NovelToon NovelToon

Pendekar Pedang Iblis

BAB 1. Muncul Tanduk

Alkisah seorang pendekar belia, sejak usia 10 tahun anak lelaki itu telah mengenggam pedang sebagai kesehariannya. Ia merupakan seorang pendekar pedang ganda yang hebat dan terkenal di timur dan barat. Rumor tentangnya menyebar bahkan hampir ke penjuru dunia. Namanya adalah Yong.

Sudah beberapa tahun ia aktif sebagai pendekar. Sama seperti yang disebutkan, pendekar adalah seseorang yang membela kebenaran, memberi pelajaran terhadap penindas dan melakukan keadilan yang dianggapnya. Sekilas pendekar adalah pekerjaan mulia.

Walau kebanyakan di era sekarang ini, banyak menggunakan kekuatan di jalan yang salah.

Baik di timur maupun barat, terdapat banyak legenda monster seperti ular putih, kera, naga serta Iblis. Mereka memburunya demi upah sehari-hari, anak itupun juga kerap kali melakukannya.

Tidak hanya para legenda monster yang konon katanya cukup menganggu kedamaian, bahkan penindas, bandit, pembunuh atau bahkan pendekar jahat sendiri pun telah menjadi musuh.

"Itu hal wajar, bukan?" pikir seorang pemuda berusia 18 tahun—Yong, menatap langit di kejauhan dengan mata menyipit.

Di era kali ini, kedamaian tidak berarti apa-apa sebab setelah perang maka musuhnya adalah kawan sendiri. Dan bagaimana cara Yong, pemuda yang terkenal akan kehebatannya dalam berpedang dapat mengatasi semua ini?

"Ha ...., apa ini?"

Ia menghela napas cukup panjang, postur tubuh tegapnya perlahan runtuh, kedua kakinya bergetar pelan dan kemudian ia pun terduduk di tempat sembari memegangi kepalanya yang berdenyut sakit tak wajar.

"Aku merasa ada sesuatu di dalam tubuhku. Tapi apa? Apa yang terjadi?" Yong bertanya-tanya pada dirinya sendiri.

Mengeluh sakit juga percuma, siapa yang akan datang menolong? Ia sudah tidak punya keluarga karena semasa perang di masa lampau. Mau tak mau ia harus hidup dalam kesendirian, punya teman saja tidak, meski dahulu ia sempat berteman dengan banyak orang. Namun semenjak menjadi terkenal, ia justru dijauhi karena dianggap menakutkan.

Ini adalah kisah seorang anak lelaki yang sudah bertumbuh jauh lebih besar dan kuat. Yong, namanya. Akan terjadi sesuatu padanya yang akan mengakibatkan perburuan di masa mendatang.

"Huh, pusing sekali." Entah yang ke berapa kalinya Yong mengeluh sakit, sudah berulang kali ia menghela napas sembari menundukkan kepala sedalam mungkin.

Beberapa saat kemudian, sakit di kepalanya menghilang dan kemudian ia segera pergi dari tepian danau di sana setelah mengenakan pakaian tebal berlapis-lapis yang sempat ia letakkan di samping. Yong menuju ke sebuah tempat, yang terdapat banyak sekali penindas di sana.

"Dulu, tempat tinggalku sudah hancur akibat perang. Lalu sekarang aku harus tinggal di kota buruk ini? Pelancong sepertiku memang tidak bisa hidup dengan tenang," gumam Yong merasa kesal sendiri.

Sudah banyak orang mengaku pendekar sambil membawa pedang, bergerak secara berkelompok menuju ke tempat orang-orang miskin dan memerasnya seumur hidup.

Tap, tap!

Setiap pemuda berpakaian tebal itu melangkahkan kaki, pasti akan selalu terdengar rintihan, jeritan, keluhan bahkan makian. Semua ini hal yang sudah terbiasa ia dengar, wajar ekspresi pemuda itu tak sedikitpun berubah dari awal.

"Daripada hidup merana dengan terus diteror oleh mereka, mungkin lebih baik kita semua mati saat terjadi perang itu!" seru salah seorang penduduk berpakaian lusuh, duduk di sudut bebatuan dengan wajah ketakutan.

"Yang kau katakan itu benar," sahut Yong, merasa yang dikatakan oleh pria itu benar. Lantas kembali berjalan.

Setelah beberapa langkah memasuki daerah miskin, Yong kembali berhenti di tengah jalan setelah mendengar suara keras, dan kemudian ia melirik ke belakang. Sejenak terdiam lantas berdeham pendek, kini tatapan culasnya itu tertuju pada segerombolan bandit yang memaksa untuk membawa seorang gadis dari keluarganya.

"Putrimu akan aku bawa sebagai bayaran hutangmu!" seru si bandit sambil mendekap si gadis itu dengan erat. Bandit tersebut pun menyeringai lebar, seolah tujuan utamanya berhasil tercapai.

"Kumohon! Janganlah kau bawa putriku! Apa pun akan aku lakukan demi membayar hutang, tapi jangan bawa putriku, keluargaku!"

Sesosok pria lusuh yang berlutut memohon itu adalah Ayahny, ia terus merengek minta ampun pada bandit berbadan besar. Berharap agar bandit tidak membawa putri kesayangannya.

"Tidak akan! Sudah cukup aku menunggu berbulan-bulan tapi kau tidak kunjung membayar!"

"Tuan! Saya mohon!"

"Dasar keras kepala. Sekarang putrimu akan menjadi milik—!"

DUAKK!

Dalam sekejap mata, bandit berbadan besar sudah tumbang di tempat sementara Yong sekarang berada di samping tubuh si bandit.

Sekeluarga, termasuk si gadis itu pun terkejut diam dengan mulut menganga. Tampaknya mereka tidak begitu paham apa yang telah terjadi sebab gerakan Yong lah yang terlalu cepat sehingga tidak bisa dilihat oleh mereka.

"Ambil ini," kata Yong sambil meletakkan sekantung uang di hadapan mereka.

"Ini?"

"Apa lagi kalau bukan uang? Ya sudah, pokoknya ambil saja. Aku masih punya banyak," tuturnya dengan sombong lantas pergi begitu saja.

Keluarga miskin itu bahkan tidak sempat mengucapkan rasa terima kasih. Yong seakan pergi terburu-buru tuk mencapai tujuannya, namun ketahuilah bahwa Yong sebenarnya tidak punya tujuan sama sekali selain berjalan-jalan di kota ini.

Deg!

Setelah cukup jauh dari mereka, tiba-tiba Yong merasa begitu sakit di kepala dan dadanya. Jantung berpacu lebih cepat tak normal. Syok dan bingung, Yong bergegas lari ke arah sepi. Ia tidak berlari lurus ke depan melainkan ke arah sebaliknya, tempat di mana ia berdiam diri.

"Hah, hah, hah ...ini sakit!"

Napasnya memburu berat, rasa sakit di kepala dan panas di dada terasa seolah ada yang merobek dan membakarnya. Area sunyi di perairan danau, di sanalah ia dapat beristirahat dengan tenang.

BRUK!

Sudah tak sanggup menahan rasa sakitnya, Yong jatuh terduduk di tepian. Sambil menahan rasa sakit yang luar biasa, Yong perlahan mengambil air dari danau itu dengan telapak tangan yang gemetaran.

"Ini selalu terjadi padaku setiap aku membereskan sampah-sampah! S*al! Dasar tidak berguna!" pekiknya emosi.

Pandangan lelaki itu tampak agak mengabur, tangannya juga masih gemetaran namun ia berusaha menahan itu semua hanya dengan meminum seteguk air dari danau bersih. Setelah beberapa kali ia meminum air, Yong terhenyak diam sembari memandangi pantulan wajahnya di permukaan danau.

"Siapa ini?" Yong bertanya bingung dengan penampilan dirinya yang terlihat berubah aneh.

Rasa sakit di kepala dan panas di dada telah menghilang. Rambut hitam pendeknya terlihat sedikit memanjang dan ada sesuatu yang muncul di dahi sebelah kirinya. Sontak Yong amat terkejut, ia bahkan sampai mundur ke belakang seakan enggan melihat penampilannya yang berubah.

"Ini terus tumbuh! Apa yang sebenarnya terjadi padaku? ARGHHH!!!!"

Awal mula tumbuh cukup pendek, terlihat seperti taring namun lama kelamaan itu tumbuh semakin memanjang ke atas dengan ujung yang lancip. Saat itulah rasa sakit yang berkali-kali lipat kembali ia rasakan.

"Tidak salah lagi ....tanduk merah ini," gumam Yong terkejut panik saat memandangi wajahnya sekali lagi, ia melihat sesuatu yang tumbuh di dahi kirinya tidaklah wajar. Itu adalah sebuah tanduk merah milik ras iblis.

Yang Terkuat

Sekelompok orang berjubah hitam berkumpul mengitari satu buah lilin di dalam gua besar. Beberapa dari mereka adalah pria namun sebagiannya adalah wanita.

Salah satu dari mereka yang merupakan pemimpin kelompok itu berkata, "Kita akan kedatangan rekan baru."

"Wah, itu menakjubkan. Siapakah orangnya? Di mana dia?" tanya seorang wanita yang memiliki rambut merah darah.

"Jangan terburu-buru. Aku hanya bisa merasakannya dalam waktu sesaat. Aku juga tidak tahu apakah firasat ini benar atau tidak," kata pria itu selagi mendongakkan kepala.

"Ternyata kau masih mengandalkan firasat, eh ...ataukah intuisi?" pikir seorang pria menyeringai dengan lebar mulut yang tidak wajar.

"Sudahlah, tenang. Kita semua ada di sini karena satu kesamaan kita bukan? Buat apa terus meragukan firasat yang dimilikinya? Lagi pula selama ini firasat itu tidak pernah salah," tutur lainnya.

Wanita berambut merah kembali berbicara, "Apakah kali ini dari ras yang berbeda?" Ia bertanya.

Pria itu menggelengkan kepala lalu menjawab, "Tidak tahu." Hanya sesaat ekspresinya terlihat sedang kebingungan.

"Kalau begini, kita bisa kehabisan waktu. Aku tidak mau mengulur waktu lebih lama lagi. Era pendekar dari setiap wilayah mungkin sebentar lagi akan punah—"

"Hei, jangan sembarangan mengatakan itu!" pekik pria lainnya yang bertubuh pendek.

Ucapan wanita itu tiba-tiba saja dipotong, namun bukannya marah, wanita itu justru tertawa.

Lantas berkata, "Aku tidak bercanda. Kalau kita kehilangan akal saat era pendekar punah, kau pikir manusia mana yang bisa bertahan hidup?"

DAKKK!

Sosok ketua yang memimpin mereka menghentikan obrolan hanya dengan memukul dinding gua sampai bergetar. Orang itu terlihat marah, sekilas wajahnya nampak berbeda dari wajah manusia pada umumnya. Seperti momok.

"Diam!" seru pria itu, memperingatkan mereka untuk tidak bertengkar.

"Yang dikatakan dia ada benarnya. Semua yang kalian khawatirkan juga ada di pikiranku tapi ingatlah, posisi kita juga berasa dalam ambang kehancuran itu sendiri," peringatnya dengan suara berat.

Hawa menusuk, membuat mereka yang ada di sana merasa tertekan. Masing-masing dari mereka yang sengaja memakai tudung berjubah, nyatanya adalah sekelompok pendekar namun bagian dari tubuh mereka sendiri justru seakan menyangkal keberadaan mereka sebagai manusia melainkan seekor monster.

"Tidak ada waktu lagi! Cepat berpencar dan cari orang yang terkutuk itu!" teriaknya memberi perintah.

"Baik!" Serentak mereka berucap lantas pergi dalam sekejap.

***

Tanduk merah perlahan tumbuh memanjang ke atas, kuku pada setiap jari tangan dan kakinya pun juga memanjang hitam mengerikan. Yong tersentak kaget melihat perubahan drastis pada penampilannya saat ini, terutama pada barisan giginya yang tiba-tiba saja berubah menjadi taring tajam.

"Yang benar saja, ada apa denganku?"

Yong tidak mengerti, ia bertanya pada dirinya sendiri yang aneh dan membuat hati diri sendiri merasa sangat cemas. Ia merasa tertekan akan penampilannya yang mengerikan.

"Tu-tuan, bisakah saya bicara sebentar?"

Seorang gadis yang sempat ia tolong, datang karena ingin berbicara dengan Yong. Namun tidak dalam kondisinya saat ini.

"MENJAUHLAH DARIKU!" Tanpa sadar ia berteriak menyuruhnya pergi.

Suara yang besar dan terkesan kasar, membuat gadis itu tersentak kaget lantas ketakutan. Perlahan ia melangkah mundur. Bingung, cemas tapi di satu sisi ia ingin menyampaikan sesuatu pada anak lelaki itu.

"Tetapi, Tu—"

"Tidak! Menjauhlah! Aku bilang menjauh! Jangan dekati aku!" Yong berteriak kemudian pergi dengan pakaian serba tebalnya, khawatir jika menarik perhatian orang, Yong pun menutupi wajahnya.

Penampilan yang bukan manusia, siapa pun yang melihatnya juga pasti akan ketakutan. Selain ketakutan maka para penduduk akan melakukan sesuatu hal buruk nanti.

Derap langkah kaki berat, terasa berat dan mencengangkan. Mati-matian lelaki itu berlari tanpa alas kaki sembari menutupi wajah iblis itu. Dengan perasaan takut hingga membuatnya kelimpungan, perasaan Yong jadi kacau karena keadaannya sendiri.

"Hei, lihat! Siapa di sana?"

"Ah, itu ...tunggu, sebuah tanduk?"

Ketika salah satu penduduk menyebut kata, "tanduk," sontak semua penduduk bertelinga tajam di sekitarnya pun langsung mendengar dan melirik ke arah siapa yang dituju. Yong seketika terdiam kaget, sekelilingnya saja sudah dikepung oleh banyak orang bahkan termasuk para pendekar dari sekte setempat.

"Jangan lihat," lirih Yong yang masih berusaha menutupi tanduk panjangnya.

"Tanduk? Kuku-kukunya juga berwarna hitam dan panjang. Apakah mungkin itu adalah orang yang dikutuk dewa?" tukas salah satu penduduk miskin, yang mengatakan pikirannya di tempat umum.

"Tapi, kenapa orang yang dikutuk masih hidup? Dia seharusnya mati jadi tumbal demi kelangsungan hidup di sini 'kan?" Lainnya mengutarakan pikirannya yang berbeda.

Tak satupun dari mereka berpihak padanya. Yong terdiam pasrah seakan ia benar-benar sudah tidak punya jalan lain. Semua mata memandang ke arahnya, dan lihat cara mereka menatap, sungguh itu seperti berhadapan dengan Iblis sesungguhnya.

"Tatapan yang sama saat aku terkenal. Mereka memujiku tapi di belakang, mereka menghina. Hanya sedikit berbeda saja, kalau sekarang terang-terangan," gumam Yong.

Tidak ada gunanya menyembunyikan setelah ketahuan begitu saja. Ia pun melepas tangan dari wajah, sengaja membuat semua orang melihat penampilan mengerikannya.

"Ah, ternyata benar! Cepat singkirkan dia!"

Pandangan setiap orang memang berbeda-beda namun sekali menetapkan keburukan maka itu takkan lepas sampai berakhir

"Iblis!"

Para pendekar dari sekte setempat telah menarik pedang dari sarung mereka. Setelahnya, sudah pasti akan menyerang Yong tanpa keraguan. Dengan wajah iblis ini, identitas aslinya akan tersembunyi tapi ia akan sangat menyesal bila mati dengan cara konyol begini.

"Jika aku mati, begitu saja tak apa 'kan? Lagi pula aku tidak punya tujuan hidup selain bertahan hidup mati-matian hanya demi keberlangsungan hidupku sendiri," rutuk Yong lantas menyeringai.

Pakaian tebalnya yang bertumpuk pada tubuh, membuat Yong tampak sedikit kesulitan untuk berjalan dengan ukuran tubuhnya yang telah membesar sedikit namun ia tetap melangkahkan kaki tuk berdiri lebih dekat menuju ke bilah pedang para pendekar.

"Tebas aku sekarang juga," ucap Yong.

Mata para pendekar semakin tajam dan tidak lagi ragu untuk mengayunkan pedang.

CWAKK!

Sabetan bagai angin tidaklah menebas tubuhnya, Yong menghilang bertepatan setelah pria itu mengayunkan pedang. Sontak membuat semua orang terkejut dan panik.

"Ke mana perginya?"

"Atas!" teriak rekannya, memperingati bahwa sosok lain telah membawa Yong ke atas.

"Apa? Tidak mungkin!" pekik Sang pendekar mendongakkan kepala dengan rasa tidak percaya.

Mereka mengambang di udara selama beberapa saat yang ditentukan, setelah itu pria berjubah hitam turun perlahan ke bawah namun bukan hanya untuk sekedar turun melainkan ia telah mengambil ancang-ancang agar dapat melarikan diri dari sana.

"Kemunculan roh jahat telah terdeteksi! Beri kabar pada lainnya untuk memberitahukan hal ini, lalu segera cari dan musnahkan mereka semua!" seru sang pendekar memberi perintah pada yang lainnya.

Kehilangan Ilmu yang Paling Berharga

Tanpa diduga seseorang muncul dan menyelamatkan Yong, di saat pemuda itu berpikir akan lebih baik mengakhiri hidupnya di tangan para pendekar daripada harus hidup dengan tampilan iblisnya. Entah siapa, namun ia membawa Yong menuju ke arah selatan dari kota miskin di sana.

Dekat dengan pegunungan, beruntungnya tidak ada yang mengejar namun mungkin hanya beberapa saat saja. Ketika sampai di sana, reflek Yong menyerang orang yang telah menolong dirinya sebab ia berpikir bahwa orang ini berbahaya.

"Menjauhlah! Siapa kau sebenarnya?!" pekik Yong bertanya, menyeret kedua kakinya menjauh.

Sosok berjubah hitam serba tertutup itu hanya diam lantas tersenyum kecil seakan sedang mempermainkan diri Yong.

"Aku bertanya, siapa kau sebenarnya!?" Untuk yang kedua kalinya ia bertanya dengan suara keras.

Tapi tidak ada jawaban dari sosok misterius itu.

"Oh, tidak mau menjawab rupanya. Sepertinya aku harus—"

BUAKKK!

Belum juga selesai berucap, sosok itu telah memukul tepat di ulu hati Yong. Yong tidak biasa bereaksi lebih cepat dari gerakannya sehingga terkena pukulan secara telak.

"Ge-gerakan gesit macam apa itu?" Yong bergumam dengan suara serak terbata-bata sembari menahan rasa sakit, walaupun Yong tengah mengenakan pakaian tebal berlapis-lapis, rasanya tetap sakit seperti ditusuk-tusuk dengan pisau.

Senyum tidak lepas dari wajah sosok tersebut, dan ia kembali menyerang di titik yang sama namun Yong tak pernah tumbang. Meski sakit, ia tetap dapat berdiri dengan kokoh seolah tidak menerima dampak serang musuh sama sekali.

Sosok berjubah itu terdiam sesaat senyum itu memudar. Tak berselang lama ia kembali tersenyum, kali ini lebih lebar dan terlihat lebih bahagia.

'Dia ini mengejekku ya?' batin Yong percaya diri.

Secara reflek, Yong menyerang bukan dengan senjata andalan yang saat itu tersimpan di dalam pakaian tebalnya. Melainkan ia menyerang dengan menggunakan kepalan tangan sama seperti orang itu.

"HIAAT!"

Pukulan tertuju dan mendarat tepat ke wajah, pria itu menerimanya secara sukarela. Datang lagi serangan yang sama dari Yong, berulang kali ia menghantamkan pukulan sekuat tenaga tanpa merasa letih sedikitpu!

SRAT!

Hingga akhirnya kuku-kuku yang panjang menyayat kulit, insting bagai hewan predator berjalan sesuai gerakannya yang terkesan brutal. Sepanjang waktu ia terus memukul namun lelaki itu tidak melawannya bukan karena tidak bisa melainkan tidak berniat.

Beberapa saat setelah ribuan pukulan tidak ditangkisnya, Yong mulai menyadari sesuatu.

"Apa ini?"

Seluruh pakaian tebalnya yang seharusnya masih utuh, kini sudah tak bersisa selain pakaian hitam yang pas dikenakan Yong saat ini. Pemuda itu berdiri diam dengan posisi kepalan tangan kanan hendak bersiap memukul orang yang sudah jatuh ke tanah. Matanya membulat kaget, mengerti bahwa dirinya jadi berbeda dari biasanya.

"Kenapa aku tidak mengenggam pedangku?" Inilah pertanyaan yang terucap di mulutnya, ketika menyadari kejanggalan tersebut.

Yong sadar, pedang ganda miliknya masih tersimpan di saat melawan musuh. Tapi apa yang terjadi padanya adalah melawan musuh tanpa senjata.

"Sejak kapan kekuatan pukulanku lebih kuat ...," gumam Yong tidak mengerti. Ia mulai memandangi telapak tangan yang sudah terlanjur digunakan.

"Itu karena kau bukan manusia lagi!" ungkapnya dengan suara keras dan berat. Sosok misterius itu lantas bangkit dengan tanpa luka sedikitpun.

Namun begitu ia berdiri, setetes darah mengalir dari sayatan kecil-kecil yang muncul secara tiba-tiba. Sosok misterius itu kembali tersenyum lebar seakan ia merasa senang karena ada seseorang yang dapat melukai dirinya.

"Apa maksud ucapanmu itu?" tanya Yong tidak mengerti. Sesaat hawa tak enak terpancar dari sekujur tubuh orang ini, dan membuat Yong melangkah mundur.

"Lihat saja!"

DUAKKK!

Pukulan yang sama tapi dengan kekuatan yang berbeda. Yong terhempas jauh hingga menabrak bukit pegunungan di sekitar. Sosok tersebut memiliki kekuatan yang amat besar, bahkan Yong berpikir dalam benaknya kalau menggunakan pedang saja takkan cukup untuk menahan pukulan sebesar itu.

"Padahal hanya pukulan yang sekilas terlihat biasa. Siapa orang itu, dan siapa aku sebenarnya?" Yong bergumam lirih seraya mengusap wajahnya.

Sosok itu akhirnya menunjukkan wajah aslinya di depan Yong. Senyum terlukis tak memudar, sosok pria berpostur tubuh tinggi terlihat bersemangat. Hal itu terlihat jelas dari matanya yang berbeda.

Lengan kanan yang jauh lebih besar dari tubuhnya, diperlihatkan dengan jelas. Tidak hanya ukuran, warna kulit pria ini pun bukanlah warna kulit manusia pada umumnya. Secara manusia memiliki kulit hitam, putih, kuning dan lain sebagainya, namun tidak dengan ia yang berwarna hijau tua dan bersisik. Kukunya juga panjang dan tebal.

Yong sangat terkejut melihat sosok pria asing ini yang jauh berbeda dari ciri-ciri seorang manusia. Saat itu ia tersadar, dirinya sendiri pun juga sama saja.

"Mulai sekarang kau bukan manusia," ucap pria itu sambil menunjuk diri Yong.

"Kau telah kehilangan ilmu berpedangmu, tapi kau memiliki kekuatan lain dari kutukanmu itu," imbuhnya menjelaskan.

Bagi seorang pendekar, hilangnya ilmu berpedang adalah hal terburuk yang pernah ada, karena itu sama saja mengartikan Yong sudah mati. Namun juga bisa diartikan, ia mengenggam pedang tanpa bilah tajamnya. Tumpul.

"ITU TIDAK MUNGKIN! KAU PIKIR AKU AKAN PERCAYA!?"

Yong berteriak keras, menyangkal perkataan dari pria itu. Ia tak terima dengan pernyataan yang tiba-tiba, itulah mengapa ia sangat marah. Sekujur tubuh dari ujung kepala hingga kaki, terlihat perubahannya semakin menjadi.

"KAU INGIN AKU BUNUH, YA! ATAU KAU MEMANG TIDAK WARAS? HAH!? AKU TIDAK AKAN KEHILANGAN ILMUKU!"

Tanduk melengkung tajam. Kuku jari segelap gerhana dan wajah yang sedang marah itu tampak menua serta getaran pupil matanya pun berubah warna menjadi sangat merah, semerah tetesan darah. Sosok Yong yang sejatinya adalah pendekar pedang ganda, kini telah berubah drastis menjadi iblis.

***

Emosi Yong sudah tak terkendali dan hal itu membuat pria asing tersebut merasa ini akan semakin berbahaya. Ia lekas membawa Yong dengan paksa dan mengurungnya di balik gunung, ia bahkan tak ragu mengikat rantai tubuh Yong.

"Lepaskan!"

"Ah, tak kusangka orang yang dikutuk justru masih sangat muda," keluh seorang pria dewasa, menggelengkan kepala sembari menatap cemas pada Yong.

"LE-PAS-KAN!"

Amukan Yong kian menjadi akibat ensesi iblis yang ada di tubuh Yong. Selama ini orang-orang yang dikutuk sama seperti Yong, juga mengalami hal sama namun tidak ssparah Yong yang sama sekali tidak bisa mengendalikan diri.

"Mungkinkah karena terlalu muda, sehingga emosinya masih labil?"

Tak, tak, tak!

Langkah menggema dari beberapa orang telah datang, sekitar 3 yang baru saja datang setelah mendengar kabar bahwa ketua mereka telah menemukan orang yang dikutuk. Di antaranya, ada wanita berambut merah dan dua lelaki dengan tinggi yang sepantaran.

"Aku mendengar suara keras dari luar, tak kusangka itu dari suara anak ini," ucap si wanita.

"Dia hilang kendali saat aku mengatakan kalau dia sudah kehilangan ilmu berpedangnya. Dia sangat syok," tuturnya menjelaskan.

"Itu sih salahmu. Kau tahu kita ini mantan pendekar, sama seperti dia. Meskipun berasal dari tempat yang berbeda tapi setidaknya pikirkanlah apa yang dia rasakan ketika tahu ilmu berpedangnya menghilang!" seru wanita tersebut, merasa tindakan sang ketua terlalu tergesa-gesa.

Ketua dari kelompok tersebut lantas terdiam sesaat, ia kemudian tertawa hambar seakan ini bukan masalah besar.

Sambil tertawa lirih, ia memalingkan wajah dan berkata, "Baiklah, aku yang salah."

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!