𝟮𝟱 𝗝𝗮𝗻𝘂𝗮𝗿𝗶 𝟮𝟬𝟮𝟯
"Sepuluh orang tewas dalam insiden pembantaian di gerbong kereta api."
"Sekelompok remaja sekolah yang sedang hiking telah dinyatakan menghilang dini hari."
"Pembantaian massal telah terjadi dalam rumah warga. Pelaku utama pembantaian diduga seekor makhluk sihir menerobos masuk rumah."
"Sepasang kekasih ditemukan tewas dimakan oleh penyihir usai berolahraga di lapang terbuka."
"Sebuah pesawat terbang meledak diserang oleh makhluk sihir kategori 3."
"Kapal pengangkut kontainer karam ditelan laut. Seratus orang lebih tewas tenggelam."
"Apartemen 40 lantai terbakar hangus. Diduga penyebab kebakaran berasal dari serangan penyihir. Puluhan jiwa tak bersalah ikut terbakar menjadi abu."
Suara televisi dimatikan.
Kematian, dia sangat dekat dengan kita. Bahkan melebihi dekatnya urat nadi dengan tubuh. Dia bisa mendatangi kita dimana saja dan kapan saja. Tak peduli kau siapa. Tak peduli kau berada. Kematian akan datang menghampiri.
Semua kematian sudah ditetapkan. Tak ada yang bisa memajukan ajalnya maupun mengakhirkan ajal. Tapi di dunia ini, ada satu hal yang menjadi lambang kematian. Yaitu, Penyihir.
Lalu, bagaimana kisah ini akan bermula?
Kalau begitu, mari kita mulai dari pemuda ini.
Seorang pemuda remaja bernama, Sizhu. Remaja berparas tampan, dengan rambut hitam panjang sebahu, dibiarkan tergerai apa adanya. Pupil mata yang berwarna hijau terang bak permata zamrud. Kulit putih ala Asia. Dengan baju jubah seadanya, rumah gubuk terpencil, Sizhu menjalani hidup di pedalaman lembah.
Saat ini malam hari. Beberapa jam yang lalu hujan mengguyur lembah. Terasa lembap sekitar. Gundukan tanah merah di sisi rumah pun terlihat luntur. Sisa hujan membuat embun hinggap di rerumputan. Membuat becek tanah yang dipijak.
Tidak ada yang spesial hari ini. Hanya suasana kesedihan yang menggantung di atmosfer sekitar rumah. Malam lalu, guru Sizhu baru saja meninggal dunia. Seakan turut bersedih, langit pun ikut mengeluarkan air mata. Deras sekali. Sizhu hanya diam menatap gundukan tanah di depannya selama beberapa jam ini. Tak mengucap apa-apa. Hanya diam. Tak peduli berapa ribu rintik hujan membasahinya. Sizhu tak bergeming.
Entah apa yang sedang dia pikirkan. Hingga purnama muncul mengganti latar langit. Akhirnya Sizhu mulai memutuskan sesuatu.
Dia akan pergi.
Berbalik badan, melangkah menuju rumah, entah sedang sial atau apa. Sesuatu berwarna hitam berbentuk bola meluncur ke arah Sizhu. Sepersekian detik sebelum benda itu mengenainya, Sizhu cepat menghindar, melompat ke samping. Membuat bola itu meleset dari sasaran. Sayangnya bukan Sizhu yang menjadi sasaran utama. Melainkan rumah gubuk yang ditinggalinya.
BUM!
Bunga api merekah buas melahap kayu. Cahayanya membuat terang sekitar. Sizhu terhempas beberapa meter karena ledakan. Tersungkur. Dia mengeluh, melihat sekitar.
Dari mana asal tembakan itu?
Baru beberapa detik Sizhu berusaha bangun. Benda hitam itu meluncur cepat ke arah Sizhu.
BUM!
Beruntung, kali ini Sizhu lebih cepat menghindar. Melompat ke pinggir sejauh mungkin. Setelah melihat seksama tembakan tadi, Sizhu mulai mengetahui posisi yang menyerangnya. Segera Sizhu berlari menuju asal tembakan. Tembakan bola hitam beruntun berusaha meledakkan Sizhu. Gesit Sizhu menghindari semua tembakan, berlari zig-zag. Penyerang itu mulai terlihat. Membelalak Sizhu melihat makhluk mengerikan itu. Makhluk paling menjijikkan di dunia.
Penyihir.
Mencabut belati dari sakunya. Sizhu cepat menebas penyihir di depannya.
TRANG!
Tebasannya tertahan oleh sebuah sabit besar milik Penyihir bermuka tengkorak burung. Perawakannya begitu mengerikan, dengan tubuh tulang belulang sedikit berbalut daging tipis, berjubah hitam besar dengan tudung, dan tanduk rusa yang besar di kepalanya. Mendengar dengus nafasnya saja sudah terdengar ngeri. Sebuah mimpi buruk.
TRANG! TRANG! TRANG!
Fokus Sizhu menebas sana-sini, mencoba mencari celah untuk menyerang. Gesit memainkan belati. Menangkis sabitan, menghindar, juga membalas balik serangan. Jago sekali Penyihir itu memainkan sabit, lihai memutarnya untuk menyerang Sizhu. Tak kalah Sizhu bertahan, percikan kedua senjata terlihat beruntun. Kerlap-kerlip di tengah hutan. Dentingannya membuat kaget hewan pengerat sekitar. Seketika bangun terbirit-birit. Menjauhi dua orang yang bertengkar hebat.
Tengah hutan yang banyak pepohonan dan semak membuat Sizhu susah bergerak dengan leluasa. Sizhu berlari menjauh dari musuhnya. Mencari medan tempur yang lebih baik.
Tak biarkan mangsanya kabur, Penyihir itu terbang mengejar mangsanya. Mereka bermain kejar-kejaran di tengah-tengah hutan. Sesekali Penyihir itu menembakkan bola-bola hitam ke arah Sizhu. Dengan inderanya yang tajam, lekas Sizhu mengelak dari tembakan. Merunduk. Atau melompat. Sambil terus berlari. Bola-bola itu mengenai dahan pohon dan tanah. Terbakar.
Awan mulai menyingkap sinar bulan. Menerangi tanah lapang yang dituju Sizhu. Di sini dia akan lebih leluasa untuk bergerak.
Sizhu berbalik menghadap musuhnya. Memasang kuda-kuda. Belatinya dia pegang erat di tangan kanannya, sejajar dengan wajah sementara tangan kiri di belakangnya. Sembari mengatur nafas, keduanya saling bertatap sejenak.
Penyihir ini muncul dari mana dan mengapa menyerangnya? Bahkan meledakkan rumah guru. Untuk apa dia melakukan hal itu?
Tak ada waktu untuk berpikir. Sorot mata Sizhu berubah tajam. Tak peduli siapa, yang menghancurkan rumah guru harus dia balas.
Sizhu merapal mantra, mengiris telapak tangannya sendiri, darahnya mengalir menjadi suatu tulisan. Begitu selesai tulisan itu memenuhi belati. Sekejap Sizhu melangkah ke depan Penyihir. Belatinya berhasil memutus tangan kiri Penyihir.
Menggeram marah. Penyihir itu juga merapal sebuah mantra. Lingkaran sihir tercipta di tanah dengan radius 15 meter. Bergetar pijakan mereka, merekah tanah sekitar lalu muncul belasan tengkorak hidup. Penyihir itu berteriak keras menunjuk Sizhu dengan sabit besarnya.
Belasan tengkorak hidup langsung merangsek cepat ke arah Sizhu. Mencoba menahan gerakan Sizhu. Tak selesai disitu, bola-bola hitam juga ikut melesat ke arah Sizhu.
Mata Sizhu cepat melihat serangan. Dia gesit berlari menghindar juga menebas leher tengkorak-tengkorak hidup, meloncat sana-sini, menebas sana-sini. Menghindari bola-bola hitam yang meledak.
Tiada habisnya tengkorak-tengkorak ini, mereka tetap hidup walau kepalanya terpisah. Hanya ada satu cara untuk menghabisi semuanya. Yaitu membunuh sumbernya.
Kaki Sizhu menari, berlari melewati celah gerombolan tengkorak hidup. Berusaha mendekati si Penyihir yang diam di tengah lapang. Lantas, kakinya menghentak, melangkah kilat ke depan wajahnya. Menebasnya dengan pisau.
TRANG! TRANG! TRANG!
Pertempuran sengit berlangsung di tengah lapang. Keduanya sibuk membalas serangan. Sabit menyabit. Tebas menebas. Sizhu bermain belati lebih cepat dari sebelumnya. Tebasannya mulai mengenai kulit, kaki, dan wajah Penyihir. Serangan sabit besar Penyihir itu juga susah dihindari. Putaran sabitnya kadang mengenai tangan atau badan Sizhu, tersayat.
TRANG! TRANG! TRANG!
Adu serangan tiada henti. Semakin banyak sayatan yang mengenai keduanya. Hiraukan darah yang menetes ke tanah. Hiraukan percikan yang mulai membara. Keduanya mati-matian saling menyerang. Saat sabit besar itu diayun, ada sebuah api hitam mengikutinya. Tulisan darah yang ada di belati Sizhu mulai menyala terang. Bara api muncul mengekor setiap gerakan belati. Dentingan tiada henti. Api keduanya saling beradu. Membakar sekitar.
BLAR!
Keduanya terhempas karena api mereka beradu. Membuat ledakan diantara mereka. Nafas mereka tak beraturan. Entah siapa yang akan sanggup berdiri di akhir.
Kembali memasang kuda-kuda. Mengumpulkan kekuatan masing-masing. Api merah membara berkumpul mengitari pisau Sizhu. Kuat hentakan yang disiapkannya. Ini serangan terakhir.
Penyihir itu juga bersiap mengumpulkan kekuatan. Api hitam itu menyeliputi seluruh tubuhnya. Pertarungan hebat ini akan berakhir dalam satu serangan.
SLASH! BLAR!
Habis, pertarungan ini sudah selesai. Sizhu berhasil membelah dua tubuh Penyihir. Api bekas pertarungan dengan cepat lenyap. Abu Penyihir itu luruh menyatu dengan tanah. Sabit besarnya pun terbelah. Begitu selesai mengeluarkan serangan, Sizhu jatuh terjerembab ke tanah. Kemudian tak sadarkan diri ...
26 Januari 2023
MATAHARI mulai merangkak naik. Baru cahaya mentarinya yang menyinari lembah. Bola cahaya itu masih belum terlihat. Tempat tinggal Sizhu memang terletak di bawah pegunungan. Timur tertutupi oleh dinding alam itu, sehingga kabut pagi masih betah mengambang di sekitar hutan.
Sizhu kembali ke rumah gubuk gurunya setelah pertempuran semalam. Buruk sekali. Hanya tersisa abu dan puing. Seluruh peninggalan gurunya hangus tak berbekas. Oh, kecuali satu.
Sebuah tongkat kayu.
Sizhu melangkah mengambil tongkat kayu yang terkubur diantara puing-puing. Tongkat ini membuatnya ingat kenangan berharga dengan gurunya dulu. Saat-saat guru Sizhu menghukumnya dengan tongkat. Hingga punggungnya penuh bengkak bekas hantaman tongkat dari guru. Itu momen-momen tak terlupakan baginya. Meskipun sakit, tapi berbekas.
Dia mengelapnya perlahan dengan hormat, seperti barang berharga tiada banding. Menghela nafas. Ini sungguh berharga.
Ada sebuah ukiran dalam tongkat tersebut. Sebuah aksara cina. Hanya satu huruf.
—旭— —Janji—
Selain ukiran, tongkat itu tampak seperti tongkat kayu panjang biasanya.
Apa yang harus kulakukan sekarang?
Sizhu mendongak menatap langit. Berharap gurunya menjawab dari sana. Dia benar-benar tak tahu harus kemana sekarang. Benar-benar tak punya tujuan untuk pergi.
Plak!
Sizhu menepuk kedua pipinya. Baiklah, berpikir simpel, mungkin arah timur akan bagus. Keputusannya sudah bulat. Terakhir, sebelum pergi, dia akan memberikan doa terakhir untuk gurunya.
Di depan pusara itu. Sizhu menangkupkan kedua tangan. Berbisik, "Doakan saya guru. Terima kasih untuk sepuluh tahun ini."
Selesai berdoa, Sizhu memulai langkah pertamanya untuk memulai hidup baru. Takdir apa yang akan ditemuinya kelak?
***
𝟮𝟴 𝗙𝗲𝗯𝗿𝘂𝗮𝗿𝗶 𝟮𝟬𝟮𝟯
Sudah sebulan sejak Sizhu pergi dari lembah.
Belasan desa telah berlalu, apa yang sudah dia dapat?
Tidak ada yang spesial. Hanya tas samping dan baju baru pemberian warga, (hadiah setelah membunuh makhluk sihir yang mengancam desa.) Bonus, sebuah alas kaki–dia bertualang dengan kaki telanjang–.
Sizhu juga mengikat rambut belakangnya agar lebih leluasa saat bergerak. Tongkat gurunya tak pernah lepas dari genggamannya. Dia begitu menyayanginya, bahkan tongkat itu sempat dia "mandikan" di sungai. Sehingga terlihat mengkilap.
Sekarang, dimana anak itu berada?
Jawaban mudah. Satu bulan dia menuju timur. Hanya berbekal badan dan tekad. Sizhu saat ini sedang berada di suatu desa dekat sungai kuning. Dia antusias melihat kesana kemari. Ada banyak hal baru yang dia baru saja ketahui saat mengembara banyak tempat.
Salah satunya yang paling dia minat ialah sihir.
Sihir. Orang mana yang tak tertarik mendengarnya. Seperti yang kita ketahui banyak sekali jenis macam sihir. Dan hanya beberapa orang yang berbakat saja yang bisa menggunakannya.
Setiap daerah memiliki keunikan sihir tersendiri. Contohnya di negara bagian barat mereka banyak menggunakan tongkat kecil sebagai alat menyalurkan sihir. Lantas bagaimana keunikan sihir di negeri tirai bambu tempat Sizhu berpijak?
Mari kita mulai dari pengertian sihir terlebih dahulu. Apa itu sihir? Apa itu mantra? Sebuah rapalan? Pemanggilan? Kekuatan alam? Roh? Kutukan? Azimat? Atau hal sebagainya?
Benar, itu semua bisa dibilang benar. Sihir adalah ilmu dengan meminjam kekuatan alam sekitar. Dengan perantara sebuah kata-kata, ritual, tulisan, dan rapalan.
Mari kita beri contoh. Bayangkan kita membuat sebuah api unggun di zaman purba. Dimana manusia pada zaman itu belum mengenali api. Bagaimana reaksi mereka ketika melihat ada manusia yang bisa membuat api? Takjub bukan? Sebuah hal baru bagi mereka. Mereka pun mulai mempelajari cara membuat api, sehingga hal itu sudah tidak menjadi hal luar biasa lagi.
Begitu juga di dunia Sizhu tinggal. Sihir itu macam "api" yang dibutuhkan untuk kehidupan sehari-hari, dengan cara meminjam kekuatan alam. Tapi "api" itu bisa digunakan untuk kebaikan dan keburukan. Karena itu sihir terbagi dua. Sihir gelap dan sihir cahaya.
Singkatnya semua sihir yang buruk gunanya dan berasal dari sumber 'kegelapan' disebut sihir gelap. Dan sebaliknya, sihir yang baik gunanya dan berasal dari sumber 'cahaya' disebut sihir cahaya.
Lalu apa itu "penyihir"?
Disinilah letak rumitnya cerita ini. Sang pengguna sihir gelap disebut "penyihir" atau "witch". Mengapa? Sihir kegelapan ini pasti akan merusak hati orang yang menggunakannya. Alias dia sudah bukan manusia lagi. Bahkan lebih buruk dari monster. Tamak akan daya sihir yang ada dalam tubuh manusia lain. Lalu, alhasil sang pengguna penyihir kegelapan akan lapar melihat manusia. Bagi mereka manusia adalah makanan. Mengerikan bukan?
Sebagai bentuk perlawanan melawan penyihir. Manusia mencari cara agar tak menjadi pihak yang diburu, dan akhirnya menemukan sihir dasar. Merapal mantra, menulis azimat, dan banyak hal untuk mengalahkan penyihir yang keji. Contoh sederhananya, seperti merapal mantra api yang mudah. Api pun muncul setelah mantra selesai dirapal.
Setelah mendapat senjata untuk melawan. Penyihir dan manusia saling bertukar menjadi pemburu dan yang diburu. Ribuan tahun terlewati hingga saat ini, peperangan itu belum kunjung berhenti. Banyak korban dari pihak manusia yang tak terhitung jumlahnya. Tak terhitung bencana dan insiden yang disebabkan makhluk biadab ini.
Karena itu ada sebuah organisasi yang dikhususkan untuk memburu penyihir. Organisasi itu disebut Agensi Hunter. Kini di berbagai belahan dunia, para Agen Hunter bertugas sebagai penjaga keamanan. Mereka memburu juga melindungi masyarakat dari penyihir.
Hingga abad ini, pengetahuan sihir dan sains semakin meningkat. Banyak hal yang memudahkan kehidupan penduduk. Kedamaian pun perlahan tercipta. Peradaban mulai merangkak naik.
Malam hari, Sizhu berjalan-jalan sekitar. Melewati pasar. Melihat orang memasak dengan lihai. Panci panas mengepul asap nasi goreng itu membuat perutnya lapar. Sayangnya, dia belum punya cukup uang untuk membelinya. Anak-anak kampung bermain bola di jalanan pasar. Terlihat riang berlarian. Biarkan orang-orang dewasa yang mengomeli mereka. Tak usah peduli. Hingga seorang anak ada yang tak sengaja menendang bola hingga memecahkan kaca rumah. Bubar anak-anak itu sebelum diamuk pemilik rumah.
Sizhu menyeringai kecil melihatnya. Suasana di sini jauh berbeda dengan tempat tinggalnya dulu. Di lembah, Sizhu hanya disuruh berlatih, berlatih, dan berlatih oleh gurunya. Terkadang gurunya mengajaknya jalan-jalan mendaki puncak gunung. Itu mengasyikan.
"Seekor makhluk sihir kategori dua muncul memakan ternak warga. Cepat berlari sebelum ada korban lain."
Serombongan orang berjas, gegas berlari. Tak sengaja menubruk bahu Sizhu. Makhluk sihir?
Sizhu ikut berlari, mengintil rombongan berjas dari belakang. Sepuluh menit berlari, mereka sampai ke TKP. Makhluk aneh yang seperti serigala berkaki laba-laba itu sedang menggigit seekor anak domba. Sekarat.
Orang-orang berjas segera menarik senjata api. Bersiap. Menunggu perintah ketua mereka.
Grrr...
Makhluk itu menggeram, merasa terancam. Melepaskan anak domba yang sudah tercabik. Bersiaga.
"Tunggu! ...." seru ketua rombongan.
Serigala itu masih menggeram. Kakinya mulai mengambil ancang-ancang. Dan ...
"Tembak!"
Dor! Dor! Dor!
Tembakan serempak dilepas. Serigala itu lincah menghindar. Berlari mendekat, melompat, hendak menerkam orang berjas terdekat.
BLAR!
Seorang pria berjas mengeluarkan kertas jimat, melempar bola api dari tangannya. Telak mengenai serigala.
"Tembaki makhluk itu!"
Dor! Dor! Dor!
Hujan peluru menghujam tubuh serigala tersebut. Peduli darah yang deras menetes, serigala itu lari secepat mungkin, menjauh.
"Makhluk itu belum mati. Cepat kejar! Sebelum makhluk sihir lain berdatangan." Orang-orang berjas itu gerak cepat berlari mengejar serigala.
Sizhu lebih cepat berlari, menyusul serigala tadi. Memasuki perhutanan. Orang-orang berjas tadi juga ikut menyusul ke dalam hutan. Ketuanya memberi isyarat untuk berpencar. Senter-senter mulai dinyalakan, sejajar dengan pistol. Beberapa menggunakan sihir berbentuk bola mengambang untuk menerangi area.
Serigala yang dikejar Sizhu menghilang begitu masuk perhutanan. Gelap. Tak terlihat apa-apa di dalam sini. Sizhu menatap sekitar. Orang-orang berjas ada belasan meter di belakangnya. Cahaya senter menyiram sana-sini mencari jejak.
Seseorang menyadari sesuatu...
Suara kaki berlari-lari mengelilinginya. Tangannya cepat teracung ke arah suara.
Sunyi.
Tidak ada apa-apa. Kosong. Bahkan jejak pun tak ada. Cahaya senternya mengarah kesana kemari, kembali mengecek sekitar ...
"AAAaaa!"
Serentak pria berjas lain yang ada di sekitar berkumpul ke asal suara jeritan. Tidak ada. Hanya ada bekas darah di tanah. Dua orang berjas bergegas mengeceknya. Ini aneh, kemana orang yang baru saja menjerit tadi?
Situasi intens membuat bulu kuduk merinding. Ditambah dinginnya malam purnama. Menambah kesan horor, tidak ada satu pun jejak yang ditinggalkan orang yang mendadak hilang barusan.
Senter kembali diarahkan ke sekitar. Mencari serigala terluka tadi.
"AAAaaa!"
Seseorang menjerit kembali. Padahal orang-orang berjas itu hanya saling terpisah beberapa meter. Entah siapa yang tiba-tiba berteriak.
"Zhou?"
Orang berjas di sebelahnya menyadari temannya tiba-tiba menghilang. Hanya ada bercak darah di tempat temannya berdiri tadi.
Dia mulai waspada.
Sizhu juga melirik kanan-kiri. Melihat sisa orang berjas. Meskipun cahaya senter menyiram sana-sini, belum ada yang menemukan makhluk sihir tadi.
Apa yang terjadi?
"AAAaaa!"
Kali ini dua orang yang tiba-tiba menghilang. Semuanya semakin terlihat panik. Makhluk itu tak terlihat entah dimana.
"Semuanya tetap tenang di tempat! Perhatikan baik-baik sekitar!" Ketua orang berjas berseru tegas. Tampaknya dia terbiasa dengan situasi seperti ini. Tapi tidak dengan yang lain.
Bercak darah orang mulai banyak ditemukan. Seorang pria berjas menemukan darah yang menetes dari atas. Saat senter diarahkan ke atas ...
"AAAHHH!!!"
Serigala berkaki laba-laba bertengger di atas ranting pohon. Tak hanya satu. Satu gerombolan serigala berkaki laba-laba berdiam di sana. Menerkam orang-orang berjas yang lengah, lalu dibiarkan menggantung di atas dahan dengan jaring laba-laba. Bergelantungan.
Refleks orang itu menembak sembarang ke atas. Tak satu pun peluru mengenai sasaran. Orang itu semakin menjerit, seekor serigala melompat menerkamnya, membawanya ke dalam hutan lebih jauh.
Orang-orang di sebelah juga sama. Berusaha menembakan serigala yang melompat-lompat dari dahan ke dahan di atas. Satu per satu orang berjas diterkam oleh serigala, lalu diseret masuk ke dalam hutan lebih jauh. Teriak, jeritan, dan suara tembakan menggema. Menyisakan ketuanya yang tak pantang menyerah terus menembaki serigala yang mendekat.
Tembakannya akurat. Berbeda dari yang lain. Sayangnya, tak hanya satu yang mendatanginya. Lima serigala sekaligus lincah berlari, melompat kesana kemari menghindari peluru. Lalu menerjang ...
Buk!
Sizhu datang tepat waktu. Serigala itu terpelanting ke tanah. Empat yang lain ikut menerjang. Sizhu dengan tenang memutar tongkat memukul satu serigala. Buk! Memutar tongkat, menghantam kanan, Buk! Beralih ke kiri, Buk! Menusuk ke depan, Buk! Terakhir, berputar sembari memukul ke belakang, Buk! Sizhu berdiri di depan, melindungi ketua berjas.
Ketua berjas itu tampak terkejut dengan datangnya Sizhu entah darimana. Tapi, daripada memikirkan itu, situasi sekarang lebih serius. Hanya sisa mereka berdua yang masih bertahan hidup.
Mereka berdua bekerja sama, saling melindungi punggung.
"Aku serahkan belakang padamu," ucap ketua berjas, sibuk menembak cepat.
Sizhu mengangguk.
Dor! Dor! Buk! Buk!
Delapan serigala itu semakin geram. Gerakan mereka semakin tangkas. Mengepung Sizhu dan ketua berjas. Kedua lelaki itu mulai kewalahan. Pertarungan seperti ini tidak akan bertahan lama.
"Kita harus segera membunuh mereka, atau kita yang akan terbunuh." Ketua berjas itu sibuk sekali menembak. Semua pelurunya mengenai sasaran. Masalahnya, setiap satu serigala mati, yang lain datang mengganti. Kini tersisa enam serigala mengepung mereka.
Sizhu mendengus paham. Dia harus melakukan itu.
Sizhu merobek telapak tangannya sendiri dengan mulut. Darahnya bercampur dengan tongkat, menciptakan sebuah tulisan sihir, merayap menyelimuti tongkat. Memutar-mutar tongkat anggun. Darahnya terlihat menyala. Menghentakkan kaki, mengambil ancang-ancang ...
Memutar tongkat dari belakang ke samping. BUK! Satu serigala terpental sangat jauh, lanjut memutar tongkat dari atas. BUK! Kepala serigala terputus terkena pukulan tongkat, Sizhu berputar sembari menghunus tongkat. BUK! Crat! Satu serigala berlubang ditusuk tongkat. Tiga serigala menerjang ke arah Sizhu serempak. Cepat dan kuat tongkat berputar bersama penggunanya. BUK! Ketiga kepala serigala itu terputus, mental ke tanah.
Ketua berjas itu tercengang melihatnya. Habis sudah serigala yang menyerang mereka. Begitu Sizhu berbalik badan, ketua berjas itu bisa melihat orang yang membantunya dengan jelas. Cahaya bulan menampakkan sosok tampan Sizhu.
Ketua berjas itu tampak terkejut, "Seorang remaja? Apa yang kamu lakukan disini nak? Kau tahu ini tempat berbahaya bukan?" Orang itu bertanya heran. Seharusnya tidak ada remaja seusia Sizhu yang berkeliaran tengah malam di hutan.
Belum sepatah kata Sizhu ucap, ketua berjas itu lanjut bicara, "Cepat pergi dari sini! Ini bukan tempat bermain untuk remaja sepertimu." Lantas ketua berjas itu berjalan meninggalkan Sizhu. Mengikuti jejak serigala-serigala tadi.
Sizhu juga ikut mengekor di belakang ketua berjas. Tak peduli ucapan ketua berjas. Toh, dia bisa menjaga diri.
Baru beberapa langkah, ketua berjas itu tahu Sizhu sedang mengekornya. Dia mulai kesal.
"Sudah kukatakan padamu, nak. Pergi dari hutan ini! Ini tempat berbahaya. Kau bisa mati kapanpun di sini," bentak ketua berjas. Tak habis pikir, apa yang anak ini mau di tengah hutan mengerikan ini? Ketua berjas itu melotot ke arah Sizhu. Dia bermaksud menakutinya demi kebaikannya.
Yang dipelototi mengangkat bahu. Tak peduli. "Aku bisa membunuh makhluk-makhluk itu," jawab Sizhu, tenang dan datar.
Ketua berjas itu merasa diremehkan. Tak percaya ucapan anak remaja di depannya. Memang benar anak ini hebat, kemampuan dan bakatnya dalam menggunakan tongkat patut diacungkan jempol. Namun, tetap saja dia masih remaja. Sekuat apapun dia, pasti akan ceroboh, dan hal itu bisa membuatnya mati.
"Aku peringatkan sekali lagi, nak. Makhluk-makhluk itu bukan lawan yang bisa kau habisi sendirian. Kau bisa terluka parah, bahkan mati diterkam mereka." Ketua berjas itu tampak serius.
Sizhu memasang ekspresi 'meh'. Tiba-tiba dia berlari meninggalkan ketua berjas. Daripada nanti dia harus mendengar omelan ketua berjas itu semalaman. Lebih baik segera menyusul gerombolan serigala yang tersisa. Melesat secepat serigala berlari.
"Hey, bocah! Tunggu!" Ketua berjas itu juga ikut berlari menyusul Sizhu. Meskipun tertinggal sangat jauh di belakang.
"Kenapa anak-anak jaman sekarang pada keras kepala." Menggerutu sambil berlari.
Mudah saja mencari serigala-serigala itu. Tinggal menyusuri bercak darah yang tertinggal di tanah. Meskipun gelap, mata Sizhu sudah terbiasa. Juga, dia memiliki lima indera yang lebih tajam daripada orang biasa.
Dalam tak kurang dari lima menit, Sizhu menemukan "sarang" makhluk-makhluk aneh itu tinggal. Sontak seekor serigala laba-laba langsung menyerang Sizhu yang sedang berlari ke rumah mereka. Menerjang langsung. BLAR! Satu ekor tumbang. Tubuhnya terbelah oleh hantaman keras tongkat berapi.
Begitu sampai, Sizhu disambut hangat oleh penduduk. Lihatlah, puluhan serigala laba-laba di sekelilingnya. Dan juga seorang penyihir berkepala laba-laba, dengan tubuh manusia yang tak utuh, juga cakar hitam mengerikan. Sibuk sekali lahap menyantap tubuh manusia. Kemungkinan mayat orang-orang berjas tadi atau mayat korban lain.
Telunjuknya mengarah pada Sizhu, entah berbicara apa dengan suara desisan laba-laba. Tapi, Sizhu yakin itu adalah perintah untuk membunuhnya. Segera puluhan serigala laba-laba menerjang bagai air bah dari segala penjuru.
BLAR!
Tongkat Sizhu merah dengan bara api mengelilinginya. Memutar tongkat. Dengan mudah memutus tubuh-tubuh serigala yang menerjang ke arahnya. Silau tengah hutan itu. Cahaya api menakuti penyihir. Berhenti makan. Delapan matanya menyaksikan api yang melahap "anak-anaknya". Bagai memotong tahu rasanya. Lima detik habis sudah, puluhan serigala itu menjadi abu. Tongkat Sizhu yang berputar begitu menakjubkan. Tongkat itu sudah seperti apinya sendiri.
Tanpa basa-basi, Sizhu mengambil langkah kilat. Menusuk penyihir bermuka laba-laba. Membakarnya habis. Penyihir itu menjerit-jerit kesakitan. Hingga semua tubuhnya jadi abu barulah Sizhu menghentikan apinya. Ini mudah.
Selesai semua makhluk jahat menjadi abu, ketua berjas itu akhirnya sampai setelah terengah-engah berlari mengejar Sizhu. Nafasnya menderu tak beraturan. Dia tampak kelelahan.
"Kau ... bagaimana bisa ... berlari ... secepat ... itu ...?" Ketua berjas bersandar ke pohon. Berusaha mengatur nafas. Memperhatikan sekitar. Semua makhluk sihir dan mayat terbakar yang seperti penyihir, hangus menjadi abu. Banyak jaring laba-laba dan tulang belulang, bahkan potongan daging manusia yang menempel di jaring di atas pohon, ikut terbakar api.
Pemandangan yang mengerikan.
"Kau yang melakukan ini?" Setelah beberapa kali menghirup nafas, akhirnya dia bisa tenang.
Sizhu mengangguk kecil.
"Sebenarnya, siapa kau?" Ketua berjas itu bertanya dengan nada waspada. Remaja mana yang bisa mengeluarkan sihir api sebanyak ini? Bahkan mengalahkan seorang penyihir dengan mudah, tanpa ada luka satu pun. Biasanya diperlukan minimal lima orang Hunter bintang dua untuk membunuh satu penyihir yang bisa mengendalikan makhluk sihir. Apalagi belasan makhluk sihir kategori dua.
Dan anak ini berhasil menghabisi mereka dalam sekejap?
"Aku hanya anak remaja biasa." Sizhu menjawabnya dengan tenang. Rapalan sihir di tongkatnya mulai memudar.
Setelah mengucapkan itu Sizhu langsung pergi meninggalkan ketua berjas sendirian.
***
27 Januari 2023
"KAU akhirnya meninggal juga ya, kakek tua."
Seorang lelaki tampan, berambut putih sedang menatap kosong gundukan tanah merah. Ada sebuah nisan terbuat dari kayu menancap di atasnya.
Lao Tzu, guru terbaik.
Pria sipit itu tersenyum tipis. Lebih mirip seringai.
"Tampaknya, kau tak hanya bersembunyi dariku, kakek tua. Kau juga membesarkan seorang murid yang mengagumkan.
"Bayangkan pada malam setelah kematianmu. Aku mengirimkan seorang Arch Witch untuk membunuhnya. Tapi apa yang terjadi? Muridmu berhasil membunuh anak buah yang ku kirim. Anak itu berbakat sekali menggunakan sihir. Ah, matanya yang hijau itu mengingatkan ku sesuatu ...." Pria sipit itu mencoba mengingat-ingat sesuatu.
"Oh, keluarga itu. Keluarga malang itu. Keluarga pengguna sihir murni. Jadi selama ini kau membesarkan seorang monster ya, kakek tua. Kebiasaanmu buruk sekali. Tapi aku akan tetap mengenangmu. Kaulah manusia pertama yang berhasil membuat ku takjub, kakek tua. Akan ku kenang hingga seratus tahun ke depan.
"Dan anak itu ... Untuk sementara aku akan membiarkannya. Aku punya tujuan besar yang harus dituju. Sampai jumpa, kakek tua."
Pria itu menjentikkan jarinya. Lantas, wuss menghilang begitu saja. Pagi yang senyap hingga Pria misterius itu akhirnya pergi.
***
01 Maret 2023
"Ini hasil laporan saya, Manajer Jianying."
Lelaki berkacamata kotak itu, membaca hasil laporan dengan seksama. Dahinya mengernyit begitu membaca hasil laporan.
"Apa yang terjadi di desa Nanchangtan?"
Sorot mata manajer itu terlihat serius. Orang berjas yang memberi laporan menjadi gugup karenanya.
"Seluruh Hunter yang kuberikan padamu terluka parah karena diserbu oleh banyak makhluk sihir saat memasuki hutan. Dan yang tersisa hanyalah kau seorang? Mustahil kau bisa memburu sisanya tanpa terluka. Siapa yang menyelamatkanmu di sana?"
Orang berjas itu jadi serba salah karena tak memberi laporan lebih detail. Awalnya dia berharap untuk dapat pujian karena berhasil memburu belasan makhluk sihir kategori dua dan induk penyihirnya sendirian. Ternyata Manajer Jianying lebih teliti dari yang dia kira. Tapi orang berjas itu malah menggeleng.
"Ta-tak ada seorangpun, Tuan." Orang berjas itu gagap mengatakannya. Dalam hati dia memaki diri sendiri. Harus terlihat meyakinkan bagaimanapun agar dapat promosi.
Manajer Jianying masih menatap tajam.
"Katakan atau tidak ku turunkan jabatanmu dari Hunter bintang dua, Wan Chen."
Meneguk ludah. Mendengar hal itu, buru-buru Hunter bernama Wan Chen menjawab.
"Seorang anak laki-laki remaja, membantuku membasmi makhluk sihir dan membunuh induknya. Dia bilang dirinya hanya seorang remaja biasa. Bahkan dia bisa menggunakan sihir api tingkat tinggi dan jago memainkan sebuah tongkat." Orang berjas itu memutuskan menjawab cepat, sebelum pangkatnya diturunkan.
Manajer Jianying menghela nafas.
"Kau tahu, media berita akan menyebar kasus ini. Karena kau sebagai Hunter bintang dua tak mampu membasmi satu makhluk sihir kategori dua yang hanya memakan ternak warga. Dan malah menyebabkan belasan korban Hunter lainnya di dalam hutan. Dan lagi, kau ditolong oleh anak remaja yang entah datang darimana. Membereskan semuanya. Aku heran kau masih punya harga diri sebagai Hunter setelah gagal menjalankan tugas sepele." Kata-kata manajer itu sangat menohok hati. Dia menatap orang di depannya dengan kecewa. Sekali lagi menghela nafas.
"Tapi saya membunuh beberapa ekor makhluk sihir itu, manajer–."
"Diam! Tak usah bicara. Sekarang pikirkan tanggung jawab yang harus kau lakukan. Minta maaflah pada semua Hunter yang terluka parah karena kepemimpinan mu yang buruk. Mulai hari ini kuturunkan kau menjadi Hunter bintang satu lagi. Cepat pergi dari sini." Manajer Jianying tampak sangat marah. Nasib, bukan dapat promosi malah dapat demosi. Orang berjas yang melapor segera beringsut mundur. Meninggalkan kantor Manajer sebelum kemarahan Manajer semakin membludak.
Manajer Jianying menatap lembaran kertas laporan tadi. Bergumam, "Desa Nangchangtan ...."
Manajer itu segera beranjak berdiri. Berjalan keluar kantor. Memasuki lift, menuju atap gedung. Ada sebuah helikopter yang tersedia di sana. Khusus untuk Hunter bintang lima yang bisa memakainya sesuka hati.
Bell AH-1 Cobra, Helikopter tempur. Dengan berbagai macam senjata mesin berat, tentunya sudah diberi mantra. Agar bisa memudahkan peperangan dengan makhluk sihir yang menyerang di udara.
Seorang pilot sudah siap sedia di tempat. Manajer Jianying masuk ke dalam, duduk di belakang.
"Kota Zhongwei, Desa Nangchangtan, Fei."
Pilot helikopter bernama Fei mengangguk. "Siap, Manajer." Segera menyalakan mesin, mengendalikan pesawat. Baling-baling pesawat mulai bergerak. Perlahan helikopter mengambang, lantas pergi dari gedung modern lima puluh lantai di tengah-tengah Beijing.
Sedikit informasi, Fei, dulunya adalah multidriver terbaik di kemiliteran. Suatu hari Fei sedang dalam misi menghancurkan pangkalan yang diduga sebagai sarang penyihir di dataran tinggi Tibet sana. Dia, dan tiga tim angkatan udara berangkat dengan jet super, Shenyang FC 31 Gyrfalcon. Berangkat ke sana, awalnya misi terlihat lancar tak ada kendala. Sarang penyihir yang dilaporkan beres dibasmi. Tak disangka hanya dalam sekejap, keadaan berbalik.
Keempat jet super itu kehilangan kendali. Mesin, entah bagaimana malfungsi. Jet itu menukik cepat menghantam tanah. Meledak. Menyisakan kepulan asap hitam. Tiga tim yang lain gagal melakukan pendaratan darurat. Hanya Fei yang berhasil melompat sebelum jet menukik tajam ke bawah. Ternyata yang terburuk belum terjadi sehingga dia menyentuh daratan.
Meskipun siang hari pegunungan itu terasa dingin. Fei istirahat sejenak di celah pegunungan berbatu, mencoba untuk menghubungi bantuan. Tapi nihil, berjam-jam berlalu di celah pegunungan. Monster mengerikan dengan penampilan seperti manusia berwarna merah, gigi-gigi yang bertaring rusak, mata hitam pekat, kuku-kuku tajam, membawa berbagai macam senjata seperti bendulan kayu, pedang bergerigi, atau palu berduri. Makhluk-makhluk itu mirip dengan bangsa orc atau goblin yang ada di film. Fei yang panik mencoba melawan monster-monster itu. Tapi sayang, dia kalah jumlah dan kekuatan.
Lalu apa yang terjadi?
Monster-monster ini punya hobi untuk menjadikan manusia sebagai budak. Tak hanya Fei, banyak penduduk desa setempat yang tertangkap dan dijadikan budak oleh monster-monster biadab ini. Berhari-hari. Menyulam minggu. Membentuk bulan. Hingga bulan ketiga dia jadi budak dengan perlakuan tidak pantas. Tubuhnya mengering karena jarang makan. Bahkan beberapa harus saling membunuh demi bisa makan. Siksaan berupa pecutan, pukulan, nafsu seksual monster itu sudah seperti makanan sehari-hari. Dan begitu manusia itu mati, mereka dijadikan makanan untuk persembahan raja mereka; seorang Arch Witch.
Tiga bulan bagai mimpi buruk. Hingga muak Fei dengan hidup. Dia mulai berfikir untuk bunuh diri. Akhirnya para Hunter menemukan sarang monster-monster biadab ini.
Operasi besar-besaran dilakukan, pertempuran sengit segera meletus. Gunung ikut bergetar sebab pertempuran itu. Ternyata selama ini Arch Witch dan para pasukannya bersembunyi di dalam gunung.
Setelah pertempuran berlangsung selama berjam-jam ...
Akhirnya seorang Hunter berhasil memenggal kepala raja monster, Arch Witch. Dan yang memenggal kepala itu ialah seorang pria berumur kepala dua, berkacamata kotak, berambut coklat bergelombang, dengan pedang katana yang masih mengalir darah hitam Arch Witch. Dialah Manajer Jianying. Hunter bintang lima dari China, Asisten Ketua Divisi. Momen itu takkan pernah hilang di kepala Fei.
Semua orang yang masih hidup diselamatkan olehnya. Itu tragedi yang tak akan terlupakan. Hingga sekarang dia bersumpah untuk setia pada Manajer Jianying karena sudah menyelamatkan hidupnya dari neraka itu. Karena Fei seorang multidriver berbakat, dia mengajukan diri sebagai pilot pribadi Manajer Jianying. Meskipun dia mengalami trauma dengan penyihir. Dia masih mengutamakan kesetiaan pada penyelamat hidupnya, dibanding dengan trauma yang dialaminya.
***
Tiga jam terbang mengudara. Akhirnya Manajer Jianying sampai ke tujuan. Kota Zhongwei. Sesampainya di sana, Manajer Jianying menaiki mobil menuju desa Nanchangtan, desa dekat sungai kuning. Jelas tujuannya ke sana demi mencari anak muda yang diceritakan anak buahnya tadi. Sangat langka menemukan anak muda yang memiliki bakat dalam hal sihir dan pertarungan. Dia tertarik karena itu.
Hari sudah mulai menguning. Manajer Jianying telah sampai di desa. Tanpa banyak membuang waktu, dia bertanya ke penduduk sekitar tentang Sizhu.
"Pemuda remaja yang selalu membawa tongkat ... Oh ya, saya melihatnya." Seorang bapak-bapak penjual makanan terlihat yakin.
"Dimana bapak melihatnya?"
"Yah, kemarin malam dia kembali ke sini dengan baju dan tongkat yang berlumuran darah. Seorang wanita muda membawanya karena tertarik padanya."
"Wanita muda? Seperti apa wanita muda itu?"
"Hmm ... Dia wanita berambut putih panjang, dengan gaun ungu indah, dan juga wajahnya terlihat sangat cantik, kulitnya juga terlihat putih. Mereka berdua membeli makanan di sini." Bapak itu mencoba mengingat-ingat.
Manajer Jianying merasa familiar dengan penampilan yang disebutkan. Siapa wanita itu?
"Mereka pergi ke arah mana?"
"Oh ya, mereka pergi menaiki mobil terbang berwarna hitam. Mungkin menuju kota."
Manajer Jianying menghela nafas. Dia terlambat. Tapi sepertinya dia tahu siapa wanita cantik itu.
"Baiklah, terima kasih atas informasinya, pak."
Bapak-bapak itu menjawab ya singkat. Mengupil tak peduli. Manajer Jianying itu segera menaiki mobil, kembali ke kota. Tampaknya dia harus pergi ke markas pusat. Ini menjadi sia-sia, hanya melelahkan saja.
Mobil segera berjalan cepat meninggalkan pelataran desa.
Markas utama Agensi Hunter, Qincheng.
***
Malam hari. Cuaca cerah tanpa awan. Menunjukkan keindahan gemintang di langit. Lukisan langit memang yang terbaik.
Pupil mata Sizhu yang hijau memantulkan semua keindahan itu. Melamun. Mengingat hal yang baru saja terjadi kemarin.
...
Setelah beres memburu serigala-serigala berkaki laba-laba dan ibunya. Sizhu kembali ke desa, mencari makanan. Lapar sekali perutnya setelah berlarian menggebuki makhluk menyeramkan. Setidaknya dia punya beberapa uang yang dia temukan di saku orang-orang berjas. Mungkin nasi goreng yang dia lihat tadi bisa mengisi perut. Membayangkannya saja sudah membuatnya mengiler.
"Kamu ..."
Seorang wanita muda berparas cantik, terdiam di depan Sizhu. Mau tak mau Sizhu pun berhenti berjalan. Saling bertukar tatap.
"Bau darah yang menyengat ... Ara~ kamu baru saja membunuh seorang penyihir ya?" Wanita cantik itu mendekati Sizhu. Membuatnya gugup. Mengendus-endus Sizhu.
"Uh, maaf anda siapa?" Sizhu mencoba menjauh dari wanita cantik itu. Dia jadi merasa tak enak. Apa tubuhnya sebau itu? Padahal baru tadi pagi dia mencuci bajunya di sungai.
Wanita cantik itu tersenyum, senyuman yang memikat. "Dua belas, dan satu Arch Witch. Ara~ Sepertinya kamu sangat kuat. Kamu belajar dimana?"
Sizhu mulai menatap wanita cantik ini dengan serius. Bagaimana dia bisa menebaknya dengan akurat?
"Siapa kau?" tanya Sizhu penuh waspada.
Wanita cantik itu tenang menjawab.
"Maukah kamu bekerja denganku?" ucapnya lembut.
"Kenapa aku harus bekerja untukmu?" tanya Sizhu balik. Dia tak mudah percaya dengan siapa pun. Gurunya mengajarinya seperti itu.
Jangan percaya siapa pun, hingga jelas keinginannya.
Wanita cantik itu membalas lembut.
"Jika kamu bekerja denganku, semua keinginanmu akan ku kabulkan. Bagaimana?"
Sizhu tampak merenung sebentar.
Keinginan ...
Apa yang ku inginkan?
Jawabannya. Tidak ada.
Sizhu menggeleng sebagai jawaban.
"Saat ini aku tak punya keinginan." jawabnya, polos.
Wanita cantik itu terkejut.
Eh? Baru kali ini dia bertemu anak remaja seunik ini.
Suara perut keroncongan menghentikan pembicaraan mereka. Keras sekali sinyal suara perut itu. Sizhu bersemu merah dibuatnya karena malu.
Wanita cantik di depannya tertawa kecil mendengar suara keroncongan dari perut Sizhu yang terdengar seperti paus menggerutu.
"Kamu mau makan?"
Sizhu mengangguk-angguk.
Mereka mengambil tempat duduk di restoran nasi goreng yang baru Sizhu lihat beberapa saat lalu. Wanita cantik itu berbaik hati memesankan makanan. Mereka duduk saling berhadapan. Begitu makanan terhidang, Sizhu lahap memakannya–beberapa kali tersedak–. Sizhu terlihat seperti manusia yang kelaparan tiga hari, (secara harfiah).
"Ara~ Pelan-pelan saja. Kamu bisa tambah sesukanya." Wanita cantik itu berbaik hati menuangkan air ke gelas Sizhu.
Sizhu menghargainya, bergumam pelan, "Terima kasih."
Wanita cantik itu tersenyum, senyuman yang memikat. "Sama-sama." jawabnya singkat.
Lima menit, dua piring nasi goreng dan semangkuk mie jjampong tandas. Puas perut Sizhu. Dia menatap wanita cantik di hadapannya yang hanya diam tersenyum melihatnya makan. Dia tak lapar kah?
"Kau tak makan?" tanya Sizhu, datar.
Wanita cantik itu menggeleng. "Aku tak lapar."
"Aku tak ingin bekerja. Bekerja itu merepotkan." Sizhu masih tetap kukuh dengan jawabannya. Dia mengerti wanita cantik itu masih berharap padanya.
"Mmm ... Kalau begitu aku rubah penawarannya. Ikutlah denganku. Kamu tak perlu repot-repot bekerja atau hal lainnya. Yang kuinginkan hanya kamu." Wanita cantik itu menunjuk Sizhu.
"Ke mana?"
"Ke tempatku."
Sejenak Sizhu menimbang-nimbang. Masih berpikir.
"Akan ku masak makanan yang lezat setiap harinya, bagaimana?"
Mendengar kata makanan, Sizhu tanpa ragu mengangguk-angguk.
Wanita cantik itu tersenyum senang. Dia mengulurkan tangannya.
"Namaku Luxia, siapa namamu?"
"Sizhu." Menerima uluran tangannya. Berjabat tangan.
Sepasang mata mereka saling beradu tatap. Mata ungu yang indah bak permata. Terlihat dalam. Dan gelap. Sekaligus cantik.
Hening beberapa saat itu terasa ganjil bagi Sizhu. Luxia melepas tangannya.
"Ayo kita pergi, Sizhu."
Terdengar lembut di telinga.
***
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!