Kastil megah yang menjulang tinggi, berdiri sebagai benteng terakhir dari kekaisaran The Magicway Land, tempat perlindungan terakhir bagi umat manusia. Dari ketinggian, rumah-rumah yang indah berjejer, mencerminkan cahaya pada langit biru muda yang tak berawan. Di dekat gerbang besi yang kokoh, para kesatria petualang bersiap untuk bertempur, menggenggam erat tombak dan pedang mereka, siap untuk menghadapi apa pun yang mungkin terjadi.
"Apakah iblis itu akan melahap umat manusia?" ucap para petualang yang gelisah bertanya pada teman di sebalahnya.
"Mu-Mungkin saja dunia ini akan segera berakhir."
Di dunia fantasi yang berkilau, bakat sihir dihargai dan ditinggikan, menjadi senjata utama dalam memerangi pasukan kegelapan yang muncul dari gerbang misterius. Di tempat ini, monster dan makhluk abadi seperti demon muncul dari kegelapan, mengancam untuk menyerang dan menginvasi dunia. Mereka muncul dari balik gerbang, membawa aura kegelapan dan kehancuran, menantang keberanian dan kekuatan sihir yang melindungi dunia ini.
"kekeke, bunuh... Atau di bunuh!."
Ladang yang dahulu hijau kini menjadi tandus, mirip gurun pasir yang kering. Pohon-pohon yang pernah menjadi sumber kehidupan, kini terkorosi oleh aura jahat yang memakan cahaya di dunia ini. Rakyat jelata berlarian dalam kepanikan, menyaksikan bagaimana kegelapan malam perlahan melahap awan biru yang selama ini menjadi penopang harapan mereka. Di atas takhta, sang Kaisar Suci merasakan getaran malapetaka yang mendekat. Wajahnya memucat, tatapannya kosong, dan tubuhnya gemetar, merasakan beratnya beban yang harus dihadapi.
"Bagaimana bisa para demon itu masih hidup di dunia ini?."
Sebuah portal dimensi berputar dengan cepat, diselimuti oleh energi petir yang semakin membesar. Dari balik gerbang tersebut, Giant Spirit God muncul, dengan tatapan mata merah seperti darah dan tanduk yang terbungkus api biru di dahinya. Rantai ilahi mengikat kedua kakinya dan tangannya, membuatnya berjuang untuk melepaskan diri dari penjara ruang. Teriakannya yang bergema membuat seluruh kekaisaran merasakan kekuatan yang tak terukur, membuat para petualang menciut. Seolah-olah, dalam bisikan terdalam hati mereka, mereka merasa bahwa mereka sedang berhadapan dengan wujud Tuhan yang berbentuk raksasa, yang datang untuk menghancurkan dunia mereka.
Di balik jendela, seorang ahli sihir menatap sosok raksasa yang memakai jubah berlapis armor dan diselimuti api, yang berjuang untuk melepaskan diri dari ikatan. Pria tua berjanggut putih itu, yang dikenal sebagai Great Sage, menghela nafas untuk menenangkan hatinya yang terus bergetar dalam putus asa saat menyaksikan mahluk superior yang datang ke dunianya.
"Dunia ini, apakah akan berakhir?" dia berbisik, "Apakah akan menjadi tanah kosong tanpa kehidupan?"
Tanpa ragu, ahli sihir tua itu menggunakan sihir tingkat tinggi untuk berteleportasi dari menara tower-nya. Pasukan petualang dan prajurit kekaisaran melihat Great Sage, penyihir kelas 9, terbang di atas langit hitam, diselimuti aura biru yang membangkitkan moral pasukan.
Selama dua ratus tahun, ahli sihir legendaris ini telah menjadi legenda dan tidak pernah ikut campur urusan dunia, menjadi tidak lebih dari sekadar rumor. Namun, setelah menyaksikan sosoknya yang hebat, orang-orang mulai percaya bahwa mahluk tinggi itu benar-benar ada.
Seorang penyihir biasanya dibagi menjadi delapan kelas, dan kelas 9 dianggap mustahil bagi manusia untuk melampaui. Namun, Great Sage adalah pengecualian.
°°°
Tanggal rilis novel ini 22 januari 2024.
Mohon dukungannya teman-teman karena novel ini adalah novel pertama Author Lee Hari. Dengan gendre yang lumyan seru dan mohon maaf bila ada kekurangan, dan kalian boleh berkomentar untuk mengoreksi cerita ini, apakah certanya bagus atau mungkin saja jelek hehehe.
Terimakasih. Sudah membaca yah.
...Nama : Azel Kara...
...Keluarga : Azel [ Bangsawan]...
...Umur : 20 tahun....
...Tinggi badan : 175 cm...
...Berat badan : 74 kg...
...Tanggal lahir : 18 November 770 kalender bintang....
...Zodiak : Scorpio....
Seorang pria muda berusia dua puluh tahun dengan rambut hitam bergelombang duduk di kursi taman di belakang mansion miliknya. Matanya yang sedih terus menatap langit biru dengan tatapan kosong, mencerminkan duka yang mendalam. Di belakangnya, seorang pelayan wanita mengenakan pakaian maid, berambut putih terurai berdiri dengan setia, siap menemani tuannya yang berduka setelah kematian ayahnya di medan perang lima tahun yang lalu.
"Alia, apakah kamu juga merasakan keheningan tempat ini?" tanya pangeran muda dengan sedih. "Aku tidak pernah melihat wajah Ayah dan Ibuku."
Pelayan tersebut merasa kasihan terhadap pangeran muda yang telah ditinggalkan oleh kedua orang tuanya di alam sana. Air matanya menetes saat ia mengenang masa lalu, di mana keluarga Azel adalah keluarga bangsawan yang terkenal dan bahkan kaisar pun harus menghormatinya. Namun, segalanya berubah setelah kematian penyihir tingkat 8 di medan perang yang menjadi misteri.
Kini, keluarga Azel hanya menyisakan satu keturunan yang dirawat sejak usia 5 bulan oleh pelayan setianya bernama Alia setelah kematian Ayah dan Ibu Azel Kara, yaitu pangeran muda tersebut.
"Tuan Muda, kamu akan mengerti setelah kamu pergi ke akademi sihir dan mengetahui lebih lanjut tentang kematian Yonya dan master," ucap Alia yang terlihat sedih air matanya mengalir di pipi.
Setelah mendengar ucapan Alia di belakangnya, Azel kara menghela nafas sejenak. Ia meletakkan secangkir tehnya di atas meja bulat dengan hati-hati.
Rasa penasaran yang menyelimuti hatinya membuat Tuan Muda Azel Kara bangkit untuk mengikuti tes akademi sihir yang ketiga kalinya, meskipun sebelumnya ia gagal karena tidak memiliki mana dan skill yang memadai. Ia berdiri dari tempat duduknya, dengan tatapan tajam yang berkobar seperti api, menunjukkan tekad yang kuat.
"Ayah, Ibu, aku akan mencari tahu siapa pembunuh yang telah membunuhmu!" gumamnya, Azel Kara dalam hatinya, penuh dengan tekad yang membara.
Alia, melihat amarah yang tak stabil dalam diri tuan mudanya. Ia hanya bisa berharap suatu saat nanti ia dapat mengembalikan kejayaan keluarga Azel seperti dulu.
"Semoga Dewi Athena memberkatimu, Tuan Muda," ucap dalam hatinya dengan harapan.
■꧂
Satu minggu telah berlalu, sang pangeran muda berdiri di dekat kereta kuda, siap untuk berangkat menuju Akademi Citadel of Sorcery di Kekaisaran The Magicway land yang terletak di benua barat, dekat pegunungan Arden.
Sang kusir bertanya dengan lantang, "Tuan muda, barang bawaan Anda sudah saya naikkan ke atas kereta. Mungkin perjalanan kali ini akan memakan waktu beberapa hari."
"Terimakasih atas bantuanmu Paman."
Saat Azel Kara menaiki gerbong kereta kuda, Alia, seorang pelayan dengan telinga runcing, sangat senang. Ia tersenyum manis sambil melambaikan tangannya.
Kereta kuda itu bergerak dengan cepat, mendekati pintu pagar besi yang terbuka, dimana dinding batu mengelilingi Mansion Keluarga Azel.
"Hati-hati, Tuan Muda. Jangan lupa jaga diri dan makan yang banyak!" teriak Alia dengan lantang.
Mentari berwarna oranye terlukis indah, sementara langit kelaparan melahap sinarnya. Dari balik jendela kereta kuda, Azel Kara melihat awan hitam mulai menyebar di langit, diiringi rintik hujan yang turun dengan lembut.
"Tuan Muda, hari sudah mulai gelap. Kita tidak bisa melanjutkan, itu terlalu berbahaya," ucap kusir pria tua.
"Baiklah, kita akan beristirahat di hutan ini dulu," jawab Azel.
Kereta kuda berwarna kecoklatan itu berhenti di tengah hutan The Infernal Rain Forest, di mana pepohonan basah terkena air hujan yang semakin deras.
Kusir tua itu menatap ke atas langit, di mana petir terus menyambar dan angin kencang menumbangkan beberapa pohon besar hingga menutupi jalan.
"Perasaan ini, kenapa dia berada di sini?" ucap pria tua berjanggut putih yang penuh kegelisahan.
Tanpa disadarinya, sekelompok kawanan serigala berada di belakang kereta kuda. Mata serigala itu menatap tajam, air liurnya mengalir deras, dan mereka melolong keras memanggil kawanannya untuk mengepung mangsanya.
Serigala-serigala berbulu lebat itu berlari kencang menghampiri pria tua bernama Arlottt yang berdiri di samping kuda putihnya. Mereka melompat sambil membuka mulut yang penuh dengan gigi bertaring, siap untuk menerkam.
"Dasar monster rendahan! Beraninya kau mengganggu perjalananku," seru Arlott dengan sinis, sambil melihat monster bodoh yang berani menyerangnya. Ia menjentikkan jarinya dengan percaya diri.
Lingkaran sihir berwarna merah muncul secara ajaib dari atas langit. Sihir api yang cepat menyambar tiga monster serigala itu dan membakarnya menjadi abu.
Serigala-serigala lain yang melihat ancaman yang lebih berbahaya memutuskan untuk mengurungkan niat mereka untuk menyerang dan memilih melarikan diri.
"Dapatkah itu menjadi Magic tingkat lima, sihir api lava yang sangat kuat?" ucap Azel Kara dalam hati, penuh kagum setelah melihat seorang penyihir tanpa harus merapal mantra.
"Hahahaha, aku sangat terkejut melihat keluarga bangsawan yang sudah hancur masih memiliki seorang penyihir tingkat lima," kata seorang laki-laki berjubah hitam yang bersembunyi di balik pohon rindang.
Kehadiran musuh yang memiliki sihir tingkat tinggi, Arlott merasakan tekanan sihir yang kuat, membuat seluruh tubuhnya gemetar.
"Kekuatan ini setara dengan tingkat ke-7. Sialan, kenapa dia ada di sini?" lirih Arlott.
Kakek tua berjubah itu keluar dari persembunyiannya, memegang tongkat kayu di tangannya. Ia berjalan dengan perlahan, tatapan matanya seperti elang yang mengeluarkan niat pembunuhnya.
"Sudah lama kita tidak bertemu, musuh abadiku. Kekeke," kata kakek tua tersebut dengan suara serak.
Arlott sangat terkejut melihat wajah buruk rupa rivalnya, yang penuh dengan bekas luka bakar dan memiliki kekuatan yang mengerikan. Ia teringat akan kenangan masa lalunya yang kelam dan menyakitkan.
■꧂
...Masalalu Mystic Red Village....
Desa Merah mistik terletak di pinggiran hutan The Infernal Rain Forest di benua selatan. Rumah-rumah kayu kokoh berdiri di sana, dan para rakyat jelata menjalani kehidupan mereka sebagai pemburu untuk bertahan hidup.
Arlott, yang baru berusia 25 tahun, memiliki bakat yang terkenal di desanya. Ia telah mencapai tingkat tiga dalam ilmu penyihir. Ia duduk santai di atas batu besar bersama teman baiknya, We Yan, yang memiliki bakat yang tidak sebaik rivalnya, hanya mencapai tingkat satu dalam keahlian sihir.
Namun, kenangan buruk tiba-tiba datang. Seorang penyihir tingkat enam yang jahat menculik anak-anak untuk eksperimen. Dengan munculnya organisasi aneh yang dibenci oleh semua orang, desa merah mistik yang damai pun terbakar dengan kejam.
Arlott dan We Yan, sebagai pelindung desa mereka, berdua bertarung mati-matian melawan sekelompok orang gila. Namun, usaha mereka sia-sia, di mana We Yan terbaring tak berdaya dengan nafas yang berat. Air mata mengalir di pipinya saat ia berusaha bangkit, tapi tubuhnya membeku.
"To-tolong. Kita ini teman sejak kecil bukan," ucap We Yan dengan penuh permohonan.
Arlott, yang telah tertelan rasa takut, karena sihirnya tidak berguna melawan musuh yang kuat, tanpa ragu-ragu, ia rela mengorbankan teman baiknya.
Tatapan pembunuh pria berjubah merah terus menatap Arlott. Ia tersenyum sinis dan berkata, "Bunuh dia, dan aku akan mengampuni hidupmu."
Rasa dilema melanda Arlott, di mana ia ingin bertahan hidup dari kehancuran desanya yang telah menjadi abu. Penduduk desa mati terbakar habis oleh api, dan anak-anak yang tertangkap menangis meminta pertolongan.
"We Yan," ucap Arlott dengan nada tajam, "sebenarnya aku membencimu. Dan inilah kesempatanku untuk mengakhiri hidupmu. Kau selalu saja membuatku jengkel dengan sifat ceriamu yang polos. Sungguh menjijikkan."
We Yan terkejut mendengar kata-kata tersebut. "Kenapa kau membenciku? Apakah aku pernah berbuat salah padamu? Aku yakin kau berbohong."
Arlott, yang berdiri tegak, melihat We Yan berusaha merayu sambil merangkak mendekat dan mencium kakinya dengan wajah penuh noda. Namun, semua itu sia-sia. Pikiran Arlott tidak berubah. Dengan kejam, ia menginjak leher We Yan hingga nyawanya terputus.
"Maafkan aku, teman," ucap Arlott dengan rasa penyesalan. "Ini demi kelangsungan hidupku. Aku tidak ingin mati." Ia berbalik dan berlari menjauh, berusaha bertahan hidup.
■꧂
"We Yan, apakah itu kau, temanku? Maafkan aku jika aku tidak bisa mengenalmu dengan baik," ucap Arlott dengan penuh penyesalan.
"Cukup dengan omong kosongmu! Kau telah menanam benih kebencian di dalam hatiku. Aku datang ke sini untuk membunuhmu," ucap We Yan dengan wajah yang penuh kemarahan mendengar penghinaan tersebut.
Azel Kara membuka pintu gerbong kereta kuda dan melangkah keluar. Ia menyaksikan pertikaian antara Paman angkatnya dan seorang pria tua yang kelihatan lusuh, namun memiliki energi sihir gelap yang membuat sekitarnya terkorosi. Monster-monster kuat di balik semak-semak pun tidak berani keluar, dan pepohonan layu akibat kekuatan sihir yang terpancar.
"Tuan Muda, mengapa kau keluar? Segera masuk ke dalam kereta! Ini adalah perintah," teriak Arlott dengan wajah yang penuh kebingungan.
"Paman, tapi siapa dia?" tanya Azel Kara dengan rasa penasaran.
Senyum jahat terukir di wajah We Yan saat ia mengangkat tongkatnya sedikit, dan segera sebuah lingkaran sihir hitam muncul di langit. Asap hitam yang berbau busuk mulai keluar dari lingkaran itu dan menyebar dengan cepat.
Arlott kehilangan pandangan saat sihir kabut hitam itu menyebar membuatnya merasa ketakutan.
"Tuan muda, berhati-hatilah! Kabut ini beracun, tutup hidungmu!" teriak Arlott sambil menutup hidungnya dengan tangan kirinya. "Aku tidak tahu dia memiliki kekuatan seperti ini, dan kenapa dia masih hidup, sialan!"
We Yan, dengan jubahnya yang berkibar-kibar oleh angin, mengangkat tongkat sihirnya yang berlapis sihir hitam. Ia memancarkan aura kegelapan yang mencengkam, seraya mengucapkan mantra dengan suara serak.
"Atas nama kegelapan, terciptalah api penderitaan."
We Yan memanggil kekuatan gelap dalam dirinya, dan dalam sekejap, api hitam berkobar di sekitarnya dengan kekuatan mematikan.
Sementara itu, Arlott memegang sihir api biru di kedua telapak tangannya yang berapi-api. Dengan tatapan yang tajam dan penuh kewaspadaan terhadap musuh yang menyerang secara mendadak.
Di tengah hujan deras yang turun dengan lebat, petir menyambar-nyambar di langit, menciptakan kilatan cahaya yang memecah kegelapan.
Mendengar suara petir yang menggelegar, We Yan bergerak cepat dengan sihir teleportasi, ia berdiri di belakang Arlott yang sudah bersiap dan menyadarinya. Arlott dengan sigap melompat kesamping dengan kecepatan yang mengagumkan, ia berhasil menghindari pukulan tongkat yang berbalut sihir api hitam.
"Hampir saja aku mati. Kenapa kabut ini semakin tebal?" ucap Arlott dalam hatinya, sambil terus melihat sekelilingnya.
Ketika We Yan memanggil sihir kabut hitam beracun yang menyebar menutupi hutan dan semakin tebal, We Yan menjadi lebih unggul dalam pertarungan ini. Penyihir kegelapan itu melepaskan serangan-serangan bola sihir api yang mematikan.
Arlott melihat api hitam yang menembus kabut dan dengan sigap menghindarinya dengan lincah. Ia melompat berputar di udara untuk menghindari serangan-serangan tersebut.
"Kekeke, kawan lamaku, kau masih hebat seperti dulu, ya. Bahkan kecepatan dan reflekmu setara dengan warrior kelas atas. Aku sangat terkejut," ucap We Yan sambil tersenyum sinis. "Matilah untukku, dan jadilah persembahan untuk kegelapan."
We Yan melihat teman lamanya, Arlott, terus menerus menghindari serangan api hitam miliknya. Rasa semangat dalam dirinya semakin membara, karena ia menikmati permainan yang sedang berlangsung. Namun, di balik senyumnya yang jahil, We Yan merasakan kekecewaan yang mendalam.
"Ini sangat menyebalkan," gumam Arlott dengan kesal. "Dia tidak mau membunuhku dengan cepat dan hanya ingin menyiksaku dengan perlahan." Arlott menyadari racun yang terhirup terus-menerus di dalam tubuhnya semakin menyebar dengan cepat. Matanya mulai sedikit pudar, mengisyaratkan bahwa waktu yang dimilikinya semakin terbatas.
Dalam keadaan yang semakin buruk, Arlott merasakan keputusasaan yang melanda dirinya. Ia tahu bahwa penyihir hitam We Yan sedang menikmati setiap detik penderitaannya. Namun, meskipun tubuhnya melemah, Arlott tidak menyerah begitu saja.
Dengan keberanian yang tersisa, Arlott mencoba memanfaatkan sisa-sisa kekuatannya untuk melawan serangan We Yan. Meskipun ia tahu bahwa peluangnya sangat tipis, Arlott tidak ingin menyerah begitu saja. Ia ingin memberikan perlawanan yang terbaik, meski akhirnya harus menerima kekalahan.
Sementara itu, We Yan terus menikmati permainannya. Senyum jahil terukir di wajahnya saat ia melihat Arlott semakin lemah dan terus menerus melontarkan sihir api hitam padanya. Baginya, penderitaan teman lamanya adalah hiburan yang menyenangkan. Namun, di balik senyumnya, ada kekosongan dalam hati We Yan. Ia menyadari bahwa persahabatan mereka telah berubah menjadi pertarungan yang kejam.
Dalam hutan yang penuh dengan hujan deras dan gemuruh petir, pertarungan antara We Yan dan Arlott mencapai puncaknya. Meskipun Arlott semakin lemah, ia tetap berusaha memberikan perlawanan yang gigih. Namun, pada akhirnya, kekuatan We Yan yang tak terbendung mengalahkan keberanian Arlott.
Dalam kekalahan yang menyakitkan, Arlott menyadari bahwa ia tidak akan bisa melawan takdirnya. Racun dalam tubuhnya semakin menyebar dengan cepat, mengambil alih hidupnya. Matanya yang dulunya penuh dengan keceriaan kini pudar dan kehilangan cahaya.
Dalam keheningan hutan yang gelap, Arlott merasakan kedamaian yang datang menghampirinya. Meskipun perjalanan hidupnya berakhir dalam kekalahan, ia tahu bahwa ia telah berjuang dengan gigih. Ia berharap bahwa teman lamanya, We Yan, akan menemukan kebenaran dan kebaikan di dalam dirinya.
Dalam hutan yang sunyi, hanya suara hujan yang terdengar. Dan dalam hati We Yan, ada kekosongan yang sulit dijelaskan. Ia menyadari bahwa permainan yang ia mainkan telah merenggut nyawa teman lamanya. Dalam kesunyian yang menghampirinya, We Yan merenung tentang arti persahabatan dan kekuatan yang sebenarnya.
Tepat pada saat itu, kilatan petir menerangi langit, menciptakan bayangan yang menyeramkan di dalam hutan yang gelap. Dan di tengah keheningan, We Yan merasakan getaran dalam hatinya. Ia tahu bahwa perjalanan hidupnya tidak akan pernah sama lagi setelah kepergian Arlott.
Dalam hutan yang penuh dengan misteri dan kegelapan, cerita persahabatan mereka berakhir. Namun, jejak mereka akan tetap terukir dalam kenangan, mengingatkan kita tentang arti kekuatan
༻꧂
Kabut hitam yang memudar dengan sendirinya, Azel Kara melihat Paman angkatnya terbaring di atas tanah, dekat pohon yang terbakar oleh api hitam. Air matanya menetes saat ia berlari mendekat, cipratan air membasahi kakinya saat ia memeluk mayat paman angkatnya.
"Tidak, Paman, mengapa kau meninggalkanku!" teriaknya dengan penuh kemarahan di dalam hatinya.
Tiba-tiba, We Yan, yang tak lagi dipenuhi oleh kebencian, secara ajaib berubah menjadi asap dan menghilang.
Azel yang menangis merengek, tanpa menyadari bahwa racun sedang menyebar dalam dirinya. Tubuhnya tiba-tiba lemas, nafasnya tidak teratur, dan penglihatannya mulai memudar. Namun, kalung berlambang burung merpati yang ia kenakan di lehernya tiba-tiba bersinar secara misterius, menyerap seluruh racun yang ada dalam tubuhnya. Akhirnya, Azel Kara pingsan dalam pelukan paman angkatnya yang sudah tidak bernafas.
༻꧂
Matahari terbit di langit, menyinari hutan di mana sekelompok prajurit dan penyihir bayaran sedang mengawal kereta kuda yang penuh dengan barang berharga. Mereka melihat jejak-jejak pertarungan antara para penyihir di jalan yang mereka lewati.
Pedagang itu terkejut melihat bekas-bekas pertarungan tersebut, pohon-pohon yang dulunya rimbun kini hanya tinggal abu terbakar.
"Ini sangat menakutkan, hutan ini seakan berubah menjadi neraka api," ucap seorang gadis berambut coklat dengan kuncir kuda, yang duduk bersebelahan dengan Ayahnya di dalam gerbong kereta kuda, setelah melihat pemandangan yang mengerikan melalui jendela.
"Tidak apa, ini hanya akibat pertarungan antara penyihir-penyihir hebat. Jika Ayah melihat mereka, pasti mereka memiliki tingkat keahlian 5 ke atas," ucap pria berusia 45 tahun sambil tersenyum.
Mereka melanjutkan perjalanan mereka dengan hati-hati, menyadari bahwa dunia mereka penuh dengan kekuatan magis yang dapat membawa kehancuran. Meskipun terkejut dengan kejadian tersebut, mereka tetap berusaha menjalankan tugas mereka dengan penuh keberanian dan ketabahan.
Selama perjalanan mereka, pedagang tersebut terpaksa berhenti karena pepohonan yang tumbang menghalangi jalan. Para kesatria bayaran melihat seorang pria muda tertidur dalam pelukan seorang pria paruh baya. Seorang pedang pria berotot yang berdiri di samping pintu gerbong kereta kuda berkata, "Tuan, aku melihat seorang penyihir tingkat lima yang telah meninggal."
Putri pedagang yang penasaran turun dari gerbong kereta kuda bersama ayahnya. Bersama para prajurit bayaran, mereka berjalan mendekati Azel Kara yang tergeletak tak sadarkan diri di atas tubuh Arlott yang telah tewas.
Mereka mengamati dengan hati-hati, perasaan campur aduk memenuhi pikiran mereka. Azel terlihat lemah dan rapuh, sementara Arlott terbaring tanpa nyawa di bawahnya. Kematian penyihir tingkat lima ini menunjukkan betapa berbahayanya dunia yang mereka tinggali.
Putri pedagang merasa iba terhadap nasib Azel dan merasa terpanggil untuk membantu. Dengan hati-hati, dia menyentuh bahu Azel dan mencoba membangunkannya. Saat Azel perlahan membuka matanya, dunia mereka berdua akan berubah selamanya.
༻꧂
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!