Seorang gadis dengan rambut hitam pekat yang tergerai duduk di sudut perpustakaan dekat jendela sambil memegang sebuah pena di tangan kanannya dan sekali ia akan menggeser anak rambutnya ke belakang telinganya. Dia sedang begitu fokus pada sebuah buku berisi berbagai macam angka serta rumus matematika dan juga kimia.
Terdengar suara langkah kaki yang kian mendekat ke arah gadis itu dan terdapat sebuah tangan yang menepuk pundak gadis tersebut.
"Aurora," panggil seorang gadis dengan gaya rambut ponytail.
Aurora Clarissa merupakan siswi tingkat 3 di Blue Bold High School, dia memiliki rambut hitam panjang yang menjuntai sampai ke pinggang, hidung yang tidak begitu mancung, alis tebal dan bulu mata yang lentik, dan kulit putih yang pucat. Dan daya tariknya adalah bibir pink berbentuk huruf M jika dia tersenyum maka berbentuk Love.
Blue Bold High School merupakan sekolah para anak penjabat, pengusaha, dan para petinggi lainnya. Sekolah ini merupakan gedung berlantai lima dan setiap gedung terbagi lagi ada di Utara dan di Barat.
Sekolah ini juga memiliki berbagai macam fasilitas mulai dari auditorium, kolam renang, lapangan basket dan bola, dan masih banyak lagi. Dan alasan Aurora bisa masuk sekolah ini adalah karena dia mendapatkan beasiswa melalui ujian tertulis dan lisan yang diadakan sebelum pendaftaran sekolah ini dimulai.
"Ada apa Chelsea?" tanya Aurora mengerutkan keningnya pada gadis ponytail.
Chelsea Olivia adalah teman dari Aurora mereka sudah berteman semenjak kelas 1 dan pertemuan pertama mereka ketika pengenalan lingkungan sekolah dan mereka dijadikan satu kelompok mungkin dari sana hubungan pertemanan mereka mulai terjalin. Chelsea mempunyai kulit kuning langsat, rambut panjang sepinggang, dan dia juga memiliki pembawaan yang ceria dan bising.
"Aurora ayo kita ke lapangan basket," ajak Chelsea menarik lengan gadis kulit pucat.
"Enggak, aku lagi mengerjakan tugas matematika besok Chel." Aurora menolak ajakan dari temannya itu ia lebih memilih mengerjakan tugas daripada melihat permainan basket yang sama sekali tidak dia mengerti.
Chelsea menghentakkan kakinya, "Aurora ayolah kau tidak kasihan apa padaku!" Chelsea merengek sembari memasang raut wajah memelas pada temannya.
Aurora tidak tahan melihat tatapan berbinar-binar memohon dari temannya dan ia terpaksa mengangguk kepalanya, Chelsea melompat riang dan bersorak sehingga pandangan para pengunjung perpustakaan tertuju padanya dan sebagai teman yang baik Aurora meminta Chelsea untuk menahan suaranya sebentar dan untung saja Chelsea patuh menurutinya dan Aurora juga meminta Chelsea menunggunya sebentar karena ia perlu membereskan buku dan alat tulisnya.
"Ayo Chelsea!" ajak Aurora setelah membereskan barang miliknya.
Mereka berdua berjalan beriringan menuju lapangan basket yang terletak di tengah sekolah belum lagi mereka sampai ke sana mereka sudah bisa mendengar suara teriakan para gadis-gadis yang menyoraki kepada para pemain basket.
Aurora dan Chelsea mengambil posisi duduk di tengah-tengah area tribun penonton, mereka bisa melihat seorang pria jangkung kuning langsat berperawakan Asia sedang memasukkan bola ke ring.
"Aduh sih Michael keren amat," ujar Chelsea.
Semua orang di Blue Bold High School mengenal Michael Alexander yang merupakan mantan ketua basket dan selain itu dia juga berperawakan tinggi dan memiliki wajah di atas rata-rata, dan yang paling membuat orang iri adalah dia berasal dari keluarga Alexander yang merupakan konglomerat dan paling berpengaruh di negeri ini.
"Biasa aja kali lihatnya," balas Aurora menatap tidak suka ke arah depan. "Kalau aku tahu dia yang main aku enggak mau nonton," sambungnya.
Chelsea tersenyum cengengesan dan menggaruk kepalanya, "sama Ra, aku juga enggak tahu itu orang yang main."
Aurora memutar bola matanya malas dia tahu jika temannya ini pasti berbohong.
"Udahlah Ra, kita tonton aja."
Chelsea dan Aurora duduk menonton permainan basket, Aurora akui jika Michael memang tampan apalagi ketika ia mengusap rambutnya ke belakang.
Buat apa tampan jika dia menyebalkan. Batin Aurora sinis menatap ke arah bawah.
Permainan telah selesai dan bisa dipastikan para penggemar Michael langsung menghampirinya dan memberikan handuk ataupun minuman kepada Michael.
Aurora bangkit dan menepuk bagian belakang roknya, "ayo kita pergi!"
Chelsea bangkit dan memasang raut wajah lesu dan mereka pergi dari sana tanpa disadari oleh mereka ada sepasang mata yang menatap tajam punggung mereka yang kian menjauh dari lapangan.
Aurora dan Chelsea pergi ke kantin, Chelsea mencari tempat duduk sedangkan Aurora memesan makanan. Aurora meminta sama penjual menyiapkan dua mangkuk mie ayam dan dua gelas teh manis tidak butuh waktu yang lama pesanannya cepat dibuat, Aurora berjalan hati-hati dengan kedua tangannya memegang nampan, Chelsea melambaikan tangannya dan Aurora segera berjalan ke tempat chelsea.
Aurora meletakkan nampan di atas meja ia menyingkap roknya dan duduk di atas bangku panjang, Chelsea menarik pelan mangkuk mendekat ke tempatnya dan langsung menyeruput mie tanpa menunggu sedikit dingin terlebih dahulu.
"Chel itu masih panas emang mulutmu tahan," ujar Aurora dengan mulut yang sedikit terbuka.
"Aku lapar," balas Chelsea dengan mulut yang penuh.
Aurora menggeleng kepalanya tidak habis pikir dengan cara makan temannya yang tidak ada anggunnya sama sekali sebagai perempuan, Aurora menaruh dua sendok cabe ke mie lalu mengaduknya setelah itu ia makan mie tersebut.
"Ra, habis pulang sekolah temani aku belanja yok!" seru Chelsea dengan tangan mengipas wajahnya.
"Sorry aku enggak bisa. Aku sudah janji sama ibu untuk pulang cepat," jawab Aurora sungkan.
"Enggak apa-apa, aku ngerti kok!" Chelsea membalas dengan tersenyum lebar sembari mengusap punggung tangan temannya.
Suasana kantin yang tadi tenang mendadak riuh karena suara teriakan histeris para murid perempuan yang disebabkan kedatangan Michael bersama teman-temannya ke kantin.
"Padahal mereka biasa saja kenapa mereka histeris seperti ini!" Aurora mengeluh seraya menutup kedua gendang telinganya.
"Aurora namanya orang ganteng kemana pergi pasti ada drama," balas Chelsea tertawa ringan.
"Mereka beruntung banget udah ganteng terus kaya lagi," keluh Aurora tersenyum kecut.
"Udahlah Ra, enggak usah pikirin namanya takdir," sambung Chelsea santai.
Terdengar suara bel berbunyi yang menandakan seluruh siswa agar masuk ke kelasnya masing-masing, Aurora dan Chelsea memilih menghabiskan makanan mereka terlebih dahulu dan setelah itu mereka masuk ke dalam kelas, mereka sangat beruntung karena guru belum masuk dan mereka segera duduk di bangku masing-masing.
Tidak lama mereka masuk seorang guru melangkahkan kakinya masuk ke dalam kelas mereka, dan guru tersebut meminta untuk membuka buku dan mengerjakan soal yang ada di bab 3.
Para murid memberikan komentar tidak terima dengan tugas yang begitu banyak tapi tetap saja mereka pasti akan mengerjakannya walaupun terpaksa begitu juga dengan Aurora dan Chelsea.
Bersambung...
Ini versi terbaru dari My Baby CEO yang penulis ubah dan rombak. Tolong berikan dukungan kalian dengan cara berikan komentar dan kritik kalian dan juga like.
Tolong follow Ig author tasya_1438 dan Auris713
Bel berbunyi begitu kencang yang menandakan waktu pembelajaran hari ini telah selesai dan seluruh siswa-siswi dapat pulang ke rumah masing-masing. Aurora membereskan buku-bukunya lalu memasukkannya ke dalam tas begitu juga dengan Chelsea. Mereka melangkahkan kaki keluar dari kelas dan berjalan beriringan dengan siswa lainnya yang juga keluar dari kelas.
Mereka dapat melihat sebuah mobil sedan terparkir di depan gerbang sekolah, Chelsea dan Aurora masuk ke dalam mobil tersebut. Alasan mereka pulang bersama adalah karena searah selama perjalanan pulang mereka cuma mengobrol ringan dan tidak terasa 30 menit berlalu mobil berhenti tepat di sebuah bangunan berlantai tiga.
Aurora turun dari mobil dan menutup pintu. "Terima kasih Chelsea, bye-bye," ucapnya sambil melambaikan tangannya.
Mobil berjalan kian menjauh dari pandangan Aurora, ia berbalik dan masuk ke dalam bangunan berlantai tiga tersebut yang merupakan panti asuhan tempat ia dibesarkan.
Panti asuhan ini bernama 'Kasih Ibu' yang diurus oleh seorang wanita paruh baya bernama Rani. Aurora telah hidup di panti asuhan sejak dia masih bayi dengan keadaan yang hampir dijadikan santapan oleh anjing liar beruntung ada orang baik yang menemukan dirinya dan membawanya ke panti asuhan, itulah cerita tentang alasan kenapa ia bisa berada di panti asuhan.
Aurora berjalan masuk ke dalam dan ia melihat sebuah mobil yang terparkir di depan panti dan ia tahu siapa pemilik mobil tersebut. Itu adalah mobil donatur tetap panti ini, tapi ada gerangan apa dia datang kemari biasanya dia cuma mengutus asistennya saja kemari.
Aurora masuk ke dalam dan baru saja ia melangkah kakinya bisa ia ibu Rani sedang mengantar seorang pria paruh baya masuk ke dalam mobilnya. Aurora bisa menebak dari raut wajah mereka yang pasti habis membicarakan hal begitu serius.
Aurora tidak ingin mengambil pusing dengan urusan orang dewasa jadi dia memilih masuk saja dan membersihkan tubuhnya yang terasa begitu lengket mungkin karena cuacanya yang sedang panas
****
Rani sedang berdiri di depan seorang pria paruh baya yang merupakan donatur tetap panti ini. Pria itu adalah Zafar Alexander merupakan seorang konglomerat, dia memiliki pertambangan berupa minyak, gas, dan emas. Dia juga memiliki beberapa cabang rumah sakit di bawah naungannya dan cukup berpengaruh di bidang pemerintahan dan perbankan.
"Aku menunggu kabar baik darimu Rani, aku harap kau dapat membujuknya." Zafar mengucapkannya dengan nada santai.
"Baik tuan. Akan aku pastikan dia bersedia tuan," balas Rani sambil membungkukkan sedikit tubuhnya.
"Aku menunggu," sambung Zafar singkat.
Zafar masuk ke dalam mobilnya dan mobil itu mulai berjalan meninggalkan pekarangan panti asuhan.
Rani menatap lekat mobil yang mulai kian menjauh dari pandangannya, "apa yang harus aku lakukan!" monolognya.
Rani masuk ke dalam dan memilih melanjutkan pekerjaannya yang sempat tertunda karena kedatangan dari donatur tersebut.
...****************...
Di sebuah mansion berlantai tiga bergaya ala eropa kuno yang terletak di sebuah komplek perumahan, mansion tersebut terdapat sebuah foyer yang luas dengan lantai marmer indah dan langit-langit yang tinggi. Dan di tengah ruangan terdapat sebuah tangga melingkar yang menghubungkan ke lantai atas.
Di lantai kedua terdapat sebuah kamar yang luas bernuansa biru tua, dan di dalam kamar tersebut terdapat sebuah tempat tidur tipe king size yang memiliki baldaquin dengan tiang berukiran halus dan kain putih tipis yang menghiasinya.
Di atas ranjang tersebut terdapat seorang pria muda yang tidak bisa menggerakkan dan memindahkan tubuhnya satu inci pun, air liurnya terus mengalir tanpa henti mengotori bantal yang ia gunakan dan bahkan ia tidak mampu mengontrol untuk buang air kecil maupun besar.
Seorang wanita paruh baya yang sedang memakaikan pakaian terhadap pria itu walaupun terkadang dia ingin mengeluarkan air mata, tapi dia berusaha menahan dirinya agar tidak membuat putranya sedih.
Wanita itu dapat melihat tubuh anaknya yang semakin kurus dan mulutnya sedikit terbuka yang membuat air liurnya keluar bahkan pria itu tidak bisa menggerakkan tubuhnya dan juga tidak bisa merasakan sama sekali tubuhnya sendiri semenjak kecelakaan yang merenggut semua fungsi tubuhnya.
Kecelakaan yang membuat putranya mengalami kelumpuhan total dan tentu saja membuat mereka terpukul atas apa yang terjadi pada anak mereka dan dokter tidak bisa memprediksi apakah dia bisa kembali seperti semula dan mereka cuma bisa mengharapkan keajaiban yang bisa membuat anak mereka sembuh
"Anak mama sudah ganteng. Dion tunggu bentar mama ambilkan makanan buat Dion," ucap wanita itu sambil mengelap air liur putranya dengan tissue.
Dion Fransisco Alexander adalah putra sulung dari keluarga Alexander, ia menjadi seorang pebisnis yang hebat mengikuti jejak sang ayah, dihormati dan disegani oleh rekan dan kolega bisnis, tapi itu dulu sebelum kecelakaan itu merenggut semua hal dari dirinya.
Wanita itu kembali dengan membawa semangkuk bubur dan segelas susu, dia membantu Dion duduk bersandar dengan mengganjal bantal di punggung belakang Dion lalu ia menyuapi bubur itu secara perlahan ke dalam mulutnya yang terbuka walaupun bubur itu akan keluar dan mengotori dagunya.
"Pelan-pelan saja sayang!" ucap wanita itu dengan mengelap mulut dan dagu Dion.
Wanita itu begitu telaten dan sabar menyuapi putranya setelah selesai dia menggantikan baju Dion karena telah kotor terkena makanannya, dia membantu Dion untuk berbaring dan menyelimuti dirinya karena melihat cuaca yang sedang hujan
"Sayang mama turun dulu ke bawah," ucap wanita tersebut mengecup kening Dion
Itulah setiap hari yang dilalui pria itu selama tiga tahun cuma bisa berbaring di tempat tidur dan menunggu orang untuk membantu dirinya, dia ingin mengekspresikan perasaannya baik itu marah maupun sedih namun, tetap saja dia tidak bisa mengeluarkan suaranya.
Dan Dion begitu beruntung memiliki seorang ibu yang begitu tulus dan ikhlas merawatnya, ibunya bernama Dila Alexander memiliki sikap baik dan pribadi yang ramah terhadap orang lain dan jiwa sosial yang begitu tinggi sehingga dia tidak segan-segan membantu siapa pun selama ia masih mampu membantu orang tersebut.
***
Dila turun ke bawah dengan kedua tangan yang memegang sebuah nampan berisikan mangkuk kosong dan gelas, ia menghentikan langkahnya dan menatap suaminya yang baru saja pulang.
"Bagaimana harimu sayang? Apa ada sesuatu yang menarik?" tanya Dila berbasa-basi sambil tersenyum lebar.
Zafar mengecup kening istrinya, "seperti biasa," jawabnya singkat. "Bagaimana dengan Dion?" tanyanya.
"Aku baru saja membersihkannya dan memberinya makan. Mungkin sekarang dia sudah tidur," jawab Dila.
"Mana Michael?"
"Dia belum pulang," jawab Dila seadanya.
Zafar mengangguk lalu ia berpamitan untuk naik ke atas ke kamarnya dan Dila melanjutkan langkahnya ke dapur yang sempat terhenti tadi.
Bersambung...
Tolong follow Ig author tasya_1438 dan Auris713
Seluruh anggota keluarga Alexander berkumpul di ruang makan untuk makan malam kecuali Dion, mereka makan dalam keadaan hening dan itu sudah menjadi kebiasaan tidak ada suara selama makan.
Zafar telah selesai makan ia menyeka bibirnya dari sisa makanan, "sayang, setelah makan datanglah ke ruang kerjaku," ucapnya mengandung nada perintah.
Dila memberikan respon dengan mengangguk pelan kepalanya, Zafar telah pergi dari ruang makan menuju ruang kerjanya tinggal Michael dan Dila saja di meja makan.
"Ma, kira-kira apa yang mau dibicarakan papa?" Michael bertanya dengan rasa penasaran.
"Tidak tahu," jawabnya singkat.
Michael menyunggingkan senyum kecut ia sangat penasaran kira-kira apa yang akan dibicarakan orang tuanya ia tidak pernah kepo, tapi tidak tahu kenapa dia ingin sangat penasaran dan ingin tahu.
Dila meletakkan sendok dan garpu secara sejajar yang artinya dia telah selesai makan, dia menyeka bibirnya dan mendorong kursinya ke belakang.
Ia menoleh ke kiri, "tolong ganti diaper kakakmu!"
"Baik," balas Michael singkat.
Setelah selesai memerintahkan putranya Dila langsung melangkahkan kakinya meninggalkan ruang makan menuju ruang kerja suaminya.
***
Dila mengetuk pintu coklat ruang kerja suaminya dan ketika ia mendengar sahutan dari dalam dia membuka handle pintu dan dapat dia lihat suaminya sedang berdiri di depan jendela.
Dila menghampiri suaminya dan memeluk tubuhnya dari belakang, "apa yang sedang kau pikirkan?" tanyanya.
"Tidak ada. Ayo kita duduk!" Zafar mengajak Dila agar duduk di sofa panjang yang terletak di sudut kiri tengah ruangan.
Dila menatap wajah Zafar secara intens, "apa yang ingin kau bicarakan sayang?" tanyanya dengan nada centil.
"Aku sedang serius Dila," balas Zafar dingin.
Dila langsung merubah air wajahnya menjadi datar dan bersedekap dada.
"Aku ingin Dion menikah!" seru Zafar secara spontan.
Dila mencerna perkataan yang baru saja keluar dari mulut suaminya dan memasang ekspresi wajah kebingungan.
"Apa maksudmu?" tanya Dila tidak paham.
Zafar menghembuskan nafasnya lalu ia menjelaskan bahwa dia berencana menikahkan putranya Dion dengan salah satu anak di panti asuhan yang berada dalam naungan keluarganya.
Mendengar penjelasan suaminya yang rinci itu tetap membuat Dila tidak puas. "Aku tidak setuju," ucapnya datar.
"Sebutkan alasanmu!" Zafar meminta pendapat dari istrinya.
"Gadis itu masih terlalu mudah dan asal usulnya tidak jelas." Dila mengutarakannya secara gamblang.
"Aku rasa bukan itu alasannya. Sebutkan saja Dila," ujar Zafar sekali lagi.
Dila mengutarakan pendapatnya bahwasanya apakah gadis pilihan suaminya merupakan gadis baik-baik atau dia mampu merawat Dion secara tulus dan bersabar Dila rasa tidak, dia saja yang ibu kandungnya merasa lelah dan ingin melampiaskan amarahnya terhadap putranya tidak berdaya itu, apakah gadis itu bisa merawat dan mengatur emosinya.
Zafar mendengar secara seksama setiap kata yang dilontarkan oleh istrinya dan ia juga akui apa yang dikatakan Dila benar, tapi tetap saja dia ingin ada seorang istri yang bisa mendampingi putranya.
"Aku hargai pendapat dan kekhawatiranmu sebagai ibunya, tapi keputusanku sudah bulat Dion akan menikah dengan gadis itu." Zafar mengucapkannya secara tegas dan tidak ingin ada bantahan dari istrinya.
Dila merasa tidak puas dia memilih untuk keluar saja dari ruangan itu.
"Aku punya alasan Dila kenapa gadis itu yang aku pilih," ujar Zafar pelan sembari memandang punggung Dila yang menghilang dari balik pintu.
***
Michael sekarang sedang berada di kamar kakaknya, dia menggantikan diaper Dion dengan yang baru. Pertama dia mengelap sel*ngkang*n Dion dengan tisu basah dan juga memberikan cream agar tidak mengalami ruam dan ketika Michael ingin memakai diaper pada kakaknya, Dion malah mengompol dan yang lebih parahnya itu juga mengenai Michael dan membasahi kasurnya.
Michael berusaha menahan emosinya agar dia tidak sengaja membentak kakaknya, dia tersenyum lebar lalu mengangkat Dion dan meletakkan tubuhnya di sofa dan langsung saja membersihkan kembali sel*ngkang*n Dion dan memakaikan diaper secara cepat agar kejadian tadi tidak terulang.
Selesai melakukan itu semua Michael melihat Dion telah meneteskan air matanya tanpa mengeluarkan suara sama sekali.
"Kakak kenapa kau menangis?" Michael bertanya sembari mengusap pelupuk mata Dion. "Kak jangan nangis nanti kau akan sesak."
Dion melihat langit-langit dan mendengarkan perkataan Michael tanpa meresponnya.
Aku memang sudah tidak berguna lagi. Batin Dion merendahkan dirinya.
Dila masuk ke kamar putra sulungnya dapat ia lihat jika Dion sedang menangis, Dila langsung berjongkok mensejajarkan tingginya dengan putranya lalu mengusap lembut rambutnya.
"Kenapa dengan kakakmu?" tanya Dila pada Michael.
"Tidak tahu, aku baru siap pakaikan diaper kakak sudah nangis gini," jawab Michael apa adanya.
"Angkat kakakmu pindahkan dia ke kasur mungkin dia merasa tidak nyaman," ucap Dila.
"Kakak habis ngompol aku akan panggil pelayan untuk bereskan," balas Michael segera keluar dari sana.
Michael kembali ke kamar dan tidak lama kemudian dua orang pelayan masuk ke kamar Dion dan segera membereskan kekacauan yang disebabkan oleh Dion.
Setelah semua selesai Michael menggendong kakaknya ala bridal style dan membaringkannya secara hati-hati di atas kasurnya, Michael menyelimuti tubuh Dion.
"Pergilah tidur ini sudah malam Chael!" Dila menyuruh putra bungsunya untuk tidur.
"Aku tidur di sini saja sama kakak," balas Michael.
Dila menghembus nafasnya. "Baiklah pergilah bersih-bersih!" perintahnya.
Michael mengangguk dan berjalan keluar dari kamar kakaknya setelah putra bungsunya pergi Dila duduk di pinggir ranjang sambil menatap intens Dion yang masih terjaga.
Dila mengusap kepala putranya, "kau tahu apa yang papa bilang ke mama?"
Dion mengedipkan matanya dua kali yang berarti tidak, Dila tersenyum tipis melihat respon lucu putranya yang mengerjapkan matanya layaknya bayi.
"Papa ingin kau menikah Dion," ucap Dila spontan.
Dion memang tidak akan menjawab dan memberikan komentar pada ucapan ibunya, tapi jauh di benaknya ia mulai menciptakan berbagai pertanyaan yang ingin ditanyakan kepada Dila.
"Mama tidak setuju dengan keputusan papa," ucapnya sembari membelai wajah putranya.
Kenapa papa ingin aku menikah? Dion bertanya di dalam benaknya.
Dila dan Dion berkecamuk dalam pikiran mereka masing-masing sampai lamunan buyar karena kedatangan putra bungsu keluarga ini.
Michael mengambil posisi berbaring di samping kiri Dion dan tubuhnya ia miringkan agar bisa menatap kakaknya.
"Papa sama mama tadi habis bicara apa?" tanya Michael masih penasaran dengan pembicara orang tuanya.
"Tidak ada, bukan hal yang penting. Tidurlah ini sudah malam," balas dila yang telah membaringkan tubuhnya di sisi kanan putra sulungnya.
Michael memeluk tubuh kakaknya dan bisa Dion rasakan kehangatan dari adiknya walaupun tubuhnya tidak bisa merasakannya.
"Selamat tidur kakak," ucap Michael.
Have a nice dream brother. Dion cuma bisa membalas dari hatinya saja.
Bersambung...
Tolong follow Instagram author tasya_1438 dan Auris713
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!