Selamat membaca⬇️
...***...
Adzan subuh berkumandang, seorang gadis remaja tampak menggeliatkan badannya. Perlahan membuka mata dan mengerjap berulang kali, lalu bangkit dari kasur empuknya. Tak lupa dia merapikannya kembali, kemudian menuju kamar mandi.
Selesai mandi, dia mengambil air wudhu, lalu keluar dari kamar mandi. Gadis itu segera memakai baju, lalu menjalankan ibadah dua rakaat dengan khusyu' dan dia berdoa sebentar.
Selesai sholat, dia berjalan keluar kamar menuju dapur, dan melihat sang ibu sedang berkutat di dapur mengerjakan sesuatu.
"Pagi ibuku sayang," sapanya pada ibunda tercinta sembari mencium kedua pipi wanita tersebut.
"Pagi, Sayang," jawab sang ibu, "sudah bangun?" Tanyanya kemudian.
"He'em, Ibu mau bikin sarapan apa?" Tanyanya pada sang ibu.
"Ini, Ibu mau bikin nasi goreng. Soalnya nasi kemaren masih banyak, sayang kalo dibuang. Tapi kalo Ze mau sarapan yang lain, nanti ibu bikinin," jawab bu Safira.
"Emmm...terserah ibu aja deh. Apapun masakan ibu pasti enak," sahut gadis itu
"Siaaap, putri Ibu yang cantik," ucap ibu Safira tersenyum.
"Ya udah, Ze mau ke depan ya, Bu. Mau nyapu halaman," Ucapnya berlalu dari dapur, menuju keluar rumah.
Bu Safira hanya memandangi punggung anaknya yang berlalu, anak yang dia lahirkan dengan penuh perjuangan dan airmata...
Zeya Altafunisa Winata namanya, seorang gadis remaja berusia 18th, yang memilik postur tubuh proposional, 175cm, cukup tinggi untuk ukuran seorang gadis seusianya, dia berwajah mungil, dan sangat manis, mata hitam jernih, hidung sedang, gak pesek tapi tidak mancung banget, dan bibirnya yang mungil.
Zeya lahir dan tumbuh dalam kehidupan keluarga yang rumit. Dia putri semata wayang dari pasangan tuan Bastian Arya Winata seorang CEO perusahaan ternama, dan ibu Safira Maharani.
Namun karena berbagai tekanan dan juga keadaanlah yang akhirnya membuat kedua orangtuanya memutuskan bercerai, di saat usianya menginjak 6th. Karena usianya yang masih kanak-kanak, maka hak asuh jatuh kepada ibunya, dan dia ikut bersama ibunya hingga saat ini. Keadaan itulah yang membentuk karakter Zeya tumbuh menjadi gadis yang tangguh dan mandiri.
Sekarang ini Zeya sudah duduk di kelas 12 di sebuah SMU elit yang ada di ibukota. Zeya sudah siap dengan seragam sekolahnya, dia sudah duduk manis di kursi meja makan
...***...
...Tiin,,,tiiin,,,tiiiinnnn......
"Zeya...ooh Zeya. Berangkat yuk!" seru seorang pemuda remaja tampan, turun dari motor maticnya, badannya tegap dan berbahu lebar. Tinggi 180cm, kulitnya putih bersih, alis dan rahangnya tegas, tatapan matanya tajam, hidung kek perosotan, bibir agak tebal, jangan lupa gigi kelincinya. Dia juga memiliki tahi lalat di bawah mata kanannya.
Dia adalah Daniel Naradipta Al Ghifari, usianya 17th, sohib Zeya dari piyik (TK), dan awet hingga saat ini, (lebih tepatnya si Daniel yang selalu nempel pada Zeya).
"Assalamualaikum... " Tanpa sungkan dia langsung membuka pintu rumah sahabat sehidupnya.
"Waalaikumsalam." Terdengar jawaban dari dalam rumah.
Dia langsung menyelonong masuk ke dalam tanpa di suruh. Dia menuju meja makan yang satu ruangan dengan dapur, lalu menarik kursi dan mendudukkan dirinya, di kursi yang ada di depan Zeya.
"Pagi Zeya sayang," sapanya pada Zeya.
Zeya hanya menjawabnya dengan singkat. "Pagi." Menoleh sebentar lalu fokus kembali dengan sarapannya, seolah tidak peduli dengan kedatangan sahabatnya. Dia terus saja menyuapkan sandwich ke dalam mulutnya, tanpa menoleh sedikitpun ke arah sahabat piyiknya yang datang menghampiri dirinya itu.
Daniel meletakkan kedua tangannya di atas meja, tangan satunya terangkat untuk menyangga kepalanya. Dia mengulum senyumnya sambil terus memperhatikan Zeya dengan pandangan penuh arti. Merasa diperhatikan oleh seseorang di hadapannya, Zeya menghentikan aktivitasnya.
"Napa loe senyum-senyum gitu liatin gue? Lagi bayangin adegan iya-iya loe, ya?" tanya Zeya dengan pandangan menyelidik ke arah Daniel.
Sedangkan Daniel yang ditodong pertanyaan seperti itu, langsung gelagapan. Dia menegakkan badannya, kepalanya menggeleng-geleng sembari melambai-lambaikan tangannya
"E-ng eng-gaaak." Daniel menjawab dengan tergagap.
"Trus kenapa loe kek mupeng gitu? Awas loe ya, kalo loe sampe berani mesumin gue." Zeya mengarahkan tinjunya ke arah Daniel.
"Emang loe tau, kalo gue lagi bayangin yang iya-iya? Kan cuma gue yang tahu?"
"Ya terus?
Daniel menarik nafas panjang,
"Mana berani gue mupeng gitu sama loe sih Ze? Bisa-bisa gue udah babak belur duluan, hiii." Daniel bergidik ngeri bayangin Zeya menghajarnya.
Zeya ini menguasai beberapa jenis ilmu beladiri. Tapi dia tidak sembarangan menggunakannya. Hanya di saat-saat tertentu saja.
"Trus tadi ngapain loe liatin gue kek gitu, senyum-senyum sendiri, iiihh."
Bukannya menjawab, Daniel malah dengan santainya, mencomot roti sandwich yang ada di piring sahabatnya, lalu melahapnya cepat-cepat.
Zeya yang merasa tak terima langsung, memukul lengan Daniel
"Iiih... Danyel! Bikin sendiri sana! Loe mah kebiasaan deh, asal comot aja!" seru Zeya memprotes kelakuan absurd temennya. Tak terima sarapan paginya direcoki.
"Ogah! Ngapain repot bikin sendiri, kan udah ada punya loe, lagian makan sepiring berdua itu, lebih terasa nikmatnya dan romantis." Daniel menjawab dengan mengedipkan sebelah matanya.
"Hoeeek... Mual gue." Zeya melakukan gerakan seperti orang mau muntah
"Sini gue cium biar mualnya hilang." Daniel tersenyum sembari memajukan bibirnya.
"Tuh kan bener, mesum kan loe!" Zeya berseru sambil mencibir.
"Yaelah Ze, gitu doang dibilang mesum. Emang loe tau mesum yang kek mana?" tanya Daniel.
"Ya... Kek gitulah. Pokoknya awas aja ya, kalo sampe loe berani lakuin itu sama gue. Kelar loe, mau nyoba?" Zeya langsung sewot dengan mata melotot.
Daniel menggelengkan kepalanya "Ya bukan gak berani sih, lebih tepatnya belom berani. Tapi kalo loe mau ngasih, ya gua gak akan nolak sih, hehehe," jawabnya cengengesan.
"Apa loe bilang? Coba ngomong sekali lagi!"
"Ga ada siaran ulang!"
"Awas ya, gak usah modus loe ma gue, ga mempan!" sarkas Zeya mendelik.
"Atau...." Zeya nampak berfikir, dan menepuk dagunya dengan ujung jari. "loe sudah biasa ya kek gitu, godain ciwi-ciwi keganjenan yang suka menelin loe itu?" lanjutnya lagi masih dengan mata mendelik.
"Diih... Enggaklah ya, lihatnya aja gue ogah." Daniel bergidik ngeri.
"Ogah nolak kali!"
"Ciee... Yang cemburu, eeaaa."
"Gue...?"Zeya menunjuk dirinya, lalu memutar bola matanya malas.
"Ya gue, sayang sama loe, cinta malah."
"Apa loe bilang?" Zeya masih sewot, dan hal itu membuat Daniel makin bersemangat menggodanya.
"Enggak, tuh ada cicak lewat.'" Daniel lalu menyambar gelas susu milik Zeya, dan meminumnya hingga tandas
"Yaaaaa! Punya gue itu! aa'elaaah...Nyebelin banget sih!" seru Zeya semakin kesal saja.
"Nyebelin tapi ngangenin," sahut Daniel tak berhenti menggoda.
Tanpa menjawab Zeya, langsung melemparkan tisu ke arah Daniel, namun sayangnya tidak kena karena remaja itu reflek menghindar.
"Wleeeek... Ga kena." Daniel menjulurkan lidahnya, sembari menggoyangkan pantatnya ke kiri dan ke kanan.
"Awaaasss loe ya!"
Merasa jengah dengan kelakuan sahabatnya, Zeya lalu melihat jam tangannya, gadis itu bangkit dari duduknya sembari menyambar tasnya.
Daniel mengikutinya dan terus menggodanya. Di saat sahabatnya itu lengah, Zeya langsung menendang kaki Daniel, tepat mengenai tulang keringnya.
"Rasain tuh, mantap kan!" ucap Zeya tanpa dosa.
Daniel yang tidak mengira akan mendapatkan serangan tiba-tiba dari Zeya, langsung tersentak.
"Aawww... Aaaww." Daniel berjingkat-jingkat sambil meringis kesakitan, "iiissst... Loe dendam banget sih Ze, sama gue. Isssstt... Sakit banget ini, loe mah KDRT." Daniel berjalan terpincang, wajahnya masih meringis menahan rasa sakit.
Zeya hanya mengedikkan bahunya masa bodoh, meninggalkan sahabatnya tanpa bersalah
Begitulah mereka selalu saja ada drama jika bertemu dan bersama.
Ibu Safira yang baru turun dari lantai 2 rumahnya hanya bisa menggelengkan kepalanya, melihat kelakuan keduanya dari kejauhan. Sudah biasa seperti itu. Tapi beliau ikut merasa ngilu, melihat Daniel meringis kesakitan memegang kakinya. Dia tahu Zeya pandai beladiri, pasti tendangannya tidak main main. Membayangkannya saja beliau sudah bergidik ngeri.
Lalu ibu Safira menghampiri Daniel.
"Sabar ya, Daniel. Lagian kamu mah ada-ada aja. Hobi banget godain Ze. Kalo ketemu selalu ada saja yang kalian ributin, terus baikan lagi. Tapi kalo tidak ketemu sehari aja galaunya kayak tidak ketemu setahun," gumam bu Safira.
"Ya gimana lagi Tan, godain Ze itu wajib hukumnya bagi Daniel," sahut Daniel yang meringis kesakitan.
"Asli Tante. Ini mah sakit banget. Ze bener-bener dia, gak kira-kira," keluhnya kemudian.
"Udah sana, jangan bikin moodnya tambah jelek. Nanti pasti juga bakal dia obatin, percaya deh sama Tante." Ibu Safira mencoba menghibur Daniel.
"Bu, Ze berangkat ya," pamitnya pada sang ibu. Lalu salim tak lupa cipika cipiki
Zeya mengambil helm dan memakainya. Setelahnya berjalan ke arah motor, lalu mendudukkan diri di depan dan menunggu Daniel.
"Buruan udah siang nih, gua ga mau telat ya! Kek waktu itu loe ajakin manjat pager. Untung kagak ketahuan, bisa ancur reputasi gue!" seru Zeya.
"Daniel pamit ya, Tan." kemudian salim sama bu Safira.
"Hati-hati kalian!" seru bu Safira.
Sedangkan Daniel masih dengan terpincang-pincang, berjalan ke arah Zeya, dan langsung duduk di belakang. Zeya menolehkan badannya ke belakang, lalu memakaikan helm di kepala Daniel, setelah itu dia menyalakan motor.
"Daaah, Ibu." Zeya melambaikan tangannya pada sang ibu, dan melajukan motor dengan cepat karena tak mau terlambat.
Keduanya terdiam sepanjang perjalanan. Daniel mengulum senyumnya, dalam hati dia merasa senang. Meskipun marah Zeya masih tetap perhatian padanya. Itulah sebabnya dia tak bisa jauh dari Zeya.
Dia gadis yang berbeda, walaupun tahu Daniel anak orang kaya, tapi dia sama sekali tidak pernah memanfaatkannya. Dan itu point plus untuk Daniel.
15 menit berselang, mereka tiba di sekolah. Sampai di parkiran Zeya segera turun, membuka helmnya, lalu berkata, "Gue duluan. 10 menit lagi bel masuk, loe jangan kelamaan di sini." Zeya meletakkan helm di atas kaca spion dan berlalu.
"Hmm." Daniel hanya menggumam dan menganggukkan kepala. Dia terus memandangi punggung Zeya yang telah menjauh
"Loe tahu gak sih, Ze. Kalau deket-deket sama loe itu, sebenernya gak baik buat kesehatan jantung gue. Tapi lebih ga baik lagi kalo gue jauh dari loe," gumamnya lirih.
Lalu perlahan berangsur turun dari motor. Dia masih merasakan nyeri di kakinya, melangkah tertatih sambil meringis menuju kelasnya. Daniel dan Zeya beda kelas. Tapi tetap sama kelas 12.
Sesampai divkelasnya beberapa pasang mata menatapnya.
Melihat Daniel berjalan terpincang, Ridwan teman sebangkunya, sekaligus bestie nya, bertanya sambil memperhatikan sahabatnya.
"Eeh, kenapa loe Niel? Kok jalan loe pincang gitu?"
"Tadi kesandung kursi di rumah Zeya." Daniel sengaja tidak mengatakan yang sebenarnya kerena dia tidak mau sahabatnya itu meledek.
...***...
Zeya yang sejak dari parkiran berjalan buru-buru, karena tidak mau telat masuk kelasnya, akhirnya merasa lega. Kini dia sudah duduk di bangkunya.
Tak lama bel tanda masuk berbunyi, para siswa-siswi mengikuti proses belajar-mengajar di kelas masing-masing.
Hingga 2 jam kemudian istirahat jam pertama tiba, tampak para siswa-siswi, berhamburan keluar, ada yang ke kantin, ke toilet ada juga yang tetap berada di kelas.
"Ze, loe mau ke kantin gak?" tanya Sania teman sebangkunya, dia sudah berdiri dari duduknya.
Sedangkan Zeya hanya mengangguk setuju. Dia berdiri diikuti temannya yang lain. Zeya memiliki 2 orang sahabat. Yaitu Jessi, dan Sania.
Mereka bertiga berjalan menuju kantin, sambil bercengkerama, hingga tiba-tiba tangan Zeya ditarik seseorang di:ujung lorong kelas. Ternyata yang menariknya, adalah seseorang yang tersenyum menunjukkan gigi kelincinya ke arah Zeya, tangan kirinya menenteng tas bekal.
****************
Ini adalah tulisan pertamaku guys, masih pemula. Maaf kalau ada kesalahan dan typo, harap maklum, karena masih dalam tahap belajar. Mohon bimbingan dan dukungannya.
Cerita ini hanya fiksi, maaf jika ada kesamaan nama, tokoh maupun alur dalam cerita. Tapi cerita ini murni tentang kehaluanku saja.
Terimakasih semoga suka dengan cerita yang kutulis.
Salam Sehat Selalu
Selamat membaca⬇️
...***...
Seorang remaja tampan, berbahu lebar terlihat buru-buru, mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya. Ternyata itu adalah tas kecil yang berisi kotak bekal. Remaja itu bermaksud membaginya dengan sahabat sehidupnya. Siapa lagi kalo bukan Zeya, seorang gadis yang diam-diam dicintainya.
Daniel tak menghiraukan jika dari tadi ada dua orang sahabat rusuhnya yang memperhatikannya.
"Eeh, Niel. Loe mau ke mana sih? Loe ga ke kantin bareng kita nih?" tanya sahabatnya yang bernama Ridwan.
"Iya Niel. Kita udah lama loh gak nongki bareng. Loe sibuk terus, akhir-akhir ini sampe lupain kita," komentar sahabat satunya lagi yang bernama Jio.
"Sorry Bro. Gue kali ini ada misi yang harus gue lakuin, jadi doain gue berhasil ya," ujarnya kepada kedua sahabatnya.
"Yaelah... Emang apaan sih misi loe, penasaran gue?" tanya Ridwan.
"Ada deh. Nanti kalo berhasil gue bakalan kasih tahu kalian, dan gue bakal traktir kalian sampe puas. Udah ya gue duluan." Daniel berlalu meninggalkan kelas. Sementara kedua sahabatnya pun bergegas ke kantin lewat jalan berbeda.
Di sinilah Daniel menunggu di ujung lorong kelas Zeya, karena hanya jalan itu yang biasa dilewati oleh teman-teman kelas Zeya jika ke kantin.
Pucuk dicinta ulam pun tiba. Orang yang ditunggu akhirnya nongol juga. Begitu sudah dekat, Daniel langsung menariknya, dia tersenyum menunjukkan gigi kelincinya ke arah Zeya, tangan kirinya menenteng tas bekal.
"Haii!" Daniel menyapa dengan melambaikan tangannya. Setelah itu kembali jemarinya menggenggam jemari Zeya. Kedua temen Zeya pun membalas sapaan Daniel.
"Boleh pinjam Zeya nya gak?" Tanyanya kemudian.
Kedua temen Zeya mengangguk saja, mereka seperti terhipnotis ketampanan Daniel.
"Makasih." Daniel langsung menarik jemari Zeya, sementara Zeya menggumamkan kata maaf pada temannya, seraya menganggukkan kepalanya.
Kedua temen Zeya lantas melanjutkan langkah ke kantin.
Zeya dan Daniel kini telah duduk di salah satu bangku yang ada di taman. Mereka duduk berhadapan, di bawah meja bundar yang di tengahnya terdapat payung besar, sehingga mereka tidak kepanasan.
"Nyel... Kenapa loe ngajak ke sini? Kenapa ga di kantin aja, sih?" tanya Zeya
"Gak ah. Gue gak mau ada yang ngerecokin kita," jawab Daniel.
"Emang loe mau ngapain? Lagian siapa juga yang mau ngerecokin sih?" Rupanya Zeya masih belum peka juga.
"Udah ih, gak usah banyak nanya, sekarang kita nikmatin ini," sahut Daniel.
Dia lalu mengeluarkan kotak bekal dari dalam tas, ternyata terdapat 2 kotak. Dan berisi makanan yang berbeda, yang satu berisi onigiri berbentuk karakter lucu, sedangkan satunya berisi sushi. Tersusun rapi berbentuk hati. Ada satu kotak lagi isinya buah yang sudah dipotong, 2 kotak susu dan 1 botol air mineral. Zeya sangat antusias.
"Waaaah... Bentuknya lucu-lucu, jadi sayang buat dimakannya."
"Kok sayang, kan emang buat kita makanlah."
"Loe beli semua ini Nyel?" tanya Zeya. Tangannya lalu memegang sumpit dan mengambil satu onigiri
"Eemmm... Ini lezat sekali, seperti bikinan restoran. Loe pesan di restoran mana, Nyel?" tanya Zeya lagi sembari mulutnya sibuk mengunyah.
Daniel menggeleng, lalu berkata, "Mami gue yang bikin, katanya ini dibuat khusus untuk calon menantunya."
Zeya langsung tersedak, tangannya menggantung di udara. Dia mencoba mencerna ucapan Daniel.
Daniel gerak cepat, tangannya mengambil botol air mineral dan membukanya, lalu menyodorkan ke mulut Zeya.
"Loe ga𝚔 pa-pa?" Daniel bertanya khawatir.
Zeya tersenyum dan menggeleng. "Ehmm... So sweet banget sih mami loe, Nyel?"
Daniel merasa tersanjung, bibirnya mengembangkan senyum menawan. Namun dia seperti dihempaskan ke dasar saat mendengar ucapan Zeya selanjutnya.
"Emang siapa calon menantu mami loe Nyel? Trus dinikahinnya sama siapa?" Zeya bertanya dengan mulut penuh, sampe pipinya mengembung lucu.
Daniel menghela nafas, menatap Zeya dengan sendu. Dia gemes melihat tingkah Zeya yang menurutnya sok polos.
"Yaaa...! Loe itu lola apa memang sok polos sih, Ze? Udah tahu ini bekal gue yang bawa, trus gue makan sama loe, masih nanya, calon menantu mami itu siapa, emmhh?" Ucap Daniel pelan namun seperti menahan emosi.
Sementara Zeya tersenyum dengan pipi masih mengembung.
"Maaaaafff," ucapnya dengan mengedip-kedipkan matanya manja.
"Ze... Loe jangan bertingkah kek gitu bisa? Tolong jaga kondisi jantung gue," ucap Daniel lebay.
"Emang jantung loe, kenapa? Emang loe punya riwayat sakit jantung gitu?" tanya Zeya, gadis itu meraba dada sebelah kiri Daniel.
"Jantung gue bermasalah kalo gue deket-deket sama loe. Rasanya debarannya jauh lebih cepat dari biasanya dan itu membuat gue tersiksa," jawab Daniel. Dia meraih tangan Zeya dan menjauhkan dari dadanya. Karena satu sentuhan saja dia sudah merasa seperti tersengat listrik.
"Ya kalo gitu, loe ga usah deket-deket sama gue dong," ucap Zeya tidak peka.
"Mana bisa gue jauh dari loe, sehari aja gue gak ketemu loe, gue---"
"Trus... Loe udah periksa ke dokter?"
"Kata mami sama papi sih gak usah, takutnya nanti malah diketawain sama dokternya."
"Loh... Kok gitu?"
"Ya kan kata papi, kalo jantung kita berdetak lebih cepat ketika dekat dengan seseorang, artinya orang itu sedang jatuh cinta."
Zeya tersentak untuk sesaat, lalu menutup mulutnya dengan jemari tangannya.
"Haah...? Berarti loe dong yang lagi jatuh cinta, sama siapa? Kok gue ga tahu?"
"Iya... Gue jatuh cinta sama loe."
Zeya terdiam mematung menatap Daniel. Keduanya saling menatap, Zeya jadi salah tingkah. Kemudian dia meraih botol minum, dan meminumnya hingga setengah. Lalu membalikkan badannya membelakangi Daniel. Zeya memegang dadanya lalu meremasnya. Jujur dia sebenarnya juga merasakan jantungnya berdetak lebih cepat, tapi dia berusaha untuk mengendalikan dirinya, agar tidak kelihatan oleh Daniel. Dia menepuk-nepuk dadanya pelan untuk menghalau rasa canggungnya. Suasana hening, keduanya tak ada yang bersuara. Sampai....
Zeya membalikkan badannya kembali, setelah menguasai dirinya.
"Aaaa'...." dengan senyum mengembang dia membuka mulutnya, meminta disuapkan makanan untuk mencairkan keheningan.
Daniel terpaku sesaat, lalu dia tersenyum, dan buru-buru menyuapkan sushi ke dalam mulut Zeya.
Setelahnya gantian Zeya menyuapkan satu onigiri ke dalam mulut Daniel. Keduanya kini malah saling bersuapan, hingga 2 kotak bekal tersebut tak tersisa. Mereka berdua tertawa bersama. Lalu Daniel mengambil 1 kotak susu, dia memasukkan sedotan dan menyodorkan kepada Zeya,
"Makasih, mas Danyel, " ucap dengan manja. Lalu meminum susu tersebut.
Daniel tersenyum dan mengusap pelan pucuk kepala Zeya yang berhijab putih.
"Ze... Gue boleh tahu ga?"
"Tahu soal apa? Perasaan loe lebih tahu deh tentang gue."
"Perasaan loe ke gue, gimana?Atau loe punya seseorang yang diam-diam loe sukai selain gue?"
"Gimana gue bisa suka sama cowok lain, sementara loe yang selalu ada di sisi gue. Trus gimana mau ada cowok yang deketin gue, kalo baru mau melangkah aja loe udah pasang badan buat jagain gue."
"Ya tapi kan semua itu gue lakuin buat loe."
"Gue bisa jagain diri gue sendiri, loe ga𝚔 perlu khawatir."
"Tapi Ze... Gue... " Daniel udah pasang wajah memelas, dia memandang sendu ke arah Zeya.
"Eeehh... Loe kenapa? Apa ada yang sakit? Apa kaki loe masih sakit?" Zeya bergegas mendekati Daniel, namun tanpa sengaja malah kakinya mengenai kaki Daniel yang terkena tendangan dia tadi pagi.
"Aww...." seketika Daniel meringis menahan sakit
"Maafin gue. Gue udah nendang kaki loe. Apa masih terasa sakit?" tanya Zeya, dia terlihat khawatir. Dia duduk di samping Daniel.
"Sedikit," jawab Daniel. Dia memang masih merasakan nyeri di kakinya.
"Sini biar gue obatin," ucap Zeya
Zeya berdiri, mengambil sesuatu dari dalam saku roknya, lalu berjongkok, di bawah meja. Tangannya meraih kaki Daniel yang ditendangnya tadi, dan meletakkan di pangkuannya. Lalu dia menaikkan celana panjang Daniel perlahan sebatas lutut. Terlihat lebam dan sedikit bengkak, kemudian dia mengambil salep dari saku roknya, dan mengoleskannya dengan lembut ke bagian kaki Daniel yang lebam. Selanjutnya dia merapikan kembali celana Daniel seperti semula.
Daniel terpaku, ingatannya kembali ke masa kanak-kanak di mana dia terjatuh dari perosotan dan Zeya mengobatinya dengan telaten.
Tanpa sadar senyumnya mengembang. Dia menatap dalam ke arah Zeya yang sudah duduk kembali di hadapannya. Dia lalu meraih jemari Zeya.
"Zeya Altafunisa Winata, kita pacaran yuk!" Daniel nembak Zeya.
Bagaimana respon Zeya, dan apa yang akan terjadi selanjutnya?
Nantikan kelanjutannya....
****************
Selamat membaca⬇️
***
Flashback on
Di sekolah taman kanak-kanak waktu istirahat, tampak seorang anak laki-laki bertubuh bongsor berlari-lari kecil ke arah perosotan yang ada di arena bermain. Dia bergantian bermain perosotan bersama dengan teman-temannya yang lain termasuk kedua kakak kembarnya.
Namun tak lama kemudian, terdengar suara tangis seorang anak laki-laki. Rupanya yang menangis adalah anak yang bertubuh bongsor tadi. Ternyata dia terdorong oleh salah satu temannya yang lain, sehingga menyebabkan dirinya terjatuh nyungsep di bawah perosotan. Mukanya kotor terkena pasir. Dia terus menangis sesenggukan. Terlihat di situ ada dua anak lelaki yang berusaha menenangkannya. Kemudian salah satunya berlari ke arah ruang guru.
Sementara itu seorang anak perempuan yang kebetulan berada tidak jauh dari tempat kejadian, langsung bergegas mendekat ke arah anak lelaki tersebut. Dia berusaha menenangkan dan memeriksa apakah ada yang terluka atau tidak, sementara anak lelaki itu terus saja menangis.
Anak perempuan itu melihat ada beberapa luka kecil di tangan dan lututnya berdarah. Kemudian mengandengnya dan membawanya masuk ke dalam kelasnya. Sedangkan anak lelaki yang tadi berusaha menenangkan Daniel berlari menyusul ke arah ruang guru.
Sampai di dalam kelas, gadis kecil itu mendudukkan anak lelaki itu di salah satu bangku. Lalu dia mengambil kotak P3K yang selalu disediakan oleh ibunya, di dalam tasnya.
Dengan telaten dia membersihkan luka pada tangan dan lutut anak lelaki itu, dengan tissu basah hingga bersih. Lalu mengoleskannya obat merah dan salep pada luka tersebut dengan hati-hati sambil meniupinya pelan. Kemudian menutupnya dengan plaster bergambar karakter lucu.
Anak lelaki itu terdiam membisu, hanya matanya saja yang terus mengikuti setiap gerakan yang dilakukan oleh gadis kecil yang ada di depannya dengan perasaan kagum.
"Nah, sudah selesai. Nanti pasti akan cepat sembuh." Gadis kecil itu tersenyum manis, seraya tangannya mengelus pucuk kepala anak lelaki tersebut.
Anak lelaki itu tersentak, dia lalu mengangkat kepalanya. Sejenak dia terpaku, pandangannya terkunci pada wajah manis yang ada di hadapannya.
Bahkan dia hanya bisa terdiam, saat tangan gadis kecil itu menyentuh pipinya, dan mengusap airmatanya lembut. Serta membersihkan wajahnya dengan tissu basah.
Anak lelaki itu mengedip-kedipkan matanya lucu. Hatinya menghangat, serasa ada kupu-kupu berterbangan di perutnya. Dia tidak menyangka akan mendapatkan perlakuan semanis dan selembut itu dari seseorang yang belum dikenalnya. Apalagi dari seorang gadis kecil. Dia memindai wajah gadis kecil itu. Mukanya yang mungil, matanya hitam jernih, hidungnya kecil dan sedikit mancung, bibirnya tipis, manis sekali. Anak laki-laki itu benar-benar terpana. Pipinya merah merona, hingga kemudian dia tersadar oleh ucapan anak perempuan yang ada di hadapannya.
"Sudah ya, jangan menangis lagi. Anak lelaki itu tidak boleh lemah, tapi harus kuat, agar kelak menjadi orang yang hebat." Gadis kecil itu memberi semangat.
"Oh ya, namaku Zeya. Nama kamu siapa?" Zeya mengulurkan tangannya.
"Nama aku Daniel, apa kamu mau jadi temen aku?" sahut Daniel sambil terus memandang Zeya tanpa bosan
Zeya tidak menjawab, lalu tangannya mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya
"Sekarang kita berteman." Zeya memberikan sebungkus roti dan sekotak kecil susu bekalnya pada Daniel. Lalu dia mengacungkan jari kelingkingnya, Daniel menyambutnya dengan senang hati, dan segera mengaitkannya pada jari Zeya.
"Ayo dimakan, kamu pasti lapar kan, setelah menangis." Zeya menyuapkan roti ke dalam mulutnya. Daniel pun mengangguk dan memakan roti di tangannya. Mereka makan dalam diam, sesekali Zeya menyeka mulut Daniel, karena belepotan. Sepanjang waktu mereka bersama tak pernah sekalipun Daniel melepaskan pandangannya pada Zeya. Dia sangat mengaguminya selain bundanya, 'inikah namanya cinta'.
*f*lashback of
"Zeya Altafunisa Winata, kita pacaran yuk," ucap Daniel mantap. Mendadak dia menembak Zeya.
"Loe tau gak---" Belum juga Daniel lanjut ngomong, Zeya sudah menyela.
"Enggak," ucap Zeya tanpa rasa bersalah.
"Diiih... Dengerin dulu makanya, baru komen." muka Daniel merengut
"Lah... Kan tadi loe nanya. Loe tau gak? Ya gue jawab enggak. Trus salahnya di mana coba." Zeya berkata agak nyolot.
"Kok jadi loe yang nyolot gitu sih? Harusnya kan gue." Bibir Daniel maju 5 senti.
"Ck... Gitu aja ngambek. Ya udah, lanjutin gue dengerin serius." Zeya menegakkan tubuhnya, meletakkan kedua tangannya di atas meja. Lalu tangan kanannya terangkat menyangga dagunya. Dia menatap dengan sayu ke arah Daniel.
Daniel salah tingkah, tersipu-sipu, mukanya udah kayak kepiting rebus, bahkan sampe ke telinganya. Dia mengusap-usap tengkuknya, mencoba mengurangi rasa grogi yang dirasakannya. Dia memang selalu tidak tahan jika Zeya menatapnya seperti itu.
"Gue... Mau terus-terang sama loe. Kalau gue itu, sebenarnya udah terpesona atau mungkin jatuh cinta sama loe dari pertama kali, kita ketemu saat kita kecil dulu. Gue ga tahu apa namanya itu, soalnya kan kita masih kecil waktu itu. Tapi yang pasti, gue selalu ingin bertemu, dan dekat sama loe. Gue merasa sangat bahagia kalo udah ngelihat wajah loe yang manis. Seperti ada kupu-kupu berterbangan di atas perut gue. Bahkan gue sampe ngotot, minta ke mami supaya gue bisa satu kelas sama loe apapun caranya, supaya selalu bisa bareng terus sama loe. Waktu mami bilang, gue bisa sekelas sama loe, gue bahagia banget. Sampai rasanya gue pengin guling-guling, saking senengnya, tapi ga gue lakuin sih, soalnya waktu itu ada si rusuh Darren. Loe tahu kan abang gue yang satu itu aneh bin ajaib, jadi gue staycool aja. Makanya gue sampe nekat curi-curi nyium pipi loe." Daniel menyengir, dia malu-malu rupanya.
Sedangkan Zeya tercenung, tangan kirinya langsung memegang pipi sebelah kiri, teringat kejadian di mana Daniel tiba-tiba mencium pipi kirinya.
"Loe udah ngambil ciuman pertama gue," sahut Zeya sebal, bibirnya maju sesenti.
"Ya makanya gue mau tanggung jawab. Gue udah memendam perasaan ini sangat lama, dan entah dari kapan perasaan cinta itu terus tumbuh di hati gue. Yang pasti, yang gue rasain, kalo ternyata gue udah jatuh cinta sama loe. Dan di saat sekarang kita udah remaja, gue sebenernya selalu merasa gugup kalo deket sama loe. Jantung gue rasanya kek mau copot, gue takut ga bisa ngendaliin diri, makanya gue suka godain loe, itu biar gue ga canggung sama loe." Daniel berhenti sejenak, dia menatap Zeya dalam.
Zeya langsung salah tingkah, mengalihkan pandangannya dan mengibas-kibaskan tangannya seolah kegerahan.
"Gue kan pernah bilang sama loe, kalo gue pernah nanya ke papi, kenapa jantung gue berdebar-debar. Bahkan sangat kencang, ketika gue deket sama loe--" belum juga Daniel ngelanjutin omongannya, Zeya sudah menyela...
"Trus papi loe bilang apa?" tanya Zeya.
"Ya emang bener, seperti apa yang di bilang papi, kalo gue itu udah jatuh cinta sama loe," ucap Daniel polos
"Bwahahahahaha...." Zeya tertawa terpingkal-pingkal, tangan kanannya mengepal menutupi mulutnya, sedang tangan kirinya memegangi perut. Dia gak nyangka kalo sahabatnya itu sangatlah polos.
Melihat Zeya tertawa, Daniel menatap Zeya dengan wajah bingung.
Zeya berdehem berkali-kali, dia sebenarnya juga gugup, syok malah.
"Kok loe malah ketawain gue gitu sih, Ze? Loe gak percaya sama gue? Gue serius ini. Dan papi bener, kalo gue emang bener-bener udah jatuh cinta sama loe. Bahkan semakin ke sini perasaan gue makin dalam sama loe," ucap Daniel dengan serius
"Uummmhh... Co cweet banget ciiih." Setelah mengatakan itu, Zeya mengangkat tangannya, menangkup jemarinya dan menumpukan dagu di atasnya. Lalu menatap Daniel, matanya berkedip kedip genit
Daniel? Jangan ditanya. Hidungnya udah kembang kempis, wajah sampe telinganya sudah kek kepiting rebus. Dia ingin rasanya menenggelamkan dirinya ke kolam. Sayangnya di dekatnya tidak ada kolam, jadinya dia hanya bisa tersipu-sipu. Gak kuat lihat tingkah Zeya yang menurutnya sangat imut dan menggemaskan. 'Boleh ga sih gue karungin makhluk manis satu ini' monolognya dalam hati.
"Ekhemmm... Nyel gue berterimakasih, loe udah segitunya cinta sama gue, dan sedalam itu perasaan loe ke gue. Tapi kalo gue boleh minta, cintai gue yang sewajarnya aja, jangan sampe melebihi cinta loe sama Tuhan. Kita gak tahu ke depannya nanti akan seperti apa. Apalagi kita ini masih sangat muda, masih remaja malah, masih banyak yang bisa kita lakuin, ya seperti mengejar cita-cita misalnya.
Dan gue, tidak mau pacaran..." ucap Zeya.
Jdeeerrr....
Gimana ya kira kira reaksi Daniel?
...****************...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!