahun yang lalu. Tidak mau menghabiskan waktu sia-sia, Ario dan Arraya sepakat untuk segera melangkah ke jenjang yang lebih serius. Yakni tunangan, dan karena Arraya sudah yatim piatu sejak usia 10 tahun. Maka hanya dia yang menentukan jalan hidupnya, tidak ada orang lain lagi yang bisa memberikannya pertimbangan.
“Mampir?” tanya Arraya pada Ario saat dia sudah keluar dari mobil.
“Sudah ditunggu sama Nyonya bos di rumah, yang penting sayangku sudah sampai rumah dengan selamat, sudah ada makanan, aku sudah sangat Bahagia, selamat malam sayang….segera makan ya….” Ario melambaikan tangan. Arraya mengangguk dan membalas lambaian tangan Ario.
“Iya, makasih ya…,”
Mobil Ario meninggalkan Arraya yang masih mematung di depan pagar rumahnya, setelahnya Arraya membuka pagar rumahnya dan masuk ke dalam rumah dengan perasaan berbunga-bunga. Perasaan cintanya pada Ario masih sama seperti pertama bertemu, berbunga-bunga.
Arraya menenteng goody bag yang berisi box makan malam yang dibelikan Ario. Dia meletakkan di meja makan, sebelum makan malam dia mencuci tangan terlebih dahulu. Menyalakan lampu lalu membuka box makan tersebut.
Makanan jepang yang dipilih oleh Ario malam ini, Arraya menikmatinya dengan perasaan gembira. Rumah sederhana yang dia tempati merupakan hasil kerja kerasnya selama bekerja, meskipun belum lunas. Sejak ditinggal oleh kedua orang tuanya karena sebuah kecelakaan, Arraya kecil hidup di panti asuhan, dan sejak kuliah dia mulai mandiri. Kuliah sambil bekerja, pada akhirnya dia lulus dan bekerja mandiri seperti sekarang.
Rumah sederhananya yang berada di perumahan adalah rumah impiannya, berada di lingkungan yang nyaman dan tenang, tidak bising. Sesekali Gisell dan Kania menginap di sini. Kania salah satu sahabatnya adalah anak orang kaya, tapi hatinya baik banget dan rendah hati sekali. Papanya punya Perusahaan besar, tapi Kania memilih
mengembangkan bakatnya dan bekerja di luar Perusahaan keluarganya. Sedangkan Gisell, tak ubahnya seperti dirinya. Gisell juga sudah tidak punya orang tua, bedanya Gisell ditinggal oleh kedua orang tua saat dia SMA.
Arraya mengemasi box makannya dan membawanya ke dapur yang tak jauh dari tempat dia makan, lalu dia mencucinya. Masih dengan seragam kantornya.
Arraya berganti baju setelah mandi dengan air hangat, kemudian kembali ke dapur untuk membuat secangkir coklat hangat, salah satu kebiasaan yang dia lakukan sebelum tidur. Arraya membuka gorden kamarnya dan melihat keluar, taman kecil di samping kamarnya yang selalu dia lihat sebelum tidur, Arraya menyesapnya perlahan. Dia begitu bersyukur berada di titik ini. Rasanya dia tidak ingin mengingat masa lalunya yang menyakitkan, hidup tanpa kedua orang tua di usia kecil itu sangat tidak mengenakkan. Tapi Arraya juga sangat merindukan kedua orang tuanya.
Foto keluarga menempel di dinding kamarnya, foto saat usianya masih 9 tahun diapit oleh kedua orang tuanya. Arraya menatapnya, lalu berjalan mendekatinya, mengelus wajah kedua orang tuanya.
“Ma…Pa…Arraya kangen sama kalian, anda Mama dan Papa masih ada, Arraya akan mengenalkan Mama dan Papa pada Ario yang baiiiiik banget sama Arraya,” gumamnya sambil tersenyum.
Iya, Ario benar-benar melengkapi hidupnya, bisa menerimanya. Tak juga Ario, kedua orang tua Ario pun sangat menyayanginya. Hal yang sangat dia syukuri.
Pertemuan pertama dengan Arraya langsung membuat Ario jatuh cinta pada gadis itu. Pembawaan yang ceria, pandai berbicara dan ramah. Saat itu pertemuan mereka tidak disengaja, mereka bertemu dalam acara yang sama. Perusahaan tempatnya bekerja bekerjasama dengan kantor yang yang ditempati oleh Arraya saat magang.
Gadis cantik itu mengusik pikirannya, Ario lantas mendekatinya dan ingin mengenalnya lebih lanjut dengan harapan gadis itu belum punya kekasih. Satu tahun mendekati Arraya, dia tahu Arraya adalah anak magang dan belum lulus kuliah. Tapi Ario siap menunggu hingga gadis itu mau menerimanya. Dia sungguh tertarik pada Arraya.
Hampir setiap hari dia menjemput Arraya meskipun awalnya gadis itu menolak karena merasa tidak enak hati harus merepotkannya. Hingga satu tahun dekat, akhirnya cintanya diterima oleh Arraya. Benar, Arraya belum memiliki kekasih. Akhirnya gadis itu luluh padanya.
Hampir sama dengan visi dan misi Arraya, Ario juga tak ingin lama-lama pacarannya. Lebih baik segera tunangan dan menikah. Kedua orang tuanya juga menyukai Arraya. Mama Ario yang memang sebenarnya ingin memiliki anak Perempuan itu sudah jatuh cinta pada Arraya saat pertama kali melihat Arraya.
“Kamu sudah makan Yo,?” tanya Pinasti, Mama Ario saat melihat putra kesayangannya pulang.
“Sudah Ma,” jawab Ario, Mamanya sedang makan sendirian di meja makan seperti biasanya. Ario nampak berantakan karena menggaruk kepalanya hingga rambutnya awut-awutan.
“Seperti capek banget? Kenapa?” tanya Pinasti sambil melihat Ario.
“Nggak apa-apa Ma, capek saja kerja” kilah Ario. “Mama kok sendirian?”
“Iya, Papa ada lembur, tadi barusan pulang si Tata,” Tata adalah saudara sepupu Ario. Cewek tengil itu memang sering ke rumahnya.
“Ngapain?” tanya Ario malas.
“Mampir saja, katanya tadi dari temannya yang ada di daerah sini,”
“O” jawab Ario singkat.
Ario adalah putra semata wayang dari Pinasti dan Liam Madison. Keluarga kaya itu benar-benar memanjakan putranya. Selain kaya dari sononya, Ario juga punya keahlian, dia sukses di usia muda. Tidak hanya mengandalkan harta kekayaan orang tua. Dia benar-benar idola kaum muda.
Dengan segala yang dia punya, tak jarang banyak para gadis yang menaruh hati padanya. Ario yang supel dan mudah bergaul juga memiliki banyak teman, rekanan. Banyak pengagum rahasia dari kalangan cewek-cewek. Tak dapat dipungkiri, Ario tersanjung.
Sebelum pacarana dengan Arraya pun Ario terkenal playboy, dan masih punya pacar saat mendekati Arraya kala itu.
Menjadi salah satu pimpinan muda di perusahaan-perusahaan ternama membuat nama Ario dikenal di beberapa kalangan. Banyak relasi dan mudah mendapatkan klien kerja.
Ario menyibak rambutnya yang basah, baru saja dia keluar dari kamar mandi. Handuk masih menggantung di pundaknya.Tangannya menyambar ponsel yang tergeletak di ranjangnya, membalas pesan yang masuk. Senyumnya tak henti mengembang saat membalasnya. Ario merebahkan dirinya di ranjang sambil terus menatap layar ponselnya.
***
“Selamat pagi pak,” sapa seorang karyawan saat berpapasan di depan lift, Ario mengangguk dan melemparkan senyum pada karyawan yang menyapanya. Ario dikenal ramah, dan memang sebaik itu. Suka menolong dan ramah kepada karyawan.
“Bos kita ini memang baik banget nggak sih?” ujar karyawan di samping setelah melihat Ario masuk ke dalam lift. “Sudah ada pacar belum?” bisiknya.
“Huuush jangan macem-macem, udah ada, udah mau tunangan, pernah sekali lihat pas dibawa kesini sih”
“Oh ya? Apa aku pernah lihat ya?” ujar karyawna Perempuan tersebut sambil mencoba mengingatnya.
“Eh di mana? Aku aja belum pernah lihat,”
“Pernah kapan hari pas aku ngemall, lihat pak Ario lagi ngemall juga sama cewek, rambutnya segini,” karyawan itu memegang lehernya.
“Setahuku rambutnya Panjang sih, apa sudah potong rambut?”
Mereka masih asyik mengghibah.
“Ih masa sih kamu lihat Pak Ario sama cewek berambut pendek? Apa mungkin bukan pacarnya? Adiknya mungkin” ujar salah satu karyawan menyangkal.
“Lah masa kalau adiknya mesra-mesraan sih?”
“Kamu yakin itu pak Ario?”
“Nah itu dia, soalnya dari jauh juga sih, mirip…tapi nggak yakin juga, makanya aku nanya pak Ario sudah ada pasangan apa belum,” ujarnya nyengir.
“Ya udah, nggak usah dibahas lagi, nanti pak Ario kejengkang,”
Mereka berdua kembali menyusuri lorong menuju ruang kerjanya.
Ario masuk ke dalam ruangannya didampingi dengan sekertarisnya, Ario berangkat pagi karena ada
jadwal untuk keluar kota hari ini.
“Sudah siap kah agenda untuk hari ini?” Ario memastikan.
“Sudah pak, sudah dari kemarin, saya letakkan di meja bapak,”
“Harusnya kamu kirim ke saya,” Ario melihat ke atas mejanya.
“Sudah pak, saya kirim kemarin juga” Melati menanggapi dengan santai dan dengan nada ramah sekali.
“Oh, sorry, berarti aku yang nggak ngecek,” Ario semalaman main ponsel tapi tidak mengecek pesan yang ada di bawah.
“Iya pak,”
Ario ada tugas ke luar kota hingga 3 hari ke depan. Ario melihat jadwal yang ada di mejanya, lebih mudah melihat hasil print ketimbang melihat file yang ada di ponselnya.
Ario meraih ponselnya dan melakukan panggilan untuk Arraya.
“Sayang, aku ada tugas ke luar kota selama 3 hari, kemarin mau bilang ke kamu aku lupa, nanti pulang biar diantar sama sopir aja ya?” tawar Ario.
Nggak usah sih beb, nanti aku naik taksi aja. Mau keluar sama Kania sama Gisell.
“Oh ya udah, nanti makan aku kirim ya…,”
Nggak usah beb, beneran…gampang mah itu. Kamu hati-hati ya beb, cepat pulang
“Iya…”
Berangkat jam berapa?
“Habis ini sayang, jam 9 an”
Ok, hati-hati ya sayang
Panggilan usai, kemudian Ario melakukan panggilan yang lainnya.
“Mel, kamu pakai mobil yang lain saja ya…” Ario meminta Melati misah.
“Siap pak,” Melati nurut, begitulah permintaan bosnya. Kadang meminta satu mobil agar mudah koordinasi, kadang juga diminta misah.
Ario Bersiap keluar kantor dan berangkat ke kota yang dimaksud untuk kegiatan kerjanya. Ario kembali melakukan panggilan sembari masuk ke dalam lift.
Melati Bersiap di mobil satunya dengan salah satu sopir kantor.
“Kok tiba-tiba sih bu pakai mobil 2?” tanya sang sopir.
“Iya pak, nggak tahu pak Ario yang minta.
“Oh ok siap,”
Sementara Ario baru saja masuk ke dalam mobilnya beserta sopirnya, akhirnya mereka berangkat ke kota tujuan. Sepanjang perjalanan Ario membaca file yang akan dia presentasikan siang nanti. Dia harus tampil baik dan meyakinkan, karena ini adalah salah satu klien besar. Jika berhasil mendapatkan tender ini maka akan sangat menguntungkan bagi perusahaannya dan akan berimbas pada prestasinya. Setidaknya akan mengukuhkan dia sebagai pengusaha muda yang sukses.
Ario sibuk membuka laptopnya, sesekali dia mengecek ponselnya, membaca pesan dan membalasnya. 3 hari akan menjadi hari yang sibuk untuknya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!