Malam yang semakin larut. Dimana jam di dinding menunjukkan pukul 00:30.
Terlihat di kesunyian dan gelapnya malam. Seorang gadis berlari di jalanan yang sepi tersebut, tanpa terlihat seorang pun yang mengejarnya dari belakang. Sekitarnya yang gelap gulita tanpa cahaya penerang, lampu di jalanan. Nafasnya yang naik turun, dengan sesekali mengusap kedua pipinya yang basah akan air mata. Kedua kakinya yang bertelanjang tanpa menggunakan alas kaki. Tidak menghentikan dirinya dalam berlari di kegelapan malam.
Hingga, sebuah suara dentuman keras terdengar di telinga nya. Menyita pendengaran dan perhatian nya. Sontak langkah kedua kakinya berhenti dan menoleh ke arah sumber suara. Di saat itulah dirinya baru tersadar.
Dirinya berada di tengah jalan yang sepi dan gelap gulita. Kepalanya otomatis menoleh ke kanan dan ke kiri, melihat ke sekitarannya. Air mata yang tadinya mengalir deras membasahi kedua pipinya. Kini kering sendiri di sapu angin malam.
Pertanyaan di mana dirinya sekarang. Sontak terlontar, dari dalam dirinya.
Namun hanya beberapa detik, sebelum kejadian beberapa menit yang lalu. Terlintas kembali dari dalam ingatan nya.
Mengingat kembali kejadian beberapa menit yang lalu. Seketika membuat gadis tersebut seketika terduduk meringkuk di tengah jalan. Dengan membenamkan wajahnya di kedua lutut kakinya. Di tutupi kedua tangannya yang terlipat.
Menangis dan terisak kembali di sana. Tanpa terlihat satu orang pun yang menepuk punggung nya untuk menenangkannya. Atau sepatah kata untuk meredam isak tangis yang terdengar sangat pedih di telinga.
Di sekitarnya, tidak terlihat satu manusia pun yang mengikuti langkahnya dari belakang. Seakan akan mengatakan pada yang melihat gadis tersebut, bahwa dia sendirian.
"Kamu serius sama wanita itu? Kamu bercanda bukan?"
"Dia hanya cocok dijadikan pacar, kekasih, daripada seorang istri. Kamu tahu!"
Ayse menutup kedua telinganya erat erat. Saat ucapan yang sangat tidak dia percayai kembali terlintas di dalam pikirannya. Berharap ucapan itu hilang dari dalam pikirannya dan menghilang darinya.
Tapi suara itu tetap terlintas dengan bayang bayang wajah pria yang sudah menghancurkan dirinya.
"Dia hanya menjadikan mu sebagai kekasih nya yang sementara. Sedangkan sekarang dia tahu, siapa yang lebih pantas untuk menjadi pendamping hidup dia, istrinya. Yaitu Alea,"
"Hentikan,"gumam Ayse dengan serat tangisnya yang sudah reda.
"Kamu sangat tahu Ayse! Sudah dari dulu aku menyukai ka Lucas. Aku yang pertama menyukai ka Lucas dan memperkenalkan dia padamu. Tapi kamu malah dengan kejam menyukai ka Lucas, dan menyakiti aku. Sekarang kita...
"Hentikan!" Isak tangis Ayse dalam duduknya yang meringkuk di tengah jalan.
"Sekarang kita impas Ayse. Aku tidak merebut ka Lucas dari mu. Tapi aku mengambil apa yang seharusnya menjadi milikku..."
"Aku bilang hentikan!" Teriak Ayse ke pikiran nya sendiri yang tidak mau berhenti.
Dhuar....
Suara ledakan dari arah kanan Ayse. Yang jaraknya bisa di katakan sangat sangat jauh dari tempat Ayse. Namun, Ayse bisa melihat cahaya api merah yang menyala di sana.
Seketika tangis dan air mata Ayse berhenti mengalir di kedua pipinya. Perlahan Ayse bangkit berdiri dari duduknya. Dengan kedua matanya melihat ke sumber suara, ledakan tadi.
Perlahan kedua langkah Ayse mendekat ke arah tersebut, dengan perasaan takut takut.
Sampai di bawah jalan di mana jalan yang membatasi. Jalan naik ke villa dan jalan tol yang sedang di bangun. Namun pembangunan nya sudah di hentikan beberapa bulan yang lalu di sebabkan kecelakaan pekerja.
Jalan tol yang baru di bangun dengan di sampingnya terdapat lereng gunung.
Gelap tanpa cahaya lampu tentu saja. Sehingga hanya berbekal dari cahaya dari sesuatu yang terbakar, Ayse melangkah ke sana.
Kedua mata Ayse membulat lebar saat melihat sebuah mobil yang bisa di katakan mahal dan berwarna merah. Menabrak lerengan gunung yang berbatu. Dan depan mobil tersebut mengeluarkan api beserta kepungan asap.
Ayse mempercepat langkahnya. Yang hampir seperti berlari mendekat ke mobil tersebut.
Sampai di punggung mobil berwarna merah tersebut. Ayse melihat ke dalam mobil dengan mengintip dari luar kaca mobil. Melihat apakah ada orang di dalam.
Melihat bangku belakang tidak ada orang sama sekali. Ayse beralih mengintip ke kursi depan bagian setir.
"Hik, " suara Ayse yang tercekat terkejut.
Cklek... Cklek... Cklek,
"Hei! Kamu baik baik saja?" Tanya Ayse dari luar sembari berusaha membuka pintu mobil tapi tidak bisa di buka.
"Hei!" Bhak... Bhak
Ayse berusaha memanggil pria yang di dalam mobil, yang sepertinya tidak sadarkan diri. Di dahi hingga pipinya sudah berlumuran darah.
"Hei, kau bisa mendengar ku? " Bhak... Bhak
"Jika bisa berusahalah membuka pintu ini. Dan aku bisa mengeluarkan mu di sana," teriak Ayse berharap pria di dalam sadar dan mendengar nya.
Dan ya. Pria tersebut sedikit membuka matanya. Di mana sudah berlumur darah. Melirik ke samping dan mendapati seorang wanita yang sedang berteriak dan memukul kaca mobilnya.
Seperti mengerti apa yang di katakan wanita di luar dan sebelum kesadaran nya kembali menghilang. Pria tersebut menekan tombol yang seketika pintu mobil terbuka.
Cklek...
"Oh baguslah," suara lega Ayse yang di sertai nafasnya yang naik turun karna panik sekaligus takut.
Takut kalau pria di dalam mobil tidak sadar dan mobilnya bisa meledak lagi, terbakar semua. Dan itu tepat di depan kedua matanya.
Ayse membuka seat belt yang mengamankan tubuh pria tersebut setelah tadi membuka lebar pintu mobil.
"Sadarlah, kita harus menjauh dari sini sebelum mobil mu meledak semua." Minta Ayse ke pria yang duduk tidak sadarkan diri. Sedangkan Ayse masih berusaha membuka seat belt yang menurutnya sangat sulit.
"Akh... Sudah," girangnya setelah seat belt terlepas.
"Ayo keluar," Ayse menarik tubuh pria tersebut mendekat ke arahnya. Di mana dahi pria tersebut sontak jatuh lunglai ke dada Ayse.
Seketika Ayse sadar, pria ini tidak sadarkan diri dan ia, harus berusaha keras.
Ayse menarik nafas dan bersiap siap menarik keluar tubuh pria tersebut.
Dan ya, terlihat Ayse dengan susah payah menarik keluar pria yang besarnya serta ketinggian pria tersebut. Sangat berbanding terbalik dari dirinya.
Setelah berhasil membawa pria tersebut keluar dari mobil dan dengan sekuat tenaga Ayse menarik atau lebih tepat menyeret tubuh pria itu sedikit menjauh dari mobil, yang sepertinya siap untuk meledak. Di mana api dan asap di mobil semakin besar.
Ayse berkacak pinggang sembari menarik dalam dalam nafasnya. Membiarkan dirinya mengatur pernafasannya dulu. Baru kemudian, ia akan bekerja keras lagi. Sedangkan pria itu, Ayse biarkan tidur di aspal tanpa alas apapun.
Tapi itu hanya sebentar, sebelum kemudian. Ayse kembali menarik menyeret tubuh pria tersebut ke pinggir jalan. Untuk menjauh dari ledakan mobil.
Dengan susah payah tentu saja. Terlihat dari nafas Ayse yang tidak beratur sama sekali. Dan mengatur pernafasannya tadi, sama sekali tidak berguna.
"Agrhhh.... Kenapa kamu sangat beratthhh... Hhh... Huhhhh..." Keluh Ayse di sertai nafasnya yang naik turun karna capek.
"Akhhh.... Huhhhh," erang tertahan Ayse begitu keduanya berada di pinggir jalan.
Ayse bernafas naik turun dengan sesekali menelan ludahnya sendiri, untuk memperlancar mengambil udara dari kerongkongan nya.
Ayse memilih duduk dengan kedua matanya melihat ke mobil yang perlahan apinya semakin besar dan...
Dhuar...
"Akhhh," pekik takut Ayse saat mobil di hadapannya meledak . Sembari Ayse menutup wajahnya dengan lengan kirinya. Untuk melindungi diri dari pecahan pecahan mobil yang meledak.
"Oh!" Suara terkejut Ayse saat melihat beberapa cahaya lampu mendekat ke arah mereka. Yang tidak lain adalah beberapa mobil ke arah mereka.
"Ada mobil ke arah ini? ... Apa kamu yang memanggil mereka?" Tanya Ayse ke pria yang tidak sadarkan diri.
Ayse bernafas lega. Soalnya jalan ini adalah jalan tol sekaligus buntu karna belum habis di kerjakan. Jadi, sangat sulit akan ada mobil yang lewat.
"Baguslah, kalau begitu aku akan ke sana dan memberitahu mereka kamu di sini. Tunggu ya!" Ucap Ayse sembari bangkit berdiri.
Tap...
Ayse melihat kakinya yang di pegang pria di bawahnya. Seketika Ayse kembali duduk.
"Kamu bangun?" Tanya Ayse senang.
"Men-jauh-lah da-ri me-re-ka, men-ja-uh da-ri si-ni,"
"Oh? Kamu bilang apa?" Ayse yang kebingungan.
"Men-ja-uh,"
"Menjauh?"
Pria tersebut mengangguk.
Ayse seketika melihat ke beberapa mobil yang hampir mendekat. Sebelum kemudian kembali melihat ke pria di bawahnya.
"apa maksudmu?"
Terlihat seorang pria menyetir mobil bermerk nya sendiri. Setelah seharian tadi di gembur dengan tumpukan pekerjaan. Seorang diri membelah jalanan kota yang sepi, yang hanya di temani kilauan lampu jalanan.
Di satu telinganya terpasang earphone warna putih. Sedangkan kedua matanya fokus melihat ke depan, menyetir.
Dia sedang berbicara dengan seseorang di seberang sana. Yang mengabarinya suatu berita mengejutkan. Yang seketika membuatnya marah.
"Benar Tuan! Acara tunangan keponakan anda malam ini juga,"
"Mereka menjebak ku dengan menggunakan situasi ini?... Jangan bilang mereka sudah merencanakan ini,"
"Besar kemungkinan, Presdir juga akan hadir di sana Tuan! Jadi anda... "
"Aku tidak akan ke sana." Klik,
Pria tersebut menutup pembicaraan dan melempar asal earphone di telinga, entah kemana.
Menggenggam dan mencekram setir sekuat amarah dalam dirinya.
Pria tersebut melihat ke spion kanan mobilnya dan memutuskan untuk memutar balik mobilnya.
Ia menghentikan perjalanannya dan memilih pulang ke rumah dan beristirahat saja. Besok pagi masih banyak hal yang perlu ia kerjakan sekaligus bereskan, terutama masalah anak anak perusahaan nya. Dan sekarang, pekerjaan kembali bertambah. Mengurus kakak dan keponakan nya.
"Apa ini?" Tanyanya sembari menginjak rem yang terasa janggal. Ia buru buru melihat ke bawah kakinya.
Di mana letak keberadaan rem mobil berada. Lalu kembali melihat ke depan dengan cepat dan kembali melihat ke bawah kakinya.
"Ada apa ini?" tanyanya kebingungan sebelum detik kemudian, dia menyadari sesuatu.
Phak...
"Sial!..." umpatnya sembari memukul setir mobil.
"Aku terkecoh," kesalnya.
"Dan siapa yang berani melakukan ini padaku?" ingatkan aku untuk tidak memberinya ampunan.
Bhak...
Dengan marah dia kembali memukul setir mobil.
Mobil terus melaju dengan kecepatan yang sangat cepat. Bahkan sangat sulit bagi pria ini untuk menghentikan mobilnya.
Panik dan takut, tentu saja tidak bagi pria ini. Dia masih sempat sempatnya melepas jasnya dan melempar asal di sana. Lalu entah sejak kapan, kedua lengan baju kemeja berwarna putihnya sudah tergulung setengah. Dan beberapa kancing bajunya sudah terlepas. Hingga membuat nya sekarang lebih leluasa mengendali setir.
Mobil yang terus melaju menembus jalanan sepi dan gelap, sama sekali tidak membuatnya ketakutan.
Kedua tangannya yang teramat kokoh memegangi setir dengan sangat kuat. Kedua matanya fokus melihat ke depan. Di mana tidak ada lagi lampu di jalanan. Yang artinya pria tersebut sudah keluar dari jalan yang di anjurkan.
Pria tersebut bersiap membanting setir mobilnya begitu menemukan kesempatan yaitu tempat yang aman untuk dirinya mendarat.
Akan tetapi, hari sial memang tidak pernah ada yang tahu.
Pria ini tidak melihat kalau pasokan minyak mobilnya ternyata sudah habis.
Phak...
Dengan marah dan geram pria tersebut memukul setir mobil.
'ternyata mereka sudah merencanakan ini dengan sangat sangat matang. Atau ada tikus tikus kecil yang masuk ke dalam tanpa ia tahu.' geramnya.
Mau tidak mau pria ini harus membanting stir mobil. Tepat di satu bebatuan besar dekat lereng gunung.
Dhuakhhhhh....
Brakhhhh....
Tanpa pria ini ketahui, setelah ia sengaja menabrak batu dengan sisi kiri mobil. Namun ternyata, mobil tetap berjalan, nyaris berputar. Hingga menabrak batu lain di bagian depan mobil.
Xander Reagan Balian seketika hilang ke sadaran dan kepalanya jatuh ke setir mobil. Dengan darah juga membasahi kening dan satu pipinya.
"kamu bisa bangun? Kita harus sembunyi," tutur Ayse sembari meraih pergelangan tangan pria yang belum ia ketahui namanya tersebut dan Ayse tempatkan di kedua pundaknya. Membantu pria tersebut berdiri.
Dan ya, walaupun terlihat tidak terlalu bertenaga dan kesadaran nya ada di ambang. Tapi pria tersebut tetap berusaha bangkit berdiri, membantu wanita yang sedang menolong nya.
"Akhhh... Hhhh," lenguh dan nafas Ayse setelah berhasil membuat pria tersebut berdiri.
Ayse beralih melihat ke kanannya. Di mana cahaya beberapa lampu mobil semakin mendekat ke arah mereka.
"Kita sembunyi ke arah hutan ini saja. Nanti aku akan cari bantuan untuk mu," ujar Ayse melihat ke depannya, yang di mana. Sebenarnya Ayse sendiri ketakutan. Tapi tidak ada tempat lain, yang bisa mereka jadikan untuk tempat bersembunyi.
Daerah sekitar sini adalah pengunungan. Di mana juga hutan di sekitar lereng lereng gunung. Juga lahan warga setempat yang di sulap di tengah tengahnya menjadi jalan tol. Meski belum siap,
"Ayo! Kamu bisa kan?" Tanya Ayse yang sedikit ragu melihat kondisi pria di sampingnya.
Perlahan pria tersebut menggerakkan kakinya membantu Ayse jalan. Mereka harus menjauh dari sini agar bisa selamat.
Keduanya dengan tertatih tatih masuk ke dalam hutan yang gelapnya tidak perlu untuk menajamkan penglihatan.
Meski gelap tidak terlihat apapun di depannya. Ayse tetap menerobos masuk ke dalam hutan tersebut. Dengan harapan, tidak ada binatang apapun yang mereka jumpai.
"Apa ini sudah lumayan jauh hhhuhhhh?" Tanya Ayse lebih ke untuk dirinya sendiri. Sebelum Ayse menoleh melihat ke belakang. Ke semua mobil tadi, dimana sudah sampai di sana. Dan terlihat beberapa pria turun dari mobil dengan terburu buru dan melihat lihat mobil yang terbakar.
Jarak posisi mereka sekarang dengan jalan sekitar 10 meter lebih. Jadi, sudah termasuk aman untuk mereka berhenti sebentar, mengambil nafas. Terlebih lebih untuk Ayse.
"Oh!" Suara terkejut Ayse saat menahan tubuh pria tersebut yang mau jatuh ke bawah.
"Tidak bisa, kamu harus kuat. Kita tidak boleh di sini. Mereka tentu akan mencari kita sekitar sini. Sedikit lagi kita harus masuk ke dalam, kamu bisakan?" Tanya Ayse ragu.
Ayse kembali menoleh melihat ke belakang. Sebelum kembali melangkah perlahan masuk ke dalam hutan.
Hutan atau pengunungan sekitar sini. Sungguh Ayse tidak pernah melihat atau mengenali kawasan ini. Karna ia juga tamu tiba tiba di sini.
Karna itu, Ayse dan pria tersebut. Tidak tahu bahwa di depan mereka berdua sekarang, ada turunan. Sehingga...
Dhukh...
"Oh! Akhhh..." Suara pekikan terkejut Ayse saat pria di sampingnya terjatuh dan Ayse pun ikut nimbrung.
Keduanya berguling ke bawah hingga beberapa meter dari tempat tadi. Dan entah sejak kapan, satu tangan pria tersebut berada di belakang kepala Ayse. Terlihat sangat melindungi kepala Ayse dari benturan batu di sana.
Bhukhhh...
"Eughhhh..." Lenguh kesakitan pria tersebut saat punggung nya tertabrak batang pohon yang cukup besar. Yang seketika membuat keduanya berhenti terguling ke bawah.
"Hhuhhh... Kamu baik baik saja?" Tanya Ayse panik sembari meraba kondisi tubuh pria di sampingnya. Namun, hanya beberapa detik.
Sebelum kemudian Ayse tersadar akan keberadaan nya sekarang, berada di atas tubuh pria. Ayse dengan cepat melompat turun dari atas tubuh pria tersebut dan duduk menumpu lutut di sana.
"Maafkan aku, kamu tadi jatuh tiba tiba. Jadi... Ku harap kamu baik baik saja... Kamu baik baik saja? " Tanya Ayse panik sekaligus memastikan. Tidak mungkin baik baik saja bukan. Kepalanya berdarah, kondisi nya lemah dan tadi mereka berguling ke bawah lalu,
Ayse menghela nafas.
Tadi sepertinya punggung dia menabrak sesuatu.
Ayse berusaha mendongak ke atas. Hanya mengandalkan penglihatan mata di kegelapan. Ayse menemukan kalau mereka berada di bawah pohon.
"Kamu beneran baik baik saja kan? Tolong bertahan lah sebentar lagi. Setelah mereka pergi, aku akan cari bantuan dan kamu bisa di di bawa ke rumah sakit segera. Kamu akan segera mendapatkan perawatan, kamu tidak akan kesakitan lagi, kam... mmm," Ocehan Ayse terhenti karna pria tersebut, Xander Reagan balian mencium Ayse.
Kedua mata Ayse melotot lebar, mencerna apa yang sebenarnya terjadi.
Beberapa lampu senter yang berasal dari atas, jalan tol. Menyinari sekilas di sekitaran hutan.
Ayse yang masih mencerna apa yang sedang terjadi. Dengan kedua bola matanya juga yang melotot lebar. Melihat cahaya senter di depan matanya. Yang menyoroti pokok kayu tepat di hadapan keduanya berada sekarang.
Menyadari apa yang terjadi, Ayse memilih diam tidak memberontak. Meski bibirnya menjadi tumbal untuk itu. Daripada ia mati di sini, hanya karna gara gara menolong pria yang sama sekali tidak ia kenal ini.
Ia memilih tinggal dengan paman dari pada sama mamanya. Bukan untuk mati juga, ini akan sangat konyol. Meski wanita tua itu akan bersedih atau tidak. Tapi ia tidak mau mati seperti ini. Harga dirinya benar benar akan terluka jika ia mati di sini.
Dan tunggu, kenapa pria ini tidak mau melepaskan bibirnya. Aku sudah tahu, aku sudah tahu apa yang terjadi. Bukankah seharusnya dia melepaskan bibirku. Jika aku melawan, akan terjadi keributan bukan. Dan kami bisa ketahuan dan aku, tidak bisa di pastikan kalau aku akan selamat.
'sebenarnya siapa mereka?... tidak, sebenarnya siapa pria ini?' jerit batin Ayse sendiri.
Melihat tidak ada lagi cahaya senter yang tentu sedang mencari keberadaan pria ini. Ayse dengan gerakan yang sangat cepat. Bahkan sangking cepatnya. Pria di bawah Ayse tidak mengetahui gerakan Ayse.
Dan,
Bhuk...
"ughhh..." lenguh sakit pria tersebut.
Ya, Ayse menonjok tulang pipi pria ini dengan kekuatan.
Hanya beberapa detik hingga sukses membuat pria ini yang tadinya sadar. Kini kembali pingsan tidak sadarkan diri.
Ayse dengan cepat memutar kepalanya melihat ke atas. Apakah ia ketahuan, tapi melihat tidak ada lagi cahaya senter kemari. Itu artinya, mereka tidak ketahuan.
Drrrrrttt...
"Hik,"
Ayse tersentak terkejut dengan suara handphone miliknya sendiri. Yang dia letakkan di dalam kantong celananya dan dengan mode getar. Entah kenapa kali ini ia sangat bersyukur handphone miliknya dalam mode getar. Karna biasanya, ia benci handphone nya mode getar. Dan ku rasa kak Firaz lah yang membuat ini.
Dengan cepat sembari menyembunyikan cahaya layar handphone yang hidup di balik tubuhnya. Agar tidak terlihat cahaya ke atas, lebih tepat ke kawanan manusia di jalan.
Ayse mengangkat panggilan masuk setelah melihat siapa yang menghubungi nya. Kakaknya, kak Firaz.
"Kak?" sahut Ayse begitu menjawab panggilan.
"kamu di mana sekarang? dan tunggu... ada apa dengan suaramu. Kamu baik baik saja? orang orang di sini mengatakan kamu lari sambil nangis. Apa yang terjadi? aku mencari mu dari tadi, semua baik baik saja?" suara Firaz yang terdengar cemas dan khawatir akan adik satu satunya.
Ayse terdiam.
Dia tidak bisa menjawab kakaknya. Itu artinya, paman dan bibi tidak mengatakan apapun. Dan orang orang di sana juga tentu tidak tahu apapun.
"Kak..."
"Aku menanyakan sama mereka yang melihat mu dan bersama mu tadi. Bahkan sama paman dan bibi, tapi mereka tidak memberi jawaban yang jelas. Sebenarnya apa yang terjadi, siapa yang membuat mu menangis? apa mereka melakukan sesuatu padamu? di belakang ku?"
Firaz terus menghujani Ayse dengan pertanyaan nya.
Firaz kalut dan frustasi tidak melihat dan mengetahui apa yang terjadi pada adik perempuan satu satunya. Tadi saat berangkat Ayse baik baik saja dan sangat kegirangan. Tapi yang anehnya, paman dan bibi mengatakan padanya. Jauh sebelum hari ini, untuk tidak membawa Ayse ke tempat acara. Sebenarnya apa yang terjadi.
"Kak itu... " Ayse lagi lagi terdiam.
Ia tidak bisa mengatakan pada kak Firaz. Karna dari awal, kak Firaz sudah melarangnya untuk dekat dengan pria manapun. Jika pria itu belum di kenalin ke kak Firaz. Dan ia melakukan itu.
Karna bagi kak Firaz, tidak ada di dunia ini pria yang dapat di percaya. Apalagi jika sudah menjadi seorang kekasih. Dengan mengatas nama kan sebagai kekasih si wanita. Si pria ini bisa dengan bebas meminta ini dan itu pada si wanita. Hanya untuk memenuhi hasrat nafsu birahinya semata.
Dan bagi kak Firaz, Ayse tidak boleh dekat dengan pria yang seperti itu. Adiknya tidak boleh di jamah oleh pria mana pun. Jika bukan suaminya. Tugas nya seorang kakak adalah menjaga adiknya dengan baik dari tangan pria gatal alias nafsu berburu. Karna itu, ia sering mengecek handphone Ayse. Hanya untuk melihat apa benar adiknya tidak memiliki pacar atau kekasih. Seperti yang Ayse akui selalu kalau ia menanyakan.
"Bisakah kak Firaz kemari sebentar? Aku perlu bantuan kak Firaz. Dan bisakah kak Firaz juga menghubungi polisi? Soalnya... Di ujung jalan tol terjadi kecelakaan. Mobil menabrak batu besar. Seperti nya pengendara tidak sadarkan diri. Ayse..."
"Aku segera ke sana. Hidupkan GPS di Hp mu Ayse!"klik
Perintah Firaz sebelum mematikan panggilan nya dan langsung melenggang pergi dari tempat acara.
Di gunung, Ayse menghela nafas.
Seperti yang ia tebak. Dia selalu begitu, selalu memperlakukan ku seperti anak umur 12 tahun.
Ayse lagi lagi menghela nafas.
'padahal umur ku sudah 27 tahun. Dia selalu membuatku kesal'
Ayse beralih melihat ke pria di depannya. Yang tertidur tanpa mencemaskan apapun.
'Sebenarnya... siapa dia?' Ayse mendekat kan wajahnya. Berusaha melihat menatap wajah pria di depannya yang tidur. Sedang posisi Ayse sudah duduk di samping pria tersebut.
Cahaya yang cukup minim. Meski selebar apapun Ayse membuka matanya untuk melihat dengan jelas wajah pria di depannya. Tetap saja, tidak akan terlihat jelas.
Karna itu, Ayse kembali duduk seperti tadi tegak.
"Sebenarnya kenapa mereka mau membunuhmu? apa kamu mencuri sesuatu dari mereka? ... Tunggu..." Ayse menjeda ucapannya saat dirinya teringat sesuatu.
"Kamu bukan buronan yang sedang di kejar bukan? " Ayse mendekatkan wajahnya ke wajah pria tersebut. Berharap pria itu bangun dan menjawabnya.
'Tunggu, buronan? itu tidak mungkin juga. Jika buronan, seharusnya yang datang mobil polisi. Lalu... apa kamu... hik...'
Ayse menutup mulutnya tidak percaya dengan apa yang ada di pikiran nya sekarang.
Kembali mendekat wajahnya setelah tadi duduk tegak.
"kamu bukan mafia mafia itu bukan?" tanyanya ke manusia yang sedang tidak sadarkan diri. Yang tentu saja, Ayse tidak mendapatkan jawabannya.
Ayse mulai gusar, haruskah ia selamat kan pria ini. Atau memberi nya ke mereka di atas sana. Yang seperti nya masih mencari dan menunggu sesuatu di sana.
Kepala Ayse mendongak menatap ke jalan tol. Di mana masih ada cahaya lampu mobil dan beberapa pria memakai jas hitam masih berkeliling keliling ke sana kemari.
Ayse mendesah ringan dan melihat pria yang tertidur di bawahnya.
Ayse tidak berani menghidupkan layar hpnya. Padahal ia mau menghubungi kakaknya, di mana dia sudah sekarang. Apa masih dalam perjalanan, padahal jaraknya sangat dekat. Apa kakak menunggu kawannya yang lain. Sebelum ke sini, jika iya. Itu bagus sih,
Ayse menarik nafas menenangkan dirinya.
'Ayo berpikir positif Ayse! dia pria baik, yang sedang membutuhkan bantuan.' Ayse menenangkan dirinya.
Prang....
Kedua mata Ayse membulat lebar saat cahaya senter yang bisa di katakan cukup besar. Menyala besar ke arah mereka, lebih tepat ke arahnya. Yang artinya, mereka ketahuan bukan.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!