Sorakan heboh orang - orang terdengar tatkala dentuman suara musik yang sangat keras terdengar di kawasan yang hanya dibaluti oleh lampu bewarna - warni tersebut. Nyanyian dan tarian yang sesuai dengan tempat tersebut dilakukan oleh orang - orang tertentu dan menjadi kesenangan tersendiri bagi mereka yang berada pada dance floor.
Masih ditempat yang sama namun berbeda suasana terdapat pria berumur 28tahun duduk di kursi panjang berwarna merah pekat. Setelah meneguk vodkanya pria yang kerap disapa Dirga itu menyandarkan tubuhnya pada sofa empuk tersebut. Seolah semua yang dihadapannya itu adalah tontonan yang menjadi sarapan, makan siang, juga makan malam baginya ia sangat tenang dengan keadaan ini. True.. karena tempat ini adalah miliknya. Ia tuannya disini.
"Woooo"
"Sudah tak diragukan lagi.. tampan sekali"
"Luar biasa!!"
Seruan itu lagi. Dirga benci dan bangga secara bersamaan pada pria yang mendapatkan cinta dimana pun ia berada. Siapa lagi jika bukan si 'Angel Night', bahkan jika pria malaikat itu membuka pintu kawasan miliknya itu tanpa suara tetap saja semua orang menatap kagum ke arah pria itu. Namun Dirga tak begitu mempedulikannya. Yang penting sekarang kenapa seorang Haga Arsatya yang mempunyai sebuah julukan 'Angel Night' itu berada disini? Ini bukan jadwalnya untuk datang kemari.
Benar saja, tak perlu dicegah lagi semua orang di sana bagaikan anjing yang mempersilahkan majikannya untuk jalan terlebih dahulu, keramaian orang yang tak teratur mendadak membelah dua karena adanya Haga lewat hendak menuju sahabatnya itu, si pemilik bar ini.
Tanpa permisi, Haga mengambil gelas yang baru saja Dirga isi dan meneguknya sekaligus. Dengan kasar pula Haga meletakan gelasnya diatas meja bersamaan dengan tubuhnya ambruk di kursi panjang merah pekat itu.
"Apakah ada hal yang serius mengganggumu?" Tanya Dirga yang menyadari udara disekitarnya berubah dingin dengan adanya Haga.
Bukannya menjawab pertanyaan sahabat sejatinya itu, Haga justru malah menengadahkan kepalanya menghadap langit langit ruangan itu. Entahlah, seperti yang terlihat kai begitu ingin melepaskan semua beban yang ada dipundaknya dan menghempaskan semua beban pikiran yang ada didalam kepala pintarnya itu.
Haga memang termasuk kedalam kategori orang yang suka bermain wanita, tapi dia tahu batasan dan melakukan semuanya dengan rapi tanpa membuat kekacauan membuat sang ayah tak bisa melakukan apapun karena sejauh ini belum ada hal aneh yang tersebar.
Haga bukan termasuk orang yang bertindak semena mena pada umurnya sekarang ini. Tentu ia sendiri sudah menyadari bahwa ia dari dulu menerima pendidikan yang sangat bagus. Dan tak diragukan lagi bahwa sebentar lagi ia akan mengambil alih kekuasaan ayahnya yang segera pensiun itu.
Haga memiliki otak yang bisa dibilang cukup jenius. Dia selalu menggunakan hal yang simpel. Sifatnya yang tak ingin diatur itu sudah tertanam sejak kecil.
Jangan salahkan Haga, dia sendiri korban dari rumah tangga yang tak harmonis. Kebenciannya terhadap wanita yang lemah dan percaya akan cinta juga penyebabnya adalah ibunya dulu yang ketahuan terlibat selingkuh dari ayahnya.
Kejadian saat ia berumur 9 tahun kembali merasuki pikiran Haga saat tak sengaja melihat satu artikel. Dimana didalamnya disebutkan bahwa ibu kandung yang dibencinya itu sedang dalam masa suksesnya. Wanita itu berada di bidang kosmetik, namun cenderung lebih menonjolkan keahliannya dalam mengembangkan dan memproduksi farfum. Membuat Haga sangat membenci hal itu.
Sehingga Haga yang terbiasa berfikir sendiri dengan kepala jeniusnya itu menemukan satu hal baru. Hal baru yang menjerumuskannya mendapatkan julukan 'Angel Night'. Memang selama ini ia suka bermain rapi jika bermain dengan wanita yang sudah tersedia, tetapi ada kalanya Haga membuat suatu kericuhan.
Mungkin hanya Aditya sang asisten yang bisa mengimbanginya saat ini, juga Giandra Arsatya ayahnya sendiri. pemilik perusahaan AR untuk sekarang. Bagi Haga, Giandra sebenarnya hanya seperti suatu hal yang bisa membuat ia menikmati semua akses dan kemewahan yang ada. Dan Haga hanya membalasnya dengan menurut pada ayahnya itu.
Terdengar seperti anak durhaka tetapi memang itu benar karena sejak Haga menemukan dunia-nya yang baru, Haga dan Giandra seolah membuat dinding tebal antara ayah dan anak dengan sendirinya.
Haga cukup puas dengan kehidupannya saat ini, meskipun dibalik itu tangan kanannya atau disebut pengawal satu - satunya orang yang bisa mengimbanginya, yaitu Aditya tak sepenuhnya memihak pada Haga. Haga pun tahu itu, disini Aditya sebagai pihak yang netral namun tetap saja Haga masih mempertanyakan lebih berat kemana Aditya tertuju.
"Sial, setelah meminum minumanku dengan seenaknya dan mengganggu aku kau juga tak menjawab pertanyaan yang ku lontarkan?" Ujar Dirga.
"Bisakah kau tidak berisik? Aku akan membayarnya" sahut Haga masih dalam posisi yang sama.
"Kau bisa membayarnya sekarang"
Dengan malas, Haga merogoh sakunya lalu mengangkat tangan kosongnya "Sayangnya aku tak membawa uang cash"
"Dasar, kau tahu saja apa yang aku suka"
"Siapa yang tak suka uang. Semua suka benda itu. Aku akan bayar nanti"
"Ini dia masalahmu! Seharusnya mendengarkan dulu orang berbicara sepenuhnya! Aku bukan memintamu membayarnya dengan uang tetapi cukup dengan penjelasan mu yang tiba disini pada jam seperti ini. Aneh sekali, ini bukan jadwal mu kesini" Dirga kembali mengoceh.
"Salahmu juga kenapa mengobrol denganku perkataanmu selalu dipenggal, kau kira sedang membaca puisi?" kesal Haga pada akhirnya.
"Apa itu menjadi masalah sekarang? Kau–"
"Sayang!!" ucapan Dirga terpotong oleh seorang wanita.
Dengan malas, Haga mengangkat kepalanya seiringan dengan matanya yang terbuka. Jika bukan karena suara aneh yang memanggilnya Haga tak akan mengangkat kepalanya itu.
Haga melihat didepannya ada sosok mahluk yang dibencinya bahkan entah sejak kapan sudah bergelayut manja padanya.
"Kenapa kau ada disini?" tanya Dirga.
"Apa itu masalah bagimu boss?" sinis wanita berpakaian sexy tersebut, Syania.
Haga yang merasa sudah cukup melihat siapa yang ada disisinya itu hanya diam dan kembali menengadahkan kepalanya ke arah langit - langit ruangan itu. Tapi suara mahluk menyebalkan itu terus saja terdengar.
"Sayang? Kenapa kau baru kesini? Kau merindukanku tidak? Aku baru melihatmu kesini lagi, apa kau benar - benar sedang masa sibuk kali ini?" tanya Syania memainkan tangannya yang bertaut dengan tangan Haga. Menatapnya indah seolah itu adalah sebuah berlian.
"Cih, dia yang sibuk atau kau yang terlalu sibuk melayani pria disini sampai kau tak tahu Haga memang sering kesini" sindir Dirga.
"Ih~ kenapa boss harus ikut campur dalam masalah kita?" tanya Syania dengan wajah kesalnya yang dibuat - buat.
"Sebaiknya kau pergi" usir Dirga.
"Kenapa juga kau mengusirku?!" kesal Syania yang semakin merapatkan tubuhnya pada kai. Dirga membiarkan hal itu karena ia tahu beberapa detik lagi wanita itu akan diusir oleh Haga, buktinya udara di ruangan ini semakin membuatnya merinding.
"Sayang, kenapa kau mendiami ku? Ayolah, berbicara padaku kenapa kau seperti ini?" tak menyerah, Syania terus mengganggu Jaga.
"Pergilah, jangan ganggu aku" hanya 4 kata namun membuat Syania membulatkan matanya.
"Kenapa kamu mengusir ku juga? Apa kamu sekarang punya mainan baru? Dan tak mau bermain denganku lagi?"
"Kau tahu sendiri, Haga tak bisa bermain lebih dari dua kali dengan wanita yang sama" sinis Dirga meminum minumannya lagi.
"Ck, diamlah bos!!" kesal Syania kemudian Dirga mengangkat kedua tangannya "Baiklah, aku diam tapi aku sarankan kau segera pergi dari sini sebelum malaikat ini mengamuk" bisik Dirga mengedipkan sebelah matanya lalu duduk dengan nyaman karena sangat asyik berhubung sebentar lagi akan ada tontonan menarik dan gratis pula.
"Sayang, jangan mendiamiku~ kau membuatku takut"
Haga menenggakkan tubuhnya, dan melihat ke arah wanita disampingnya itu. Seketika pancaran bahagia ada dalam diri Syania karena Haga bangun dari posisinya itu. "Kau datang pada saat yang tak tepat sya" akhirnya Haga mengeluarkan suaranya.
"Lalu aku harus kapan datang padamu? Malam ini?" tanya Syania antusias.
"Pergilah"
"Ahh kenapa!! Kalian menyuruhku pergi lagi" rengek Syania, bersamaan saat itu seorang bartender datang menyajikan minuman. Langsung saja Haga meneguknya sekali tegukan.
"Jika bukan karena kau masih SMA aku tak akan melirikmu, aku hanya kasihan padamu. Mengalami hal seperti ini pada usia begini" ujar Haga membuat Dirga tersenyum.
"Lihatlah, jika kau tak selalu manja dan memohon Haga untuk berhubungan denganmu. Haga akan menganggapmu sebagai adik, setidaknya kau memiliki peluang untuk berada disisinya dengan itu bukan? Tapi kau? Hahahaha" Dirga tertawa mengejek.
"Aku marah padamu!" tunjuk Syania tepat di muka Haga membuat Dirga semakin terbahak.
"Silahkan saja, Haga juga tak akan mengemis padamu untuk memaafkannya karena kau tak punya hubungan apapun dengannya hahahaha" ocehan Dirga sekali lagi membuat Syania kesal dan melengos pergi.
"Hentikan tawa mu itu, orang orang memperhatikannya"
"Sejak kapan kau memperdulikan hal seperti itu? Ini kawasan milikku, aku bebas berbuat apapun disini. Yah meskipun dengan adanya kau semua perhatian orang orang teralihkan. Tapi, apapun itu aku pemilik disini! Ya, pemilik hahahaha"
"Ck, kau selalu saja mengoceh tak jelas"
"Tapi ocehan tak jelas ini yang membuat wanita tadi pergi Tuan Haga yang terhormat"
"Terserahlah"
"Baiklah, apa yang membuatmu kalut seperti ini?"
"Ada satu" Singkat. Membuat Dirga tak mengerti.
"Apa maksudmu? Aku tak mengerti"
"Aku disuruh pria tua itu untuk menemui seorang gadis, dan aku harus pindah ke tempat baru yang sudah dia sediakan"
"Apa kepindahan mu itu berhubungan dengan gadis yang ayahmu pilih?"
"Entahlah, aku tak akan membiarkannya"
"Jika benar, apa yang akan kau lakukan?"
"Aku akan menghancurkannya."
"Wow"
"Aku sangat malas menghadapi mahluk emosional seperti itu."
Rumah megah, namun aura nya terlihat negatif. Itulah kesan yang ada pada rumah bercat putih yang lebih dikombinasikan gold.
Suara roda pada koper yang diseret menggema begitu pintu utama terbuka. High heels yang bergesekan dengan lantai iramanya terdengar cepat sepertinya orang tersebut terburu buru.
Kedua suara itu terhenti seiringan dengan iris mata berwarna hitam kecoklatan memandang serius figuran didepannya, dimana terdapat keluarga bahagia dengan senyuman yang indah.
"Apa yang aku perbuat dimasa lalu sehingga sekarang aku harus ditinggalkan begini?" suara seorang gadis terdengar lirih, penuh kekesalan dan kepasrahan.
Tentu saja gadis itu. Ayana gadis periang dan bersikap barbar dahulunya sekarang berubah drastis ketika sebuah kecelakaan merenggut ketiga orang yang ia sayangi. Sekarang sikapnya yang dulu tak mementingkan orang lain atau dikatakan egois terganti dengan selalu mengutamakan orang lain melebihi dirinya. Sikap dan penampilan yang barbar pun terganti dengan keanggunan dan sopan santun yang baik.
Wajahnya yang cantik dan pakaiannya yang anggun juga sopan, merubah pandangan orang terhadapnya. Gadis SMA yang dulu seperti seorang gangster sekarang menjadi gadis yang sopan santun nya tak diragukan lagi.
"Dan apa lagi, alih alih memberikanku hadiah dari sana kalian malah membuatku terjerumus dalam hubungan yang aku sendiri tak inginkan" mata hitam kecoklatan nya yang berkilat menatap penuh amarah pada foto foto kecil maupun besar yang ada di hadapannya.
"Kenapa?" Lagi, gadis ini berbicara sendiri menatap foto dirinya sendiri ketika berumur 1tahun sampai ia berumur 10 tahun. Disana juga terdapat foto pernikahan orang tuanya, ibunya yang tengah mengandung dirinya serta ketika dirinya ketika lahir.
"Persetan dengan hal itu!" Ayana berjalan dengan cepat ke arah kiri lalu memasuki kamar nya yang didominasi warna peach dan cream.
Setelah pintu tertutup, Ayana melemparkan ke sembarang arah koper putih berlogo AN-nya. Lalu berjalan acuh ke kamar mandi untuk mengisi bathup. Dengan pandangan dan fikiran kosong, Ayana membuka bajunya perlahan. Lalu memulai kegiatan mandinya.
Setelah kurang lebih 40menit, Ayana keluar dari kamar mandi masih mengenakan handuk yang hanya menutupi bagian privasinya.
Mengambil dan mencolokkan hairdryer yang dimilikinya, Ayana mulai mengeringkan rambut hitam panjangnya. Matanya menyapu ke semua arah kamar yang akan dirindukannya.
"Sekarang aku harus pergi" desahnya dengan malas kembali menyisir rambutnya. Lalu setelah dirasa semuanya pas, Ayana berjalan ke arah tempat ganti baju setelah itu mengemasi pakaiannya kembali ke dalam koper.
...----------------...
"Sebelah sini tuan" tunjuk Aditya pada jalan yang akan mereka tuju.
"Jalan ini lurus tak ada belokan maupun pertigaan kenapa kau terus memandu seperti itu?" Haga memutar bola matanya kesal.
"Siapa tahu kau akan berbelok jika ada belokan, terutama disana ada seorang gadis cantik" sindir Aditya secara halus membuat langkah kaki keduanya bergantian berhenti.
"Apa yang kau katakan barusan? Katakan lagi!" Haga menatap sengit Aditya seolah pengawal serta sahabat nya itu sekarang adalah musuhnya.
"Bukan apa apa" Aditua tersenyum tipis lalu berjalan mendahului Haga membuat Haga melongo tak percaya atas sikap orang didekatnya itu.
"Sinting."
"Kau mengatakan sesuatu tuan?"
"Kenapa aku harus mengikuti dirimu?! Apa yang kau dan pria tua itu rencanakan!"
"Kau akan tahu begitu sampai disana tuan muda pembangkang."
"Kau sudah mengatakan hal itu sepuluh kali dalam lima belas menit terakhir, ck."
"Ayolah, kita tak punya waktu. Bukankah dari tadi kau mengeluh ingin tidur?"
"Nyenyenye-" Haga memasang wajah sebalnya sembari meledek asistennya itu.
Aditya yang menyadari hal itu tanya bisa menggelengkan kepalanya heran atas sikap atasannya itu yang berubah ubah. "Silahkan masuk, tuan" Aditya mempersilahkan Haga untuk masuk ke dalam lift.
Haga tidak langsung masuk, ia menoleh ke arah asistennya "Aku tak akan masuk jika kau tak memberikanku jawaban yang tepat dan benar!"
"Ini tak bisa dikatakan oleh mulut ku! Kau harus mendengarkan penjelasan dari ayahmu sendiri. Sekarang kau masuk ke dalam lift dan jangan bertindak seolah kau masih berumur 4tahun!" tegas Aditya.
Haga menghentakkan kakinya kesal dengan sesegera mungkin masuk ke dalam lift, setelah pintu lift tertutup Aditya menekan tombol lantai 19.
"Kau mengatakan tak mau berbicara santai padaku tapi barusan kau melanggarnya"
"Terserahlah"
"Ck"
Ting!
"Cepat!" sembur Haga pada Aditya yang akan bicara.
"Memangnya kau tahu dimana letaknya?" ketus Aditya membuat Haga kembali menghentakkan kakinya kesal.
"Ayolah memangnya aku orang udik yang baru mengetahui silsilah gedung?!"
"Siapa yang tahu kau melupakan hal seperti itu karena seorang gadis cantik"
"Ck, kau selalu memb--"
"Selamat malam tuan!" suara kompak membuat ucapan Haga terpotong.
Mendadak Haga menegapkan badannya dan memasang tampang serius. Aura disekitarnya mendadak berubah, perawakannya yang gagah membuat ke lima pelayan dan ke empat pengawal yang berjejer rapih disana menunduk takut.
"Ck, tampangmu itu" Haga mendelik sebal pada Aditya tanpa menjawab perkataan pengawal sialannya itu "Kalian sudah menyiapkan semuanya?" tanya Aditya kemudian pada orang orang yang ada disana. Haga yang tak pernah ingin tau soal urusan bawahannya itu hanya berjalan lurus, matanya menyusuri semua lekuk ruangan yang ada dihadapannya.
"Ya tuan"
"Bagus, siapkan air untuk dia mandi juga"
"Baik, tuan" kemudian ke empat pelayan beserta satu kepala pelayannya mengundurkan diri.
"Lumayan juga, selera pria tua itu tak buruk"
"Apanya yang tak buruk?" tanya Aditya begitu tiba di sisi Haga.
"Bukan apa apa" jawab Haga kemudian berjalan ke arah tangga dan kakinya mulai menaiki satu persatu tangga yang ada disana.
"Woi! Memangnya kau tahu dimana letak ruangan yang akan kau tempati?!" Aditya yang setengah berteriak hanya bisa menepuk dahinya pelan "DENGARKAN DULU AKU BERBICARA! KAU MAIN NAIK SAJA! KAU HARUS PERGI BELOK KANAN DAN MASUK KEARAH PINTU YANG BERWARNA HITAM YANG DIPADUKAN DENGAN WARNA PUTIH ATAU DALAM KATA LAIN ABU ABU!!" teriak Aditya sepenuhnya.
"Ck, bodoh. tanpa kau sadari kau sudah mengatakan kemana arahnya" gumam Haga lalu masuk ke dalam ruangan yang sudah ia temukan letaknya di mana meninggalkan Aditya yang menggerutu sebal.
"Dasar sialan, dia tak pernah mendengarkan ku dengan baik!" kesal Aditya menetralkan amarahnya
"Siapa yang tak mendengar siapa?" suara lembut seorang gadis membuat Aditya seketika terkejut.
"A-ah?"
"Kenapa? Apa aku membuatmu terkejut?" tanya gadis tersebut menyesal.
"Ti-idak nona, kapan kau sampai?" menyadari bahwa gadis dihadapannya itu adalah seseorang difoto yang ditunjukan oleh tuan besarnya chanyeol tak segan bersikap ramah.
"Baru saja, apa aku telat?"
"Tidak, kurasa tidak"
"H-eem baiklah, lalu sekarang bagaimana?" tanya gadis itu kembali dengan senyuman manisnya.
"B-bagaimana apanya?" gugup chanyeol menghadapi senyuman gadis didepannya itu.
"Maksudku- aku harus istirahat dikamar mana?"
"Ah, ya! Benar! Kamarmu!" seru chanyeol terkekeh renyah membuat gadis lembut itu bingung, menyadari bahwa dirinya tertawa garing chanyeol segera berujar "Kau tinggal menaiki tangga dan belok kanan lalu masuk ke dalam kamar berwarna hitam yang dipadukan dengan warna putih atau bisa disebut abu -abu"
"B-baiklah aku akan turun setelah jam nya makan malam"
"Tapi nona, jam makan malam sudah lewat"
"A-ah benarkah??"
"Ya"
"Kalau begitu a-aku hanya akan mandi dan p-pergi istirahat" dengan wajahnya yang sudah memerah, gadis tersebut mengambil langkah cepat ke arah kamarnya.
"Baiklah, silahkan nona"
Satu kata yang tertanam di hati Ayana begitu ia sampai di tempat yang akan ia huni mulai dari sekarang. Fasilitas disini terjamin, pelayan ada, pengawal ada, cctv berserakan menjadikan Ayana berasa aman diam disini. Yang terpenting Wi-Fi terjamin gratis, langsung saja jieun menyambungkan WiFi yang sandinya ia minta dari salah satu kepala pelayan sebelum memasuki kamar tadi.
Dengan langkah susah, Ayana yang ditangan kanannya memegang handphone juga membawa koper dengan tangan kiri lalu kakinya tergerak untuk mendorong pintu abu abu yang ada dihadapannya.
Namun, zonk.
Ayana tak punya kekuatan untuk membuka pintu mahal dihadapannya itu dengan satu kakinya, cukup tau diri memang pintu dihadapannya itu bukan sembarang pintu kamar biasa seperti di tempat ia tinggali dulu yang dicongkel dengan sumpit pun bisa terbuka.
Ayana memasukan handphone nya ke dalam saku, lalu membuka pintu kamar dengan perlahan seolah ada seseorang didalamnya. ternyata tidak. menurut dirinya sendiri.
Dengan rasa penat yang menumpuk, Ayana dengan cepat membaringkan badannya di kasur king size di kamar tersebut. Setelah menyelesaikan rancangan gaun terakhir nya tadi di butik, Ayana langsung pergi ke tempat ini tanpa beristirahat atau sekedar makan.
Pekerjaannya sebagai seorang designer cantik yang sudah menggantungkan dirinya sendiri pada hal tersebut membuat Ayana senang sendiri telah menciptakan dan membuat orang orang senang dengan hasil karya yang dibuat olehnya.
Tak tanggung-tanggung Ayana bahkan rela membuatkan gaun-gaun yang bahannya pun ia dapatkan dan ia beli dengan uang bersih dari dirinya hanya untuk dibagikan kepada anak yatim, piatu, anak yang memiliki penyakit kanker dan yang lainnya hanya untuk melihat mereka tertawa sekaligus senang dan juga menyombongkan gaun yang mereka punya pada teman - temannya.
Membayangkan itu sendiri membuat Ayana menggulingkan badannya di atas ranjang dengan perasaan yang bahagia.
"Arghhh"
Suara apa itu? Bukankah hanya aku yang ada disini?
"Hahh"
Kembali terdengar, suara itu menjadikan fikiran Ayana negatif. Secara tak sadar wajah Ayana berubah layaknya seekor bunglon yang merubah warna nya menjadi merah untuk melindungi dirinya.
Dengan takut Ayana melangkahkan kakinya ke arah kamar mandi yang ada di sebelah kanan. Dengan bodohnya Ayana mendekatkan telinga kanannya ke pintu berwarna putih tersebut.
Sepertinya ada orang.
Ayana berusaha berfikiran positif tapi setiap ia ingin menghiraukan suara dan apapun yang ada di dalam kamar mandi tersebut selalu saja gagal ketika ada suara kembali terdengar dari dalam.
Dengan sekuat tenaga, Ayana memegang kenop pintu didepannya itu.
"Ah sudahlah! Apa itu hantu? Woi! Jangan macam macam denganku kecuali jika kau ingin mati!" kesal Ayana kembali membaringkan tubuhnya di ranjang. Ayana yang bingung, menghiraukan segala dikiranya dan mematikan lampu lalu menarik selimut dan pergi tidur.
Setelah 45menit, Haga yang sama berada di dalam kamar itu keluar dalam kamar mandi dengan perasaan bingung.
"Siapa yang berani mematikan lampu?" penasaran Haga, rambutnya yang masih basah dengan handuk yang bertengger di lehernya Haga hanya mengenakan celana pendek tanpa atasan.
Hingga hanya beberapa langkah, Haga menendang sesuatu benda keras membuat umpatan kasar langsung menggema.
"Shit! Mereka hanya bekerja dengan baik jika dihadapanku! Dan sekarang siapa yang menaruh koper ku di depan ranjang begini! Cari mati."
Tanpa memedulikan sekitarnya, Haga melemparkan handuk lalu berbaring di ranjang dan menarik selimut lalu pergi tidur.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!