NovelToon NovelToon

Love Story Of Dila

Pertemuan

Suara riuh sepatu berbenturan dengan lantai itu menggema disepanjang loby sebuah hotel dimana 3 tahun sudah Dila mencari nafkah. Dila gadis pendiam, tak pandai bergaul namun memiliki otak yang cukup cerdas

Di lain sisi ia juga gadis yang rajin dan kompeten dalam pekerjaannya. Tahun ini Dila berusia 27 tahun, sudah cukup dewasa dimana wanita- wanita seusianya sudah memiliki banyak pencapaian, karier yang bagus, ataupun keluarga yang harmonis

Dila mengusap dahinya yang berkeringat ketika salah satu temannya datang

" Dila, cepat selesaikan, mereka akan segera kemari!" perintahnya rusuh, Dila menengok pelan kebelakang, ia menghela nafas. Bahkan Dila tahu, sudah seminggu ini semua staf hotel melakukan meeting dadakan. Bahasan mereka tidak jauh dari sang wakil direktur baru di hotel tersebut

Dila yang tak banyak bicara itu, mengambil semua alat tempurnya dan bergegas keluar dari ballroom hotel

" Dila, aku sangat penasaran." Ucapnya pada Dila keduanya berjalan beriringan dilorong, bahkan dari sana suara sepatu-sepatu yang berbenturan dengan lantai terdengar begitu nyaring

" Dila, mereka bilang Manager baru itu putra sulung Pak Erwin."

" Lalu?" Dila adalah manusia paling cuek didunia ini, ia tidak pernah mau memikirkan apapun kecuali uang. Baginya uang sumber yang bisa membuat semua orang menghargai keberadaannya. Makanya ia selalu bekerja keras untuk yang namanya uang

" Kau ini!" tepuknya pada Dila sebelum melanjutkan perkataanya

" Pak Erwin masih cukup muda, itu artinya " ucapnya dengan riang sembari merangkul bahu Dila, ia sudah tahu lanjutan dari perkataan teman kerjanya itu

" Percuma, dia tidak akan mau pada upik abu seperti kita." Ledek Dila membuat wanita bernama Mery itu mendelik sebal, memangnya Dila tidak bosan menghabiskan hidupnya seorang diri terus, gerutunya dalam hati

" Setidaknya dia tampan, agar kita bisa melihat pemandangan setiap hari, aku benar-benar bosan dengan pria-pria disini." Dila mengabaikan perkataan itu, ia memang tidak suka banyak bicara, karena itu akan menguras banyak tenaganya

Dari jauh tampak sang bos besar, bersama beberapa pria baju hitam. Dila bersama Mery memberi jalan, sambil menundukan kepala tanda menghormati sang pemilik hotel

"Dila, sumpah!" Dila melirik sinis Mery si biang rusuh

" Mery, tundukan pandanganmu. Atau kau akan kena masalah!" Gerutu Dila pelan

" Dila, ini sayang untuk dilewatkan!"

" Terserah!" Gerutu Dila dalam hati

" Daddy, tidakkah sebaiknya kita memberi warna yang lebih terang dilorong ini." Rasanya merasa tak asing dengan suara yang samar-samar terdengar dikupingnya, Dila mencoba menaikan pandangannya dan

Gumpraannnggggg

Dila terkejut sampai alat tempur yang ditangannya jatuh begitu saya membuat Pak Erwin serta pria yang sedang berjalan disamping Pak Erwin sedikit terganggu

" Aduh, Dila, apa yang kau lakukan, matilah kita!" Gerutu Mery

Tersadar, Dila segera berjongkok memunguti alat pembersih kaca dilantai lalu bangkit berdiri dengan wajah menunduk

" Maaf Pak." Ucap Dila

Pak Erwin tampak acuh, ia kembali melanjutkan jalannya, berbeda dengan pria muda disampingnya, pria itu terpaku dengan wajah yang sulit ditebak

" Kalian berdua cepat kebelakang." Bisik seorang wanita muda mendekati keduanya dengan wajah yang sinis pada Dila dan Mery. Dimata wanita itu keduanya tampak membuat kacau suasana

" Dila, ayo!" Dila menarik nafasnya ketika tubuhnya ditarik Mery meninggalkan pria muda yang terus memperhatikannya

" Emmmh Pak Darren, maaf atas,"

" Siapa dia?" Suara bariton tegas menyela perkataan Jena, Manager dihotel itu

" Pak, maafkan saya. Saya akan mengajari mereka lagi-"

" Aku tanya siapa mereka?" Tanyanya sembari melirik Jane, sang manager cantik

" Dila, dan Mery, mereka bagian room attendant. Pak sebenarnya kerja mereka-" Belum selesai bicara, pria yang sering disapa Darren itu meninggalkan Jena, menyusul sang ayah yang sudah jauh melangkah

" Cih sombong sekali." gerutu Jena

-

kenangan manis

" Dilaaaaaa, aku sayang kamu!"

Huuuuu huuu huuuu

Dila menutupi wajahnya dengan kedua telapak tangannya, ia benar-benar merasa malu mendapat sorakan dari seisi sekolah saat ini karena ulah seorang Darren, pemuda tampan yang 3 bulan terakhir ini mengejarnya

Darren yang masih berada dilapangan basket itu perlahan mendekati Dila yang duduk diantara penonton. Ya Darren dan teman-temannya baru saja memenangkan pertandingan basket antar sekolah

" Dila, do you want to be mine?"

Sekali lagi Dila mendapat sorakan kencang dan heboh disekolah

" Darren, please berhenti." Bisik Dila membuat Darren tersenyum

" Aku tidak akan berhenti sebelum kamu menerimaku!"

" Darren, ini bisa kita bicarakan berdua!!" Dilla tampak kesal karena merasa malu

" Ayolah Dila, kau tidak seru!" Teriak salah satu teman Darren

Darren tertawa akan hal itu

" Dila, jadilah milikku." Rengek Darren, pemuda itu tak ada harga dirinya bila ada sangkut pautnya dengan Dila. Entah apa yang membuat Dilla begitu menarik untuk Darren, mungkin juga karena gadis itu berbeda dari gadis lainnya

Dila menarik nafas pelan. Dila tak semau itu punya pacar diusia muda. Ia masih 17 tahun dan masih ingin fokus belajar. Tapi Darren memaksanya untuk mengangguk membuat Darren terlihat senang bahkan pria itu akan memeluk Dila namun Dila menahan dengan kedua tangannya

" Dila, aku akan setia, aku akan selalu buat kamu happy, aku akan menuruti semua kemauanmu." Ucap Darren, Dila hanya tersenyum, jika gadis lain mungkin sudah tantrum saking girangnya

Dila membuka matanya, ia masih ingat kenangan manis ketika Darren menyatakan cintanya. Darren si cinta monyet Dila. Dila tersenyum manis dengan pandangan kedepan. Ia sedang duduk di taman hotel, mengistirahatkan tubuhnya yang lelah, duduk dengan kotak bekal makan siang dipangkuannya

Sesekali suap demi suap masuk kedalam mulutnya. Dila tak sadar seseorang dari dalam hotel memperhatikan dengan pandangan tajam, bibirnya tersenyum sinis

" Menyedihkan, menghilang hanya untuk menjadi sampah seperti ini!" Gumam Darren, tatapan itu dipenuhi kebencian yang mendalam pada Dila

" Padahal aku sudah sering berdoa agar Tuhan tidak mempertemukan kita lagi, Aku sangat membencimu!" Gumamnya lagi, memegangi dadanya. Nyatanya rasa sakit itu masih ada, 10 tahun bukan waktu yang sebentar untuk Darren menyembuhkan dirinya, mungkin puluhan psikolog sudah Darren datangi. Dila memberi luka yang dalam diusia Darren yang masih sangat muda

" Sedang apa?" suara bariton tua mengagetkan Darren dari pandangannya pada Dila

" Pemandangannya kurang begitu indah, tidak ada laut disini." Jawab Darren seraya membalikan badan pada pria separuh baya yang berdiri dihadapannya. Pria itu terkekeh akan jawaban Darren yang sebenarnya asal bunyi

" Kalau begitu kembangkan lagi hotel ini sehingga kita bisa membuka cabang dipinggir pantai, Nusa tenggara barat adalah tempat yang indah bukan?" Saut sang Daddy

" Raja ampat!" Saut Darren seraya berjalan menuju sofa merah maroon diruangan barunya. Diikuti sang Daddy

" Sulit Darren, raja ampat-"

" Tidak ada yang sulit Dad, aku pasti berusaha. Katakan Daddy ingin punya cabang berapa lagi?" Tanya Darren semangat membuat sang ayah tersenyum bangga

" Kita hanya butuh partner bisnis yang bisa diandalkan!"

" Tuan Adolf, sangat bisa dibanggakan!" Saut sang Daddy. Darren tampak memikirkan hal itu

" Tuan Adolf, masa kau tidak kenal?"

" Aku tau, dia teman Daddy."

" Tuan Adolf mengajak makan malam bersama minggu depan, itu kesempatan yang bagus untukmu!"

" Memangnya harus secepat itu, aku baru saja memulai."

" Kau sudah banyak belajar, Daddy tahu. Dan Daddy tahu sepintar apa dirimu!"

" Apa sekarang Daddy sungguh mempercayaiku!"

" Ya, dan jangan sia-siakan itu!" Darren tersenyum lalu mengangguk pelan. Keluarga adalah segalanya untuk Darren, tanpa mereka Darren bisa apa, tanpa sang ayah yang selalu memberi semangat Darren tak akan sampai di tempat sekarang. Keluarga memiliki peran yang sangat penting dalam hidup Darren

-

Kesalahan Dila

Setiap hari Darren menyempatkan dirinya dipagi hari untuk berangkat sekolah bersama Dila. Mengendarai motor Harley Davidson, Darren menjemput Dila didepan rumahnya. Ia selalu tersenyum ketika melihat pemandangan indah didepan matanya

Setiap pagi Darren melihat Dila diantar sang ibu kedepan pintu gerbang dimana Darren sudah menunggunya. Dila begitu ringkih dengan kotak bekal makan siang yang dibekali sang ibu. Dila anak semata wayang, ia sangat dimanja oleh kedua orantuanya

" Darren, hati-hati ya!" Ucap ibu Dila pada Darren

" Siap Tante." saut Darren dengan senyumannya. Mereka sudah saling mengenal semenjak Dila menjadi pacar pemuda itu

Dila menaiki motor gede Darren. Tak lama mereka berdua pergi meninggalkan rumah Dila. Darren bahkan tak memperdulikan jarak yang ia tempuh setiap paginya, hanya untuk menjemput Dila, Darren selalu berangkat pagi buta

" Dila, kamu selalu begitu!"

" Kenapa sih Darren." Gerutu Dila

" Peluk!" Rengek Darren, Dila mendengus kecil sebelum akhirnya ia melingkarkan kedua tangannya ke tubuh Darren, pria itu tak pernah menyerah pada Dila, Darren melakukan apapun untuk membuat Dilanya senang, usaha Darren jangan ditanya untuk Dila

" Dila, berjanjilah padaku!"

" Apa?"

" Jika kita sudah lulus nanti, kita kuliah di tempat yang sama."

" Darren!"

" Tenang saja, aku yang akan mengikutimu!"

" Darren, aku tidak akan kemana-mana, bukankah aku sudah jadi milikmu, kenapa kamu seperti ini. Sama seperti aku, Darren.. aku ingin kamu mengejar mimpimu juga!"

" Mimpiku itu adalah kamu Dila." Terserahlah, Dila malas menanggapi Darren yang keras kepala, Darren terlalu bucin, ia bahkan tak pernah memikirkan dirinya, selalu Dila

Dari sudut manapun, Dila dan Darren memang sangat cocok. Selain paras, keduanya juga berasal dari keluarga kaya dan cukup populer disekolah, terutama Darren, pria itu memiliki wajah dan tubuh blasteran eropa dan jawa

" Selamat pagi Pak Darren." Sapa Jena pada Darren yang sedang berdiri di depan kaca diruangannya. Jena melirik pada apa yang menjadi perhatian Darren. Tampak Dila sedang berjalan diluar hotel, di jam saat ini Dila pasti membeli sarapan untuk para senior-seniornya

"Apa yang terjadi." Gumam Darren dan masih terdengar ditelinga Jena

" Tidak ada yang terjadi pak, semuanya aman terkendali." Darren tersenyum sinis, ia tersadar dari lamunannya. Wanita itu tidak tahu jika Darren sedang melamun dan bergumam sendiri

" Sudah berapa lama wanita itu bekerja disini?" Tanya Darren menunjuk Dila dengan dagunya

" Heh?" Jena tak mengerti dengan pertanyaan Darren sampai Darren melirik kearahnya dengan tatapan sinis

" Oh, emm maksud bapa, Dila?" Darren tak menjawab, ia hanya menatap Jena yang tampak gugup, salah tingkah wanita itu di tatap Darren

" Apa kau tidak mengerti bahasa Indonesia yang benar?" tanya Darren, sinis

"Emm, Namanya Dila Wijaya. Dia sudah 4 tahun bekerja disini. Dia cukup komp-"

" Cukup!" potong Darren dengan sedikit bentakan. Jena menunduk takut

" Maaf pak, jika ini karena kemarin saya-"

" Keluarlah" perintah Darren membuang muka sambil mengibaskan tangannya

Jena segera bergegas sebelum pria itu marah padanya. Jena pelan-pelan membuka pintu, ia bergidig sendiri lalu menghembuskan nafas

" Bu Jena ada apa?" Tanya misel, sekertaris Darren

" Kau tahu Misel, dia galak sekali, sombong, bossy." Gerutu Jena

" Tapi tampan!" saut Misel dengan kekehan kecilnya. Jena menghembuskan nafasnya lagi

" Aku hampir kehabisan nafas didalam, auranya benar-benar gelap." Misel tertawa lucu

" Tidak Bu Jena, kau hanya belum mengenalnya." Jawab Misel, sudah 8 tahun Misel bekerja untuk pak Erwin dan ia telah mengenal baik Darren sejak pria itu masih remaja

" Aku harap begitu."

" Lama- lama akan terbiasa." Ucap Misel lagi dengan kekehannya

"Maksudmu?"

" Sudahlah, kembali ke tempatmu Bu Jena." Jena tak memperpanjang lagi percakapannya dengan Misel, ia meninggalkan Misel untuk kembali ke ruangannya sambil memikirkan ucapan Darren

Sebelum memasuki ruangannya, kebetulan dia bertemu Dila lalu memanggil wanita itu

" Dila." Panggilnya

" Ke ruanganku."

Dila hanya mengangguk lalu mengikuti Jena masuk ke ruangnya

" Dila, kesalahanmu kemarin. Sepertinya Pak Darren mempermasalahkan itu." Dahi Dila mengernyit heran

" Memang bukan masalah besar, tapi sepertinya Pak Darren merasa terganggu." tambah Jena

" Dila, kau mengerti kan maksudku."

" Iya Bu, saya akan minta maaf pada Pak Darren." Jawab Dila, harusnya cukup bu Jena yang menegurnya kenapa sampai harus berurusan langsung dengan wakil direktur, pikir Dila

" Kalau begitu, pergilah. Semakin cepat semakin baik." Begitulah Jena, ia terlalu over dalam pekerjaan. Ia tak mau dipandang buruk sebagai atasan. Semuanya harus serba perfect untuk Jena

-

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!