NovelToon NovelToon

Jadilah Ibu Untuk Anakku

Bab 1. Di usir

Bab 1. Di usir

"Dasar anak tidak tau diri. Kamu pikir siapa kamu, hanya bisa menyusahkan saja. Aku dan pamanmu yang sudah membiayai kamu hingga kamu jadi besar gini," ketus sangat bibi yang sangat marah dengan nafas yang menggebu-gebu.

"Tapi apa salahku, BI? Dia adalah pamanku yaitu Abang dari ibuku, dia berhak menanggung hidupku." tukas Shafira yang merasa dirinya selalu dianiaya sangat bibi.

"Sudah! nak kamu keluar dulu sana. Biarkan bibi mu sendiri dulu, apa yang bibi katakan jangan di ambil hati ya nak," ucap paman dengan sangat lembut.

Iya, di rumah itu hanya sang paman lah yang sangat peduli padanya. Tanpa menjawab gadis itupun pergi untuk mencari udara segar.

Biasanya dalam sedih gadis itu pergi ke tepi danau, di sana sangat adem dan tenang.

Setelah Shafira keluar, tak lama paman pun keluar karena ada pekerjaan. Dia di panggil oleh tetangga untuk memasang teratak di pernikahan gadis di desa itu.

Hari sudah sore, Shafira kembali pulang ke rumah. Di sana dia melihat bibinya yang tak mau melihat atau menoleh sedikitpun kepadanya.

Sepasang bola mata menatap lekat tas yang berada di ruang tamu itu. "Ada apa ini, Bibi?" tanya gadis itu yang memegang tas yang tidak asing baginya.

Iya, itu tas milik Shafira.

"Sekarang juga kamu pergi dari sini! Jangan pernah kembali lagi ke rumah ini, kamu paham! Pergilah cepat sebelum pamanmu pulang." usir sang bibi membuat Shafira terbelalak rasa tak percaya.

"Aku harus kemana bibi? Aku mau tinggal dimana? Apa salahku? Kenapa bibi mengusir ku?" tanya gadis itu dengan isak tangis.

"Iya terserah kamu lah mau tinggal dimana, itu bukan urusanku. Pintar juga ya kamu berakting, gadis seperti mu memang pintar berakting. Kamu kan yang sudah mencuri emas ku? Ngaku kamu! Dasar maling!" jawab bibi Anjani ketus dengan nada sinis.

Shafira merasa hancur dengan hinaan sang bibi,

Kok tega ya bibinya menuduh keponakan nya dengan kejam begitu,

"Aku tidak mencuri, bi, aku berkata jujur. Tolong, jangan usir aku bi," isak Shafira semakin terdengar.

Suara kegaduhan di rumah itu membuat tetangga ikut berkumpul di rumah Pak Usman, mereka semua sudah pada bergosip. Mereka semua rasa iba terhadap Shafira, mereka percaya bahwa Shafira tidak mungkin mencuri. Shafira adalah anak yang baik.

Sang bibi tidak menggubris teguran mereka ia langsung mendorong Shafira hingga tersungkur di tanah.

Shafira melangkah pelan dengan air mata mengalir membasahi bajunya di sepanjang jalan. Ia bingung harus kemana, biasanya Shafira selalu curhat pada Rama, yaitu kekasihnya. Tapi kini Rama sudah pergi merantau, Rama pergi ke kota untuk bekerja sebagai pembersih di hotel Maju Jaya di kota.

Gadis itu terus berjalan dengan tatapan kosong, harus kemana tujuan ini? Shafira tidak tau.

Fira.." panggil seseorang dari belakang nya.

Shafira menoleh dan itu ternyata sahabat akrabnya bernama Mila Syakir.

"Mila?" jawab Shafira datar.

"Loh, kok kamu nangis? Sambil bawa tas lagi. Mau kemana kamu Shafira?" tanya Mila setelah melihat sahabatnya itu dengan mata yang sembab.

"Aku di USIR, Mila. Aku tidak tahu harus kemana, selama ini aku belum pernah pergi jauh. Kamu tau itu kan?"

Mila mengangguk dan kasian melihat sahabatnya sedih dan tidak tau mau kemana membuat dia merasa iba, Mila membawa Shafira ke kota dan menuju rumah kos miliknya.

Setibanya di kos milik Mila, Shafira segera membersihkan diri supaya dia lebih segar dan tenang. "Kasian sekali hidupmu, Shafira," ujar Mila merasa iba.

"Mila, tolong aku ya. Maaf, jika aku merepotkanmu,"

"Ahh tidak apa apa, apa yang bisa aku bantu untukmu?" tanya Mila.

"Carikan aku pekerjaan Mila, aku ingin bekerja. Apapun itu yang penting halal, yang dekat sini aja dekat dengan kosmu." ujar Shafira berat, ia takut Mila tidak menyetujuinya.

"Itu sih no problem, gampang saja itu. Nanti aku carikan kamu kerja, sementara aku kerja besok kamu tinggal di sini saja. Tidak apa apa kan kamu sendirian di sini?"

"InsyaAllah, aku baik Mil, "

Karena hari sudah malam, Mila mengajak sahabatnya itu makan malam di warung terdekat.

"Bibi mu kok jahat gitu ya?" tanya Mila di sela makan mereka.

"Aku kurang tau, semenjak kedua orang tuaku meninggal sikap bibi terus berubah seperti itu. Dulu sikap bibi sangat baik terhadapku, dia bahkan lebih menyayangiku daripada Annisa putri kandungnya sendiri," jawab Shafira dengan linangan air mata. Di waktu tengah makan air mata menetes sendirinya disaat ia bercerita tentang hidupnya.

"Kamu yang sabar ya," bujuk Mila sembari memberikan semangat untuk terus hidup.

Malam sudah larut mereka berdua tidur dengan nyenyak, hanya Shafira yang terkadang bangun karena mimpinya. Ia bermimpi kedua orang tuanya menangis dan memeluknya erat, hal itu membuat Shafira menangis. Mila yang mendengar itupun ikut terbangun dan melihat Shafira menangis.

"Ada apa, Fira? Kok kamu menangis?" tanya Mila sambil mengucek matanya dan sesekali ia menguap karena masih mengantuk.

"Maaf, Mila. Aku membangunkanmu, aku bermimpi ibu dan ayah. Mereka menangis sedih dan memelukku erat. Aku juga ikut menangis," terangkan Shafira membuat Mila terharu dan juga ikut meneteskan air mata.

Mila yang paham penderitaan temannya pun hanya bisa menyemangati nya agar Shafira bisa bertahan hidup dengan sendirinya. Supaya bibi tau bahwa Shafira yang dia tindas juga bisa merubah hidup, juga bisa bekerja cari uang. Bahwa Shafira tidak akan kelaparan di luar sana.

Akhirnya setelah tenang berdua mereka kembali tidur nyenyak.

"Kamu harus kuat, nak. Ibu dan ayah yakin kamu bisa dan kamu akan hidup bahagia," Terdengar suara itu lagi tapi tidak membuat Shafira terbangun, suara suara itu malah membuat Shafira tidur semakin nyenyak.

Di sisi lain, sang paman pulang ke rumah dengan murka. "Bapak, kok terlihat masam begitu?" tanya bibi keheranan dan sedikit rasa takut di wajahnya.

"Kau masih bertanya kenapa aku marah? Kamu usir Shafira dari rumah! Lantang kamu melawan ku rupanya, dia harus kemana? Dia tidak punya siapapun selain kita. Apa kamu tidak melihatnya atau kamu memang tidak peduli!" Kemarahan paman kali ini menguap sekali hentakan meja membuat bibinya takut dan gemetar.

"Ta-tapi Shafira udah besar, Pak. Dia bisa jaga diri," Bibi tampak membela diri untuk membuat suaminya percaya.

"Bapak tau itu bahwa dia sudah besar, mendidiknya adalah tanggung jawab bapak. Kemana bapak harus mencarinya," nada suara paman kian menurun. Dia kembali mencemaskan keponakannya.

Paman meraung tampak frustasi,

Paman ingat bahwa Shafira punya satu teman dekat di kampung ini juga. Iya, dia bernama Mila Syakir.

Paman mendatangi rumah milik Mila, ternyata rumah itu sudah lama kosong. Sang paman kembali putus asa.

"Maafkan aku adik, aku tidak bisa menjaga amanah mu dengan baik. Aku tidak bisa menjaga Shafira karena istriku," paman menangis histeri. Hari sudah malam, paman baru tiba di rumah dengan wajah lesu.

"Yok, pak. Makan dulu, nanti keburu makanannya dingin lagi." ucap bibi tanpa ada rasa bersalah sedikitpun.

Sang paman tidak menoleh dan menjawab, dia berlalu masuk ke kamar.

Perkataan istrinya tidak di hiraukan, seolah tidak ada suara apapun.

Sudah lima hari Shafira tinggal di kosan milik temannya, Shafira merasa tidak enak jika harus membebani Mila terus.

Mila sudah mencari berbagai pekerjaan untuknya namun, tak ada satupun yang cocok. Ada yang kerja kafe ada juga di toko baju. Tapi pemiliknya malah melirik tajam ke arahnya membuat Shafira takut.

Dasar pria tua genit' umpat nya.

Karena merasa tidak nyaman akhirnya ia mundur dari pekerjaan tersebut, baginya harga diri jauh lebih penting daripada di rendahkan begitu.

"Fira, maaf ya. Bukannya nggak mau menampung mu lebih lama lagi, tapi aku harus pergi ke tempat tanteku, tante Risna. Kamu juga kenal dia. Maaf ya Fira," ucap Mila dengan mengatup kedua tangannya di depan Shafira.

Sedangkan gadis itu hanya bisa bernafas berat, mau tidak mau rela tidak rela ia harus berpisah dengan temannya itu.

Sebelum berangkat menjauh Mila memberikan beberapa ratus uang untuk Shafira, "terima ini ya Fira. Barang kali ini berguna untukmu," ucap Mila dengan penuh rasa iba terhadap Fira.

Shafira mengangguk mengerti, "terimakasih ya Mila, kamu tenang saja aku bisa jaga diri kok."

Bab 2. Nasib yang malang

Bab 2. Nasib yang malang

Shafira merasa enggan tinggal di kosan milik Mila, terutama pemilik kosan terlihat sangat sombong dan cuek terhadapnya. Shafira pergi meninggalkan kosan dengan membawakan tas sedang miliknya.

Shafira tidak tau harus kemana, dia terlunta-lunta cari tempat tinggal. Tapi semua tempat kosan yang ia singgah sudah penuh, karena malam sudah larut Shafira tertidur di toko kosong dengan membentang karton untuk alas tidurnya. Di situ sepi dan banyak nyamuk yang menghantamnya.

Ketika hampir terlelap, Shafira di kejutkan oleh sebuah tangan yang menggerayangi tubuhnya. Shafira terkejut dan langsung menjerit. Tapi mulutnya langsung dibekap oleh orang tersebut.

Shafira berontak sekuat tenaga. Ketika dia hampir menyerah karena kehabisan tenaga, tiba-tiba ada orang datang lalu memukul si penjahat itu. Orang jahat itu lari terbirit-birit setelah di hajar beberapa kali.

Yang menolong Shafira lalu mengajaknya ke kosan pacarnya.

Ia pikir pria itu orang baik dan mungkin teman baik Rama pacarnya.

Tanpa pikir panjang Shafira ikut pria yang menolongnya itu.

Sesampainya di sana, "hay sayang, kamu sudah sampai di sini? Maaf aku terlambat datang," ucap Rama dengan suara lesu.

"Ahh tidak apa-apa, Mas. Untung tadi ada mas itu yang menolong saya di jalan, tapi syukurlah mas itu baik dan mengantarkan aku ke tempat kamu." jawab Shafira dengan nafas lega.

Rama hanya tersenyum kecut, sangat terlihat di wajahnya namun, Shafira tidak menyadarinya.

Mereka yang ia pikir baik, ternyata pria jahat tadi yang mengganggunya juga bekerja sama dengan pacarnya. Dan juga pria yang menolong itu juga bekerja sama dengan pacarnya, mereka bertiga bersekongkol.

Yang ternyata mereka sudah mengintai Shafira beberapa hari. Pria yang menolongnya itu bersikap baik supaya di percaya oleh Shafira.

Shafira sangat syok mendengar semua ucapan mereka, orang yang ia kira baik ternyata sudah membohonginya. Setelah Shafira masuk ke kamar mereka bertiga bertemu dan bicara keras keras, mereka berpikir Shafira tidak mendengar mereka.

"Aku tidak menyangka pacarku sendiri yang ternyata orang hajat, apa maksud dan tujuannya seperti itu?" isak tangis Shafira mulai terdengar, buru buru ia menahan suaranya supaya tidak terdengar keluar.

Hingga pagi hari, mereka memperlakukan nya dengan sangat baik supaya Shafira tidak curiga.

"Makanlah yang banyak setelah ini kita akan mencarikan pekerjaan untukmu, kamu bilang sendiri kan kamu mau bekerja." sahut Rama dengan mengusap pucuk kepalanya.

Shafira hanya mengangguk. ...

Setelah makan mereka membawa Shafira ke suatu tempat,

"Tempat apa ini, Mas? " Shafira kembali bertanya karena merasa heran dengan tempat itu.

"Tempat ini sangat bagus kan sayang, ayo cepat masuk!"

Ajakan yang memaksa membuat perasaan Shafira menjadi tak karuan.

"Bagaimana? Gadis yang aku bawakan cukup menarik kan? Bagaimana dengan bayarannya?" ucap Rama.

"Ini sangat menarik, sungguh menarik. Bodynya luar biasa, oke! Aku bayar kamu sekarang juga cash. 50juta." jawab pria asing itu.

Mendengar perkataan itu membuat Shafira tambah syok dan heran.

"Apa apaan kamu mas. Apa maksud kamu bicara seperti itu?" tanya Shafira dengan mata berkaca kaca.

"Udahh kamu di sini aja bekerja untuk mereka, hidupmu bakal senang. Mereka juga membayar gajimu kok," jawab Rama enteng.

"Apa maksudmu mereka? Kau menjual ku kepada mereka mas?"

"Hahah.... Akhirnya kamu mengerti juga, baguslah jika kamu mengerti. Kalau begitu selamat bekerja aku pergi dulu ya."

"Rama. Kau tidak bisa meninggalkan aku di sini. Aku tidak menyangka kamu jadi sejahat ini sekarang, kamu bukan Rama yang dulu aku kenal." Shafira mengepal tangannya.

Rama tidak peduli dengan teriakan itu, Rama terus berjalan melewati Shafira.

Shafira bergegas lari dari ruang yang besar dan mewah itu.

Shafira berniat untuk melarikan diri dari orang-orang itu namun, usaha Shafira segera di cegah oleh bos tersebut.

"Cepat tangkap wanita ini, kalau perlu ikat dia," titah sang bos tersebut.

Para penjaga itupun segera mengejar Shafira yang berhasil melepaskan diri dari genggaman anak buahnya itu. Shafira lari keluar.

Pintu pagar terkunci, Shafira melihat sekeliling tembok pagar itu sangat tinggi. Shafira jadi takut. Shafira harus kuat supaya dia bisa lari dari mereka. Shafira sekarang tambah yakin niat pacarnya dan teman nya itu tidak baik, mereka ingin menjual Shafira untuk di jadikan pelacur. Tapi untunglah Shafira cepat sadar akan perbuatan mereka.

Shafira melompat naik ke atas pintu pagar besi tersebut, Shafira meraih gagang atas segera mungkin karena melihat anak buah mereka sudah mendekat. Shafira hampir jatuh namun, tangan satunya lagi berhasil meraih ujung jeruji yang tajam itu. Shafira berhasil melompat keluar.

Para anak buah itu membuka pintu pagar dan mengejarnya. Shafira berlari dengan sangat cepat supaya ia bisa menjauh dengan orang jahat itu.

Dalam pelariannya Shafira hampir ditabrak. Keluar seorang pria bugar dan kekar dari mobil mewah itu. Darren memarahinya karena Shafira melintas jalan raya tanpa melihat kiri kanan. Shafira menangis karena merasa nasibnya sangat malang. Darren merasa iba terhadapnya, lalu bertanya tentang kehidupan Shafira.

Shafira pun menceritakan semuanya, tentang orang tuanya yang sudah meninggal hingga bibinya yang jahat dan menagih semua kebaikannya dengan menampung Shafira. Sehingga ia harus berhutang budi pada sang bibi, tapi bibinya tetap mengusirnya karena ia di tuduh mencuri perhiasannya.

Darren merasa kasihan dan mengajaknya ke kafe miliknya.

"Ini tempat siapa Tuan? " tanya Shafira yang melihat tempat besar itu. Sepertinya ini kafe.

"Tidak perlu memanggilku Tuan, panggil aku Darren. Oh iya, kita belum sempat kenalan ya. Siapa namamu? "

"Shafira," jawabnya lirih.

"Baiklah, Shafira. Kamu tidak perlu takut, ini kafe milikku. Sekarang kamu bisa tinggal dan kerja di sini."

Ucapan Darren membuat mata Shafira berkaca kaca, tanpa ia sadari air mata tiba tiba saja jatuh sendiri.

Kkkkrrrrrrrrrrrr...,

"Hahah, kamu lapar ya? Apa kamu belum makan?"

Suara tawaan Darren yang mendengar suara perutnya membuat Shafira jadi malu.

Darren melihat Shafira yang malu segera menghentikan tawanya.

"Ini makanlah,!" ucap Darren dengan menyodorkan sepiring nasi goreng dan ayam goreng di atasnya.

Dengan senang hati Shafira menerima dan segera memakannya dengan lahap.

"Hahah, makannya hati hati nanti kamu keselek lo. Ini minumnya," Darren memberikan segelas minuman jus jeruk padanya.

"Terimakasih, Tuan. Anda baik sekali dan mau membantu saya," ucapan terimakasih itu terdengar lirih dan pelan di telinga Darren namun, Darren masih bisa mendengar nya.

"Tidak perlu berterimakasih, tolong jangan panggil aku Tuan.!" titahnya kembali dengan wajah datar.

Seketika membuat Shafira bergidik ngeri melihat wajah datar Darren.

"Ayo, ikut aku,"

Tanpa menjawab Shafira mengikutinya di belakangnya. "Ini kamar untukmu, kamu bisa istirahat di sini."

Shafira masih dalam sikap diam seperti tadi, ia masuk dan melihat kamar itu. Sungguh kamar yang sangat luas, Shafira terharu melihat kamar itu.

"Ini beneran kamar untukku? Kamu tidak salah, aku hanya pekerja di sini." ucap Shafira lirih namun terlihat mata antusiasnya.

"Apa aku terlihat bercanda? Di dalam lemari itu ada beberapa baju milik kakakku, mungkin pas dan bisa kamu pakai. Aku rasa badannya pas."

"Iya, terimakasih Darren. Aku tidak tau harus membalasmu dengan apa,"

"Ahh tidak perlu, tinggal dan kerja saja di sini."

Darren langsung pergi, jujur Shafira merasa takut dengan sikapnya Darren. Tapi Darren adalah pria baik menurut Shafira, belum kenal Shafira aja Darren sudah mau membantunya.

Shafira kembali mengingat pacarnya itu, padahal Rama sudah lama di kenalnya. Tapi sikap dan niat siapa yang bisa menyangka. Mungkin saja ini sudah menjadi takdirnya.

Shafira bersyukur bertemu dengan Darren, Shafira tersenyum sembari menangis.

Ehh, menangis atau tersenyum sih?

Entahlah!

Yang jelas Shafira terharu.

Bab 3. Pertemuan tak terduga

Bab 3. Pertemuan tak terduga

Keesokan harinya, Darren kembali ke kafe itu dengan membawa putra semata wayangnya. Bernama Kenzo Alfareza.

"Papa, Kenzo mau minum jus alpokat," serunya.

"Oke, sayang. Kamu duduk dulu di sini ya, papa ke kamar mandi dulu dan memesan jus alpokat untuk mu." jawab Darren dengan suara lembut.

Darren berjalan ke belakang dia meminta Shafira untuk di buatkan jus alpokat dan mengantarkannya untuk anaknya. Shafira mengangguk paham. Ia segera membuatkan jus itu untuk Kenzo.

"Hay, adik ganteng. Kamu ya yang minta jus alpokat. Itu papa mu ya, dia minta kakak mengantarkan untukmu." seru Shafira basa basi dengan Kenzo. Shafira memang cepat akrab dengan anak kecil.

"Iya, Kak. Namaku Kenzo Alfareza. Siapa nama kakak?" ucap Kenzo yang terus menatap lekat arah Shafira. Shafira pun merasa heran kenapa anak itu terus melirik ke arahnya.

"Ohh, nama kakak Shafira. Itu nama yang bagus, Kenzo. Ayo, cepat di minum jusnya."

Shafira hendak pergi ke belakang untuk pekerjaannya, namun Kenzo meraih tangannya dan menggenggam erat.

"Shafira. Kamu orang baru di kafe ini, kenapa kamu tidak bekerja? Duduk saja kerjaan mu." Shafira kaget dengan suara yang lantang itu dari arah kamar mandi.

"Maaf, Pak. Maafkan saya," ucap Shafira lirih. Mau bicara apa dia. Mau menyalahkan anak itu, dia kan anak bosnya.

"Sudah sana lanjut kerja!" Darren membentak nya di depan anaknya sendiri. Entah kenapa anak itu tidak suka Shafira di bentak begitu oleh papanya. Biasanya Kenzo bersikap tak acuh terhadap wanita yang datang ke rumah. Banyak wanita-wanita jalang yang datang ke rumah dan mengaku sebagai ibu tirinya. Tapi Kenzo sama sekali tidak suka. Malah ia memberitahukan papanya untuk menjauh dari para wanita-wanita itu.

Tapi berbeda dengan ia melihat Shafira, seolah dia yang jatuh cinta terhadap Shafira.

"Papa, kenapa begitu jahat sama kakak Shafira. Dia kan kakak baik. Kenzo yang memegang tangannya, bukan salah kakak ini, Pa. Papa harus minta maaf padanya." seru Kenzo yang terlihat sedikit kesel terhadap Darren.

"Papa tidak marah, sayang. Loh kamu sudah kenalan dengan nya. Dia baru bekerja hari ini." ucap Darren untuk menenangkan anaknya.

"Papa harus minta maaf!" pinta Kenzo dan tentu saja Darren harus menurutinya.

"Baiklah. Shafira, maafkan aku ya yang sudah membentak mu tadi. Aku tidak sengaja." ucap Darren yang terlihat sungguh meminta maaf.

"Ahhh, tidak apa-apa pak. Kalah begitu saya kembali kerja ya Pak." ujar Shafira dengan lembut.

Darren hanya mengangguk begitu juga dengan Kenzo yang terus saja menatapnya.

"Kamu mau kemana lagi sayang? Tidak bisa lama ya, Papa masih ada pekerjaan." ucap Darren mengacak rambut putranya.

"Papa selalu seperti ini, Kenzo tidak mau di rumah bersama bibi Yanti. Dia orang nya galak, aku tidak suka." rengek Kenzo tentu membuat dirinya bersalah.

"Mungkin kamu yang nakal makanya bi Yanti galak. Mau ganti beby sister nya lagi, kamu selalu tidak cocok dengan beby sisternya." Jawab Darren dan menyenggol batang hidungnya.

"Aku tidak nakal, Pa. Kenapa tidak kakak Shafira aja yang kerja di rumah kita Pa. Keliatan nya dia baik dan tau cara merawat anak kecil." perkataan Kenzo persis seperti omongan orang dewasa saja. Mungkin dia mengerti mana yang baik dan mana yang tidak baik. Toh usianya saja sudah 6 tahun. Gimana nggak ngerti sih.

Darren termenung sejenak memikirkan omongan putranya. Iya, ada benarnya juga dengan ucapan putranya. Tapi Darren akan melihat lihat dulu pekerjaan nya di kafe. Iya, memang sekarang tidak mudah untuk percaya pada orang. Apalagi Shafira orang yang baru di kenalnya, baru semalam ia mengenalnya.

Sebenarnya Darren adalah pria yang sangat membenci wanita, apalagi untuk di jadikan pendamping hidupnya. Kebanyakan wanita ia hanya melampiaskan nafsunya saja, mungkin ia berpikir bukankah itu yang diinginkan wanita. Yang hanya untuk dirinya di sentuh saja. Para wanita hanya menyukai uang lalu dirinya di khianati. Mendiang istrinya yang sangat membuat ia murka bahkan di hari istrinya meninggal ia tak kunjung datang hingga istrinya dikuburkan. Darren terlihat begitu marah melihat istrinya meninggal dengan menggenggam tangan bersama seorang pria asing baginya. Iya, istrinya berselingkuh darinya.

Entah kenapa begitu ia melihat Shafira sejak semalam, tidak ada kata yang lain dan malah ia berbicara lembut. Hanya saja tadi pagi ia membentak nya yang membuat Shafira bergidik takut.

Darren melihatnya tadi, "apa dia merasa takut ya. Tapi kenapa?" dirinya membatin.

Di satu sisi, Kenzo menunggu papanya mengambil kesimpulan dan ia berharap di saat papanya pulang dengan membawa Shafira ke rumah.

Lama tak kunjung tiba, hingga Kenzo tertidur. Darren pulang tengah malam dengan hati penuh pertanyaan. Entah apa yang dia pikirkan saat ini.

Keesokan paginya Kenzo langsung pergi ke kamar papanya, "papa dimana kakak Shafira? Papa membawanya kan semalam? " pertanyaan Kenzo membuat Darren gugup. Ia merasa iba terhadap anaknya.

Sebenarnya apa yang dimiliki Shafira sehingga membuat putranya menginginkan wanita itu.

Kenzo kecewa dengan papanya dan bergegas pergi meninggalkan kamar Darren.

Darren jadi bingung, ia berpikir sejenak. Lalu ia meraih jaketnya lalu pergi.

"Shafira, kamu ikut aku sekarang!" ucapnya tanpa basa basi dulu.

"Tapi mau kemana, Pak?" tanya Shafira pelan.

"Jangan banyak tanya, udah yok berangkat sekarang!" bukannya menjawab pertanyaan Shafira, ia malah membuat Shafira merasa takut dengan sikapnya.

Shafira pun ikut di belakang nya, mereka berdua menuju mobil mewah putih di parkiran khusus untuk bos. Shafira hendak membuka pintu belakang tapi Darren sudah dulu membuka pintu depan untuknya.

"Ayo cepat masuk!" titah Darren dengan ekspresi datar dan tegas.

Shafira tidak berani menjawab ia hanya patuh padanya. Selama di perjalanan hanya ada hening di antara mereka.

Entah kenapa Darren meminta ia duduk di sampingnya? Sangat banyak pertanyaan yang timbul di pikiran Shafira. Sikapnya suka berubah-ubah.

Mobil putih itu berhenti di sebuah rumah elit yang megah nan istana. "Ayo turun!"

Shafira pun turun dan mengekori langkah Darren masuk ke dalam rumah mewah itu.

"Kakak..... Akhirnya kakak datang juga, dari kemarin aku dah tunggu." ucap Kenzo yang menghamburkan duri dalam pelukan Shafira.

Shafira pun memeluknya erat, "loh kenapa menunggu kakak?" tanya Shafira penasaran.

"Mulai sekarang kakak tinggal di sini aja ya, kakak tidak boleh balik lagi ke sana."

Ucapan itu Shafira tidak menjawabnya.

"Lah kenapa? Bukankah dua sudah punya pekerjaan?" tanya Darren pada putranya.

"Sebab kak Shafira tidak cocok bekerja di sana, dia cocok di sini." jawabnya enteng.

Darren tentu kalah berdebat dengan putranya. Keduanya memiliki sifat yang sama. Mereka sama-sama keras kepala.

Darren menyetujui Shafira tinggal di rumah elit itu, Shafira tidak terbiasa masuk ke rumah mewah apalagi untuk tinggal di sana. "Pak, coba di pikirkan lagi. Aku tidak bisa di sini. Aku tidak terbiasa tinggal di rumah besar, aku grogi. Jujur, ini kali pertama aku masuk ke rumah besar nan istana." ucap Shafira tanpa malu malu. Ia langsung bercerita tentang dirinya walaupun itu sangat memalukan. Ia tidak memikirkan malu, dari pada nanti akan lebih malu lagi dengan sikap kampungannya.

Darren menatap ia lekat, "putraku meminta kamu di sini, bagaimana aku tidak menurutinya. Kamu di sini hanya mengurus Kenzo saja, untuk pekerjaan rumah ada bibi Jumi yang mengerjakannya." ujar darren memberi penjelasan.

Shafira pun hanya mengangguk. Langkah selanjutnya entah ia mengerti atau tidak.

Shafira pasrah dengan keadaan.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!