Aleta duduk di ruangan tenang sambil memandang ke luar jendela dan menatap kearah sawah milik kedua orang tuanya.
Sawah itu tidak luas namun tidak kecil juga karena sawah itu hanyalah tanah bekas rumah milik kedua orang tua Aleta yang habis terbakar.
Meskipun begitu setidaknya mereka masih memiliki sesuatu untuk menyambung hidup.
Sebenarnya Aleta dan kedua orangtuanya adalah orang yang cukup terpandang di desa itu Karena memiliki banyak sawah serta pabrik penggiling padi.
Apalagi mereka adalah orang baik hingga tak sedikit warga di desa itu yang selalu menerima bantuan dari keluarga Aleta.
Namun hal itu justru mendatangkan malapetaka bagi Aleta dan kedua orangtuanya. Tidak sedikit bencana dan masalah yang mereka hadapi karena Banyak sekali pebisnis yang tidak senang dan iri terhadap kesuksesan keluarga Aleta.
hingga malam itu ada seseorang yang dengan sengaja menjebak Rangga ialah Ayah Aleta dengan tuduhan penggelapan dana para donatur.
Hal itu mengakibatkan hampir seluruh harta Rangga terkuras habis demi mengganti Dana yang hilang.
Namun tak cukup sampai disitu saja sawah serta rumah keluarga Aleta juga terbakar habis hingga membuat Amira ialah Ibu Kandung Aleta terkena serangan jantung hingga meninggal dunia.
Beruntungnya Aleta dan Rangga selamat dari kebakaran itu dan kini ia tinggal dirumah bekas seorang pelayan yang pernah bekerja untuk keluarga Aleta.
Kini hanya tersisa sawah yang tidak seberapa dan rumah yang tidak luas itu yang Aleta miliki.
Aleta pun tidak bisa lagi bermanja manja dan malah harus bekerja keras untuk membantu sang Ayah bekerja.
Tak ada lagi seseorang yang menyiapkan segala sesuatu untuknya. Tak ada lagi pelayan yang bisa ia suruh suruh seperti sedia kala.
Karena ia masih kecil maka Aleta hanya bisa membantu pekerjaan rumah dan membantu menyiapkan makan pagi , siang dan malam hari.
Aleta hanya berpikir jika suatu hari nanti Ia pasti akan mencari seseorang yang telah memfitnah Ayahnya dan membuatnya dihukum seberat beratnya.
" Ibu.. Tenang saja! Aku tidak akan membiarkan orang yang telah menghancurkan kita begitu saja! "
Ucap Aleta dalam Hati.
" Aleta.. Aleta.. "
Samar samar ia mendengar suara yang perlahan menyadarkan ia dari lamunannya itu dan langsung mengusap air mata sebelum Ayahnya melihat dia menangis.
" Iya Ayah , ada apa? "
Jawab Aleta dengan lembut.
" Kemarilah Al.. Tutup Matamu dengan kain ini "
Jawab Rangga sambil mendekat kearah Aleta dan menutupi mata Aleta dengan kain.
Rangga merupakan laki laki yang sangat dermawan yang selalu memperlakukan keluarganya dengan baik dan penuh kasih sayang.
" hm? Emangnya ada apa sih Yah? Pake ditutupin segala begini? "
Jawab Aleta yang keheranan melihat tingkah Ayahnya itu.
" Sudahlah ikuti saja Ayah sini duduk sini , jangan ngintip "
Jawab Rangga sambil membuka sebuah bungkusan yang berisi ayam panggang mentega kesukaan Aleta.
Tak lupa ia juga menyiapkan sepotong kue kecil dan menancapkan satu lilin kecil diatasnya.
" sekarang bukalah matamu perlahan "
Ucap Rangga sambil memegangi kue ulang tahun beserta lilin yang sudah dinyalakan di hadapan Aleta sambil tersenyum bahagia.
" sudah.. Sudah.. putri kecil Ayah jangan menangis lagi cepatlah buat permohonan dan tiup lilinya kemudian kita makan ayam panggang itu sebelum dingin "
Ucap Rangga pada Aleta dengan nada menenangkan.
jika dulu Aleta hampir setiap hari menikmati ayam panggang mentega kesukaannya itu hingga bosan.
kini makanan itu menjadi kado yang sangat spesial untuknya karena dengan kondisi keluarga mereka saat ini bisa makan hari ini saja sudah bagus.
" Semoga aku bisa mengembalikan semua yang hilang dan membahagiakan Ayah serta mendiang Ibuku dengan menghukum penjahat itu dan semoga aku menjadi model terkenal seperti harapan Ibu "
Ucap Aleta dalam hati.
kemudian Aleta meniup lilin kecil itu dengan perasaan yang sangat bahagia dan segera menyantap ayam panggang favoritnya.
Tak lupa ia juga memberikan suapan pertama kepada Rangga sebagai ucapan terimakasih dan bentuk kasih sayangnya terhadap Ayahnya itu.
Dengan tangan kecilnya ia berusaha menyuapi Rangga untuk mencicipi makanan yang telah dibeli dengan susah payah.
Namun baru saja Rangga membuka mulut tiba-tiba Rangga memuntahkan darah hingga membuat Aleta terkejut dan panik.
" Ayahh!! Ada apa? Ini Ayah minum dulu , Aleta akan mengambilkan obat Ayah di kamar "
Ucap Aleta berusaha menahan air mata.
Sambil berjalan menuju kamar untuk mengambil Obat milik Rangga dan kembali ke meja makan.
" Ini! Ayah minum Obatnya "
Ucap Aleta lagi sambil memberikan Obat dan Air Putih pada Rangga dan tanpa rasa jijik Aleta langsung mengelap darah Rangga dimulutnya dan di meja.
Dengan bingung Aleta hanya bisa memegangi tangan Rangga yang lemas itu dan memandangi Ayahnya dengan khawatir hingga membuat Ayahnya merasa tenang.
" Kok malah ngelamun? jadi gak nih nyuapin Ayah? "
Ucap Rangga dengan nada bahagia.
" Ayah sudah baikan? "
Tanya Aleta memastikan keadaan Rangga.
" Sudah , Setelah makan Ayah akan istirahat , kamu tenang aja Ayah hanya kecapean aja "
Ujar Rangga menenangkan.
" hm Yaudah "
Jawab Aleta.
Setelah itu mereka pun menyelesaikan makan dalam diam.
Saat Aleta sudah menyelesaikan makannya Rangga memulai percakapan.
" berapa umurmu sekarang? "
Tanya Rangga dengan nada serius.
" Em.. Enam tahun Ayah "
Jawab Aleta.
" Sudah enam tahun, sudah waktunya kamu bersekolah , jadi Aleta mau masuk di Sekolah mana? "
Tanya Rangga.
" Aleta tidak memikirkan itu Ayah , Aleta akan mengikuti pengaturan Ayah "
Jawab Aleta sambil tersenyum lalu berpamitan untuk kembali ke kamar terlebih dahulu.
...🍂🍂🍂🍂🍂...
Sesampainya di kamar Aleta dibuat terkejut dengan sepatu putih yang selama ini ia idam idamkan sudah berada diatas kasurnya.
Dengan perasaan bersalah Aleta mencoba sepatu itu sambil tersenyum getir mengingat betapa kerasnya usaha Rangga untuk membahagiakan dirinya.
Bahkan baju yang dipakai saja masih harus dijahit karena berlubang bukannya membeli pakaian baru yang layak dipakai ini malah membeli sepatu yang harganya sangat mahal hanya untuk menghadiahi dirinya.
Lagi - Lagi Aleta meneteskan air matanya dan menaruh sepatu itu di rak sepatu miliknya.
Kemudian ia pun tidur agar bangun lebih awal esok hari.
...........
Paginya setelah Aleta mandi dan berganti pakaian Aleta langsung menuju halaman rumah untuk menyalakan Api.
" Selamat Pagi Ayah "
Ucap Aleta sambil berjalan kearah perapian sambil meletakan panci berisi air.
" Pagi putriku , hati - hati jangan sampai kena baranya "
Ucap Rangga pada Aleta.
" Iya Ayah "
Jawab Aleta sambil menjaga agar Api tetap stabil.
Aleta sudah biasa memasak menggunakan Api karena Ayahnya tak sanggup membeli kompor.
Karena keterbatasan ekonomi yang membuat Hidup Aleta dan Rangga cukup sulit.
Bisa makan sehari hari saja sudah bersyukur kadang malah Aleta hanya makan ubi untuk mengganjal perutnya yang lapar.
Tak jarang juga Warga memberinya sedikit lauk pauk untuk disantap dan itu membuat Aleta sangat berterimakasih.
.
.
.
Bersambung 🍃🍃
Beberapa hari berlalu kini Aleta dan Rangga menjalani hari hari seperti biasa.
Namun tanpa kehadiran seorang ibu Aleta selalu merasakan ada yang kurang di dalam hatinya begitupun dengan Rangga.
Mereka seperti kehilangan tujuan hidup hanya tahu bekerja dan makan saja tak ada kebahagiaan di hati mereka.
Aleta melihat Ayahnya seperti mayat hidup yang pergi pagi pagi untuk bekerja ke sawah lalu pulang saat waktunya makan dan istirahat setelah itu.
Selalu ada rasa asing yang Aleta rasakan jika biasanya mereka akan bercanda dan bergurau saat sedang makan kini mereka hanya makan bersama tanpa satu katapun terucap dari Aleta ataupun Ayahnya.
Aleta hanya tak tahu apa yang harus dilakukannya dan tak berani mengajak Ayahnya berbicara.
Setelah selesai makan Aleta membereskan piring dan segera mencucinya namun saat menyalakan keran air tak setetes pun yang mengalir.
Aleta yang tahu bahwa Ayahnya belum membayar tagihan air itu hanya bisa pasrah dan ia menuju kamar mandi untuk mengambil peralatan mandinya dan menuju sumber air yang dekat dengan rumahnya untuk mandi.
Disana terdapat banyak anak anak kecil dan remaja yang sering datang untuk menimba air atau sekedar bermain dan Aleta juga melihat Melisa anak pelayannya yang dulu.
Namun Aleta tak berani untuk menyapanya karena takut diabaikan tapi siapa sangka justru Melisa mendekati dan menanyakan kabarnya.
" kamu non Aleta kan? Apa air di rumahmu mati ? bagaimana kabarmu ? "
Tanya Melisa pada Aleta dengan senyuman tulus.
" iya aku Aleta. Kakak nggak perlu panggil aku Non lagi karena ibu kakak kan udah nggak jadi pelayan lagi kak "
Jawab Aleta polos
Mendengar jawaban Aleta yang polos itu Melisa semakin menyukainya karena Aleta memang gadis yang baik. Berbeda dengan gadis lain yang diasuh oleh ibunya yang semena mena dan kurang ajar itu.
" ibuku tetaplah seorang pelayan Aleta tapi bedanya sekarang tidak bekerja dirumah kedua orang tuamu saja "
Jawab Melisa sambil senyum
" bergegaslah karena hari sudah hampir gelap apa kamu berani pulang sendiri ? Aku tidak keberatan untuk mengantarmu pulang "
Lanjut Melisa sedikit khawatir pada Aleta
" tidak kak, aku berani pulang sendiri lagi pula rumahku nggak terlalu jauh dari sini. Terimakasih "
Jawab Aleta.
" baiklah kalau begitu aku akan pergi dulu ingatlah untuk hati hati "
Jawab Melisa sambil berjalan pergi.
Aleta hanya mengangguk paham dan langsung pergi untuk mandi.
Untungnya Aleta tidak tahan jika harus mandi dengan air dingin yang membuatnya tak berlama lama hingga bisa cepat kembali ke rumah. Selesai mandi ia langsung buru buru mengenakan pakainya dan berjalan menuju rumah.
Aleta sedikit khawatir karena meskipun dekat namun jalan yang harus dilalui Aleta adalah hutan yang sedikit menyeramkan menurutnya karena tidak ada jalan setapak ataupun lampu yang menerangi.
Untungnya saat itu tidak terlalu gelap jadi Aleta hanya mempercepat langkahnya dan sedikit berlari lari kecil agar cepat sampai di rumah.
Saat ia tiba di belokan terakhir menuju rumahnya ia dikagetkan dengan kepala yang tiba tiba muncul dibalik pohon besar.
Dengan perlahan Aleta mengambil sebuah batu kecil dan mendekat ke arah seseorang itu jika memang orang jahat maka ia bisa melemparnya dengan batu yang dipegangnya.
Namun saat kepala itu berbalik arah ia melihat bahwa itu adalah Melisa yang sedang berduaan dengan pacarnya yang sedang asyik meremas dan menjelajahi tubuh Melisa.
Aleta pun langsung bersembunyi dan berjongkok karena tak berani lewat. Aleta hanya bisa menunggu hingga Melisa dan pacarnya itu pergi dari tempat itu.
Namun saat Aleta mencoba mengintip ia melihat Melisa sudah tidak mengenakan baju sehelai pun dan puncak payudaranya terlihat begitu saja dengan pucuknya yang dijelajahi oleh pacarnya itu dan diremas remas bagaikan balon.
Aleta tak tahu harus bagaimana melihat kejadian itu hingga ia dikagetkan oleh suara yang tiba tiba muncul di belakangnya.
" sedang apa kau disini ? Apa kau tidak ingin pulang ? "
Tanya seorang pria paruh baya itu pada Aleta.
Aleta yang tak tahu harus mengatakan apa pada pria itu dan hanya menunjuk kearah tempat Melisa berdiri bersama pacarnya yang membuat pria paruh baya itu pun mau tak mau juga melihat kejadian tak senonoh itu.
" hei apa yang sedang kalian lakukan?! "
Teriak Tuan Dirga yang membuat Melisa dan pacarnya itu kalang kabut mengenakan pakain dan berlari terbirit birit begitu saja.
Tuan Dirga adalah pemilik pabrik beras dan beberapa perusahaan kosmetik yang angkuh dan sombong tapi anehnya ia bersikap ramah pada Aleta hari itu.
Aleta mengetahui bahwa Tuan Dirga belum memiliki seorang anak walau sudah menikah begitu lama.
Mungkin saja Tuan Dirga ingin mengadopsi Aleta dan membantu kesulitan Ayahnya. Itulah yang dipikirkan Aleta si gadis kecil yang polos dan baik hati itu.
" nah sekarang pulanglah Aleta "
Ucap tuan Dirga kepada Aleta.
" baik, terimakasih Tuan Dirga "
Jawab Aleta sambil tersenyum manis dan berjalan pergi meninggalkan Dirga sendirian.
Sesampainya di rumah Aleta terkejut karena melihat sang Ayah tergeletak pingsan di lantai. Aleta langsung saja menghampiri Ayahnya dan mengguncang guncang tubuh Ayahnya. Saat Aleta menyentuh kening Ayahnya itu betapa kagetnya karena kondisi Ayahnya yang sangat panas.
" Ayah.. Bangunlah Ayah.. "
Ucap Aleta sambil mengguncang pelan tubuh sang Ayah namun tak kunjung bangun. Dengan sigap Aleta menyeret tubuh Ayahnya dengan sekuat tenaga dan memindahkannya ke tikar yang ada di ruang tamu karena tak mungkin sanggup jika harus membawanya ke dalam kamar.
Setelah ia memindahkan tubuh sang Ayah dengan nafas yang masih tak beraturan Aleta langsung berlari menuju ke rumah Mirna sang perawat yang selalu dimintai pertolongan oleh Ayahnya itu.
Dengan rasa takut karena hari yang sudah gelap Aleta tetap berlari tanpa menghiraukan sekitarnya.
Setelah cukup jauh ia berlari akhirnya Aleta sampai juga di depan rumah Mirna. Tanpa pikir panjang lagi Aleta langsung saja mengetuk dengan keras pintu rumah Mirna.
" Bu Mirna.. Bu Mirna.. Bu Mirnaaa.. Huhuhu huhuhu Bu Mirna "
Tanpa sadar Aleta menangis begitu saja dengan suara kencang. Aleta takut bahwa ia akan ditinggalkan juga oleh sang Ayah. Aleta takut bahwa akhirnya ia akan sendirian.
Terdengar suara pintu di buka. Mirna yang melihat Aleta menangis langsung memeluk erat Aleta untuk menenangkannya setelah Aleta sedikit tenang Mirna menanyakan apa yang terjadi pada Aleta.
Aleta pun memberitahukan kondisi Ayahnya pada Mirna. Setelah mendengarkan penjelasan Aleta itu Mirna pun langsung bergegas mengambil kotak P3K dan perlengkapan lainya dan langsung menuju rumah Aleta.
Sesampainya di rumah Aleta Mirna pun langsung memeriksa kondisi Ayah Aleta. Aleta juga menemani disisi Ayahnya karena ingin tahu kondisi sang Ayah.
Tapi Anehnya Saat mereka tiba di rumah Aleta pintu rumah Aleta terbuka lebar padahal ia ingat betul bahwa sudah menutup pintu itu saat akan pergi ke rumah Bu Mirna tadi.
" bagaimna bu? Apakah Ayah saya sakit parah ? Karena beberapa hari yang lalu Ayah sempat muntah darah "
Tanya Aleta pada Mirna saat melihat Mirna sudah selesai memeriksa Ayahnya dengan gugup.
" Aleta, ibu tahu meskipun kau masih kecil namum kau bisa berpikir dewasa. Ibu harap kau memperhatikan Ayahmu jangan sampai kelelahan
karena kondisi Ayahmu saat ini.. "
Belum selesai berbicara Ayah Aleta tersadar dari pingsannya. Sontak Bu Mirna langsung menyuruh Aleta untuk pergi sebentar karena Mirna ingin berbicara dengan Ayahnya.
Namun karena rasa khawatir pada Ayahnya itu Aleta hanya bersembunyi di balik tembok samping yang tak jauh dari Ayahnya dan Mirna untuk mendengarkan pembicaraan mereka.
Meskipun tahu menguping bukanlah hal yang baik tapi untuk kali ini Aleta tetap melakukannya karena rasa khawatir pada Ayahnya.
" Pak Rangga apakah bapak sebelumnya sudah tahu mengenai kondisi anda ? "
Tanya Mirna pada Rangga.
" saya tahu kondisi saya seperti apa Bu namun saya harap Bu Mirna tidak membicarakan ini dengan Aleta "
Jawab Rangga pada Mirna.
Aleta makin penasaran seperti apa kondisi Ayahnya hingga dirahasiakan oleh Ayahnya itu.
" baiklah pak saya akan menjaga rahasia ini. Tapi saya harap anda betul betul memperhatikan kondisi anda karena penyakit anda bukan hal yang sepele jika kambuh sekali lagi saja itu bisa membahayakan nyawa anda Pak Rangga "
Jawab Mirna sambil mengingatkan dan memberikan obat yang perlu diminum oleh Rangga.
Setelah selesai memeriksa keadaan Rangga Mirna pun berpamitan pada Rangga dan Aleta.
.
.
.
Bersambung
Keesokan harinya Aleta bangun pagi pagi sekali karena tak ingin membiarkan sang Ayah bekerja.
Dengan mata yang masih mengantuk Aleta memaksakan diri untuk bergegas mengambil peralatan mandinya dan menuju sumber air untuk mandi tak lupa ia juga membawa satu ember untuk di isi dengan air untuk sang Ayah mandi.
Sesampainya di rumah Aleta langsung membawa ember yang hanya berisi sedikit air itu ke dalam kamar dan mengambil handuk untuk membasuh tubuh sang Ayah.
Rangga yang samar samar merasakan dingin itu pun membuka matanya seraya menahan tangis saat melihat putri kecilnya itu begitu berbakti terhadap dirinya.
" Aleta.. Ayah bisa pergi ke sumber air sendiri dan Ayah masih bisa jalan sendiri jadi tidak perlu merepotkan kamu untuk hal ini "
Ucap Rangga pada putri kecilnya yang sedang bersungguh sungguh merawat dirinya itu.
" Ayah baru saja sembuh jadi aku nggak mau melihat Ayah mengerjakan segala sesuatu sendiri "
jawab Aleta dengan nada tegas
Belum selesai ia membasuh tubuh sang Ayah Terdengar suara ketukan pintu yang membuat Aleta menghentikan kegiatannya dan berlari menuju pintu.
Saat membuka pintu alangkah terkejutnya saat ia mendapati Dirga sang pemilik pabrik itu telah berdiri di depan pintu sambil membawa bingkisan.
" Tu.. Tuan Dirga? Apakah ada sesuatu yang membuat anda mendatangi rumah kami? "
Tanya Aleta yang keheranan itu.
" apakah Ayahmu ada di rumah? "
Tanya Dirga kepada Aleta.
" Ayah sedang sakit tuan. Jika anda ingin bertemu Ayah apakah anda tidak keberatan jika harus menunggu sebentar? Saya akan membantu Ayah bersiap dulu "
Ucap Aleta.
Dirga yang kagum dengan kebaikan Aleta serta baktinya kepada kedua orang tuanya itu tanpa sadar ia tersenyum dan bersedia menunggu sambil memberikan bingkisan yang ia bawa pada Aleta
" terimakasih Tuan, anda sungguh bijaksana karena memberikan bingkisan seperti ini "
Ucap Aleta sambil pamit.
Karena ia selalu ingat ucapan Ayah dan Ibunya jika harus berbicara dengan sopan dan baku pada orang yang lebih tua dan tidak lupa memberikan pujian serta ucapan terimakasih jika menerima barang pemberian.
Sesampainya di dalam kamar Aleta telah melihat sang Ayah telah berpakaian rapi seperti biasa.
" Ayah minumlah teh hangat dan roti ini setelah itu aku akan mengantar Ayah menemui tuan Dirga "
Ucap Aleta sambil memberikan nampan yang berisi teh hangat serta roti gandum kepada sang Ayah yang membuat Rangga meneteskan air mata karena bangga sekaligus merasa bersalah terhadap sang putri karena ia sudah bisa bersikap dewasa yang seharusnya ia masih bermain main dengan teman seusiannya.
Tapi ia juga penasaran kenapa Tuan Dirga menghampiri rumahnya.
" sudahlah Ayah, jika Ayah terus menerus menangis maka aku akan panggilkan badut untuk Ayah "
Yang seketika membuat sang Ayah tertawa mendengar perkataan putri kecilnya itu.
Setelah itu ia pun digandeng Aleta untuk menemui Tuan Dirga di ruang tamu.
Setelah memastikan sang Ayah sudah duduk dengan nyaman Aleta pun bergegas ke dapur untuk menyiapkan air minum walau pun hanya teh hangat saja yang dapat di sajikan.
Samar samar Aleta mendengar percakapan Tuan dirga dengan sang Ayah yang membuatnya terkejut hingga ia tak tahu harus bereaksi seperti apa.
tanpa banyak bicara Aleta menyuguhkan minuman itu dan langsung pergi ke kamarnya begitu saja.
🍂🍂🍂🍂🍂🍂
Dirga meminum teh yang dihidangkan dengan tenang dan melanjutkan pembicaraannya.
" maksudnya bagaimana Tuan? "
Tanya Rangga dengan nada bingung
" pak Rangga tau sendiri, saya melihat Aleta kemarin sore berlari dengan tergesa gesa setelah memasuki rumah. Karena saya tidak bisa mengejar dia maka saya berlari kemari untuk melihat apa yang terjadi dan saya menemukan anda tergeletak tak sadarkan diri. Setelah perawat datang saya juga jadi tahu kebenarannya bahwa Pak Rangga menderita penyakit jantung kronis. Saya mohon maaf pak Rangga bukan maksud saya untuk menguping tapi saat itu saya pergi ke dapur anda untuk mengambilkan air panas dan saat saya akan kembali ke ruang tamu saya melihat sudah ada Aleta dan perawat dan tidak sengaja mendengar percakapan itu lalu akhirnya saya memutuskan untuk pergi melalui pintu belakang karena saya takut menganggu"
Rangga hanya diam dan mendengarkan dengan eskpresi serius.
" boleh saya lanjutkan ? "
Tanya Dirga yang ragu sejenak untuk menyampaikan maksud kedatangannya. Setelah mendengar kesediaan Rangga maka ia melanjutkan
" jadi maksud dan tujuan saya kemari adalah untuk menawarkan bantuan kepada pak Rangga serta putri bapak. Saya ingin mengadopsi Aleta sebagai putri saya dan istri saya pak "
Belum selesai berbicara Dirga dihentikan oleh Rangga yang sontak meluap emosinya hingga membuat Aleta yang sedang merenung di dalam kamar pun terkejut hingga berlari menghampiri sang Ayah karena khawatir.
" kenapa yah? kok sampe teriak teriak gitu? Aleta kaget tau Yah "
Tanya Aleta pada sang Ayah dan refleks melihat tuan Dirga
" tuan apa yang sebenarnya anda bicarakan dengan Ayah saya? "
Tanya Aleta dengan nada tegas dan menyelidiki
" Aleta pergilah ke kamarmu "
Ucap Rangga pada Aleta.
namun Aleta yang khawatir pada Ayahnya itu membantah dan tetap disitu untuk memastikan Ayahnya baik baik saja.
" hhaahh... Begini saja , Aleta karena kau sudah bisa berpikir dewasa dan bukan seperti anak anak pada umumnya maka tetaplah disini dan dengarkan Tuan Dirga karena pembicaraan ini ada hubungannya denganmu. Setelah itu mari kita putuskan bersama "
Ucap Rangga
" baiklah kalau memang begitu saya akan melanjutkan pembicaraan saya. Saya ingin mengadopsi Aleta sebagai putri saya agar dia bisa mendapatkan pendidikan serta kasih sayang seorang ibu dan kami pun juga akan menyayangi Aleta seperti putri kami sendiri. lagi pula sebentar lagi kan Aleta sudah memasuki usia yang mengharuskan ia mengikuti pendidikan awal. Saya juga tahu bahwa Aleta menjadi tidak dapat bersekolah tahun ini karena ketidak mampuan Pak Rangga untuk membayar biaya pendaftaran sekolah kemarin. jadi saya ingin Aleta mendapatkan fasilitas yang terbaik dan menjalani hidup dengan lebih baik. Saya juga ingin membantu mengobati pak Rangga. Tentu saja saya tahu betul sifat pak rangga yang selalu sungkan jika menerima pemberian dari seseorang maka dari itu saya ingin pak rangga menjadi guru pembimbing dibidang bisnis di kampus saya saat pak Rangga sudah sembuh total, bagaimana pak ? "
Rangga tak bisa berkata apa apa. Ia hanya memandangi Aleta dan menunggu jawaban dari Aleta.
" jadi bagaimana menurutmu nak? Apakah ini hal baik atau hal buruk bagimu? "
Tanya Rangga akhirnya.
Ia tak ingin membuat keputusan sendiri karena menurutnya kebahagiaan Aleta dan keputusan Aleta lah yang paling penting untuknya.
Mendengar pertanyaan sang Ayah Aleta pun juga melontarkan beberapa pertanyaan pada Dirga
" lalu bagaimana jika aku melakukan kesalahan?
rasa sayangku terhadap Ayah tidak bisa dibandingkan dengan apapun di dunia ini. Bagaimana jika aku ingin bertemu Ayah sewaktu waktu? Bagaimana jika aku ingin Ayah menemani seharian penuh? Bagaimana jika aku ingin Ayah mendapatkan perwatan terbaik dari dokter terbaik dari negara D? Aku dengar disana ada dokter spesialis jantung yang sangat terkenal , aku ingin Ayah sembuh dengan kesembuhan yang tidak memiliki resiko untuk kambuh lagi "
Ucap Aleta dengan nada tegas dan menangis di kalimat terakhir.
" jika kau melakukan kesalahan akan ada akibatnya dan aku tidak akan lelah menasehati dan membimbingmu " ......
" akibat yang seperti apa ? Apakah aku akan dipukuli? "
tanya Aleta.
" dari saya kecil saya tidak pernah sekalipun dipukuli oleh orang tuaku maka saya juga tidak akan memukulmu , lagi pula tidak akan ada orang yang mau memukuli gadis cantik seperti kamu. Lalu, jika kamu ingin bertemu dengan Ayah tentu saja saya akan mengantarmu bertemu dengannya namun tidak dalam keadaan saat kau belajar atau saat kau sakit jadi Ayah akan ku jemput untuk pergi ke rumah dan menemui kamu jangankan seharian satu bulan penuh pun tidak masalah. Dan untuk permintaan yang terakhir tentu saja yang terbaik karna saya sudah siapkan dokter yang kau maksud untuk ke negara kita jika memang kau mau tinggal bersamaku "
Jawab Dirga dengan penuh kasih sayang yang meyakinkan Aleta.
" namun jika aku tidak ingin di adopsi? "
Tanya Aleta lagi
" maka dokter itu akan tetap sampai karena saya memang ingin menolong Ayahmu "
Jawab Dirga lagi.
Aleta yang mendengar itu pun langsung memeluk Ayahnya dan Dirga bergantian karena bahagia.
Namun bukan berarti mudah saja untuk Aleta mengiyakan tawaran Dirga. Aleta hanya bilang akan memikirkannya sambil menjaga Ayahnya perawatan dan berjanji akan sering mengunjungi istri tuan Dirga sebagai tamu.
Dirga pun tidak keberatan karena memang tidak mudah memutuskan sesuatu yang besar seperti ini dalam waktu singkat.
.
.
.
Bersambung..
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!