"𝙎𝙖𝙮𝙖 𝙩𝙚𝙧𝙞𝙢𝙖 𝙣𝙞𝙠𝙖𝙝𝙣𝙮𝙖 𝙈𝙞𝙖 𝙈𝙖𝙮𝙖𝙨𝙖𝙧𝙞 𝙗𝙞𝙣𝙩𝙞 𝘼𝙡𝙢𝙖𝙧𝙝𝙪𝙢 𝙉𝙪𝙧𝙢𝙖𝙬𝙖𝙣 𝙙𝙚𝙣𝙜𝙖𝙣 𝙢𝙖𝙨𝙠𝙖𝙬𝙞𝙣 𝙩𝙚𝙧𝙨𝙚𝙗𝙪𝙩 𝙙𝙞 𝙗𝙖𝙮𝙖𝙧 𝙩𝙪𝙣𝙖𝙞"
Masih belum kering air mata Mia saat lantunan suara Nucha terus terngiang di telinganya sejak siang tadi. Ijab qabul yang seharusnya indah, kini justru membuat hatinya hancur seketika.
𝙁𝙡𝙖𝙨𝙝𝙗𝙖𝙘𝙠 𝙊𝙣
Keheningan di dalam ruang bercat putih itu begitu mencekam saat Mia membanting gelas di atas nakas dengan begitu kerasnya hingga pecahan beling bertaburan dimana mana.
" Apa ini? Apa saya mainan buat kalian? " Suara Mia begitu menggema penuh amarah.
Tak ada yang menjawab. Bahkan sang penghulu pun begitu panik bercampur bingung akan kemarahan Mia.
Pasalnya, pak penghulu yang awalnya mengira ini adalah pernikahan impian meski di adakan di rumah sakit sebab beberapa hal, ternyata di luar dugaannya.
" Maaf, tugas saya sudah selesai dan saya undur diri dulu. Assalamualaikum. " Ustadz Mahmud pamit tanpa berniat ikut campur.
Sebab baginya tugasnya sudah selesai dan tidak ada lagi kewenangan di sana.
" Waalaikumsalam. Mari pak ustadz biar saya antar ke depan " Tawar Nucha dengan sopan.
Nucha bukannya tidak peduli. Hanya saja dia sengaja memberikan Beni dan Mia waktu untuk mereka menyelesaikan masalah di antara keduanya.
Beni yang tengah terbaring lemah di ranjang perawatan dengan selang infus di tangan kirinya serta selang oksigen yang terpasang di hidungnya diam menunggu Mia menyelesaikan kemarahannya sebelum dia menjelaskan akan keputusan yang telah dia ambil untuk Mia.
Beni tahu Mia pasti akan marah besar akan tindakannya. Sehingga dia begitu rapih merancang skenario agar berjalan sesuai dengan keinginannya.
Dan benar saja. Dengan taktiknya, ijab qabul terlaksana tanpa bisa di cegah oleh Mia.
" Aku kecewa sama kamu Beni. Orang yang aku anggap baik, mengerti perasaanku, ternyata tidak lain adalah orang yang diam-diam menghancurkan hidupku tanpa berperasaan " Tangis Mia pecah memenuhi ruangan.
" Mia. Kamu boleh membenciku. Dan aku minta maaf, hubungan kita harus usai dengan cara seperti ini. " Ucap Beni tanpa ekspresi bersalah di hadapan wanita yang telah di pacarinya selama 3 tahun itu.
Mia mengusap kasar air mata yang berderai membasahi pipi indahnya. Sungguh hatinya sakit tanpa ampun. Lelaki yang selama tiga tahun ini menemani hari-hari indahnya begitu kejam di akhir hubungan.
" Sekarang kamu sudah sah menjadi istri Nucha Ardian. Dan hubungan kita sudah selesai. Silakan kamu keluar dari ruangan ini. Saya mau istirahat. " Ucapnya lagi dengan senyum indahnya seperti biasa.
Bukan hanya memutuskannya dengan tanpa berperasaan. Tapi juga begitu tega menyerahkannya kepada lelaki yang tidak dia kenal sama sekali dengan cara mengikatnya dengan tali pernikahan.
𝙁𝙡𝙖𝙨𝙝𝙗𝙖𝙘𝙠 𝙊𝙛𝙛
" Apa salahku padamu mas? Kenapa kamu tega menghancurkan hidupku seperti ini? "
" Apa aku serendah itu di matamu? Apa salahku? Apa salahku? "
Mia terus menangis pilu di tengah malam yang dingin dengan hati yang penuh tanya. Sang kekasih yang selama ini begitu sempurna dalam hal apapun, ternyata tak lain adalah seekor rubah bertopeng manusia.
Sementara di rumah sakit, Nucha tengah menyelesaikan tugasnya di ruang operasi bersama dokter spesialis beda yang tak lain adalah Ayahnya.
Sejam kemudian, Nucha telah selesai dengan tugasnya. Dalam keadaan lelah, Nucha baru sadar bahwa dia telah melupakan sesuatu.
Sesuatu yang baru saja mengubah seluruh hidupnya.
" Astaghfirullah " Nucha mengusap kasar wajahnya.
" Nucha, ikut Ayah sebentar " Nucha tersentak saat sang Ayah muncul dari arah belakang tepatnya dari pintu keluar ruang operasi.
" Maaf yah, aku masih ada urusan. Besok saja kita bicara. Masalah mama kan? " Tanpa menunggu jawaban sang Ayah, Nucha memutuskan pergi dari hadapan sang Ayah.
" Anak itu. Benar benar tidak berubah. " Kesal dokter Anugrah melihat sikap Nucha yang selalu menghindarinya.
***
Malam kian larut. Namun Mia masih saja betah berada di salah satu sudut rumah sakit yang jarang di lewati orang.
Lorong yang gelap, dan hanya ada penerangan di sudut yang berjarak cukup jauh darinya berada. Sehingga pancaran sinar lampu hanya mampu menampakkan bayangan tubuhnya.
Seperti tidak memiliki harapan hidup, Mia mematung di sana tanpa niat pulang ke kontrakannya.
" Ayo pulang " Mia yang sudah seperti patung tiba tiba tersentak saat pergelangan tangannya di tarik oleh seseorang tanpa aba-aba.
" Siapa kamu? Lepas? " Sentak Mia penuh penolakan.
Nucha yang melihat reaksi tak terduga dari Mia, hanya bisa mengerutkan dahinya dengan diam.
Tanpa Nia tahu, Nucha sejak tadi sibuk mencari keberadaannya hingga berakhir harus mengecek cctv rumah sakit. Perasaannya baru lega setelah tahu Mia berada di sana dengan kondisi aman.
" Ayo pulang. Malam sudah larut. Kamu tidak mungkin tidur disini. " Ucap Nucha dengan datar setelah sekian lama suasana di antara mereka hening tanpa suara.
Mia yang masih berurai air mata, menatap wajah Nucha penuh kebencian. Nucha bukan tidak paham arti dari tatapan Mia.
Hanya saja dia tidak punya waktu untuk berdebat. Terlebih hari ini tubuhnya sangat lelah karena menangani tiga pasien di ruang operasi.
" Jangan lupa bahwa saya adalah suami kamu saat ini. Jika kamu tidak nurut, saya akan menyeret kamu sekarang juga. " Gertak Nucha dengan dingin.
Membuat air mata Mia semakin luruh. Dadanya terasa kian sesak. Bahkan tubuhnya terasa bergetar karena menahan tangisan dalam jiwanya yang pecah tanpa suara.
Nucha peka akan hal itu. Namun sekali lagi, dirinya tidak punya waktu untuk itu. Hal yang ada di benaknya saat ini adalah segera pulang dan mengistirahatkan tubuh lelahnya di ranjang empuknya.
Dengan tanpa izin, tangannya kembali menarik pergelangan tangan Mia dan segera pergi dari sana. Mia yang tidak punya pilihan, terpaksa ikut menyeret langkahnya mengikuti arah Nucha melangkah.
Sesampainya di mobil, Nucha membukakan pintu mobil untuk Mia. Tanpa di perintah lagi, Mia masuk dengan sukarela. Bukan karena mau, tapi karena takut akan ucapan Nucha yang akan menyeretnya dengan paksa.
Sungguh Mia tidak suka dengan kekerasan. Dan apa terlebih sosok yang kini telah menjadi suaminya itu adalah lelaki yang tidak dia kenal sama sekali. Jujur saja, saat ini hatinya mulai merasa cemas.
Tak butuh waktu lama, kini mobil yang mereka kendarai tiba di halaman rumah yang cukup mewah. Suasana rumah yang nyaman dengan bunga-bunga indah menghiasi taman.
Mia hanya bisa mengamati rumah itu dengan diam. Sesekali matanya beralih memandangi wajah Nucha saat Nucha sibuk membalas chat dari ponsel pribadinya yang entah dengan siapa.
" Turunlah, saya mau jawab telepon dulu sebentar " Ucap Nucha tanpa menoleh ke arah Mia.
Melihat Mia yang tanpa reaksi akan perintahnya, membuat Nucha paham akan isi kepala sang istri.
" Ini rumah saya. Mulai sekarang kamu akan tinggal disini. Beni sudah menitipkan kamu sama saya. Jangan lupakan itu. " Ucap Nucha penuh penekanan.
" Menitipkan? Apa saya ini barang mainan? " Monolog Mia menatap tajam wajah Nucha yang tampak cuek dengan kalimatnya.
Hati Mia kembali teriris. Dengan kasar Mia menghapus air matanya dan memalingkan wajahnya ke arah samping. Sungguh hatinya sakit tanpa ampun.
Melihat itu, Nucha memutuskan untuk tidak menerima telepon yang sejak tadi berdering minta di angkat.
Mia tersentak saat pintu mobil di sampingnya terbuka dan tangan Nucha menarik pergelangan tangannya. Namun kali ini Nucha melakukannya dengan lembut. Tidak seperti saat di rumah sakit.
" Mas Nucha, maaf terlambat bukain pintunya. Tadi bibi lagi sholat mas. " Ucap asisten rumah tangganya menghampiri sang majikan.
" Tidak apa-apa bi. Bibi tolong siapin makan malam untuk kami ya " Ucap Nucha lembut pada bu Tuti sang asisten rumah tangganya yang kini berumur 50 tahun lebih itu.
" Baik mas." Jawab bu Tuti dengan senyum menyambut perintah sang majikan.
Melihat tangan sang majikan yang memegang erat tangan sang wanita cantik di depannya, membuat bu Tuti penasaran.
" Mas, ini siapa? Kok mas malam-malam bawa perempuan ke rumah? " Akhirnya keluar juga pertanyaan itu. Sebab selama bekerja di rumah majikannya, bu Tuti tahu bahwa majikannya itu bukanlah lelaki nakal.
" Nanti juga bibi tahu siapa dia. Saya ke kamar dulu. Bibi sana siapin makan malam kami " Jawab Nucha santai sembari berjalan masuk ke dalam ruang utama rumahnya.
" Baik mas " Jawab bu Tuti tanpa menunda lagi.
" Lepas tangan saya. Tunjukan saja dimana kamar saya sekarang. " Ucap Mia menahan langkah Nucha yang membawa langkahnya menuju anak tangga.
Nucha menoleh menatap wajah Mia dengan datar.
" Kamar kita di atas. " Jawabnya dingin
" Apa? Kamar kita? " Monolog Mia tak percaya.
Mia menarik paksa tangannya dari genggaman Nucha. Membuat Nucha mengerutkan keningnya menatap wajah Mia bingung.
" Saya tidak mau sekamar dengan anda. Saya memang menikah dengan anda tapi jujur saja saya tidak mengakui hubungan ini. Ini bukan ingin saya. " Gertak Mia menahan amarah yang mulai meluap.
" Kamu pikir pernikahan ini atas inginku? BUKAN. Dengar itu " Sanggah Nucha
𝘽𝙀𝙍𝙎𝘼𝙈𝘽𝙐𝙉𝙂
Terima Kasih sudah membaca karya saya ini. Dan semoga episode selanjutnya lebih menarik lagi dari episode kali ini. Mohon dukungannya, dan terima kasih sebelumnya.. 🙏🙏
🖤🖤
Sudah hampir 30 menit Mia berada di kamar mandi, membuat Nucha mulai merasa kesal. Bahkan sejak tadi tidak terdengar suara apapun di dalamnya.
Memutuskan untuk bersabar sebentar, namun tetap saja sama. Hingga waktu mulai menunjukkan pukul sebelas malam, membuat Nucha mulai cemas.
Sekali dua kali Nucha mengetuk pintu kamar mandi tersebut, namun tidak ada sahutan dari dalam. Membuat Nucha memilih mendobrak pintu kamar mandi.
Benar saja, kecurigaannya terjadi. Mia duduk meringkuk di sudut kamar mandi seperti orang yang sedang putus asa.
Nucha tidak menyangka. Wanita yang kini telah sah menjadi istrinya itu begitu terpukul karena ulah sahabatnya.
Nucha yang awalnya menolak permintaan sahabatnya Beni untuk menikahi gadis pujaannya hanya karena tidak ingin wanita itu jatuh di tangan lelaki yang salah, terpaksa harus menerima sebab ini adalah permintaan terakhir sebelum Beni pulang ke jepang melanjutkan pengobatannya di sana bersama keluarganya.
Sebagai seorang dokter, Nucha tahu betul kondisi sahabatnya. Untuk itulah dia terpaksa menerima permintaan yang dia anggap permintaan terkahir sahabatnya itu.
Tidak ingin menyesal, Nucha menerima dengan segala resiko amanah yang di berikan sang sahabat. Meski harus menikahi Mia secara siri dan menyembunyikannya dari keluarga.
**
Dengan lembut Nucha meraih tubuh Mia dalam gendongannya dan membawanya menuju ranjang. Diluar dugaan, Mia hanya pasrah tanpa menolak seperti biasa.
" Biar aku suruh bibi untuk membantu membersihkan riasan di wajah kamu dan mengganti pakaian kamu. " Ucap Nucha dingin sembari melangka keluar dari kamar.
Mia hanya diam tanpa menjawab. Bahkan air matanya sudah kering tanpa mau berderai lagi. Hati dan raganya sudah cukup lelah hari ini. Semangat hidup bahkan terasa sirna sudah.
Lelaki yang sangat ia cintai, dengan begitu tega menyerahkan dirinya kepada pria lain yang tidak dia kenal sama sekali. Sakit memang sakit.
𝙁𝙡𝙖𝙨𝙝𝙗𝙖𝙘𝙠 𝙊𝙣
" Sayang kamu dimana? Kenapa lama sekali? " Tanya Beni dari layar ponsel.
" Aku masih di jalan mas. Sebentar lagi aku sampai di sana. " Jawab Mia tersenyum dari balik layar ponsel
" Kabari kalau sudah sampai. Pak penghulu sebentar lagi mau pulang. Masih ada urusan yang harus beliau kerjakan." Alasan Beni
" Iya sayang ini sudah di depan kok. Aku turun dulu ya? " Jawab Mia tersenyum.
" Jangan matiin sayang. Pak penghulu tidak punya waktu banyak. Lewat video call kita mulai ya? Bisa kan pak? " Ucap Beni pada keduanya.
Tanpa menaruh curiga, Mia pun tertawa mengiyakan. Sebab yang ada di benaknya adalah ketidak sabaran sang kekasih untuk mereka segera halal.
Agar seperti keinginannya untuk bisa merawat sang kekasih sepanjang waktunya tanpa harus terpisah lagi.
Begitupun dengan sang penghulu. Dengan syarat keduanya sudah setuju tanpa ada yang keberatan, maka ijab bisa di laksanakan oleh sang pria. Dan acara pun di mulai dengan Mia sembari berjalan menuju ruang perawatan Beni.
Betapa terkejutnya Mia saat membuka pintu kamar rawat Beni. Yang melafazkan ijab qobul bukanlah Beni. Akan tetapi seorang pria yang tidak di kenalnya.
Pantas saja Beni tidak mengarahkan kamera ke arah sang penghulu. Rupanya dia tidak ingin Mia melihat siapa pria yang menjabat tangan sang penghulu tersebut.
Sungguh kejutan yang menyakitkan. Mia bahkan sesat mematung tak percaya. Hingga akhirnya dia mengamuk di ruangan itu.
𝙁𝙡𝙖𝙨𝙝𝙗𝙖𝙘𝙠 𝙊𝙛𝙛
" Non, bibi bantu ya? " Ucap bu Tuti lembut.
Mia yang baru sadar akan kehadiran bi Tuti di sana, perlahan mengangkat wajah sendunya menatap sang asisten rumah tangga suaminya itu.
Bi Tuti prihatin melihat raut wajah gadis cantik yang penuh jejak air mata itu tengah menatapnya. Meski tidak tahu apa yang telah terjadi di antara sang majikan dan wanita itu, namun naluri seorang wanita pasti tidak salah.
Bi Tuti bisa melihat gadis di depannya itu adalah gadis yang baik untuk sang majikan.
" Tidak usah bi. Saya bisa sendiri. Terima kasih sebelumnya. " Tolak Mia sopan.
" Non yakin tidak mau bibi bantu? " Tanya bi Tuti meyakinkan.
Mia hanya menjawab dengan anggukan di lengkapi dengan senyum manisnya. Yang kian menambah kecantikannya meski wajahnya terlihat sendu.
" Siapa sebenarnya gadis ini mas Nucha? Kenapa dia berada disini. Dan kenapa dia seperti ini? saya bisa melihat dia gadis yang baik mas. Saya harap mas Nucha tidak menyakitinya. " Monolog bi Tuti menatap Mia.
" Baiklah non. Kalau ada sesuatu atau minta bantuan, jangan segan minta tolong sama bibi ya? " Tawar bi Tuti tersenyum.
" Iya bi. Terima Kasih. " Jawab Mia tak kalah tersenyum.
Dari balik pintu yang tidak tertutup rapat, ada sepasang mata yang memperhatikan interaksi keduanya. Senyum manis Mia yang memukau, membuat jantungnya berdebar.
" Jangan lupa turun ya non? makan malamnya sudah siap. Mas Nucha sudah menunggu di bawah. " Ucap bi Tuti mengingatkan yang kemudian di angguki oleh Mia.
***
" Mas Nucha, gadis itu namanya siapa? " Penasaran bi Tuti pada sang majikan yang sejak kecil di asuhnya itu.
" Namanya Mia Mayasari bi. " Jawab Nucha santai sembari menyendokkan makanan ke dalam mulutnya.
Nucha yang sudah sangat kelaparan, tidak bisa lagi menunggu Mia yang sejak tadi belum juga muncul di meja makan.
Seolah tidak peduli, Nucha memutuskan untuk makan tanpa meminta bi Tuti memanggil Mia agar segera turun dari kamar.
" Mas. Maaf sebelumnya kalau bibi lancang. Selama ini bibi mengenal mas Nucha. Tapi kali ini bibi merasa mas Nucha yang berbeda." Ucap bi Tuti menatap sang majikan.
" Mas Nucha tiba - tiba membawa seorang wanita ke rumah dan menempatkannya di kamar mas Nucha. Padahal kamar tamu ada gitu mas. " Ucap bi Tuti tanpa menutupi rasa penasarannya lagi.
Nucha tersenyum kecil di balik bibirnya yang penuh dengan makanan.
" Tenang saja bi. Nucha bukan kebanyakan lelaki di luar sana. Dia wanita halal untuk Nucha. " Ucap Nucha sembari terus melanjutkan makan malamnya.
Nucha tahu sang asisten rumahnya yang sudah di anggap ibu kedua olehnya itu sebab telah mengasuhnya sejak balita itu terkejut bukan main akan pengakuannya. Tapi baginya itu sangat menyenangkan.
" Mas Nucha jangan main - Main lah. Bibi serius nanyanya. " Ucap bi Tuti menepuk pundak sang majikan dengan gemas.
Membuat gelak tawa Nucha pecah. Nucha memilih menyudahi makan malamnya tanpa berniat menjelaskan lebih rinci pada bi Tuti. Membuat bi Tuti gemas sendiri di buatnya.
Begitulah keduanya. Tidak nampak seperti majikan dan pembantu. Bahkan Nucha sering berbuat jahil pada bi Tuti demi menciptakan gelak tawa.
Nucha yang seorang anak tunggal dari pasangan super sibuk, tiap hari hanya berteman dengan pengasuh yang tak lain adalah bi Tuti. Sehingga keakraban di antara keduanya mengalir dengan nyaman.
Sementara itu, di kamar pribadi Nucha, Mia yang telah selesai membersihkan tubuhnya dan sudah berganti pakaian yang telah di berikan bi Tuti, sedang membaringkan tubuhnya di sofa sudut kamar.
Bahkan suara pintu yang di buka pun tidak mengusik pendengarannya. Mia memilih acu dan menutup matanya.
Nucha paham, Nia seperti itu karena apa. Mereka yang tidak saling kenal, dan pernikahan dadakan, di sakiti bahkan lebih tepatnya merasa di tipu oleh kekasih yang sangat di cintai, tentu membuat hidupnya seolah hancur tak berarti.
Nucha memilih duduk bersandar di sisi ranjang sembari mengecek email di ponselnya. Sesekali matanya menoleh ke arah Mia. Gadis cantik dengan tubuh sempurna, kulit mulus serta rambut lurus tergerai, yang tidur meringkuk di sofa kamarnya.
" Pindah tidur di ranjang. Jangan membantah kalau tidak mau aku seret dengan paksa. " Gertak Nucha dingin.
Sungguh dalam hati dan benaknya hanyalah tidak tega melihat sang istri tidur di sofa sementara dirinya tidur di ranjang yang empuk.
Nucha tidak tahu bagaimana cara merayu wanita dengan baik. Sehingga tindakan yang dia lakukan sungguh di luar kata romantis. Tindakan baik namun kalimatnya salah.
Melihat Mia tanpa reaksi, membuat Nucha mengulangi ucapannya. Membuat Mia meneteskan air matanya kembali.
Dengan terpaksa, Mia menuruti perintah Nucha. Berbaring di sisi kanan dan membelakangi sang suami dengan selimut sebatas dada. Air matanya masih terus berderai.
Nucha menarik nafas kasarnya sembari mengusap kasar wajahnya. Sungguh dia tidak pernah suka melihat wanita menangis di hadapannya. Sekali pun wanita itu tidak dia kenal sama sekali.
Dengan perlahan Nucha membaringkan tubuhnya dan ikut masuk dalam selimut yang sama. Beberapa saat kemudian, Nucha menggeser tubuhnya ke arah Mia sembari melingkarkan tangannya di perut sang istri.
Mia yang ketakutan, hanya bisa diam sembari memejamkan matanya yang basah dengan air mata.
" Meski kamu halal bagiku, aku tidak akan berbuat jauh. Aku hanya ingin mengatakan, jangan terlalu keras pada diri sendiri. Dan aku bukan orang jahat yang harus kamu takuti. " Bisik Nucha lembut di belakang telinga Mia yang sedang dalam pelukannya.
Mendengar ucapan Nucha, Mia membuka matanya perlahan. Dengan penuh keberanian, Mia mencoba menoleh menatap ke arah Nucah.
Saat pandangan mereka beradu, Mia mencoba mencerna sekali lagi ucapan Nucha sembari mencari kebenaran di mata Nucah.
Sementara Nucah tersenyum sembari mengeratkan pelukannya kembali. Mencoba membuat Mia nyaman akan keberadaannya.
Dan benar saja, Mia hanya diam menerima perlakuan Nucha kali ini.
" Kamu gak makan? Ayo aku temani di bawah. Jangan menolak, aku tidak mau pasienku bertambah satu lagi karena tidak makan seharian. " Ucap Nucha di balik pelukannya.
" Orang ini sungguh memiliki kepribadian ganda. Sesaat baik sesaat jahat. Mulutnya selalu saja mengeluarkan kata - kata menyakitkan " Monolog Mia penuh kesal.
𝘽𝙀𝙍𝙎𝘼𝙈𝘽𝙐𝙉𝙂
Terima Kasih sudah membaca karya saya ini. Dan semoga episode selanjutnya lebih menarik lagi dari episode kali ini. Mohon dukungannya, dan terima kasih sebelumnya.. 🙏🙏
🖤🖤
Di meja makan, Mia hanya di temani bi Tuti. Sedangkan Nucha yang tadinya menawarkan diri, ternyata sibuk dengan ponselnya di ruang tv.
Begitulah gambaran lelaki yang kini berusia 27 tahun itu. Selalu tak tertebak kelakuannya. Perlahan Mia pun sudah mulai tahu sifat suami dadakannya tersebut.
" Non Mia kenapa makanannya cuma di aduk? Non kalau gak makan, nanti Non sakit loh " Ucap bi Tuti mengingatkan.
Mia sejak tadi hanya tertunduk menatap makanan tanpa berniat memakannya. Meski perutnya terasa lapar, namun entah kenapa nafsu makannya hilang bersama semangat hidupnya.
" Non Mia? Non kalau tidak selera dengan lauknya, biar bibi masakin lagi. Non tinggal bilang saja sama bibi mau di masakin apa. " Ucap bi Tuti penuh perhatian.
Mendapat perhatian dari sang asisten rumah tangga suaminya itu, membuat Mia sadar bahwa dirinya adalah orang baru yang seharusnya punya etika di rumah itu.
" Maaf bi. Saya tadi cuma banyak pikiran saja. Saya makan yang ini saja. " Ucap Mia tersenyum sembari menyendok suapan ke dalam mulutnya.
Meski tidak berselera, namun Mia mencoba menelan suapan demi suapan. Membuat Bi Tuti menjadi haru.
" Non, mas Nucha itu sudah bibi anggap seperti anak sendiri. Bibi yang mengasuhnya dari kecil hingga saat ini bibi masih bekerja sama mas Nucha. " Ucap bi Tuti mencoba mengajak Mia bercengkrama.
Bukan soal apa. Bi Tuti sengaja menceritakan kedekatan antara dirinya dan Nucha dengan tujuan agar Mia bisa lebih nyaman dan merasa punya teman untuk bisa di ajak berbagi cerita.
" Non Mia sudah lama kenal sama mas Nucha?" Tanya bi Tuti penuh hati - hati.
Takut kalau - kalau Mia tidak nyaman dengan pertanyaan yang di ajukan olehnya.
Dengan senyum Mia menatap kedua manik mata bi Tuti. Sesaat kemudian Mia menjawab dengan gelengan pelan sembari kembali menunduk menatap makanan di depannya.
" Non Mia. Bibi boleh tanya sesuatu? " Merasa heran dengan sikap dan jawaban Mia sebelumnya, membuat bi Tuti semakin penasaran siapa dan apa hubungan wanita di sampingnya ini dengan majikannya.
" Tanya apa bi? " Ucap Mia santai sembari menyudahi makan malamnya.
" Kata mas Nucha, non Mia wanita halal baginya. Tapi mas Nucha tidak menjelaskan siapa non Mia sebenarnya. " Ucap bi Tuti menatap wajah Mia penuh selidik.
Merasa lawan bicaranya cukup mengusik, Mia memilih diam menunggu sampai mana rasa penasaran bi Tuti terhadapnya.
Mia juga penasaran, sejauh mana keakraban bi Tuti dengan Nucha sebab bi Tuti seolah terlihat santai membahas soal urusan pribadi majikannya itu.
" Sudah selesai makannya? " Mia maupun bi Tuti tersentak bersamaan dengan kehadiran Nucha yang muncul tiba - tiba di antara mereka.
" Sudah. " Jawab Mia singkat.
Sedangkan bi Tuti hanya diam mengamati interaksi keduanya.
Mereka hampir lupa bahwa hari semakin larut. Bahkan menuju dini hari. Dimana seharusnya mereka sudah mengistirahatkan tubuh mereka dari rutinitas seharian penuh.
Tapi di karenakan Mia yang belum makan seharian, mau tidak mau Nucha harus memintanya untuk mengisi lambungnya yang kosong.
Dengan lembut Nucha meraih tangan Mia dan menarik pelan untuk mengikuti langka kakinya menuju anak tangga. Bermaksud naik menuju kamar pribadi mereka untuk istirahat.
" Siapa sebenarnya gadis ini? Kenapa dia bisa berada di rumah ini dan mas Nucha terlihat menyayanginya? " Monolog bi Tuti menatap punggung keduanya yang mulai hilang dari hadapannya.
***
Hari ini adalah hari yang baru dalam hidup Mia maupun Nucha. Dimana mereka telah di satukan dalam ikatan pernikahan.
Mia merasa tak mampu untuk menjalani hari dengan hati yang hancur. Membayangkan melewati hari demi hari dengan hati yang tertawan, sungguh nestapa.
Jangankan hari esok dan esoknya lagi. Menjalani hari ini saja sudah terasa berat baginya.
Meski air mata sudah tidak mengalir di pipi mulusnya, namun bukan berarti hatinya tanpa tangisan.
" Tidak akan aku lupakan perbuatan mu mas. Entah bagaimana hidupku setelah ini. Tak hanya kau putuskan aku dengan sepihak. Tapi juga kau serahkan aku pada laki laki lain dengan cara menjebak ku. " Monolog Mia dalam hati.
Di sudut kamar, di ujung jendela kaca, Mia berdiri bersandar dengan tatapan kosong. Tatapannya lurus menatap ke arah taman samping rumah mewah itu.
Sementara itu, Nucha yang baru saja terbangun dari tidur lelapnya, tersentak saat melihat di sampingnya tidak ada sosok Mia di sana.
Matanya sontak sibuk mencari keberadaan sang istri dengan panik di ruangan yang hanya bercahaya temaram itu. Bagaimana tidak. Hari masih gelap, namun Mia tidak berada di sana.
Dengan cepat Nucha meraih saklar lampu kamarnya. Dengan kasar Nucha mengusap wajahnya saat melihat Mia berdiri mematung di sudut kamar.
Bukan karena apa. Akan tetapi jika Mia tidak berada di sana, entah sepanik apa dirinya karena rasa takut terjadi sesuatu pada mantan kekasih sahabatnya itu. Wanita yang telah diamanahkan oleh sahabat terbaiknya Beni.
Sejenak Nucha mencoba menetralkan dirinya dari rasa takut dan panik sebelum akhirnya dia beranjak menuju kamar mandi yang berada di kamarnya itu.
Sesaat kemudian Nucha keluar dari kamar mandi langsung menuju clothes room. Dengan sajadah di tangannya, Nucha menggelar sajadah tersebut tepat di samping ranjang tidur.
Perlahan Nucha menghampiri Mia yang sejak tadi tidak terusik sama sekali akan keberadaannya. Dengan lembut Nucha menarik tangan Mia menghadap ke arahnya.
Mia yang yang memang tidak peduli lagi akan apapun yang terjadi pada dirinya, hanya memutar tubuhnya mengikuti gerakan Nucha dengan malas.
" Lebih baik kamu wudhu dulu. Kita sholat subuh berjamaah. Kamu sampaikan keluh kesahmu pada-Nya sepuas kamu." Ucap Nucha lembut menatap wajah Mia.
" Daripada kamu tidak tidur semalaman dan hanya berdiam diri seperti ini. Kamu hanya akan menyakiti diri kamu sendiri. " Imbuhnya lagi.
" Siapa sebenarnya lelaki di hadapanku ini? Jika dia bukan lelaki yang baik, manalah mungkin dia mengajakku menghadap Tuhan seperti ini. Namun jika dia baik, kenapa dia menikahi ku dengan cara menipu. Bahkan lisannya sering menyakiti perasaanku " Monolog Mia menatap wajah Nucha dengan intens.
" Wudhu dulu sana. Jangan banyak melamun. " Ucap Nucha mengelus lembut lengan Mia.
Bukannya menuruti perintah sang suami, Mia justru fokus menatap tangan sang suami yang berada di lengannya.
Dengan perlahan Mia menurunkan tangan Nucha menjauh darinya. Sesaat Mia menatap wajah Nucha seolah mengatakan ketidak nyamanan nya sebelum akhirnya dia melangka menuju kamar mandi.
Nucha menarik nafas panjang dan menghembuskannya dengan pelan. Nucha sadar bahwa Mia tidak nyaman akan tindakannya. Meski itu sah sah saja dia lakukan karena mereka halal.
𝘽𝙀𝙍𝙎𝘼𝙈𝘽𝙐𝙉𝙂
Terima Kasih sudah membaca karya saya ini. Dan semoga episode selanjutnya lebih menarik lagi dari episode kali ini.
Mohon dukungannya terus ya teman - teman.. Biar lebih semangat lagi UP episode yang sesuai harapan teman - teman..🙏🙏
🖤🖤
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!