NovelToon NovelToon

Tumbal Cinta Tuan Muda

Bab 1

Ini karya keduaku, sebagai penulis yang masih baru, aku mohon maaf jika ada typo dan alurnya masih receh banget. Karena aku juga masih belajar.

Dan aku mohon bagi yang tidak suka alur cerita ini, tolong berkomentar lah dgn bahasa yg baik. Atau tinggalkan tanpa berkomentar yg menyinggung perasaan. Terima kasih.

Selamat membaca ...!💜

Venus berjalan dengan susah payah membawa barang belanjaan yang sangat banyak dan berat, gadis 22 tahun itu sudah sangat lelah mengikuti langkah adiknya yang angkuh dan manja itu.

Sudah berjam-jam dia mengikuti Erika berbelanja bermacam-macam pakaian dan tas branded, gadis itu berfoya-foya dengan uang kedua orang tuanya.

"Erika ... bisakah kita pulang sekarang? Aku sudah lelah!" Venus meletakan barang-barang bawaannya di bawah, lalu dia meregangkan otot-otot tangannya yang kaku.

Erika menoleh dan menatap sinis kepadanya.

"Dasar manja, begitu saja protes!" Erika berjalan cepat meninggalkan Venus.

"Mau kemana lagi?" Venus berteriak saat melihat Erika semakin jauh darinya.

"Pulang!"

Gadis itu menjawab tanpa menoleh ke arah Venus dan memasuki mobilnya, lalu beberapa saat kemudian Venus menyusulnya.

"Lama banget sih Kak?" Memandang sebal Venus yang duduk di sebelahnya.

"Iya ... iya ... maaf ...! Barang-barang nya berat!"

Erika tak memperdulikan ucapan Venus.

Mobil yang mereka tumpangi melesat cepat menuju kediaman Winata.

Sesampainya di rumah, lagi-lagi Erika memperlakukan Venus sebagai pembantu, dia menyuruh Venus membawa barang-barang belanjaan miliknya ke kamar.

Sementara dirinya melenggang berjalan mendahului kakaknya itu.

"Setelah itu buat kan aku jus jeruk!" Erika memerintah Venus sesuka hatinya.

Dan sialnya, Venus tak bisa menolak permintaan adik kesayangannya itu.

Oh ... tunggu! Bukan cuma adiknya itu, Venus juga tak bisa menolak permintaan Ayah dan Ibunya meski pun terkadang hatinya tidak terima tapi begitulah Venus, gadis baik yang penurut dan sangat menyayangi keluarganya itu.

Di dapur ...

Venus membuatkan jus jeruk pesanan Erika, lalu tiba-tiba Mamanya datang dengan raut wajah tidak suka.

"Kau dari mana saja sih?"

"Tadi aku menemani Erika belanja, Ma." Venus terlihat takut.

"Haaa ... anak itu selalu saja menghambur-hamburkan uang." Wanita yang bernama Eliza itu menghela nafas.

Venus hanya berdiam diri dan fokus pada kerjaannya membuat jus jeruk.

"Lalu apa yang kau lakukan? Apa kau sudah memasak makan siang?" Eliza berkancak pinggang menatap tajam Venus.

"Belum, Ma."

"Kau mau membiarkan orang-orang di rumah ini mati kelaparan ya?" Teriakan Eliza membuat Venus terkejut.

"Ma ... maaf, aku akan segera memasak makan siang." Venus tertunduk takut.

"Dasar tidak berguna!" Eliza berlalu dengan gaya angkuhnya.

Setelah itu, Venus mengantarkan jus yang dia buat ke kamar Erika. Gadis manja itu merampas gelas ditangan Venus dengan kasar, lalu menenggak isinya. Baru separuh dia meminum jus jeruk itu, Erika langsung menyemburnya ke wajah Venus yang sedang berdiri di hadapannya.

"Kau mau membunuhku ya? Jusnya asam sekali!" Erika memandang Venus dengan perasaan jengkel.

"Maaf, tapi tadi aku sudah mencicipinya dan rasanya tidak asam." Venus berusaha membela diri.

"Apaaaaaa ...? Kau memberiku jus yang sudah bekas kau minum?" Erika melotot ke arah Venus.

"Tidak ... tidak ...! Aku hanya mencicipi nya dengan sendok, hanya mau memastikan rasanya sudah pas atau tidak."

"Kalau begitu, ini minum!" Erika menyiramkan jus itu ke wajah Venus dengan kasar.

Venus hanya tertunduk menahan amarah yang tidak pernah bisa dia luapkan, dia hanya terdiam dan menuruti semua perlakuan orang-orang di rumah ini.

Tak jarang mereka juga melakukan kekerasan fisik terhadapnya, bahkan ada beberapa luka di sekujur tubuh Venus yang selalu dia tutupi dari orang-orang di luar sana.

***

Venus yang sedang sibuk memasak makan malam di dapur tersentak saat mendengar suara ketukan pintu, tidak ada siapa-siapa di rumah. Eliza dan Erika sedang ke salon, sedangkan Ayahnya belum pulang.

Wanita cantik itu bergegas membukakan pintu, dia terkesiap saat melihat tamunya adalah pacar adiknya yang bernama Shane.

Sebenarnya dia tidak menyukai pria itu karena Shane pernah menyatakan cinta padanya padahal dia masih berstatus pacarnya Erika.

"Maaf, Erika sedang tidak di rumah. Kau bisa pergi sekarang!" Venus memandang malas Shane yang tersenyum penuh arti.

"Bolehkah aku meminta minum? Aku haus sekali." Shane memelas, memohon belas kasihan Venus.

"Tunggu disini! Aku akan ambilkan!" Venus kembali ke dapur untuk mengambilkan minum.

Merepotkan saja!

Venus menuangkan air dingin dari botol ke dalam gelas, lalu tiba-tiba sepasang tangan memeluknya dari belakang membuat Venus kaget bukan main.

Venus memberontak, bahkan gelas yang dia pegang jatuh dan pecah menghantam lantai.

"Tenanglah, Sayang!"

Venus yang masih membelakanginya sangat hapal dengan suara itu.

"Shane ...! Lepaskan aku!" Venus semakin memberontak, tapi Shane semakin mengeratkan pelukannya.

"Sudah lama aku menginginkan dirimu, ayolah jangan menolakku lagi." Shane menciumi leher dan tengkuk Venus, membuat wanita itu semakin ketakutan.

"Lepaskan aku, berengsek!"

"Jangan munafik, Venus." Shane semakin penuh hasrat, tangannya kini mulai meraba dada Venus yang mulai menangis karena ketakutan.

Venus melihat ada botol kaca berisi air di hadapannya, dia meraih botol itu dan menghantamkannya ke belakang tepat mengenai kepala Shane.

Tangan Shane yang memeluk Venus terlepas dan tubuhnya menjauh dari gadis itu.

Tiba-tiba Erika dan Eliza yang baru saja pulang datang dan mendapati Shane yang sudah terduduk di lantai dengan kepala berdarah.

Sementara Venus hanya berdiri di depan Shane dengan raut wajah ketakutan yang dipenuhi air mata.

"Apa yang kau lakukan wanita sialan?" Erika berteriak sambil membantu Shane bangkit.

"Di ... dia ... melecehkanku!"

"Apaaaa???" Erika dan Eliza serentak berteriak kaget.

"Hei, wanita gila! Jangan memfitnahku!" Shane meringis menahan sakit di kepalanya.

"Ta ... tapi ... aku ..." Kata-kata Venus terputus saat Shane membentaknya.

"Cukup sandiwaramu! Kau mencoba merayuku, tapi aku menolakmu dan kau memukulku." Shane memfitnah Venus.

Venus terkesiap mendengar ucapan Shane, dia tak menyangka bahwa pria sialan ini akan memfitnah dirinya.

"Dia bohong! Aaaaaaawwwww ....!!!"Venus berteriak saat Eliza menarik kuat rambut panjangnya.

"Beraninya kau wanita murahan!"

"Kakak macam apa yang mau merayu pacar Adiknya sendiri?" Erika menatap Venus dengan penuh kebencian.

"Aku akan menuntutmu! Tolong bantu aku ke rumah sakit." Shane melirik Venus lalu tersenyum sinis.

"Ayo sayang!" Erika memapah Shane berjalan pelan ke rumah sakit.

"Sekarang bereskan dapur ini!" Eliza melepaskan tangannya dari rambut Venus lalu mendorong tubuh wanita itu hingga tersungkur ke lantai dan tangannya tergores pecahan kaca yang berserakan.

Venus hanya menangis pilu, sesekali dia meringis menahan perih ditangannya.

Kenapa aku diperlakukan seperti ini?

Apa salahku?

Venus memberesi kekacauan di dapur dan melanjutkan memasak makan malam, sementara Erika mengantarkan Shane ke rumah sakit dan Eliza kembali ke kamarnya.

Begitulah hari-hari Venus yang selalu diperlakukan tidak baik oleh Ibu dan Adiknya, Bahkan Ayahnya kadang berbicara kasar kepadanya hingga membuat hati gadis itu terluka, tapi dia selalu sabar dan tetap bersikap baik kepada mereka.

***

Bab 2

Baru saja Venus merebahkan tubuhnya di atas ranjang dan meregangkan otot-ototnya yang lelah karena seharian mengerjakan banyak hal, tiba-tiba dia tersentak karena pintu kamarnya digedor dengan kuat.

Venus berjalan, memutar handle pintu dan mendapati Ayahnya sedang berdiri dengan tatapan yang penuh amarah.

Lalu tangan pria yang bernama Daniel itu menampar kuat pipi Venus hingga wanita itu hampir terjatuh.

"Kau benar-benar anak tidak tahu diri! Beraninya kau merayu dan menyakiti pacar adikmu sendiri!" Daniel menatap tajam Venus yang menangis.

"Dia bersikap kurang ajar kepadaku, Ayah!" Venus mencoba membela dirinya.

"Omong kosong! Sekarang kau ikut denganku!" Daniel menarik lengan Venus dengan kasar.

Langkah Venus terhenti saat di hadapannya telah berdiri dua orang polisi beserta Erika dan Mamanya, tak lupa juga si berengsek Shane dengan kepala yang dibalut perban sedang tersenyum sinis kepadanya.

"Ayah, kenapa ada polisi?" Wajah Venus berubah cemas.

Daniel hanya diam tak bergeming.

"Nona Venus, anda kami tahan atas tindakan penganiayaan yang anda lakukan terhadap Tuan Shane." Salah seorang polisi bertubuh tambun itu melangkah mendekati Venus dan berusaha memborgol tangan gadis itu.

"Jangan tangkap aku!"

"Mohon kerja samanya Nona!" Polisi itu memasangkan borgol ditangan Venus, gadis itu hanya pasrah tak bisa melawan lagi.

Dia memandang Daniel dengan tatapan iba, berharap Ayahnya itu berbaik hati untuk membantunya. Tapi Daniel malah memalingkan wajahnya dan berlalu pergi diikuti dengan Erika, Eliza dan Shane.

Venus hanya tertunduk menahan rasa sedih dan takut sekaligus, disaat dia terpuruk begini tak ada seorang pun yang berbaik hati untuk membantunya atau sekedar menemaninya.

***

Venus merutuki nasibnya yang sial ini. Dia dilecehkan, difitnah, ditahan polisi dan bahkan dicampakkan oleh keluarganya.

Kini tubuhnya telah terkurung dibalik jeruji besi, ruangan kotor dan pengap yang ditempati lebih dari 5 orang narapidana wanita.

Narapidana-narapidana wanita itu memandang Venus dengan tatapan tidak suka, mereka seperti anjing liar lapar yang siap menerkam makanan.

"Hei, pel4cur!" Seorang wanita bertubuh gemuk memanggil Venus dengan tidak sopan.

Gadis cantik itu menatap malas kearah suara yang dia dengar, lalu memalingkan wajahnya.

"Beraninya kau menatapku begitu!" Wanita bertubuh gemuk itu menghampiri Venus dan menarik kuat rambutnya.

"Aaaaaaawwww ...!" Venus memekik kesakitan.

"Rasakan ini!" Wanita itu menghantamkan kepala Venus ke dinding lalu melepaskankannya.

"Itu balasannya kalau kau bersikap tidak baik kepada kami." Seorang narapidana lain ikut menendang badan Venus, sehingga wanita malang itu tersungkur ke lantai.

Venus nggak berani melawan, dia hanya tertunduk takut, bahkan isak tangisnya pun dia tahan agar tidak kedengaran.

Sementara itu di kediaman Winata, semua orang sedang terlihat cemas. Bahkan Daniel beberapa kali menghubungi seseorang, tapi tak ada jawaban.

"Bagaimana ini bisa terjadi?" Eliza menatap suaminya dengan rasa penasaran.

"Aku tidak ingin jatuh miskin!" Erika mengerucutkan bibirnya.

"Diamlah kalian!" Bentakan Daniel membuat Ibu dan Anak itu terdiam karena takut.

"Aku harus menemuinya malam ini juga!" Daniel beranjak pergi dengan tergesa-gesa.

***

Disebuah rumah besar nan megah, Daniel masuk dengan perasaan takut. Langkahnya terhenti di depan pintu masuk utama saat seorang pengawal menghadangnya.

"Anda mau apa, Tuan?" Pengawal itu menatap dengan penuh selidik.

"Saya ingin bertemu dengan Tuan Reino."

"Tapi Tuan Muda tidak bisa di gang ..." Kata-kata pengawal itu terputus saat pintu rumah terbuka dan sosok yang dicari Daniel muncul dari balik pintu.

"Ada apa mencari ku?" Reino menatap tajam Daniel yang terlihat takut, dia tau kedatangan Daniel dari CCTV.

Seketika Daniel bersimpuh di kaki Reino, membuat pria tampan itu mundur satu langkah.

"Tolong jangan ambil perusahaan saya, Tuan! Saya berjanji akan membayar hutang-hutang saya." Daniel mengatup kedua tangannya, memohon kepada Reino.

Reino tertawa sarkas, membuat orang-orang di sekitarnya merinding.

"Kau sudah ratusan kali berjanji, aku sudah tidak tertarik bekerja sama denganmu!"

"Kali ini saya bersungguh-sungguh, Tuan." Daniel semakin memelas memohon belas kasihan.

"Sudahlah, aku lelah!" Reino berbalik hendak melangkah dari hadapan Daniel yang semakin ketakutan.

"Saya akan beri apa pun yang Tuan minta!"

Kata-kata Daniel kali ini membuat langkah Reino terhenti, sepertinya dia tertarik dengan tawaran pria itu.

"Apa yang kau punya?" Reino bertanya tanpa membalikkan badannya.

"Hemm ... saya punya ..." Daniel terdiam, dia bingung harus mengatakan apa?

Tuan Muda Reino sudah memiliki segalanya, apa yang bisa dia tawarkan.

"Apa kau punya seorang putri?" Suara seorang wanita datang dari arah lain.

Reino berbalik mencari sosok yang baru saja bersuara tadi, "Mama?"

Nyonya Liana yang tak lain adalah Ibunya Reino baru saja datang dan melihat semua drama ini.

"Kau belum menjawab ku, apa kau punya seorang putri?" Liana memandang Daniel dengan angkuh.

"Iya, saya punya 2 putri, Nyonya." Daniel sangat bersemangat menjawab pertanyaan Liana, berharap ada kesempatan untuknya.

"Berikan satu untuk putraku!"

Ucapan Liana membuat Daniel dan Reino kaget, mereka sama-sama tak habis pikir, kenapa Nyonya besar yang angkuh itu mau menjadikan Daniel besan.

"Ma, apa-apaan ini?" Reino tidak terima dengan keputusan Mamanya itu.

"Bukan kah kau harus mencari istri pertama untuk menjadi tumbal, sebelum kau menikah dengan Diana." Dan sekali lagi kata-kata Liana membuat Reino dan Daniel kaget.

"Tapi, Ma?" Reino berusaha protes.

"Nggak ada tapi-tapian!" Ucap Liana.

"Dan kau, bawa putrimu kesini segera!" Memandang sinis ke arah Daniel yang masih bersimpuh di depan pintu.

"Saya akan segera membawa putri saya kesini." Daniel tersenyum senang.

"Ya sudah, sana pergi! Kau merusak pandangan mataku!" Liana berjalan dengan angkuhnya menaiki anak tangga.

Reino mengikuti langkah Mamanya, berusaha meminta penjelasan.

Sementara Daniel segera beranjak dari kediaman Reino, melesatkan mobilnya pulang kerumah.

***

Reino mengikuti Liana sampai ke kamar, mencoba membujuk Mamanya agar membatalkan niatnya itu.

"Ma, ini konyol!"

"Rein, kau tahu kutukan keluarga kita kan? Istri pertama akan mati, Mama nggak ingin itu terjadi kepada Diana."

"Tapi tidak harus mengorbankan gadis lain." Rein berbicara secara logis.

"Keluarga Diana dan semua orang sudah tahu kutukan itu, Mama harus melakukan ini!" Liana tetap keras kepala dan kekeh pada rencananya.

"Aku tetap tidak setuju, Ma!" Reino masih berusaha menolak.

"Mama tak ingin berdebat lagi, turuti saja rencana Mama ini!"

"Terserahlah!" Reino berlalu pergi dengan perasaan kesal.

Seperti itu lah Reino, dia selalu saja kalah atau tepatnya mengalah kepada permintaan Mamanya.

Bukan dia tak bisa melawan, tapi dia tak ingin Mamanya marah dan sedih lalu akhirnya bertindak di luar kendali seperti sebelum-sebelumnya.

Reino tau, Mamanya menjadi sensitif setelah Ayahnya meninggal dunia.

Liana jadi sulit mengontrol emosinya jika sedang marah atau pun sedih, bahkan tak jarang dia menyakiti dirinya dan orang di dekatnya.

***

Bab 3

Di kediaman keluarga Winata.

"Apaaaaa!!! Beruntung sekali wanita sialan itu bisa menikah dengan pewaris Grafika Grup!" Eliza mencibir sinis.

"Sudah ku katakan, dia hanya tumbal dan sebentar lagi dia akan mati." Daniel menyeringai licik.

"Apa kau benar benar percaya kutukan itu ada?" Eliza memandang ragu Suaminya.

"Entahlah, tapi aku tak perduli!"

"Iya sih, yang terpenting kita nggak jadi jatuh miskin!" Eliza menyunggingkan bibirnya dengan bangga.

Daniel mendatangi kantor polisi tempat Venus ditahan, setelah dia membujuk Shane, akhirnya pemuda itu mencabut tuntutannya.

"Nona Venus Winata, Anda kami bebaskan!" Seorang polisi membukakan pintu jeruji besi.

"Benarkah?" Venus terlihat bahagia, dia tak henti hentinya bersyukur.

"Ayah, kau yang membebaskanku?" Venus memandang Daniel penuh haru.

"Iya, jika bukan aku, siapa lagi yang akan perduli padamu?" Daniel tersenyum mengejek.

Rasa bahagia Venus melebihi apapun, gadis itu tak perduli dengan apa yang dikatakan Daniel. Ini bukan yang pertama kalinya, dia sudah sering mendengar kata-kata yang menyakitkan seperti itu bahkan lebih parah dari itu.

"Terima kasih, Ayah."

"Kau memang sudah seharusnya berterima kasih!" Daniel memandang malas Venus.

"Kalau begitu, mari kita pulang!" Venus sudah tak sabar untuk segera pulang kerumah dan tidur diranjang empuknya.

"Kau tidak akan pulang kerumah!"

"Haaaaa...???" Venus tesentak kaget.

"Aku tentu tidak membebaskanmu dengan cuma-cuma, apa kau pikir aku sebaik itu?" Daniel memandang lekat wajah Venus.

"Maksud Ayah?"

"Aku mau kau menikah dengan pewaris Grafika Grup untuk menyelamatkan perusahaanku!" Daniel menajamkan tatapannya.

"Ta ... Tapi ..." Venus menjadi gugup, seketika senyum manis dibibirnya sirna dalam sekejap.

"Turuti atau ku kembalikan kau kedalam sana!" Daniel mengancam akan memenjarakan Venus lagi.

Sejenak Venus teringat kejadian selama didalam penjara, saat dia disiksa dan dianiaya oleh narapidana-narapidana lain, bahkan dia nggak diberi makan atau pun minum dari semalam.

Dia sungguh tersiksa di dalam sana, mendadak gadis itu merasa takut.

"Baiklah Ayah, aku mau." Venus tertunduk pasrah.

Memangnya apa lagi yang bisa aku katakan?

Aku nggak ada pilihan.

Aku nggak mau kembali ke neraka itu lagi.

Kemudian Daniel membawa Venus ke kediaman keluarga Bramansa, setelah sebelum nya dia membawa gadis itu ke salon dan butik untuk merubah penampilannya agar terlihat bagus.

Karena saat dipenjara, Venus terlihat sangat berantakan dan bau, dia terlihat seperti gembel akibat semalaman di aniaya oleh narapidana-narapidana lain. Bahkan ada beberapa lebam kebiruan di kaki dan tangannya, akibat ulah mereka.

***

Malam itu juga pernikahan mendadak Venus diadakan tanpa pesta, tanpa jamuan makan dan tanpa tamu undangan.

Yang hadir disana hanyalah Daniel, Liana dan seorang penghulu, mereka cuma menikah siri.

Bahkan para pelayan dan pengawal menunggu diluar rumah.

Dengan satu tarikan nafas, Reino berhasil mengucapkan ijab kabul tanpa kesalahan. Kini Tuan Muda yang tampan itu telah resmi menikah dengan Venus.

Setelah itu Daniel pulang dengan senyum bahagia, karena hutang-hutang perusahaannya sudah dianggap lunas oleh Grafika Grup.

Miris memang, seorang putri ditukar dengan perusahaan, Ayah macam apa dia?

Tapi Daniel tak perduli apa pun yang dipikirkan orang tentangnya, yang terpenting adalah perusahaannya selamat.

Lalu Reino pergi tanpa berbicara sepatah kata pun kepada istrinya, terlihat jelas dari raut wajahnya kalau dia tidak menyukai pernikahan ini.

Iya, Reino memang terpaksa menerima ide konyol ini karena satu alasan yang dibuat oleh Liana.

Sebagai anak yang baik, Reino selalu menuruti perintah Mamanya.

Liana menghampiri Venus yang sedang berdiri menatap kepergian Ayahnya dan juga suaminya, lalu mencengkram kuat lengan gadis itu.

"Jaga batasanmu dirumah ini, kau bukan Nyonya disini!" Liana melepaskan cengkraman tangannya dan berlalu pergi.

Air matanya hendak jatuh saat itu, tapi dia tahan sebisa mungkin agar dia tidak terlihat lemah.

Venus berjalan pelan ke kamar yang telah disediakan untuknya, dia memang telah menikah dengan Reino tapi bukan berarti dia bisa tidur sekamar dengan pria itu.

Dia hanya berstatus istri, tapi tidak mendapatkan hak dan kewajiban sebagai seorang istri.

Dia lebih tepatnya seperti piaraan yang sedang menunggu kematiannya.

***

Setelah akad nikah, semua orang pergi entah kemana, rumah yang sangat besar dan megah ini seperti tak berpenghuni.

Venus yang merasakan lapar segera turun menuju dapur untuk mencari makanan, dia berjalan mengendap endap seperti maling.

Krrruuuuukk......

"Aku lapar sekali, seharian ini aku belum makan." Venus memegangi perutnya yang keroncongan.

Namun langkahnya terhenti saat mendengar suara dua orang pelayan yang sedang mengobrol di dapur, Venus bersembunyi dibalik dinding mendengarkan pembicaraan mereka.

"Dia cantik sekali, tapi sayang dia akan menjadi tumbal dan mati muda." Pelayan 1.

"Kasihan, dia akan terkena kutukan istri pertama." Pelayan 2.

Hati Venus seperti mau copot, dia menutup mulutnya yang terbuka karena kaget.

"Aku akan menjadi tumbal dan mati?" Gumamnya pelan....

Venus segera kembali kekamar sebelum ada yang tau kalau dia mendengar semuanya, dia mengutuk nasibnya sendiri. Setelah difitnah dan dipenjara, kenapa sekarang dia harus dipaksa menikah untuk dijadikan tumbal?

"Mereka menjadikanku kambing hitam.... Aku akan mati." Air mata Venus mulai jatuh tak tertahankan.

Dia nggak habis pikir, kenapa semua orang tega menyakitinya, bahkan mereka menginginkan dia mati.

Keluarga yang dia sayangi sama sekali tak perduli pada nasibnya, mereka hanya memikirkan diri sendiri. Pikiran Venus benar benar kacau, dia menangis sejadi jadinya meluapkan semua kesedihan dan kemarahannya yang nggak bisa dia tahan lagi.

Tiba tiba Venus menghapus air matanya dan tersenyum sinis, dia tau kebaikan hatinya nggak berguna lagi saat ini. Mereka nggak perduli mau semenderita apa dirinya, mereka hanya mengejar kebahagiaan mereka sendiri.

"Aku akan mati dan aku nggak ingin mati sia sia."

Venus menatap tajam, dia mengeraskan rahangnya menahan geram.

"Ku pastikan kalian menderita sebelum aku mati!" Venus tersenyum sinis membayangkan orang orang yang telah menyakitinya.

***

Tengah malam Reino baru pulang, dia meninggalkan istrinya dimalam pengantin.

Tapi apa yang bisa diharap dari pernikahan mendadak ini selain kematian Venus si istri pertama.

Reino memanggil salah seorang pelayan, dan bertanya tentang Venus.

"Dimana wanita itu?"

"Di kamarnya, Tuan Muda." Pelayan wanita itu tertunduk takut.

"Dia sudah makan?" Reino bertanya lagi.

"Nona Muda tidak keluar kamar dari tadi, Tuan." Pelayan itu semakin merasa takut.

Reino hanya menghela nafas pelan, lalu menyuruh pelayan itu pergi dengan isyarat tangannya. Reino melangkah kekamarnya, namun saat melewati kamar Venus, dia sedikit penasaran, lalu dengan pelan dia memutar handle pintu dan membuka sedikit pintunya.

Terlihatlah Venus sedang tidur meringkuk dengan piayama pink, membuatnya kelihatan menggemaskan.

"Gadis yang malang." Reino bergumam pelan memandangi istrinya yang sedang terlelap itu.

Lalu Reino menutup kembali pintu kamar Venus dengan pelan dan dia pun berlalu memasuki kamarnya.

***

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!