NovelToon NovelToon

Lorenzo Stepbrother'S Obsession

Chapter. 1

Sebuah mobil mewah Bugatti La Voiture Noire memasuki gerbang yang menjulang tinggi dan berhenti tepat di depan pintu dan langsung di buka kan oleh para bodyguard yang sudah stay di sana.

"Wah ... rumah deddy bagus banget!" kagum gadis kecil dengan boneka beruang lucu di gendongannya.

"Ayo baby kita masuk." Ajaknya kepada anak dan istri barunya yang sudah dinikahi selama satu Minggu ini dan baru pulang ke mansion miliknya.

"Ayo sayang, kita masuk," ajak sang mommy dengan senyuman yang tak pernah luntur di bibir manisnya.

Ketiga manusia itu memasuki mansion mewah dengan disambut oleh banyaknya maid yang berjejer rapi, menunggu mereka.

. . .

"Wah ... kamarnya lebih besar dari kamarku yang dulu." Kagum gadis cantik itu melihat kanan kiri melirik barang-barang yang ada di sana, dia memang anak orang kaya tapi rumahnya tidak semegah mansion daddy barunya ini.

"Bakal betah nih kalo bobo di sini!" Dengan nada riangnya dia naik lalu melompat kecil mengajak boneka beruang kecil miliknya. "Beruang ayo kita senang-senang, karena Nazila udah punya kamar baru!" tawa lucu tak pernah berhenti keluar dari bibir manis anak berusia 16 tahun itu.

Fathur dan Joana menikah setelah dirasa keduanya sudah merasa cocok, mereka sama-sama ditinggal pergi oleh pasangan mereka masing-masing, yang di mana suami Joana pergi duluan menuju ke pangkuan tuhan sedang istri dari Fathur dia ketahuan selingkuh, dengan rekan bisnisnya sehingga saat itu juga dia menceraikannya tetapi hak asuh anak jatuh ke tangannya, karena bagaimanapun Fathur tidak Sudi jika anak tunggalnya di besarkan oleh mantan istrinya itu.

"Sayang ayo turun, kita makan malam?" sahut Joana di depan kamar putrinya yang nampaknya masih tertidur. "Sayang ... kamu dengar mommy tidak?" sahut Joana lagi.

"Emm ..., sebentar mommy Zila masih ngantuk!" jawabannya dengan suara males.

"Bangun dong, kamu tidak kasihan sama daddy kamu yang sudah menunggu di bawah ...!" bujuk Joana.

Nazila yang merasa tak enak pun langsung turun dari ranjang empuk miliknya, walaupun dengan perasaan tidak rela. "Bay-bay kasur, nanti Zila bobo lagi, kok!" lesunya lalu berjalan membuka pintu kamar miliknya dan tampaklah sang mommy Joana yang tersenyum lembut.

"Ayo sayang." Kedua anak dan ibu itu berjalan beriringan dengan sang anak yang menahan kantuk beratnya, huh .... Dia butuh tidur.

. . .

"Selamat malam daddy!" sapa Nazila tak lupa mengecup pelan pipi daddynya.

"Malam juga putri daddy yang cantik," sapa balik Fathur pada putrinya yang begitu manis sama seperti Joana yang sangat cantik dan anggun, membuat Fathur begitu tergila-gila.

"Ayo makan," suruh Joana setelah menyajikan makanan untuk keluarga kecilnya. "Anak kamu mana, kok aku gak pernah lihat dia sedari tadi kita datang?" tanya Joana.

"Paling masih di kampus," jawab Fathur dengan datar dan malas.

"Aku punya Abang?" tanya Nazila dengan nada antusias.

"Tentu sayang, kamu punya Abang," jawab Joana dengan senyum senang, Joana berharap anak tirinya bisa menerima anaknya.

"Wah ... aku gak sabar buat ketemu sama Abang, daddy kira-kira Abang pulangnya kapan? Zila pengen ketemu!" antusiasnya.

Fathur terkekeh pelan. "Nanti Abang pulang, sekarang kamu makan, oke?"

"Oke daddy!" Mereka bertiga mulai memakan-makanannya dengan khidmat tak lupa celotehan gadis manis itu membuat kedua orang dewasa itu tertawa dan tersenyum manis.

. . .

"Sampai kapan Lo mau kek gini, Van?" tanya seorang lelaki berambut ungu tua yang sangat tampan.

"Diem gak usah banyak tanya gue mau minum!" ketusnya, mengambil satu botol wine, tanpa menuangkannya ke dalam gelas dia langsung meneguknya hingga setengah dengan rasa pusing yang menjalar bebas di otaknya.

"Udah biarin aja, dia lagi banyak masalah keknya," ucap lelaki dengan tindik beserta tato bertuliskan kanji Jepang yang entah apa artinya tertulis apik di leher bawah telinganya, dia Veroza atau dipanggil Roza.

"Pasti masalah bapaknya ini!" tebak Liam si rambut ungu tua.

"Mana gue tau!" sahut Veroza dan mendapatkan delik kan sinis dari Liam.

Lorenzo hanya terdiam dengan pikirannya yang entah berkelana kemana dengan pandangan kosong, Renzo begitu tidak terima atas pernikahan ayahnya dengan wanita itu, Renzo membenci semuanya, apalagi ibu kandungnya Renzo sangat membencinya.

Untuk pulang ke mansion besar itu rasanya Renzo tidak sudi, tapi mau bagaimana lagi jika tidak, dia akan melarat akibat ancaman dari sang ayah Renzo tidak mau itu terjadi.

. . .

Pada pukul dua dini hari, Nazila terbangun akibat rasa haus yang melanda, dan dia lupa membawa air dingin untuk berjaga-jaga, jadi dengan rasa malas dan takut Nazila pergi ke dapur yang berada di lantai satu, dengan beberapa lampu mansion yang sudah padam, apalagi di bagian tangga, huh ... itu sangat mengerikan melihat ribuan undakan anak tangga yang begitu panjang, ditambah dengan suasana sepi dan gelap.

"Ihh ..., serem, tapi Zila haus!" dengan keberadaan dia turun, lalu dengan cepat pergi ke dapur untuk minum, setelah selesai dengan acara minumnya.

Nazila berbalik tetapi justru dikejutkan dengan suara dingin dari seseorang. "Bagaimana bisa ada pencuri kecil di mansion besar ini?" ujar Renzo menunduk dan mendekat ke arah telinga Nazila yang menunduk takut membelakanginya.

"Kenapa diam kelinci kecil?" tanya Renzo dengan wajah datar yang sangat menusuk, padahal masih dalam keadaan mabuk.

Nazila berbalik lalu melihat lelaki tampan dengan wajah dingin berdiri menjulang tinggi di hadapannya. "Kamu siapa ...?" cicit Nazila memastikan orang asing yang berdiri didepannya, begitu tinggi huh ... kenapa dia bisa sependek ini, oke lupakan.

"Siapa?"

"Ak–aku Nazila, tolong jangan–" perkataannya seolah terputus saat cengkraman di dagunya terasa.

Renzo mencengkeram dagu kecil Nazila hingga mendongak menatapnya, Renzo memperhatikan wajah kecil itu di bawah remangnya lampu dapur. "Gadis kecil ..." lirih Renzo dengan mata berkabut nafsu, Renzo ingin sesuatu sekarang, sesuatu yang ingin keluar dari inti miliknya.

"Kamu kenapa?" tanya Nazila melihat raut panik milik pemuda asing itu, tetapi dengan kasarnya pemuda asing itu mendorongnya untuk menyingkir darinya hingga terjatuh.

"Akh ...!" Nazila melihat telapak tangannya yang memerah akibat terbentur lantai keramik putih itu, sehingga pemuda asing pergi hilang entah kemana.

"Kenapa dia kasar sama Zila?" gumamnya lirih. "Zila gak buat salah."

Nazila belum berpikir bahwa pemuda asing itu adalah Abang tirinya.

Chapter. 2

Pagi harinya Nazila pun bangun terlebih dahulu lalu pergi mandi, hari ini hari pertama dia untuk pindah sekolah, karena sekolah lamanya terlalu jauh dari tempat dia tinggal sekarang, maka dari itu Fathur menyarankan untuk pindah sekolah ke tempat anaknya dulu menempuh pendidikan, dan sekarang dia sudah berkuliah di samping sekolah Nazila, biar bisa berangkat bareng.

Nazila turun ke bawah lalu duduk di kursi ruang makan, dengan para pelayan yang tengah memasak untuk makanan yang akan dihidangkan saat sarapan nanti, Nazila hanya bisa melihat dia tidak bisa memasak dikarenakan sang mommy tidak mengizinkannya untuk menyentuh peralatan dapur.

"Pagi nona." Sapa seorang pelayan wanita yang tengah menyiapkan piring.

"Pagi juga bibi ..." senyum manis Nazila dengan gigi kelincinya yang sangat manis untuk anak SMA ini.

Pelayan itu pun tersenyum dengan ramah, dia sempat berpikir bahwa nona barunya ini akan cuek seperti kebanyakan anak orang kaya pada umumnya, mereka tak akan sudi untuk sekedar berbasa-basi pada pelayan mereka, karena mereka berpikir, ‘gue orang kaya jadi bebas!

Lalu beberapa menit kemudian Joana turun dengan Fathur yang berada di belakangnya sembari membetulkan dasi di leher gagah miliknya. "Pagi sayang, kok tumben udah bangun aja?" tanya Joana pergi ke dapur ikut membantu para pelayan yang datang untuk menyiapkan makanan, Joana ini tipikal wanita yang tidak bisa diam jikalau ada pekerjaan yang menurutnya bisa dia lakukan maka dia akan membantu.

"Ya kan Nazila harus jadi akan yang rajin!" jawab Nazila dengan semangat. “Apalagi sekarangkan Zila sudah pindah rumah baru!”

Joana tersenyum singkat mendengar perkataan sang anak. Hingga di saat hendak memulai memakan sarapan pagi mereka, turunlah seorang pemuda jangkung dengan lengannya kanannya yang dipenuhi oleh tato bergambar ular melingkari lengan kekar dan berurat seperti urat nadi bapak kau!

"Pagi ...," sapanya dengan suara dingin tidak ada ekspresi di wajah tampan itu.

"Kapan kamu pulang nak?" tanya Joana mencoba mendekatkan dirinya pada anak tirinya ini.

"Kenapa? Gak seneng gue pulang!" sinis Lorenzo memakan rotinya.

"Bukan begitu nak," canggung Joana, maksud dia tidak seperti itu, dia hanya melontarkan pertanyaan seperti itu berharap anak tirinya menjawab dengan baik dan bisa mengakrabkan dirinya. “Mommy kira kamu belum pulang, sebab sema–”

"Bacot!" sinis Lorenzo memotong ucapan berisik Joana, alias mommy tirinya.

"Dimana sopan santun mu Lorenzo! Suka tidak suka, mulai sekarang dia adalah mommy baru mu!" sentak Fathur pada anak tunggalnya ini.

"Cih!" Lorenzo meludah ke samping, lalu berdiri mengambil tas miliknya dan pergi keluar untuk berangkat ke kampus, Lorenzo baru masuk S1 tahun depan baru dia akan masuk S2.

"Mas, seharusnya kamu jangan seperti itu, aku ngerti dia seperti itu karena ada tekanan lain, jadi jangan terlalu dipaksa." Ucap Joana menenangkan suaminya yang terlihat marah.

“Jadi dia Abangnya Zila? Kenapa menyeramkan seperti itu?” Batin Nazila, jika begini lebih baik rasa ingin memiliki Abang pupus saja, dirinya takut jika modelan nya seperti Lorenzo tadi.

"Mommy, daddy, Zila berangkat dulu ya, takut telat soalnya, ini kan hari pertama Zila pindah." Ucapnya pamit lalu mencium bergantian pipi kedua orangtuanya.

Fathur sudah menyiapkan sopir untuk putrinya berangkat sekolah, dia tidak mau putrinya menaiki angkutan umum yang panas, jika dia mampu memberikan anaknya fasilitas maka kenapa harus repot-repot untuk menaiki angkutan umum, begitulah pikir orang sugih ini.

Setelah kedua anaknya berangkat Fathur dan Joana juga berangkat untuk ke kantor, rencananya Minggu depan Joana sudah tidak jadi sekretarisnya dia meminta Joana melayaninya di rumah saja cukup dia yang bekerja, dia tidak mau istrinya ikut kelelahan.

. . .

Ini yang dirinya tidak suka di kampus karena ada wanita pengganggu macam Yunita ini, yang selalu mengejar-ngejar dirinya dengan cara apapun, dia merasa tidak bebas di kampus ini, jika mau berdekatan dengan perempuan lain karena Yunita selalu datang mengganggu dirinya. Dia risih, sangat!

"Lo bisa gak sih, gak usah ganggu gue sekali aja, gue muak anjing!" bentaknya di lorong kampus yang masih sepi, dia masih punya perasaan tidak mempermalukan Yunita di depan orang banyak, tapi orang kampus sudah tau bahwa Yunita begitu menggilai dirinya.

"Kenapa kak, kenapa?" tanya Yunita dengan wajah sedih. "Kurangnya aku tuh dimana sih, aku cantik, aku pintar, aku juga bisa masak, nyu--" perkataannya langsung terpotong.

"Kurangnya Lo itu, adalah Lo gak punya rasa malu!" tekannya dengan nada sinis.

Yunita yang mendengar itu merasa tertohok atas ucapan Lorenzo, tapi mau bagaimana lagi, rasa cintanya pada Lorenzo begitu besar sehingga membuat akal sehatnya tidak bekerja karena yang ada di dalam pikirannya hanya Lorenzo, Lorenzo dan Lorenzo begitulah seterusnya.

Lorenzo yang melihat keterdiaman Yunita pergi begitu saja, dia malas untuk mengurusi wanita tidak jelas ini, karena jam baru pukul 8:45 yang artinya jam masuk kelas ibu Wilda nanti jam sepuluh, yang artinya tinggal satu jam lagi, jadi Lorenzo memutuskan untuk kebelakang kampus karena biasanya anak-anak pada nongkrong di sana.

. . .

Sedangkan di sekolah Nazila dia begitu senang mendapatkan dua teman baik yakni Kaela dan Liana mereka langsung tertarik untuk berteman dengan Nazila yang notabenenya adalah murid baru di kelas B2.

"Kita ke kantin yuk, makan aku udah laper banget tau!" keluh Liana mengusap perutnya.

"Sama aku juga laper banget, gak sempat sarapan sih tadi pagi, soalnya mama keburu berangkat." Sahut Kaela.

"Ya udah ayo kita ke kantin, aku juga mau makan," senyum Nazila dia begitu Excited terhadap kantin, karena di sekolahnya dulu dia tidak punya teman lantaran selalu di ejek anak manja, maka dari itu tidak ada yang mau berteman dengannya karena mereka bilang Nazila sok polos! Padahal dia tidak polos cuma tidak tau aja, apa susahnya menjelaskan yang singkat tidak perlu panjang yang penting jangan di jawab sok polos!

. . .

Jam menunjukkan pukul 13:11 dengan sangat-sangat terpaksa Lorenzo keluar dari area kampus lalu pergi ke parkiran untuk mengambil mobilnya dia disuruh untuk menjemput adik tirinya, jujur dirinya penasaran dengan wajah adik tirinya itu, walaupun sudah bertemu tadi pagi dia tidak terlalu memperhatikan perempuan itu karena adik tirinya menunduk jadi dia tidak terlalu melihatnya, ada pun kemarin malam dia ketemu, tapi mana ingat dia kan mabok!

Karena jaraknya begitu dekat Lorenzo memarkirkan mobilnya di samping sekolah Nazila yang di mana para anak murid mulai keluar dengan membludaknya dia hanya menunggu di dalam tanpa mau keluar, untuk mencari adik tirinya.

Sedangkan Nazila dia menunggu abang tirinya itu di dekat pos satpam dia melihat mobil hitam terparkir di sana, dan itu mobil Lorenzo tapi karena dia tidak tau ya jadi cuman acuh aja.

"Ck, mana sih tu anak!" kesal Lorenzo karena sudah beberapa menit dia sudah menunggu tapi tuh anak tak kunjung keluar, maka dari itu dia meminta foto Nazila pada sang daddy.

Setelah mendapatkannya Lorenzo melihat kiri kanan lalu matanya tertuju pada gadis yang duduk di dekat mobilnya bersama pak satpam yang tengah menyeruput kopinya. "Bangsat!" kesel Lorenzo lalu turun.

Jadi dia menunggu orang yang tengah menunggunya juga?

"Ayo pulang!" Lorenzo berdiri di depan Nazila yang mendongak terkejut menatapnya.

"Iy-a," gugup Nazila tak menyangka bahwa Abang tirinya yang datang menjemput dirinya, "mari pak, saya pulang duluan!" pamit Nazila pada bapak satpam itu.

"Dasar lelet!" kesal Lorenzo saat melihat Nazila yang sudah masuk memasang seat beltnya.

Nazila hanya menunduk diam, tak berani menjawab, jujur saja Nazila takut sama abang tirinya ini karena hawanya yang sangat dominan dan kejam, jika di cekik saja mungkin dia sudah mati.

"Nama Lo siapa?" tanya Lorenzo memecah keheningan.

"Abang nanya aku?" tanya Nazila memastikan.

"Ya-iya lah oon! Emang mau nanya siapa, hantu!" semprot Lorenzo.

"Abang bisa liat hantu? Wah ... hebat banget!" tanya Nazila yang berubah jadi kagum.

"Bangsat gue nanya Lo anjing! Dan lagi apa-apaan barusan, Lo manggil gue Abang? Lo pikir gue abang-abang nasi goreng!" sarkas Lorenzo menatap sinis pada Nazila yang meringis takut dengan suaranya itu.

"Maaf ...," lirih Nazila, merasa tak enak karena dia orangnya lemah lembut, jadi mendengar suara kasar saja itu membuatnya mudah menangis karena dia mengira mereka marah atau berantem.

"Gak usah nangis, dasar cengeng!" ejek Lorenzo melihat adik tirinya menitikkan air matanya, dasar gadis kecil ini mudah sekali membuatnya menangis.

"Gak nangis kok." Jawab Nazila dengan suara kecil.

Lorenzo tidak menjawab, dia segera membelokkan mobilnya lalu berhenti di depan minimarket, Lorenzo ke luar tanpa memperdulikan Nazila yang menatapnya di balik kaca mobil seperti anak kecil tak lupa mata merahnya yang habis menangis, sangat lucu!

"Kak Ren kasar!" gumam Nazila, mempoutkan bibir.

Lorenzo kembali dengan menenteng satu plastik yang berisi Snack dan es krim, dia membuka pintu mobil tempat Nazila duduk lalu membungkuk dan melihat adik tirinya yang tertidur. "Gue perginya terlalu lama ya? Sampe ni bocil bisa langsung tidur?" kekehnya lalu mata melihat bibir pink itu. "Pasti rasanya manis!" gumamnya hendak mencicipi tapi keburu sadar.

"Dia adik Lo anjing!" makinya pada diri sendiri, jakunnya sudah naik turun menormalkan gejolak aneh di dalam tubuhnya.

Nafsu sama adik sendiri!

. . .

Chapter. 3

Sesampainya di mansion Lorenzo langsung turun dari mobil dan menggendong adik tirinya. "Keknya nih anak kekurangan nutrisi, ringan banget!" kekeh Lorenzo menggendong Nazila ala koala karena sang empu yang tertidur malah semakin nyaman memeluk leher kakak tirinya.

Lorenzo masuk dan hanya disambut oleh para maid, sedangkan daddy dan mommy tirinya masih berada di kantor, sejujurnya sih Lorenzo tidak peduli.

"Mama jangan pergi, temenin Zila bobo ...!" rengek Nazila memeluk erat Lorenzo, tidak mau lepas.

"Turun ...!" suruh Lorenzo mencoba melepaskan tangan Nazila yang begitu erat memeluk lehernya, di tambah di bawah sana sesuatu sudah bangun.

"Damn got me up!" lirih Lorenzo menahan sesak di bawahnya. "Turun gadis kecil, atau kamu celaka!" bisik Lorenzo mencium telinga Nazila.

"Enghh ..., abang ada yang mengganjal ....!" rengek Nazila dengan mata yang masih terpejam.

"Makanya turun!" suruh Lorenzo melepaskan tangan Nazila dan akhirnya mau, lalu melanjutkan tidur. "Damn I'm cramped!" desis Lorenzo lalu pergi ke kamarnya untuk menuntaskan hasratnya.

. . .

Malam harinya keluarga baru itu, melakukan rutinitas mereka yakni makan malam, selesai makan malam mereka berkumpul di ruang keluarga, dan tumben-tumbennya Lorenzo ikut bergabung sehingga membuat suasana canggung.

"Gimana kuliahnya nak?" tanya Joana pada anak tirinya yang asik sendiri dengan handphone miliknya, padahal pikirannya tengah berkelana entah kemana.

"Baik!" jawab Lorenzo cuek.

"Mommy gak nanya sekolah Zila gitu? Masa cuma Abang doang yang di tanya!" cerocos Nazila memaling kesal.

"Iya-iya, anak mommy sekolahnya gimana, baik gak?" tanya Joana.

Lorenzo dia hanya fokus ke Nazila, dari cara berbicaranya, marahnya, dan yang lainnya sehingga pikiran kotornya tentang tadi siang kembali mengulang. "Sial!" batin Lorenzo.

"Abang?" panggil Nazila yang sudah duduk di samping, Lorenzo kedua orang tua mereka sudah pergi dulu ke kamar mereka tinggal Nazila dan Lorenzo saja di ruang keluarga yang megah itu.

"Hem ..." acuh Lorenzo fokus ke handphonenya.

"Abang bisa bantu Zila gak, buat ngerjain PR matematika, soalnya susah banget, otak Zila gak sampe buat hitungnya!" keluh Nazila.

"Mana PR nya?" tanya Lorenzo memasukkan handphone miliknya.

"Di kamar bang, bentar ya Zila ambilin!" seru Nazila lalu ngacir pergi menaiki tangga rumah yang begitu panjang, padahal di sampingnya ada lift.

Lorenzo ikut berjalan menuju tangga tapi dia malah naik lift, yak kali naik tangga, kalo ada yang mudah kenapa pilih yang sulit, ribet amat hidup!

Nazila mengambil buku PR miliknya di dalam tas, baru saja hendak keluar menutup pintu, abangnya sudah berdiri di hadapannya dengan wajah datar tak lupa satu biji rokok yang sudah di nyalakan.

"Abang ....?" cicit Nazila merasa gugup.

"Mana PR nya?"

"Abang mau ngerjainnya di-"

"Dalem aja," potong Lorenzo menerobos masuk ke kamar Nazila, bau lavender menyeruak masuk kedalam rongga hidungnya 'sangat harum ....

Nazila menutup pintu kamarnya lalu duduk di samping abang tirinya yang asik menghembuskan asap rokoknya. "Abang cara hitung yang ini gimana? Zila bingung, hasilnya gak pernah ketemu!" kesel Nazila.

Tanpa menjawab pertanyaan Nazila Lorenzo langsung mengerjakan PR Nazila, hingga beberapa menit Lorenzo sudah bisa mengerjakannya, sehingga membuat Nazila terpukau dengan kehebatannya.

"Abang hebat banget, Zila jadi pengen pintar deh, kaya Abang ...," senyum Zila membuat Lorenzo berpikiran kotor.

"Dia adik Lo bang*at! Sadar anjing!" batin Renzo menggeleng pelan, lalu dengan cepat mengangkat adik tirinya hingga duduk di pangkuannya, dengan wajahnya yang di tenggelamkan di leher putih milik sang adik. "Wangi, Abang suka!" gumamnya.

"A-abang ... geli," cicit Nazila menggeliat geli di pangkuan sang abang.

"Jangan bilang daddy, okey?" suruh Lorenzo lalu membuat kissmark di atas d*danya.

Nazila menangis terisak tidak nyaman dengan perlakuan abangnya. "Kenapa nangis?" tanya Lorenzo, mendekatkan dirinya hingga kening kedua adik kakak itu menyatu. “Sorry gak sengaja.” Lorenzo menyenderkan kepalanya menatap adik tirinya yang berlinang air mata.

Bukan tidak sengaja melainkan nafsunya tidak bisa di kontrol pada gadis SMA ini, Lorenzo sungguh menyesal telah menyetujui pernikahan daddynya dengan mommy tirinya, kenapa dia tidak menolak dengan keras! Sungguh sial sekali, kenapa dirinya tidak lebih dulu saja bertemu pada gadis kecil di dekapannya ini.

"Abang jangan gitu lagi, Zila gak suka." Gumamnya lirih, lalu memeluk erat leher Lorenzo.

"Em ...."

Lorenzo memeluk tubuh Nazila yang berada di pangkuannya, hingga adik tirinya tertidur di dekapannya, Renzo berdiri lalu membaringkan adik tirinya yang sudah tertidur pulas, lalu menatapnya dengan pandangan yang sulit diartikan, karena artinya sangat dalam sedalam palung Mariana.

"You drive me crazy in an instant baby …." Gumam Lorenzo lirih tak lupa mengecup pelan bibir manis itu, dia tau ini salah tapi rasa di dadanya menolak untuk sadar bahwa gadis ini adalah adiknya.

. . .

Keesokan paginya, Nazila bangun dan melakukan rutinitas paginya seperti mandi, sarapan lalu berangkat ke sekolah, begitu juga dengan Lorenzo, dia berangkat menggunakan mobil hitam miliknya yang menambah kesan maskulin untuk pria berusia 22 tahun itu.

"Nanti kamu jemput adikmu ya, soalnya daddy sama mommy bakal pulang telat." Ucap Fathur memulai sarapan paginya.

Lorenzo dia hanya mengangguk mengiyakan, Fathur sengaja menyuruh anaknya untuk menjemput putri tirinya agar keduanya bisa akrab dan tak canggung satu sama lain, tapi Fathur tidak tau saja bahwa putri tirinya akan merasakan bahaya di dekat putranya.

Huh ....

. . .

"Zila nanti Lo pulang bareng gue ya?" ucap seorang laki-laki yang bernama Leo seorang kakak kelas, yang begitu populer di kalangan para betina, entah kenapa Leo begitu tertarik dengan keluguan Nazila.

"Emang gak ngerepotin kakak gitu?" tanya Nazila memakan mie yang dia pesan.

"Nggak dong, nanti kakak bawa kamu jalan-jalan mau gak?" bujuk Leo.

"Em ..., oke deh, nanti Zila pulang bareng kak Leo!" seru Zila tersenyum kecil sehingga matanya menyipit membuat Leo jadi gemes ingin mencubit pelan pipi Nazila.

Kaela dan Liana hanya tersenyum melihat interaksi cowok populer itu bersama sahabat baru mereka, baru kali ini Leo mau mendekati dirinya dengan seorang perempuan tapi, entah kenapa saat hormon sukanya malah langsung ke bocil yang sudah puber, seperti Renzo saja.

. . .

Selesai kelas pertama Lorenzo dan kedua temannya langsung pergi ke belakang gedung fakultas ekonomi yang di mana di sana ada tembok besar dan di balik tembok itu, ada perumahan warga serta ada satu warung milik ibu-ibu tempat mereka nongkrong sehabis jam pelajaran, untuk yang mengerjakan deskripsi mereka lebih memilih ke kantin atau paling tidak ke resto buat refreshing sedikit.

Liam mengambil satu batang rokok lalu memantiknya sehingga menyala. "Gue denger Lo punya adik cewek?" tanya Liam membuka percakapan.

"Emang kenapa?" tanya balik Lorenzo yang ikut menghisap rokoknya.

"Gak ada sih, nanya aja," jawab Liam. "Cantik enggak? Siapa tau kan gue bisa jadi adik ipar Lo!" canda Liam tertawa pelan.

"Ogah gue punya adek ipar kek Lo!" sinisnya. Gak Sudi!

"Hahah, siapa tau kan jodoh, ya gak, Za?" ketawa Liam.

"Yoi, mau deh gue daftar buat nyalon jadi adik ipar Lo!" timpal Veroza tertawa pelan bersama Liam. "Jadi, kapan-kapan lo ajak kita main ke mansion bokap lo biar kita berdua bisa ketemu sama adik tiri Lo!" sambung Veroza.

"Males banget gue ajak Lo pada buat ketemu adik gue, mending gak usah!" Ucapannya menatap malas kepada dua sahabatnya ini.

"Elah bro ... sekali aja lah!" bujuk Liam.

"Hem ...!" sahut Lorenzo malas bicara karena saat melihat notifikasi handphonenya yang mengganggu dari Yunita, sebab itu membuat Lorenzo malas mengaktifkan data selulernya, tapi tetap saja Yunita akan menelepon dirinya lewat telepon biasa.

Jujur dirinya sangat risih, seperti seorang suami yang lepas tanggung jawab pada istrinya yang menuntut hak balas.

. . .

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!