NovelToon NovelToon

Istri Tangguh Pria Lumpuh

BAB. 1 Pasien Kecelakaan

Ninu.. Ninu.. Ninu..

Sayup-sayup suara sirine ambulans terdengar bersahutan mendekati rumah sakit.

Menurut informasi telah terjadi kecelakaan lalu lintas dengan korban terluka parah sebanyak lima orang.

Lima ambulans yang membawa korban kecelakaan kini telah tiba dirumah sakit. Beberapa dokter dan perawat bergegas menyambut pasien kecelakaan tersebut.

"Pasien ini kritis!" seru perawat laki-laki dari dalam salah satu ambulans begitu tiba di rumah sakit.

Perawat itu sudah memberikan pertolongan pertama namun kondisi pasien yang parah membuatnya cukup kewalahan. Pasien sudah tidak sadarkan diri, dengan luka parah ditubuhnya.

Darah yang bersimbah diwajah akibat benturan di kepalanya serta di bagian tubuh lain mengalami patah tulang. Oksigen bahkan sudah terpasang ditubuhnya. Selain luka parah, pasien juga mengalami kehilangan banyak darah akibat pendarahan dibagian kepala.

Seorang dokter wanita segera berlari menghampiri ambulans tersebut setelah mendengar seruan perawat disana.

Dia adalah Seira Wijaya, dokter muda berusia 25 tahun, cantik dan berprestasi. Dia bersama dua orang perawat membantu mengeluarkan branker dari dalam ambulans.

Namun tubuh Seira seketika melemas saat melihat wajah pasien tersebut ialah kekasihnya.

"Bima!"

Seketika Seira menangis histeris didepan mata kepalanya sendiri Bima memejamkan mata dengan kondisi sangat mengenaskan. Darah bersimbah diwajah pria itu serta luka-luka di bagian tubuhnya.

"Apa yang terjadi sama kamu, Bima?" Tangis Seira tak tertahankan, dia memeluk tubuh Bima yang berlumuran darah.

Dengan tangan gemetar Seira mengusap wajah Bima dari darah yang menutupi wajah sang kekasih. Seira dibantu dua orang perawat dan satu dokter pria mendorong branker Bima menuju ruang ICU.

"Bima jangan tinggalkan aku," lirih Seira terus menangis, menggenggam tangan Bima yang berlumuran darah. Tangan itu terasa lemas dan dingin membuat Seira semakin takut kehilangan Bima.

Seira sangat mencintai Bima, pria itu sangat berarti untuknya dan dia tidak ingin kehilangannya.

"Tenangkan diri anda, dokter Seira," ucap dokter pria yang sedang membantunya mendorong branker Bima menuju ruang ICU.

Dokter itu ialah dokter Vero. Namun perkataan dokter Vero bagai angin lalu karena Seira tak mendengarkannya. Seira terus menangis dengan isi kepala dipenuhi oleh Bima dan keselamatan pria itu.

"Aku mohon bertahanlah, Bima."

Seira terus menangis, mengajak Bima berbicara berharap pria itu mau merespon perkataannya dengan hanya menggerakkan jari tangan yang digenggamnya namun Bima sama sekali tidak merespon dirinya.

Tiba di depan ruang ICU Seira tidak diizinkan dokter Vero untuk menangani Bima karena kondisi Seira sendiri sangat kacau. Wanita itu tidak akan mampu menangani Bima dalam kondisi seperti ini.

"Dokter Seira tenangkan diri anda. Anda tidak diperbolehkan ikut masuk bila keadaan anda seperti ini," kata dokter Vero.

"Tidak bisa dokter Vero saya ingin menangani Bima." Seira hendak ikut masuk ke dalam ruang ICU namun tubuhnya ditahan oleh dokter Vero.

"Anda tidak bisa menangani Bima dalam keadaan seperti ini, biarkan saya dan perawat yang menanganinya."

Dokter Vero menutup pintu ruang ICU untuk segera menangani Bima. Seira menangis, menatap pintu ruang ICU yang ditutup oleh dokter Vero.

Seira ingin menangani Bima namun benar apa kata dokter Vero bila dirinya tidak bisa menangani Bima dalam keadaan kacau seperti ini.

"Ya Tuhan, selamatkan lah Bima. Aku sangat mencintainya," ucap Seira mendoakan Bima yang tengah berjuang antara hidup dan mati.

Seira duduk di kursi tunggu menunggu dokter Vero selesai menangani Bima. Kondisi Bima yang mengenaskan terus terngiang di kepalanya. Kemungkinan-kemungkinan buruk terjadi pada pria itu juga terus menghantuinya.

Bagaimana bila Bima tidak bisa bertahan?

Bagaimana bila Bima meninggal?

Seira menggelengkan kepalanya menangis deras disana dengan doa-doa yang terus dia lafalkan pada sang pencipta untuk keselamatan Bima yang sedang berjuang antara hidup dan mati.

Seira bangkit dari duduknya saat melihat dokter Vero membuka ruang ICU setelah 4 jam lamanya.

"Bagaimana kondisi Bima, dok?" tanya Seira setelah dia mengusap bulir bening dipipinya.bulir bening di pipinya.

Dokter Vero tidak langsung menjawab, dia menelisik penampilan Seira yang masih sama seperti tadi. Sangat kacau dengan pakaian terdapat banyak noda darah Bima.

Wajah Seira yang sembab juga tak luput dari pandangan dokter Vero.

"Kuatkan hati anda, dokter Seira," kata dokter Vero membuat Seira semakin takut hal buruk terjadi pada kekasihnya.

"Apa maksud anda dokter Vero?" tanya Seira dengan mata kembali memanas ingin kembali menangis.

"Bima mengalami gegar otak akibat benturan kuat di kepalanya yang menyebabkan dia koma. Selain itu Bima juga mengalami kelumpuhan akibat cidera tulang belakang."

Seira menggelengkan kepala dengan kaki melangkah mundur.

Bima koma?

Bima lumpuh?

Seira merasa dunianya runtuh, hatinya hancur mendengar apa yang dokter Vero katakan.

Dia tidak bisa membayangkan bagaimana hancurnya Bima setelah sadar dari koma kondisinya tak seperti dulu lagi. Bima pasti lebih hancur dari dirinya.

Bima dipindahkan ke ruang rawat VIP dengan alat medis terpasang ditubuhnya.

Seira melangkah mendekat pada Bima yang terbaring di ranjang pasien. Tak ada lagi Bima yang selalu menggodanya, memperhatikannya, dan selalu ada untuknya. Sekarang yang ada hanyalah Bima yang tengah koma dengan berbagai alat medis yang menopang pria itu untuk tetap hidup.

Seira menduduki kursi yang berada disana, meraih tangan Bima dan menggenggamnya.

"Bim, aku mencintaimu. Apapun yang terjadi padamu aku tetap mencintaimu," kata Seira dengan air mata yang mengalir deras.

Hati yang hancur tak bisa Seira gambarkan. Dia benar-benar hancur, meski begitu dia tetap mencintai Bima.

...****************...

10 hari berlalu...

Bima mengedarkan pandangannya yang tidak begitu jelas kepenjuru ruang rawatnya. Ruangan nampak sepi hanya terdengar suara alat pendeteksi detak jantungnya yang berbunyi.

Samar-samar Bima melihat sosok wanita yang dia cintai sedang menyuntikan obat pada infusnya.

"Sei-ra," panggil Bima membuat Seira yang baru saja menyuntikkan obat menoleh padanya.

"Bima!" Seira terkejut melihat Bima sudah membuka mata padahal tidak ada tanda-tanda Bima akan sadar dalam waktu dekat.

Seira langsung memeluk Bima, menangis haru disana sebab kekasih yang dia cintai telah sadar dari komanya.

"Akhirnya kamu sadar, Bim," ucap Seira mengusap bulir bening dipipinya.

"Sei-ra," panggil Bima lagi.

"Iya ini aku Seira. Sebentar ya aku periksa kondisi kamu dulu." Seira kemudian memeriksa Bima sesuai prosedur pemeriksaan pada pasien yang baru sadar dari koma.

Kondisi Bima baik-baik saja, dia tidak mengalami amnesia karena gegar otak yang dialaminya. Bima masih ingat semua kejadian yang dia alami selama hidupnya.

Namun...

Kenapa kakinya tidak bisa digerakkan?

Bima merasa kakinya mati rasa. Dia berusaha menggerakkan lagi kakinya tapi tetap tidak bisa. Bima menatap Seira yang tengah melepas alat medis ditubuhnya menyisakan infus yang masih tertancap di tangan kirinya.

"Ada apa?" tanya Seira sembari tersenyum pada Bima.

"Kenapa kakiku tidak bisa digerakkan?"

Pertanyaan itu sontak saja membuat senyum di bibir Seira menghilang.

*

*

Terima kasih buat readers yang sudah mampir, semoga betah bacanya..

Salam dari : Author Tri Haryani 🙏

BAB. 2 Tidak Bisa Menerima Kenyataan

Bima menatap Seira yang masih memeriksanya. Perutnya terasa sakit menahan rasa ingin buang air kecil sejak tadi padahal kateter masih terpasang ditubuhnya tapi dia memilih menahannya.

"Ser, aku ingin buang air kecil," kata Bima yang masih terbaring diranjang rumah sakit.

"Buang air kecil?"

"Iya, Ser, aku ingin buang air kecil."

"Disini saja ya, Bim, buang air kecilnya. Nanti aku bantu."

"Tidak, Ser, aku mau buang air kecil di kamar mandi."

"Kamu tidak diperbolehkan banyak bergerak dulu. Buang air kecilnya di sini saja ya."

"Tapi, Ser_"

"Tidak apa-apa, Bim, aku ini dokter kamu," tukas Seira meyakinkan Bima agar mau di bantu olehnya.

Bima menatap ragu pada Seira, tapi Seira justru menganggukkan kepala.

"Baiklah."

Bima pun akhirnya buang air kecil melalui kateter yang masih terpasang di tubuhnya namun pandangannya terus menatap pada Seira yang masih memeriksanya.

Seira melepas satu persatu alat medis ditubuh Bima setelah pria itu selesai buang air kecil menyisakan infus yang masih terpasang di lengan kirinya.

"Ser."

Seira menoleh pada Bima yang memanggilnya, senyum lebar tercetak di wanita cantik itu. "Iya, Bim."

"Kenapa aku tidak bisa menggerakkan kakiku ya?"

Pertanyaan Bima seketika membuat senyum di bibir Seira menghilang. Wajah Seira berubah Sendu dan Bima pun melihatnya.

"Jangan ada yang kamu sembunyikan, Ser. Ada apa dengan kakiku?"

Bima menuntut Seira untuk menjawab sebab wanita itu hanya diam saja padahal rasa penasaran sekaligus khawatir sudah membuncah didalam hatinya.

Seira menarik nafas terlebih dahulu kemudian menghembuskannya setelah merasa tenang Seira perlahan menjelaskan pada Bima.

"Akibat kecelakaan waktu itu kamu mengalami koma."

"Lalu?"

"Kamu juga mengalami cedera tulang belakang dan ..."

"Dan apa?" tanya Bima lagi.

"Dan mengalami kelumpuhan."

Deg!

Seketika tubuh Bima bergetar dengan mata mengeluarkan cairan bening. Bima menggeleng tidak percaya dengan apa yang Seira katakan.

Mana mungkin dirinya lumpuh sebab sebelum kecelakaan dia masih bisa berjalan dengan normal. Bima tertawa menertawakan penjelasan Seira yang baginya itu omong kosong. Dan hal itu sukses membuat hati Seira sakit seolah tertusuk ribuan jarum.

Seira menangis, dia ingin menjerit mengatakan Bima tidak lumpuh karena sesungguhnya dia juga tidak ingin pria itu lumpuh. Tapi apalah daya karena inilah kenyataan bahwa Bima sekarang lumpuh.

"Bim."

"Tidak, aku tidak lumpuh. Aku tidak mungkin lumpuh."

Bima memaksakan diri turun dari ranjang namun tidak bisa. Kakinya sangat sulit digerakkan bahkan dia pukuli juga sama sekali tidak merasakan sakit. Dia benar-benar lumpuh.

Arrgghh!

Prang! Pyar! Bruk!

"Aku masih bisa jalan, Ser, aku tidak lumpuh. Aku tidak mungkin lumpuh!" teriakan Bima menggema seisi ruang rawat.

Bima melempar semua benda yang bisa dia raih melampiaskan rasa hancurnya dengan kondisinya saat ini.

"Bim, tenangkan dirimu." Seira memeluk tubuh Bima. Tangisnya semakin kencang melihat pria yang dia cintai seterpukul ini.

Hati Seira sakit, dia juga merasakan sama hancurnya dengan Bima. Rasa sakit yang begitu sesak di dada hingga membuatnya kesulitan untuk bernafas.

"Lepas, Ser, aku tidak pantas untukmu! Aku miskin! aku cacat! aku tidak berguna!" Bima melepas tangan Seira yang memeluknya tapi Seira kembali memeluknya.

"Kamu pasti akan sembuh, Bim, kamu pasti bisa berjalan lagi. Aku mencintaimu, Bim."

"Aku tidak akan bisa membahagiakan kamu. Pergilah, Ser! Jangan pedulikan aku! Jangan mengasihani aku dan jauhi aku!"

Bima berhasil melepas tangan Seira yang memeluk tubuhnya. Dia mendorong kuat Seira untuk menjauh namun justru membuat kening Seira terbentur lemari.

Seira tidak menyerah dengan bulir bening yang terus berderai dia kembali mendekati Bima yang tengah mencabut infus dari lengannya. Bima meraih tiang infus lalu melempar kesembarang arah.

"Bim_"

"Pergi Seira! Pergi! Aku bilang pergi!"

...****************...

Seira menangis duduk dikursi sembari menatap Bima yang kini tengah terlelap. Dia terpaksa menyuntikkan obat penenang pada Bima agar pria itu tidak terus mengamuk.

Bima yang tampan memiliki tubuh tinggi dan gagah tentu saja tidak terima dengan kondisinya. Usia belum genap 26 tahun tapi dia sudah tak bisa berjalan.

Seira mengusap lelehan cairan bening di pipinya. Membenahi selimut Bima yang tersingkap kemudian bangkit menuju sofa. Seira merebahkan tubuhnya disofa setelah selesai mengobati keningnya yang memar.

Dia berbaring menghadap Bima yang sedang terlelap. Menatap wajah tenang pria itu kemudian memejamkan mata membuat cairan bening keluar kembali dari sudut matanya.

"Kamu pasti kuat, Bim, aku janji aku tidak akan pernah meninggalkanmu meski kondisimu tak seperti dulu lagi."

...****************...

"Dokter Seira," panggil dokter Vero membuat Seira yang hendak masuk ke ruang rawat Bima menghentikan langkah kakinya.

"Iya, dok, ada apa?"

"Bagaimana kondisi Bima sekarang?"

"Sudah lebih tenang, dia sudah mulai menerima kondisinya yang sekarang."

"Saya ingin melihatnya, boleh saya membesuknya?"

Seira menatap dokter Vero lebih dulu kemudian menganggukkan kepala.

"Bim," panggil Seira setelah masuk ke dalam ruang rawat Bima dan menghampiri pria itu yang sedang memalingkan wajahnya. Bima tidak menyahut dan tidak menanggapi panggilan dari Seira.

"Ini ada dokter Vero ingin membesukmu," ucap Seira memberitahu Bima.

Dokter Vero melangkah mendekat pada Bima, menghentikan langkah kakinya setelah tiba di sebelah Seira.

"Bagaimana kondisi kamu, Bim?" tanya dokter Vero tapi tidak mendapat jawaban dari Bima.

Bima tahu sekali dokter Vero menyukai Seira terlihat jelas dari cara pria itu menatap kekasihnya. Usia dokter Vero 3 tahun lebih tua dari Bima tapi pria itu jauh lebih sukses darinya. Dokter Vero memiliki karir yang baik juga usaha yang didirikannya sendiri.

Bima tentu saja tidak percaya diri bila dirinya dibandingkan dengan dokter Vero. Setiap kali melihat kedekatan Seira dengan dokter itu setiap kali itu juga Bima ingin menyerah dengan hubungannya. Seira lebih pantas bersama pria itu, bukan dirinya.

"Tetap Semangat, Bim, yakinlah kamu pasti akan sembuh," ucap dokter Vero yang masih tidak mendapat tanggapan dari Bima.

"Sebaiknya kamu kembali istirahat, Bim, maaf kedatangan saya menganggu kamu." Dokter Vero kemudian menatap Seira yang berada di sebelahnya.

"Dokter Seira, saya kembali keruang praktek."

"Iya, dok, terima kasih sudah menyempatkan diri membesuk Bima," ucap Seira yang diangguki oleh dokter Vero.

Dokter Vero keluar dari ruang rawat tersebut meninggalkan Seira dan Bima disana.

Seira melirik jam yang melingkar di lengannya. Waktu sudah menunjukkan pukul 10.00 pagi.

"Sudah jam 10.00, Bim, kamu harus minum obat terus istirahat."

Seira mengambil air minum dan obat yang harus Bima minum kemudian membawanya mendekat pada pria itu.

"Ayo buka mulutnya, diminum dulu obatnya."

Tak ada tanggapan dari Bima pria itu masih mengabaikannya.

"Bim ...."

Pyar!

Bima menepis tangan Seira yang memegang gelas membuat gelas itu seketika jatuh kelantai dan pecah.

"Aku hanya bisa merepotkanmu, Seira, aku tidak pantas untuk kamu."

Seira menggelengkan kepala. "Tidak, Bim, kamu tidak merepotkan aku. Aku tulus merawatmu, aku juga tulus mencintaimu."

"Banyak laki-laki yang lebih pantas untuk kamu, Ser, bisa membahagiakan kamu, bisa memberi nafkah lahir dan batin untukmu. Sementara aku tidak bisa. Aku ini cacat, Seira."

Seira menangkap kedua sisi wajah Bima, mengarahkan agar pria itu mau menatapnya.

"Aku mencintai kamu, Bim. Aku menerima kekurangan serta kelebihanmu. Aku juga tidak akan pernah meninggalkanmu."

Seira memeluk Bima yang menangis. Dia juga ikut menangis melihat Bima seperti ini tapi dia harus kuat demi Bima, demi menguatkan pria itu untuk bisa menerima kenyataan.

BAB. 3 Perasaan Bima

Bima sudah keluar dari rumah sakit setelah beberapa minggu dirawat disana. Dia tidak kembali ke rumah kontrakannya karena Seira membawanya tinggal dirumah baru yang dibeli untuk mereka tinggali.

Rumah sederhana itu hanya terdiri dari satu lantai, 4 kamar tidur beserta kamar mandinya, ruang tamu, ruang keluarga dan dapur. Sangat sederhana tapi sangat nyaman untuk mereka tempati.

Rumah itu juga letaknya tidak jauh dari rumah sakit tempat Seira bekerja sehingga Seira bisa tenang meninggalkan Bima saat dirinya bekerja. Seira memperkerjakan satu wanita paruh baya untuk membantunya mengurus rumah dan mengurus Bima saat dirinya bekerja.

Setelah seharian bekerja dan meninggalkan Bima bersama art, Seira pulang kerumah saat waktu telah menunjukkan pukul 11.00 malam. Dia bergegas masuk ke dalam rumah langsung mencari keberadaan Bima di kamarnya namun tidak ada.

Seira kemudian mencari Bima ketempat lain yang ternyata sedang berada di teras belakang, duduk di kursi roda menatap kosong pada tanaman bunga disana.

"Bim," panggil Seira sembari mendekat pada Bima.

Seira menurunkan lututnya dihadapan Bima, mensejajarkan tubuhnya dengan Bima yang duduk di kursi roda.

"Kenapa belum tidur?" Seira bertanya dengan nada lembut. Seperti biasanya saat dia berbicara dengan Bima.

Bima menatap Seira yang berada di hadapannya.

"Belum ngantuk."

"Masuk kedalam yuk, ini sudah larut. Angin malam tidak baik untuk kesehatan."

"Iya."

Seira tersenyum kemudian bangkit dan mendorong kursi roda Bima untuk masuk ke dalam rumah.

"Besok ada WO yang akan mendekor rumah kita, terus lusa kita akan menikah."

Ya, memang benar apa yang Seira katakan bila lusa mereka akan menikah. Seira yang sangat mencintai Bima memutuskan akan menikahi pria itu untuk bisa merawatnya dengan baik.

Selain itu Seira tak ingin Bima merasa sendirian. Dia juga ingin membuktikan bila dirinya menerima kekurangan serta kelebihan yang ada pada diri Bima.

"Kamu yakin ingin tetap menikah denganku?" tanya Bima membuat Seira menghentikan langkah kakinya.

"Bim, kita sudah membahas ini. Dan jawabanku masih sama, aku tetap akan menikah denganmu."

"Bagaimana bila selamanya aku lumpuh, Seira? Aku akan terus merepotkanmu tanpa bisa memberi nafkah untukmu. Kamu wanita normal yang sudah seharusnya mendapat nafkah lahir dan batin."

"Aku tidak mempermasalahkan itu. Kita akan tetap menikah. Aku ingin merawatmu dengan baik."

"Tugas seorang istri bukan hanya mengabdikan dirinya pada suami, melainkan dia dikodratkan mengandung, melahirkan dan menyusui anaknya. Sementara aku tidak mungkin memberimu anak dalam kondisi seperti ini."

Seira terdiam meresapi kata demi kata yang Bima ucapkan. Semua orang pasti ingin berumah tangga dan salah satu tujuannya ialah untuk membangun keluarga kecil bersama dengan seseorang yang dicintainya.

"Pikirkan lagi baik-baik keputusanmu untuk menikah denganku, jangan sampai kamu menyesalinya."

Setelah mengatakan itu, Bima menjalankan kursi rodanya sendiri menuju kamarnya meninggalkan Seira yang masih termenung berdiri ditempat.

Bima menutup pintu kamarnya setelah masuk ke dalam kamar. Dia berdiam diri sebentar menetralkan perasaan yang sesak didadanya. Bima sangat bersyukur Seira ingin menikah dengannya, tapi dia tidak ingin Seira menyesali keputusannya telah menikahi pria lumpuh yang tak akan bisa memberi kebahagiaan untuknya.

Setelah berkali-kali menghembuskan nafas berat, Bima merasa sedikit lebih baik. Dia kembali menjalankan sendiri kursi rodanya mendekati tempat tidurnya.

Bima menurunkan kakinya yang tidak bisa merasakan apa-apa menggunakan tangannya. Setelahnya dia berpegangan pada tepi ranjang untuk memindahkan tubuhnya ketempat tidur.

Brukk!

Naasnya Bima justru terjatuh kelantai.

...****************...

Hari pernikahan Seira dan Bima tiba.

Mereka melangsungkan pernikahannya di rumah dengan sederhana namun tetap sakral. Tidak banyak tamu yang datang di pernikahan mereka karena mereka tidak mengadakan resepsi.

Bima hanya dihadiri oleh adik, calon adik iparnya dan calon mertua adiknya sementara Seira dihadiri oleh kedua orang tuanya serta beberapa rekan sesama dokternya.

Bima duduk di kursi roda dengan tuxedo yang dia kenakan bersebelahan dengan Seira yang duduk dikursi. Seira mengenakan kebaya putih senada dengan tuxedo yang Bima kenakan. Keduanya sangat serasi tampan dan cantik.

Kondisi Bima yang duduk di kursi roda sama sekali tidak membuat cinta Seira berubah. Dimata Seira Bima tetaplah kekasihnya yang tampan.

Bima mencium kening Seira setelah selesai mengucapkan kalimat sakral Ijab Kabul dengan tangis tak tertahankan. Kini dia sudah menjadi seorang suami untuk Seira yang tulus mencintainya. Dengan kondisi yang lumpuh seperti ini Bima pun berharap semoga dia tetap bisa membahagiakan Seira.

Begitu juga dengan Seira dia menangis sama seperti Bima. Seira bahagia bisa menikah dengan Bima, namun dia juga sedih karena ternyata sang Ibu tidak benar-benar merestuinya.

Ibunya yang dulu menyukai Bima kini berubah tak menyukai pria itu karena Bima sekarang lumpuh.

Kedua orang tuanya bahkan langsung pergi setelah menikahkan dirinya tanpa mengucapkan satu patah kata pun.

'Bima lumpuh, Seira, dia tidak akan bisa membuatmu bahagia.'

'Aku mencintai Bima, Ma, aku akan tetap menikah dengannya.'

'Menikah lah dan saat itu juga jangan pernah kamu anggap Mama ini Mama kamu lagi.'

Cairan bening terus membasahi pipi Seira teringat akan perkataan ibunya kala itu.

Bima mengusap pipi Seira yang basah. "Apa kamu menyesal?"

Seira menggeleng dia sama sekali tidak menyesal telah menikah dengan Bima. Dia hanya sedih mengingat perkataan ibunya.

Seira kembali tersenyum agar tidak membuat Bima mengkhawatirkan dirinya kemudian mengajak pria itu menyalimi satu persatu tamu yang hadir.

Kini Bima sedang berkumpul bersama dengan Seira beserta rekan kerja wanita itu.

"Selamat, Ser, atas pernikahan kamu dengan Bima," ucap Vero salah satu rekan dokternya.

"Terima kasih, Vero, kamu sudah menyempatkan diri untuk menghadiri pernikahan kami." Seira menjabat tangan Vero yang terulur di hadapannya.

"Tentu saja, Ser, akan tidak pantas bila aku tidak menghadiri pernikahanmu. Bim, selamat atas pernikahanmu dengan Seira." Vero menatap Bima yang duduk di kursi roda.

"Terima kasih," sahut Bima singkat. Dia juga membalas uluran tangan Vero

"Bagaimana kondisi kamu, apa sudah ada kemajuan?"

"Belum."

"Kamu beruntung, Bim, dicintai Seira yang mau menerima kamu apa adanya," ucap Vero sembari menatap Seira yang tengah berbicara dengan rekan kerjanya yang lain.

"Seira sangat mencintai kamu, dia bahkan rela mengorbankan masa depannya untuk kamu. Untuk merawat kamu agar bisa sembuh seperti sebelumnya."

"Apa maksud kamu mengatakan itu padaku? Tanpa kamu perjelas juga aku tahu Seira sangat mencintaiku." Bima menatap tak suka pada Vero.

"Tidak ada maksud apa-apa, Bim, aku hanya ingin memberimu semangat untuk sembuh kembali. Jangan kecewakan Seira yang sudah mengorbankan masa depannya demi kamu."

"Aku tahu." Bima menjalankan sendiri kursi rodanya meninggalkan Vero yang menatap punggungnya.

Entah hanya perasaannya saja atau memang apa adanya Bima merasa Vero yang menyukai Seira ingin memiliki wanita itu juga.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!