NovelToon NovelToon

How To Convince You

001. Voyage de deux Petits soleils 2 Empires (Perjalanan Dua Matahari Kecil

Warning: Cerita ini hanya fiksi dan apa pun bisa terjadi.

Latar belakang cerita ini ada di Eropa dan latar imajinasi (Robelia, Obelia & Berg). Akan tetapi, untuk komponen berbau tradisional yang digunakan diambil dari kerajaan Inggris dan kerjaan Francis.

Semua gambar bukan milik Author, tetapi milik beberapa narasumber dan bukan untuk dikomersialkan.

Cerita ini Murni milik Author Kaka Shan atau Shan Ge. Hanya tersedia di Noveltoon & Mangatoon. Untuk dibaca, bukan ditulis ulang. Jika suka, jangan lupa tambahkan ke perpustakaan, like, vote, rate 5 bintang, follow Author.

Gambaran Kasar Visual Utama

001. Voyage de deux Petits soleils 2 Empires (Perjalanan Dua Matahari Kecil 2 Kekaisaran)

Gema suara ombak yang menarik seluruh atensi, menjadi satu-satunya bunyi-bunyian di sepanjang pesisir pantai dengan perairan yang begitu jernih. Tidak jauh dari bibir pantai, tampak sepasang anak laki-laki yang tengah berlatih dengan pedang kayu dalam genggaman. Dari postur tubuh, bentuk fisik, hingga pembawaan, jelas sekali jika ke-dua anak laki-laki itu adalah anak yang terlahir kembar identik. Namun, jika diperhatikan lebih teliti, ada perbedaan yang cukup menonjol.

Ayunan pedang di masing-masing tangan tidak pernah berhenti, sampai salah satu di antara mereka tumbang. Namun, sejauh ini, tidak ada yang menunjukkan gerak-gerik akan tumbang dalam waktu dekat. Selain terlahir kembar identik, mereka juga diberkahi intuisi yang kuat sejak lahir ke dunia. Dalam beberapa kesempatan, mereka bisa saling terhubung dengan pikiran dan perasaan masing-masing. Pada umumnya, anak yang terlahir kembar identik—kembar yang dihasilkan dari pembuahan antara satu sel telur dan satu sp**ma—memang lebih terikat.

“Sudah.”

Salah satu dari sepasang anak kembar itu bersuara ketika pertarungan tersebut tidak juga mencapai akhir. Tujuan mereka bertarung memang bukan untuk mencari pemenang, tetapi mengasah kemampuan berlatih.

“Kita kembali sekarang, Kak?” Satu lagi bertanya, setelah menyeka lelehan peluh di pelipis menggunakan sapu tangan buatan wanita yang melahirkannya ke dunia. “Apakah Ibu sudah tidak marah?”

“Entahlah.”

Ragu. Itulah yang ditangkap pendengaran adik dari anak laki-laki yang terlahir lebih awal.

“Bagaimana jika kita bertanya pada Ayah? Mungkin saja Ayah akan memberi izin?”

“Dengar, Theon. Aku tahu kamu sangat ingin pergi ke turnamen itu, tapi Ayah tidak mungkin memberikan izin jika Ibu sudah berkata tidak,” kata sang kakak, menjelaskan. “Ayah selalu mempertimbangkan keputusan Ibu.”

Pemilik nama lengkap Clayton Theon of Icréa yang baru berusia 8 tahun itu menghela napas dalam. Sudah dua jam berlalu semenjak mereka menunjukkan formulir pendaftaran pada sang ibu. Kegagalan mengantongi izin, berhasil membuat suasana hati si kembar kacau balau. Itulah kenapa mereka pergi meninggalkan rumah lagi setelah sarapan. Bukannya pergi menuntut ilmu, mereka justru pergi ke pantai yang lokasinya tidak jauh dari balai ksatria.

 Salah satu target mereka pada tahun ini adalah mengikuti turnamen tahunan yang di yang diselenggarakan oleh balai ksatria kekaisaran Robelia—salah satu balai ksatria paling bergengsi yang selalu memilik agenda tahunan dengan pencapaian paling luar biasa di antara 4 kekaisaran. Bukan hadiah utama yang mereka jadikan target pada usia yang baru menginjak 8 tahun ini, melainkan kejuaraan junior atau bakal calon ksatria.

Menurut para senior, junior yang memenangkan kejuaraan pada tingkat junior, akan mudah mendapatkan promosi ketika memasuki balai ksatria di setiap kekaisaran. Intinya, memenangkan kejuaraan tersebut dapat dijadikan sebagai batu loncatan untuk karir yang lebih cemerlang di masa depan.

“Kira-kira kenapa Ibu melarang kita pergi, Kak?” Theon kecil menatap sang kakak.

Cassian Orvel of Icréa, kakaknya yang lahir lebih awal juga tidak dapat memberikan jawaban yang pasti. Setelah menyodorkan formulir pendaftaran turnamen pada ibu mereka, wanita itu hanya memberikan jawaban singkat. Tidak ada penjelasan lebih lanjut mengenai alasan kenapa mereka dilarang mengikuti turnamen tersebut, padahal mereka memiliki kemampuan yang cukup untuk menantang para jenius dari 4 kekaisaran.

“Apa kita harus meminta bantuan Ayah ke-dua?” usul Theon yang masih berharap bisa pergi ke kekaisaran Robelia untuk mengikuti turnamen.

“Tidak. Kita tidak boleh merepotkan Ayah ke-dua,” tolak Orvel yang kini mengambil posisi duduk di bawah willow three berdaun cukup lebat.

“Selain Ayah ke-dua, tidak ada lagi yang bisa menolong kita.”

“Ada,” sahut Orvel, tiba-tiba. “Jika kamu benar-benar ingin pergi, maka kita akan pergi dengan kemampuan kita sendiri,” tambahnya dengan suara deep yang khas. Ada tekad yang tergambar di sepasang obsidian hitam miliknya.

Clayton sangat ingin pergi ke turnamen tahunan yang diselenggarakan di kota Kyen, salah satu wilayah kekaisaran Robelia. Jika berhasil masuk ke babak penyisihan, maka pertandingan final akan dilakukan di ibu kota kekaisaran Robelia. Cassian juga memiliki ambisi yang sama—memenangkan turnamen tahunan tingkat junior. Untuk memenuhi ambisi tersebut, agaknya kali ini mereka harus mengambil cara yang salah.

“Kakak yakin dengan ide ini?” Theon bertanya dengan ragu, setelah mengetahui rencana sang kakak.

“Jika kamu ragu, lebih baik kita berhenti di sini.”

Theon menggelengkan kepala dengan segera. “Aku hanya takut Ibu marah.”

“Ibu memang sudah marah,” sahut Orvel yang sedang membenahi beberapa potong baju serta kebutuhan yang diperlukan. “Putuskan sekarang, kamu akan pergi atau tidak? Kesempatan ini hanya datang satu kali dan aku tahu kamu sangat menantikannya.”

Theon terdiam. Ucapan sang kakak seratus persen benar. Kesempatan bagus ini hanya datang satu kali, mana mungkin ia membiarkannya begitu saja.

“Kita akan pergi menggunakan apa, Kak?”

“Kapal bongkar-muat barang,” balas Orvel yang sudah selesai mengemas kebutuhannya. Keputusannya sudah bulat; ia akan pergi ke turnamen itu.

Orvel yang masih berusia 8 tahun tahu hukuman apa yang diberi jika ia melanggar perintah sang ibu. Mungkin sebelumnya ia dan Theon tidak pernah melanggar perintah, tetapi kali ini mereka setuju untuk menanggung konsekuensinya bersama. Perjalanan kali ini juga merupakan perjalanan pertama mereka meninggalkan rumah tanpa didampingi oleh siapa pun.

Di tengah malam yang sepi, sepasang anak kembar itu menyelinap pergi demi memenuhi ambisi kecil yang mereka miliki. Dewi Keberuntungan juga seolah memberkati si kembar, karena perjalanan mereka menuju pelabuhan begitu lancar. Ketika menyelinap, menjadi penumpang gelap di salah satu kapal bongkar-muat barang dengan tujuan kekaisaran Robelia pun, mereka tidak mendapatkan kendala sedikit pun.Kekaisaran Robelia bukanlah negeri yang dapat dijangkau dengan mudah. Dari tempat mereka dilahirkan dan dibesarkan, waktu tempuh yang dihabiskan bisa mencapai 26 jam perjalanan jalur perairan serta daratan.

Di sisi lain, ada seorang ibu yang merasa gelisah dalam tidurnya. Ada rasa tidak nyaman yang bercokol di hati, karena hingga menutup mata di malam hari, hubungannya dengan ke-dua putranya masih belum membaik. Ia tahu betul seberapa besar keinginan ke-dua putranya untuk mengikuti turnamen. Namun, ia memiliki alasan yang kuat untuk melarang buah hatinya pergi.

“Ada apa?”

Tidurnya yang tidak nyenyak sempat disadari oleh sang suami. Pria yang masih rupawan itu kemudian bertanya seraya membuat sang istri menghadap ke arahnya, tanpa membangunkan si kecil Kaytlin yang tidur bersama mereka.

“Perasaanku tidak tenang.”

“Kenapa? Masalah Orvel dan Theon lagi?”

Ibu empat anak itu mengangguk. “Aku melarang mereka pergi karena aku … belum siap menjelaskan semuanya pada mereka. Orvel dan Theon kita masih terlalu kecil untuk mengerti.”

“Keputusan kamu sudah benar,” sahut sang suami. “Kita memang harus memberitahu Orvel dan Theon secara perlahan,” tambahnya.

Kerumitan kisah di masa lalu, belum bisa dimengerti oleh ke-dua putra mereka. Itulah mengapa pasangan suami-istri ini belum memberitahukan perihal kebenaran yang ada. Mereka baru mengatakan bahwa Orvel dan Theon memiliki ayah lain, selain Kaezar of Icréa dan Kaisar Astoria.

“Aku akan pergi melihat Orvel dan Theon terlebih dahulu.”

Ibu dari empat anak itu beranjak dari tempat tidur. Berniat mengunjungi ruangan yang digunakan anak-anak laki-lakinya setelah memastikan si kecil tetap terlelap. Ia hanya perlu keluar kamar, lalu belok ke arah kiri untuk menemukan ruangan yang di maksud.

“Orvel? Theon?” panggil Kayena ketika memasuki kamar anak-anaknya dan hanya satu tempat tidur yang terisi. Sedangkan dua tempat tidur lainnya tampak kosong. Kayena tentu saja kebingungan.

Kemana anak kembarnya pergi di tengah malam seperti ini?

🌞🌞

TBC

Semoga suka. Kalau ramai, aku double update jam 20.00 WIB 🥳

Sukabumi 17-01-24

11.08

002. Le petit soleil recontre le soleil impérial (Matahari Kecil yang bertemu

002. Le petit soleil recontre le soleil impérial (Matahari Kecil yang bertemu Matahari Kekaisaran)

“Kakak mau? Ibu pasti menyisakannya untuk kita.”

“Kamu mengambilnya dari dapur?”

“Hum. Aku yakin Ibu menyimpannya untuk kita, karena tadi pagi kita belum sempat makan peach pie buatan Ibu.”

Bisik-bisik dua suara anak kecil itu terdengar di antara tumpukkan barang yang dimuat dalam sebuah kapal layar. Di antara kegelapan serta ruang gerak yang sempit, pemilik suara-suara itu masing-masing menikmati sepotong peach pie buatan sang ibu yang dibawa oleh si bungsu. Peach pie memang salah satu makanan yang mereka sukai dan sukar ditolak.

Mereka memang tidak membawa banyak perbekalan, tetapi benda-benda penting seperti tag—tiket masuk ke balai ksatria Kyen yang menjadi tempat terselenggaranya turnamen—formulir pendaftaran dan surat rekomendasi dari balai ksatria juga mereka bawa.

Perjalanan menuju kekaisaran Robelia terasa begitu lama ketika mereka berada di antara barang-barang yang dimuat dalam kapal. Sebagai penumpang gelap, sepasang anak kembar itu tahu betul jika konsekuensi yang harus mereka tanggung tidaklah mudah. Ketika para awak kapal kembali beraktivitas, mulai membongkar barang bawaan yang dibawa dari Saba—tempat kelahiran Orvel dan Theon, itu berarti mereka telah tiba di tempat transit—tempat singgah.

“Kita sudah sampai,” ucap Orvel, setengah berbisik.

Setelah menikmati peach pie, mereka berdua jatuh tertidur tanpa menggosok gigi terlebih dahulu. Jika sang ibu tahu, mereka pasti akan ditegur.

“Kita sudah tiba di kekaisaran Robelia, Kak?”

“Entahlah,” sahut Orvel. Anak laki-laki berparas rupawan itu juga tidak yakin, apakah tempat transit yang pertama kali kapal layar ini datangi sudah masuk ke dalam wilayah kekaisaran Robelia atau belum?

Kebingungan ke-dua anak laki-laki yang mewarisi darah bangsawan itu terjawab ketika mendengar obrolan para awak kapal dengan orang-orang sekitar—kemungkinan besar orang-orang yang ada di pelabuhan, karena mereka membahas perihal perizinan memasuki wilayah seberang.

“Kita pergi sekarang,” kata Orvel seraya meraih tangan adiknya. Sebagai seorang kakak, ia memiliki peran besan untuk memastikan keselamatan adiknya.

Ketika berhasil keluar dari tempat persembunyian, Orvel dan Theon langsung disambut dengan kesibukan para awak kapal yang sedang membongkar muatan. Ada pula beberapa pria dengan seragam keamanan yang berdiri di tepi jembatan penghubung—tampak mengawasi pekerjaan para awak kapal.

“Bagaimana cara kita melewati mereka semua, Kak?” bisik Theon ketika mengamati kondisi sekitar.

“Kita masuk ke dalam salah satu muatan yang akan dipindahkan. Ketika tiba di pelabuhan, barulah kita melarikan diri.” Theon menemukan ide paling aman untuk mereka melarikan diri tanpa menimbulkan kecurigaan.

Tubuh Orvel dan Theon memang kecil, jadi mereka bisa dengan mudah menyelinap dan bersembunyi di antara barang-barang yang tersimpan dalam kotak-kotak kayu atau keranjang yang dianyam dari rotan. Situasi mencekam seperti saat ini bisa dilewati dengan tenang oleh ke-duanya, karena sejak masih sangat kecil, mereka sudah dibekali pengetahuan serta keterampilan untuk bertahan hidup (survival) dalam berbagai kondisi. Sejatinya, Orvel dan Theon juga pandai dalam mengamati kondisi di sekitar. Bagaimanapun juga, didikan sang ayah, kakek, serta paman-pamannya telah membentuk mental baja ke-dua anak itu sejak dini.

“Kita berhasil, Kak,” bisik Theon dengan senyum sumringah.

Saat ini keduanya telah berhasil melarikan diri dari pelabuhan. Berbekal pengetahuan serta petunjuk yang ada di sepanjang jalan, sekarang mereka tahu ada di mana. Jika ingin pergi ke Kyen, mereka harus menempuh perjalanan melalui jalur perairan lagi.

“Apa kamu lapar? Kita bisa membeli makan terlebih dahulu, sebelum pergi ke balai ksatria di kota Kyen.”

Theon mengangguk, menyetujui ide sang kakak. Mereka hanya makan sepotong peach pie ketika hendak melakukan perjalanan yang begitu panjang dan melelahkan. Maka tidak heran jika saat ini perut kecil mereka keroncongan. Untungnya di sekitar pelabuhan banyak kedai yang menjual berbagai jenis makanan dan minuman. Orvel dan Theon hanya membutuhkan beberapa keping uang untuk membeli makanan. Akan tetapi, mereka tidak memiliki satupun piéces d’or, piéces d’argent, atau piéces de bronze yang merupakan alat tukar di kekaisaran Robelia.

“Bibi, apa kita bisa membeli makanan dengan ini?” Theon bertanya dengan sopan pada seorang wanita tua yang menjaga kedai yang menjual makanan Prancis. Ia kemudian mengeluarkan uang yang ia bawa, yaitu metal précieux Obél; alat tukar di tempat tinggalnya.

“Tentu saja boleh, anak tampan,” sahut wanita tua tersebut. Ia tampak terpesona pada keindahan rupa serta kesopanan tutur kata Theon dan Orvel yang datang ke kedai miliknya, tanpa didampingi oleh orang dewasa. “Kalian ingin makan apa, nak?”

“Apakah Bibi bisa memasakkan bouillabaisse untuk kami?”

“Tentu saja. Dua porsi bouillabaisse akan segera datang untuk kalian.”

Wanita tua penjaga kedai itu kemungkinan besar berasal dari Prancis, mengingat aksen bahasa Prancis-nya sangat bagus dan khas. Orvel dan Theon memang menggunakan bahasa Prancis ketika berkomunikasi. Selain bahasa Inggris dan Prancis, mereka juga menguasai beberapa bahasa lain, termasuk bahasa yang digunakan penduduk asli kekaisaran Robelia—mengingat kakek mereka dari pihak ibu, kerap menggunakan bahasa tersebut.

“Di mana orang tua kalian? Kenapa kalian hanya pergi berdua?”

Dua porsi bouillabaisse pesanan Orvel dan Theon tiba dalam waktu singkat. Wanita tua yang menjaga kedai bersama suaminya itu tampak ramah dan hangat ketika melayani si kembar.

“Ibu dan Ayah ada di rumah,” jawab si kecil Theon. Ke-dua tangannya sudah sudah berada di depan dada, siap berdoa sebelum menyantap hidangan bouillabaisse yang masih hangat.

“Berbahaya jika anak kecil seperti kalian pergi tanpa didampingi oleh orang dewasa.”

“Kita sudah besar, Bibi,” sahut Theon, tidak mau dibilang sebagai anak kecil lagi semenjak memiliki dua adik.

Wanita tua yang menggunakan gaun sederhana serta celemek kotor itu tentu saja tertawa mendengar kepolosan Theon. Tampaknya ia sengaja berlama-lama di meja yang ditempati oleh si kembar, karena penasaran akan asal-usul dua anak laki-laki yang tiba-tiba muncul di kedai miliknya tanpa pengawalan orang dewasa.

Dilihat dari segi manapun, darah bangsawan tidak dapat ditutupi. Ke-dua anak laki-laki di hadapannya boleh saja menggunakan pakaian biasa, tetapi terbuat dari bahan sandang berkualitas tinggi. Kulit mereka juga bersih dan terawat. Sepasang obsidian hitam serta obsidian coklat terang yang cemerlang, jelas sekali menggambarkan kecerdasan.

“Kalian berdua mengingatkan Bibi pada Yang Mulia Raja ketika masih anak-anak.”

Orvel dan Theon yang sedang menikmati hidangan bouillabaisse (dibaca buyabes), semacam sup ikan yang dihidangkan dengan kuah terbatas. Ikan pada hidangan ini disajikan secara terpisah dengan saus rouille serta roti panggang yang bisa ditambahkan ke dalam sup. Ibu mereka kebetulan cukup sering membuat bouillabaisse ketika musim gugur.

“Terutama kamu,” tambahnya dengan tatapan tertuju pada Orvel. “Kamu mirip sekali dengan Yang Mulia Raja.”

“Dulu, ketika Yang Mulia Raja masih seusia kalian, Bibi bekerja di dapur istana ratu. Mendiang Ratu Carlein sangat menyukai masakan Prancis, itulah kenapa Bibi dipekerjakan.”

Orvel dan Theon mendengarkan dengan seksama. Ketika makan, mereka memang diwanti-wanti untuk tidak bicara. Namun, bukan berarti mereka tidak dapat menyikapi obrolan dengan baik. Bibi yang menjadi lawan bicara mereka juga ramah dan keibuan. Selagi menikmati makanan, wanita tua itu mengutarakan rasa takjubnya akan kemiripan Orvel dan Theon dengan rajanya. Ia juga sempat bertanya, kemana lagi sepasang anak kembar itu akan pergi.

Ketika mengetahui suami dari wanita itu akan pergi ke Kyen untuk membeli kebutuhan pokok untuk kedai mereka, Orvel dan Theon juga mengatakan tujuan mereka selanjutnya. Si kembar kemudian mendapat kesempatan untuk pergi bersama suami dari bibi tersebut. Rencananya sebelum matahari terbenam, mereka akan segera pergi ke Kyen.

“Bibi, ada apa di luar sana?” tanya Theon dengan rasa penasaran yang tidak dapat di bendung ketika melihat keramaian di luar kedai.

“Kalian beruntung,” kata bibi pemilik kedai. “Yang Mulia Raja datang berkunjung kemari,” tambahnya dengan raut gembira.

Orvel dan Theon sempat bertatapan, sebelum diminta untuk ikut pergi ke luar kedai. Rupanya keramaian di luar kedai ditimbulkan oleh antusiasme rakyat di sekitar pelabuhan, mereka hendak menyambut kedatangan pemimpin mereka.

“Baru kali ini kita melihat iring-iringan keluarga kerajaan, Kak,” bisik Theon yang berdiri dengan wajah tunduk di samping sang kakak.

“Hm, benar,” sahut Orvel. “Kita memang tidak pernah melihat iring-iringan keluarga kerajaan, tapi Ayah ke-dua sering membawa kita mengelilingi ibu kota,” tambahnya, yang kemudian disetujui oleh sang adik.

Mereka berdua memang tidak pernah melihat iring-iringan keluarga kerajaan manapun. Namun, mereka pernah beberapa kali ikut dalam iring-iringan semacam itu. Ayah ke-dua mereka adalah seorang kaisar. Itulah mengapa mereka pernah beberapa kali ikut dalam iring-iringan semacam itu.

“Menunduklah yang sopan, nak,” tegur bibi pemilik kedai ketika Theon kecil yang penasaran, hendak mengangkat kepala ketika suara seorang ksatria mengumumkan kedatangan sang Matahari Kekaisaran.

“Semoga Tuhan selalu memberkati Matahari Kekaisaran Robelia.”

Kalimat itu diucapkan serempak oleh rakyat yang berjejer dengan kepala tertunduk hormat, di saat sang Matahari Kekaisaran yang menaiki kuda hitam miliknya melewati jalanan di sekitar. Si kembar juga ikut mengucapkan kalimat yang sama ketika rombongan itu tiba di hadapan mereka. Namun, karena didorong oleh rasa penasaran yang sangat tinggi, tanpa diberi komando, sepasang anak kembar itu mengangkat kepala ketika semua orang diharuskan menunduk hormat. Sepasang obsidian hitam serta obsidian coklat terang yang cemerlang itu menatap langsung pada sang Matahari Kekaisaran.

Pada waktu yang bersamaan, pemilik gelar kehormatan “Matahari Kekaisaran Robelia” itu juga tengah menatap ke arah yang sama. Wajah tampan dengan rambut model preppy cut-nya yang tertiup angin, mampu membuat siapa pun terpesona. Namun, si pemilik kemuliaan tertinggi di Robelia itu justru tertarik pada dua mahluk mungil yang berani menatap langsung ke padanya.

“Anak-anak yang menarik.”

🌞🌞

TBC

Semoga suka. Jangan lupa dukung Author dengan cara tonton iklan sampai habis, like, rate 5 bintang, komentar & follow Author supaya tidak ketinggalan informasi 🥰

Sukabumi 17-01-24 || 21.40 WIB

003. Une nouvelle star qui attire l'attention (Bintang baru yang menarik

003. Une nouvelle star qui attire l'attention (Bintang baru yang menarik perhatian)

Kyen pantas disebut sebagai surga dunia. Selain terkenal akan keindahan alam, penduduk asli di tempat tersebut juga sangat ramah dan bersahabat. Dari generasi ke generasi, salah satu wilayah paling kaya di Robelia itu selalu melahirkan ksatria yang namanya dikenal dunia. Salah satu ksatria yang masih menjadi panutan hingga saat ini adalah Pahlawan Kekaisaran sekaligus Pengemban Perdamaian terakhir, yaitu Khiev de Pexley. Purnawirawan Mayor Jendral itu masih menjadi orang yang paling disegani hingga saat ini.

Selain mantan Grand Duke Kyen dari marga Pexley yang namanya disegani, putra-putrinya juga sangat dihormati. Guna menghormati keluarga Pexley yang selalu melahirkan orang-orang hebat dalam setiap generasi, rakyat Kyen membangun sebuah monument di depan kediaman keluarga Pexley yang masih kosong hingga saat ini.

“Apa Kakak menyadari sesuatu? Patung Pahlawan Kekaisaran yang kita lewati tadi, bukannya mirip dengan Kakek? Lalu patung ksatria yang ada di depan pintu masuk balai ksatria, bukankah itu Ayah, Paman Khayansar dan Paman Cesare?”

Theon dan rasa penasarannya yang tidak terbendung bukan sesuatu yang baru bagi Orvel. Tanpa bicara pun, Orvel sejatinya sudah tahu jika sang adik penasaran akan patung-patung pahlawan yang mirip kakek, ayah, serta ke-dua pamannya.

“Nanti kita cari tahu,” kata Orvel dengan suara pelan. Saat ini mereka sudah tiba di balai ksatria, bahkan sudah memasuki area diselenggarakannya turnamen tingkat junior.

Sepanjang perjalanan yang mereka lalui guna mencapai tempat ini, Kyen menyuguhkan keindahan yang tidak ada duanya. Selain itu, di tempat ini kesejahteraan rakyat sangat terjamin. Para pahlawan yang lahir di tanah ini sangat disegani serta dihormati. Bahkan patung-patung para pahlawan berdarah Kyen juga ada di berbagai penjuru.

“Kakak!” panggil Theon, lagi. Untuk ke-sekian kalinya, ada ‘sesuatu’ yang menarik perhatian anak itu. “Lihat patung itu? bukankah mirip Ibu?”

Orvel menoleh, menatap ke arah yang dimaksud oleh adiknya. Ketika sepasang obsidian hitamnya bekerja, isi kepalanya juga langsung menerjemahkan maksud dari ucapan sang adik. “Hm. Patung itu sepertinya memang mirip dengan Ibu.”

Theon mengangguk-anggukan kepala mendengar persetujuan kakaknya. Patung wanita setinggi dua kaki itu memang mirip ibu mereka, tetapi versi lebih muda. Berada di tengah halaman dalam yang menjadi salah satu bagian dari balai ksatria, membuat siapa pun dapat melihat patung itu ketika hendak menuju arena pertarungan.

“Sebaiknya kita segera pergi. Turnamennya akan segera dimulai,” kata Orvel sebelum meraih tangan adiknya.

Mereka tidak boleh membuang waktu, karena turnamen yang diselenggarakan oleh balai ksatria hanya berlangsung selama 2 hari. Sebelum turnamen selesai, mereka harus bisa melaju ke babak final. Lebih baik mereka segera masuk ke arena—hari ini juga, sebelum orang tua atau orang-orang suruhan orang tua mereka datang ke Kyen.

“Kita akan bermain dalam satu tim?”

“Hm. Kita mengambil pertarungan tim saja, supaya lebih cepat masuk babak penyisihan.”

“Baik, Kak.”

Orvel tersenyum tipis melihat raut antusias adiknya. Selama ini mereka sudah banyak berlatih di balai ksatria Saba. Mereka juga kerap melakukan pertarungan persahabatan dan memenangkan pertarungan di antara rekan sesama bakal calon ksatria Saba. Turnamen kali ini adalah salah satu bentuk latihan paling kompleks bagi ke-duanya. Selain dapat bertarung di tempat baru—di arena yang lebih luas dengan fasilitas lengkap—mereka juga dapat bertemu dengan berbagai jenis lawan. Selain harus menguasai soft skill dan hard skill, sangat penting untuk memahami berbagai karakteristik lawan.

“Orvel dan Theon?” panggil seorang pria berseragam pengawas—seperti seragam ksatria pada umumnya, hanya saja tugas mereka dapat dibedakan lewat ban lengan berwarna merah.

“Kami di sini,” sahut Orvel yang duduk bersama Theon di dekat pintu masuk. Mereka sedang menonton pertandingan peserta lain ketika nama mereka dipanggil.

“Segera bersiap. Tunggu di dekat pintu masuk nomer dua. Kalian akan segera masuk ke arena.”

“Yes, Sir.”

Orvel dan Theon menjawab dengan kompak. Giliran mereka untuk bertanding datang juga. Mereka telah menunggu seharian untuk kesempatan ini. Sebelum memasuki arena turnamen, mereka dipersilahkan untuk menitipkan barang-barang penting terlebih dahulu. Ada dua orang pengawas yang bertugas menjaga barang bawaan peserta. Dikarenakan Orvel dan Theon tidak banyak membawa barang, mereka hanya menitipkan tas punggung yang mereka gunakan untuk membawa beberapa barang.

Penitipan barang bertujuan untuk mencaritahu, apakah ada peserta yang curang; misalnya menyelundupkan doping, senjata tajam yang dilarang, serta benda-benda lain. Si kembar Orvel dan Theon seharusnya bisa merasa santai, karena mereka tidak membawa barang-barang yang dilarang. Selain tag, surat-surat penting, uang tabungan, pedang kayu, dan tanda pengenal, mereka tidak membawa apa-apa lagi.

Satu lagi, mereka juga membawa brooch pin yang berkilauan ketika tertimpa cahaya. Sang ibu pernah berpesan, jika benda tersebut merupakan identitas para laki-laki di keluarga mereka. Jadi, kemana pun mereka pergi, brooch pin dengan blue diamond itu harus dibawa.

“Ini … milik kalian?” tanya pengawas yang bertugas mengecek barang-barang Orvel dan Theon.

“Yes, Sir,” jawab Orvel, mewakili. “Benda itu milik kami.”

Pengawas itu tampak terpaku untuk beberapa saat, sebelum akhirnya membiarkan Orvel dan Theon memasuki area turnamen—setelah pengawas itu menyampaikan sesuatu pada salah satu rekannya.

Karena Orvel dan Theon mengikuti turnamen sebagai anggota satu tim. Itu artinya mereka juga akan mendapat lawan yang seimbang. Setiap peserta diperbolehkan menggunakan alat bantu, seperti pedang kayu, tombak, atau panah yang telah dimodifikasi.

Pada kelas junior, dilarang keras melukai fisik. Mereka hanya diperbolehkan untuk bertanding dengan seimbang, menggunakan kemampuan yang telah mereka miliki. Jika berhasil menumbangkan lawan sebelum terompet berbunyi, maka peserta tersebut akan dinyatakan sebagai pemenang. Jika peserta bertarung terlalu beringas dan berhasil melukai fisik lawan, makan akan secara otomatis didiskualifikasi.

“Kita gunakan cara seperti biasa, Theon. Amati cara mereka bertarung, baru ambil tindakan untuk menyerang balik.”

“Baik, Kak.”

Orvel mungkin memiliki pengendalian diri yang baik dan sudah terlahir sebagai leader. Namun, Theon juga sosok yang sangat baik dalam mengendalikan diri. Sebagai partner, ia bisa menjadi rekan yang memadai dalam melancarkan taktik yang telah disusun otak cemerlang Orvel. Kekompakan Orvel dan Theon adalah kunci dari setiap kemenangan yang mereka raih.

“Tiga kemenangan berturut-turun,” kata pengawas yang bertugas menjadi penengah di pertandingan. “Orvel dan Theon masuk ke babak berikutnya.”

Mendengar pengumuman tersebut, si pemilik nama tampak saling berpandangan sebelum tersenyum tipis dan melakukan tos ala mereka berdua. Pada babak awal, mereka telah membungkam penonton dengan penampilan yang matang dan penuh perhitungan. Tiga kemenangan berturut-turut kemudian didapatkan. Pada babak berikutnya, mereka siap membuat para penonton kembali terperangah.

“Sepertinya bintang baru kembali lahir di balai ini,” puji seorang ksatria senior yang menonton pertandingan Orvel dan Theon sejak awal. “Ke-dua anak laki-laki ini sangat berpotensi. Yang Mulia pasti akan terhibur jika melihat pertandingan mereka.”

Dalam sekejap, nama Orvel dan Theon terus menjadi buah bibir. Kursi-kursi di sekitar arena pertandingan yang tadinya kosong, mulai terisi oleh orang-orang yang penasaran dengan bintang baru yang berhasil menenangkan 6 pertarungan tim kelas junior secara berturut-turut. Banyak sponsor yang siap menjadi pendukung mereka berdua. Sayang, perjalanan mereka pada pertandingan hanya bisa sampai ke perempat final. Ketika berhasil menyelesaikan pertarungan, mereka telah ditunggu oleh seseorang di depan pintu masuk balai ksatria.

“A-yah?”

Pria yang sudah berjam-jam menunggu si kembar di depan pintu masuk itu tersenyum tipis seraya memberi kode. “Waktunya pulang, anak-anak.”

🌞🌞

TBC

Semoga suka. Jangan lupa dukung Author dengan cara tonton iklan sampai habis, like, rate 5 bintang, komentar & follow Author supaya tidak ketinggalan informasi 🥰

Sukabumi 20-01-24 || 22.36 WIB

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!