"Mika-san?…"
Yui menatap khawatir saat melihat kerutan didahi Mika, tapi saat melihat senyuman kecil dia seperti sedang mengatakan 'aku baik'.
Tidak, ia berbohong. Mika tidak pernah baik-baik saja, kutukan seperti ini tumbuh akan terus ada. Setelah bangun dia merasakan kulitnya seperti ditikam ribuan jarum, itu menyakitkan bahkan untuk veteran sekalipun.
Mobil berhenti tepat didepan sebuah mansion besar, suasana malam membuat merinding. Setelah menurunkan penumpang Mobil melaju pergi, Yui menatap mansion yang lebih mirip sebuah manor.
"Apakah ini tempatnya?"
Gadis dengan rambut sepundak itu masuk lebih dulu dengan menyeret kopernya sementara Mika mengikuti dibelakang.
'Tempat ini memiliki suasana kuburan, kenapa aku juga disini?'
Tidak sadar bahwa kakinya sudah berhenti melangkah tepat didepan anak tangga.
"Permisi, ada seseorang didalam?"
Pintu tiba-tiba terbuka tanpa menunggu Yui masuk melihat isi dalam mansion melupakan Mika yang sedang melamun. Dia terus memanggil nama pemilik mansion tapi tidak mendapatkan jawaban.
Sampai dia melihat seseorang yang sedang berbaring di sofa. Kulit pria itu pucat saat Yui memeriksa detak jantungnya, itu tidak berdetak.
Tiba-tiba orang yang terbaring terbangun dan mencengkram tangan Yui.
\+\+
Suara ketukan sepatu terdengar angin malam yang sedikit kencang membuat rambut hitam Mika sedikit berterbangan. Rambut panjangnya yang diikat kuda bahkan tidak cukup untuk membuat rambutnya tetap rapi.
Tapi anehnya gadis itu bahkan tidak bergeming dari tempatnya, satu persatu air mulai turun dari langit.
\*Guntur\*
"Aaaa! Mika-san tolong…!"
"Ehh! Yui?…"
Mika yang hanya tau nama karakter dan beberapa spoiler jadi tidak tau apa yang sedang terjadi didalam.
Bergegas masuk dan langsung membuka pintu mansion. Mika menatap kosong dengan pemandangan yang terlihat aneh tapi nyata.
Yui berada diantara tiga pria dan apa itu\_\_ mereka menggigitnya?
"Ah benar ada satu gadis lagi."
Pria dengan earphone ditelinga berbaring di sofa dengan mata terpejam. Ada yang menggunakan kacamata, lalu berambut putih. Mika beralih pada tiga pria yang mengelilingi Yui.
Yang satu berambut merah, lalu ada yang berambut ungu terlihat seperti psikopat dan terakhir pria yang menggunakan topi fedora.
"Kenapa tidak mengatakannya sejak awal."
Si Kacamata membenahi posisi kacamatanya, lalu menatap tajam.
"Aku lupa karna tidak melihatnya."
Dibalik kacamata pria itu mendengus dingin dengan jawaban kakaknya, perlahan dia menilai penampilan gadis yang terlihat bingung.
Rambut hitam panjang yang diikat kuda lalu matanya yang biru laut, kemeja dan rok dibawa lutut ditata dengan rapi. Dan tangan yang ditutup sarung tangan hitam.
Dia kembali menatap gadis itu menyebabkan mata mereka berdua bertemu. 'yang satu ini terlihat lebih beretika dibanding yang satunya', menatap Yui.
"Wah kita punya banyak bank darah." Ucap rambut ungu.
"Yang ini baunya berbeda aku ingin meminum darahnya."
Mika memiliki tatapan gelap, sejak tadi dia dan kacamata saling menatap dan tidak ada yang berpaling sedikitpun.
"Cukup, Ayato antar gadis itu kekamar nya kembali setelah itu, dan kau tetap disini."
Ayato menghilang dengan membawa Yui. Tiba-tiba seorang pelayan muncul dan membawa koper Mika.
\+\+
Mika duduk pada sofa dikeliling oleh dua orang aneh. Pria kacamata itu duduk diseberang dengan pria earphone yang sepertinya sedang tidur.
"Ne, ne Teddy menurutmu bagaimana rasa darahnya?"
Pria rambut ungu tertawa memainkan boneka beruang dipeluknya, bicara seolah boneka itu hidup.
"Bitch-san izinkan aku mencicipi darahmu sedikit."
Rambut panjangnya dimainkan oleh pria dengan topi fedora seperti sedang menggoda kekasihnya.
'yang ini pria mesum.'
\*Batuk\*
Pria kacamata mulai bicara. "Karena kau akan tinggal disini aku pikir kami akan memperkenalkan diri, aku Sakamaki Reiji anak kedua."
Yang disebelah bicara tanpa membuka mata. "Anak pertama, Sakamaki Shu."
"Ayato panggil aku ore-sama, sepertinya darahmu enak aku ingin mencicipinya." Si rambut merah bicara.
Lalu sebuah nafas mengenai lehernya, Mika menatap pria dengan topi fedora yang tersenyum. "Aku Laito bit\*h-san senang mengenalmu ~"
"Haha, ne, ne Teddy lihat dia melihat kita."
"Dia Kanato," Reiji melihat adik bungsunya. "Dan yang terakhir Subaru."
Subaru berdecak kesal, Reiji masih menatap seakan menunggu sesuatu. Sadar belum memperkenalkan diri Mika menarik nafas.
"Takanashi Mika."
Shu berkerut perlahan membuka matanya menatap wajah Mika yang bisa di lihat hanya wajah yang terlihat tidak peduli dengan sekitar.
Acuh tak acuh, begitu penilaian Shu.
"Kalian kembali kekamar, dan Shu antar perempuan ini kekamar nya."
"Kenapa tidak kau saja!"
Reiji tidak menjawab dan langsung menghilang disusul dengan yang lainnya, lagipula ada yang harus dipastikan dibanding mengantarkan gadis ini kekamar nya.
Laito mencubit pipi Mika. "Tidur yang nyenyak bitch-san~" ia langsung menghilang setelahnya.
Wajahnya kusut dengan tangan yang mengelus pipi untuk menghilangkan rasa sakit. Hidupnya sial karena harus hidup didunia aneh.
Shu dan Mika hanya diam tidak berminat membuka suara bahkan mereka terlihat seperti tidak saling mengenal, ya meskipun mereka baru melakukannya. Pria itu bangkit lalu menatap Mika yang sibuk dengan pikirannya.
"Ayo, Ikuti atau kau akan tertinggal."
Anak sulung dari keluarga Sakamaki berjalan didepan Mika, benar-benar mengantarkan kekamar.
Shu berhenti lalu membuka salah satu pintu memperhatikan kamar yang akan diisi dengan gadis dibelakangnya. Dia berbaring di kasur tidak peduli dengan pemilik kamar yang menatap aneh.
Koper, Mika membongkar isinya langsung membereskan pakaian dan ada juga beberapa novel dengan volume berbeda.
Dia membuka salah satu novel dan membacanya, berjalan menuju kasur dan duduk dipinggir.
Hening sesaat sebelum Shu yang tiba-tiba menghirup aroma dari lehernya, ia bersandar pada pinggir ranjang. Melihat Mika yang tidak terganggu ia memutuskan untuk menahan posisi ini.
"Harum darahmu berbeda dengannya."
"Yui?"
"Hm."
\*Lick\*, Shu menjilat lehernya.
"Bangsat!" Mika menutup novel, beranjak dari atas kasur. Mendapati tawa kecil dibelakangnya membuat mika meringis.
Vampir, genre dalam hidupnya berubah drastis saat hidup di dunia ini. Tidak ada komentar karena hidupnya dulu memiliki genre trailer, dan vampir tidak jauh berbeda kan?
\*Bruk\*
Tapi Shu menarik tangannya.
Mika berkedip melihat langit-langit kamar yang terhalang wajah Shu, untuk beberapa saat mereka sama-sama diam.
"Shu, ini-?"
"Aku penasaran kenapa darahmu memiliki harum seperti mawar?" Menghirup aroma Mika.
Mawar? Parfum yang mika pakai memang memiliki harus seperti itu. Dia mendorong wajah Shu menjauh dari ceruk lehernya.
"Parfum ku berbau mawar. Jadi menyingkir sekarang."
Shu kesal dan langsung menahan tangan kecilnya. Ada apa dengan tenggorokannya sekarang, Shu merasakan haus yang mengerikan setelah menghirup aromanya.
\*Jleb.\*
"Ugh-."
Mika meringis saat Shu yang menancapkan taring dilehernya tiba-tiba. Suara tegukan saat Shu meminum darahnya terdengar dengan jelas.
Kalian tau itu sakit, serangan tiba-tiba dimana tubuhnya tidak siap dan terkejut. Ini buruk sejak kejadian itu mika harus bertahan setiap waktu melalui proses menyakitkan ini.
"Ng. Shu…"
Saat ini yang dirasakan Shu hanya rasa haus, bau darahnya tidak seperti gadis itu (Yui), darahnya memiliki harum ringan. Tanpa sadar Shu memperdalam gigitannya membuat gadis dibawah merintih.
"Shu c-cukup. Argh-"
\+\+
Kanato yang sedang duduk bersama Teddy berhenti saat mencium aroma baru, ini jauh lebih lembut dibanding dengan pengantin mereka.
Ayato yang sedang meminum darah Yui juga berhenti. "Harum ini-"
Laito menjilat bibir bawahnya, merasakan harum baru.
"Dasar anak manja itu." Reiji meletakkan cangkir tehnya, sudah tau siapa pelakunya.
Subaru yang sedang duduk ditaman menatap salah satu jendela, asal bau harum ini muncul dari sana.
Mereka berlima berteleportasi menuju satu tempat untuk memastikan. Tapi saat sampai disana mereka hanya bisa cengo, melihat dua orang yang sedang saling menjambak rambut.
Yang satu ada Shu.
Dan yang lainnya adalah Mika dengan wajah datarnya.
"Ter\_lalu banyak. Ugh-" Mika kesal karena Shu yang semakin memperdalam taringnya.
"Nghh."
Shu menggenggam rambut hitamnya membuat gadis itu mendanga, memberi akses yang lebih besar untuk dibenahi. Sejak membenamkan taringnya yang Shu ingin adalah terus minum dan tidak ingin berhenti.
"Wa bit\*h-san kau begitu seksi ~"
Laito melepaskan tangan yang menjambak rambut Shu, mencium lembut pergelangan tangannya. Mika tersentak. Tidak begitu sulit karna tangannya sudah gemetar dan pucat.
"Shu Laito hentikan! Kalian tidak bisa membuatnya mati karena kehabisan darah."
"Aku bahkan belum merasakan darahnya."
Subaru hanya menatap.
Kanato tertawa kecil melihat semuanya. Shu menjilat bekas gigitannya membersihkan sisa darah. Dia bisa melihat sang gadis yang berkedip sayup, 'sepertinya aku berlebihan.'
"Tidurlah." Shu berbisik lembut membuat Mika yang lemah langsung tertidur.
Setelah memastikan si gadis tertidur, Shu membenahi posisinya untuk duduk. Melihat saudaranya yang sedang menatapnya penuh minat. Seperti sedang bertanya 'bagaimana rasanya?' atau 'apakah darahnya manis?'.
"Jadi bagaimana dengan rasa darahnya? Meskipun sepertinya tidak sebaik eve." Ucap Reiji.
Semua orang penasaran, sampai Shu membuka suara.
"Tidak ada yang istimewa, hanya baunya saja yang berbeda." Jelas Shu. 'aku tidak bisa katakan darahnya bisa menjadi candu, seperti hangat dan lembut kue yang baru matang.'
"Eh, padahal aku mengharapkan hal istimewa." Kanato memainkan boneka Teddy nya.
Tapi hanya ada satu orang yang sadar dengan kelakuan aneh Shu meskipun tidak terlalu terlihat tapi dia menyembunyikan sesuatu.
\+\+
Dua jam kemudian Mika terbangun dan mendapati kamarnya yang sepi. Shu sepertinya pergi setelah puas, eh? Bukankah tadi Sakamaki berkumpul disini?
"Grrr, Shu aku berjanji akan memberimu pukulan nanti."
Erangan kecil saat merasakan sakit pada lehernya, sepertinya yang lain tidak meminum darahnya.
Perlahan Mika bangun menatap keluar jendela yang diterangi cahaya bulan. Dan sepertinya insomnia nya kambuh. Dia mengambil novel yang sebelumnya tertunda karena Shu dan membacanya.
03.00 \*p.m\*, masih terlalu dini untuk bangun.
Kakinya gemetar karena lapar dan kurang darah, dia menuruni tangga menuju dapur. Setelah itu Mika membuka lemari pendingin menatap beberapa buah dan memakan nya.
\*Tuk\*
"Apa yang kau lakukan disini? Ini masih malam. Manusia seharusnya beristirahat." Seseorang menyentuh bahunya dengan suara yang dalam.
"Apa yang kau lakukan disini?"
"Aku kekurangan darah dan sekarang kelaparan, salahkan Bajingan itu yang meneguk terlalu banyak."
Pakaiannya masih sama hanya tubuhnya sedikit gemetar karena terlalu memaksakan diri berjalan dari kamar menuju dapur. Kulitnya juga lebih pucat menandakan bahwa si gadis kekurangan darah, tubuhnya juga terlihat kecil.
Reiji menghela nafas lalu menaikan kacamatanya, dan jangan lupakan bekas gigitan yang ditinggalkan kakaknya, Shu.
"Kau lapar?"
Mika mengangguk, kakinya seperti mati rasa karena terlalu lama berdiri.
\*Street\*
Tubuhnya yang kecil diangkat, lebih tepatnya dipindahkan ke meja makan oleh Reiji. Setelah itu dia langsung pergi menuju dapur untuk membuat makanan.
Selang beberapa waktu Reiji kembali dengan sepiring pancake. "… Makan."
"Aku bisa makan sendiri tidak perlu\_ hm."
Itu terpotong saat Reiji dengan paksa menyuapi Mika. Si gadis diam sembari menikmati, sejujurnya ada rasa kesal karena harus disuapi.
'bukankah aku tamu yang tidak sopan? Ini bahkan belum sehari aku tinggal ditempat ini dan tuan rumah malah menyuapi tamu makan.'
Dia kembali mengingat kelakuan Shu tanpa sadar bicara. "Aku berjanji akan memukulnya."
"Siapa yang akan kau pukul?"
"Shu. Aku akan memukulnya karena melakukannya." Melakukan yang dimaksud adalah meminum darah tanpa seizin pemilik.
Reiji terus menyuapi si gadis, padahal dia berfikir bahwa Mika adalah orang yang tenang tapi setelah melihat wajah yang tersenyum saat mengatakan akan memukul seseorang membuat Reiji paham tentang satu hal.
'dia juga manusia biasa.'
Perlahan Reiji bisa melihat tubuh itu tidak lagi bergetar. Dia langsung pergi untuk membersihkan piring setelah isinya habis dan kembali melihat Mika yang sedang mengetuk meja.
\*Tuk, tuk.\*
"Hei."
Untuk kedua kalinya Mika dikejutkan karena tubuhnya terangkat, melihat Reiji yang seenaknya menggendongnya dan mulai berjalan.
"Reiji, aku bisa berjalan sendiri."
"Tubuhmu gemetar dan kulitmu pucat kau yakin bisa berjalan menaiki tangga seorang diri?"
Tidak, Mika yakin bahwa dirinya akan berhenti beberapa kali untuk mengumpulkan tenaga dan kembali berjalan. Lagi pula bukankah Reiji bisa teleportasi langsung kekamar?
"Jadi kau kasihan padaku karena tubuh yang gemetar dan lemah ini?"
"Manusia selalu menjadi mahluk paling lemah, lagipula aku akan makan malam setelah mengantarmu."
Makan malam ? Vampir yang satu ini juga aneh. Ini juga menyenangkan karena Mika tidak perlu berjalan dan menguras tenaga.
"Aku belum mandi."
Reiji berhenti lalu menatap gadis yang berada digendongnya. Bingung dengan apa yang dikatakan, dia hanya bisa mencium bau mawar dan madu yang bercampur. Bau madu berasal dari pancake, lalu dari mana asal mawar ini?
Tidak perlu berfikir Reiji sudah mengetahui jawabannya.
'Ini bau darahnya.' ini baru benar-benar tercium saat dekat dengannya, Mika.
Mika memperhatikan Reiji yang terus berjalan, mengabaikan apa yang diucapkan sebelumnya. "Kenapa tidak teleportasi?" Dia merasakan Reiji tersentak dan mereka langsung tiba dikamar.
"Ini bukan kamarku reiji."
Mika merasakan firasat buruk saat melihat mata Reiji yang berkilat lapar. 'tidak, jangan bilang yang ini juga.'
"Aku penasaran tentang satu hal, kenapa Shu berbohong tentang darahmu ini. Meskipun yang lain tidak menyadari aku tau bahwa anak itu menyembunyikan sesuatu."
Reiji tidak pernah melihat Shu yang terlihat begitu lapar itu bahkan ketika melihat eve.
Tubuh mika diletakkan di atas kasur, kembali terperangkap untuk kedua kalinya. Reiji mungkin iri dengan Shu yang mencicipi lebih dulu dibandingkan dengan reiji sendiri.
Reiji tersenyum membuat merinding.
'hei seharusnya Yui yang jadi santapan vampir ini bukan aku!'
"Reiji…"
Tangan yang tertutup sarung tangan hitam itu dibuka perlahan, setelahnya Reiji memberi ciuman kecil dipergelangan tangannya.
'ada apa dengan senyum diwajahnya.' Mika gelisah, tubuh yang pucat itu meringkuk saat vampir membenamkan taringnya.
"Shit."
Tubuh dibawah gemetar dengan wajah kesal membuat Reiji tersenyum tanpa sadar. Setelah dua tegukan dia melepaskan taringnya, melihat darah yang mengalir mengikuti gravitasi.
"Shu berencana untuk menyimpan ini sendiri."
Darah yang terasa ringan tapi manis dan lembut di tenggorokan. Sedikit menunduk untuk membersihkan sisa darah yang mengalir, Reiji tersenyum kembali. Menjilat lalu mengisap pada bekas gigitannya.
"Ngh- hentikan.…"
Pandangannya berkunang-kunang, perasaan seperti mengambang ini tidak disukai Mika. Dia masih bisa melihat pemandangan dimana Reiji mendekat kearah lehernya, menatap bekas yang ditinggalkan taring Shu.
"…Argh."
Telinga Reiji menangkap rintihan kecil dibawahnya, seringai mengembang. Ia membenamkan taringnya tepat di atas milik Shu, menghisap rakus.
Insting vampirnya berkata untuk membawa gadis ini ketempat dimana tidak ada yang menggangu waktu makan nya, dan dia membawa Mika kekamar miliknya
"Ini kamarku."
Disaat hampir kehilangan kesadaran Mika masih bisa mendengar Reiji yang bicara setelah itu dia benar-benar kehilangan kesadaran.
"Sepertinya aku juga berlebihan, bagaimana denganmu Shu apa ini jadi rasa kesukaanmu sekarang?"
Sudut ruangan memperlihatkan Shu yang sedang duduk di sofa, dia melihat adiknya. "Bukankah kau juga akan menyukainya mulai sekarang?"
Untuk pertama kalinya Reiji setuju dengan perkataan kakaknya, Shu.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!