NovelToon NovelToon

Anak Suamiku (Cinta Kasih Seorang Ibu)

1) Gadis Kecil

"Yah, kamu bawa siapa?" netra Soraya berbinar-binar saat melihat anak kecil cantik berada di depan rumahnya, bersamaan dengan suaminya yang baru pulang dari luar kota. Seperti biasa, Zaki-suaminya itu akan pergi ke luar kota menemani atasannya. Dan kali ini, wanita itu benar-benar kaget dan bahagia saat mendapati gadis kecil ada di depannya, bahkan saat ini wanita itu tengah berlutut memandangi wajah cantik nan mungil itu. Bagaimana tidak senang, saat Soraya ingin sekali memiliki anak perempuan, dan saat ini tiba-tiba ada di depannya.

"Nama kamu siapa, Cantik?" Tanya Soraya.

"Sora, dia adalah Gadis, anakku dengan Lana."

Seketika raut wajah Soraya berubah datar, ia mendongak saat suaminya mengatakan seperti itu, mengerutkan kening dan berdiri dengan buru-buru. "Kamu ngomong apa, Yah?" Tanyanya memastikan.

Zaki, melihat ke arah istrinya. "Maafkan aku, Sora," ucapnya.

Soraya menganga tak percaya, sampai pada akhirnya ....

"Sora!" Zaki berteriak saat istrinya tiba-tiba pingsan. Pria itu segera membopong wanita cantik itu dan membawanya masuk. Sementara Gadis, ia hanya bisa mengikuti langkah ayahnya yang masuk membawa istrinya.

"Ayah, kenapa dengan Tante?" tanya Gadis saat ayahnya duduk di samping Sora yang terbaring belum sadarkan diri.

"Gadis, sini. Ini Ibu Sora, dia bakal jadi Ibu kamu," jelas Zaki dengan netra yang berkaca-kaca. Tangannya sibuk mengusap telapak tangan Sora, namun bayangannya masih tertuju pada gundukan tanah basah yang baru saja ia tinggalkan.

"Memangnya, Ibu Lana nggak pulang lagi, Yah?" tanya Gadis lagi, gadis kecil yang saat ini memakai dress selutut berwarna merah maroon dengan motif bunga-bunga selutut itu me re mas- re mas jarinya. Ia memang tak terlalu dekat dengan ayahnya karena jarang bertemu, sekalinya bertemu hanya sekilas-sekilas saja. Jadi, saat ini, ia benar-benar jadi anak yang pendiam dan pemalu. Terlebih ia tak mengerti, kenapa tiba-tiba ibunya tidak ada bersamanya.

Zaki menggelengkan kepalanya sebagai jawaban atas putrinya. "Ibu Lana sudah tenang di surga, sama adik bayi. Jadi, sekarang Gadis sama ayah sama Ibu Sora dan nanti ada Kakak Gata," jelas lelaki itu.

Soraya yang mendengar itu lantas mengibaskan dengan keras tangan Zaki. Bahkan wanita itu langsung menangis tersedu-sedu, menutup wajahnya dengan dua telapak tangannya. "Kenapa, kamu bawa dia ke sini, Yah?" Tanyanya. Ayah adalah panggilan sayang Sora, bahkan dari sebelum keduanya memiliki putra.

"Ra, tolong dengar dulu," ucap Zaki lagi.

"Kenapa, Ibu Sora menangis?" Tanya Gadis. "Kata ibu Lana, kita nggak boleh nangis, kita harus kuat," sambung Gadis.

"Sora, dia sudah nggak punya siapa-siapa. Lana-Lana ...," ucap Zaki terputus. Ia menangis. "Maaf, Sora. Aku nggak tahu harus bawa Gadis ke mana," katanya lagi.

Gadis, si gadis cilik itu lantas diam seribu bahasa. Anak empat tahun itu tak mengerti kenapa dua orang dewasa itu saling menangis dan kenapa ibunya yang sedang tidur tiba-tiba di masukan ke dalam lubang yang lantas di tutup tanah. Tadi, saat Gadis bertanya, semua orang hanya menjawab dengan isak tangis tanpa menjelaskan apapun. Padahal, yang anak kecil itu tahu, ibunya tengah mengandung adiknya di dalam perut.

Dengan langkah pelan, akhirnya Gadis keluar dari kamar besar yang sangat harum itu. Ia meninggalkan dua orang dewasa yang tengah saling menangis, entah menangisi apa, yang jelas Gadis tak mengerti.

Lalu, Gadis pun duduk di sofa berwarna abu-abu muda yang ada di ruang keluarga. Ia menoleh ke kanan dan ke kiri, ia benar-benar bingung akan melakukan apa.

...----------------...

"Kamu tega sama aku, Yah," Soraya menatap wajah sang suami yang terlihat sendu.

"Bukan tega, Sora. Tapi--"

"Tapi apa!?" tanya Soraya penuh amarah. "Selama ini aku selalu khawatir saat kamu berada di luar kota. Bukan khawatir tentang kamu yang di gondol kolong wewe, tapi khawatir kalau kamu kenapa-napa di perjalanan. Aku juga selalu nggak mau kepo sama ponsel kamu bukan berarti aku nggak sayang apalagi nggak perduli sama kamu. Tapi aku begitu percaya sama kamu. Tapi ... Ini balasan kamu, Yah," sambung wanita yang kini wajahnya penuh air mata.

"Kita sudah menikah selama 18 belas tahun, anak kita sudah 17 tahun," suara Soraya meraung-raung, menangisi kesedihan hatinya. "Kamu lupa, hah!" sambung wanita itu penuh emosi.

"Aku minta maaf, Sora. Tolong dengar dulu penjelasan aku--"

"Aku nggak butuh penjelasan, Sialan! Pergi aja kamu dari sini, ceraikan aku, bawa anak itu sana, pergi sama wanita it--"

"Lana sudah meninggal, Sora!"

Dua pasang netra saling memandang. Keduanya terlihat sama-sama terluka. Seketika itu, Soraya terdiam. Ia tak percaya dengan apa yang ia dengar. Sampai suaminya kembali mengatakan, "Lana meninggal, Sora. Baru di kebumikan tadi, dan aku nggak tahu harus bawa Gadis ke mana, dia sudah nggak punya ibu, dia hanya punya aku." Laki-laki itu menangis.

"Aku tidak mau mengkhianati kamu, Sora. Tapi aku terjebak dalam cinta segitiga yang begitu lama ada, sampai akhirnya aku mengambil jalan yang salah. Ampuni aku, Sora." Zaki turun dari duduknya, berlutut di samping ranjang dan memegangi kaki sang istri. "Maafkan aku, Sora. Aku mohon. Kini Lana sudah pergi, dia pergi dengan bayi yang ada di dalam kandungannya," sambung pria itu menjelaskan.

"Aku nggak punya siapa-siapa selain kamu dan Gata, juga Gadis. Ampuni kesalahan aku, Sora. Aku mohon."

Soraya memandang kepala suaminya yang menunduk itu. Air matanya terus saja luruh, hatinya benar-benar terasa sakit, sampai mulutnya kini benar-benar terkunci. Ia tak lagi ingin bicara. Sudah, ia tak tahu lagi harus apa.

Soraya tahu, dan menyadari kalau keduanya menikah karena di jodohkan. Dan saat itu, suaminya mengatakan kalau dia memiliki kekasih yang tinggal di kota lain. Namun, perlahan Zaki mulai mencintai dirinya bahkan sangat baik padanya. Sampai dengan mudahnya bercerita tentang kisah cintanya, yang tak direstui orang tua Lana karena perbedaan status sosial mereka.

Menceritakan kejadian lucu saat Zaki pacaran dengan Lana. Tapi ... Apa ini? Tiba-tiba setelah 18 tahun menikah, suaminya pulang membawa seorang gadis kecil yang diakui sebagai anaknya dengan mantan pacarnya. Bahkan wanita itu meninggal dalam keadaan tengah mengandung anak kedua mereka.

Jika saja Soraya tidak memiliki hati nurani, ia sudah pasti akan memukul, membanting pria yang saat ini masih setia memegangi kakinya.

"Ada apa, Bu?"

Suara Gata membuat Soraya dan Zaki menoleh ke arah pintu kamar yang terbuka. Dengan wajah heran pemuda tampan itu berjalan sembari menoleh ke arah belakang. "Itu anak siapa yang tidur di sofa?" tanyanya lagi.

"Terus, Ayah sama Ibu lagi kenapa?"

Soraya dan Zaki sama-sama menelan ludahnya dengan kasar, memandangi wajah tampan anak mereka dengan sendu.

"Gata." Zaki buru-buru berdiri. Ia harus menjelaskan terlebih dulu pada putranya, sebelum sang anak semakin penasaran dan istrinya menjawab dengan penuh amarah.

2) Penjelasan

Zaki mendekat, ia meraih dua pundak sang putra pertama. "Gata, maafkan ayah, ya," ucapnya pada sang putra.

"Ayah udah salah, ayah memiliki anak lain dan anak itu yang saat ini berada di sofa," sambung Zaki pada Gata. Saat itu putranya akan marah, namun netra pemuda itu bersitatap dengan sang ibu, yang mana ibunya lantas menggelengkan kepala, pertanda bahwa anaknya tak harus marah.

"Dengar dulu, Gata. Ayah tahu, ayah salah. Tapi ... Saat ini ibu Gadis sudah meninggal dan dia tidak punya siapa-siapa selain ayah, dan ayah tidak mungkin meninggalkannya sendirian," buru-buru Zaki mengatakan saat mendapati sang putra mengepalkan tangannya.

"Pukul ayah, Gata. Asal itu bisa membuat kamu lega dan puas atas segala kesalahan yang ayah buat." pria berusia 45 tahun itu melepaskan tangannya dari pundak sang anak. Ia benar-benar pasrah.

"Kamu sedang berduka, Yah?" tanya Gata. "Istrimu meninggal dunia, Yah?" sambung pemuda yang masih berseragam sekolah itu.

"Terimakasih, Yah. Udah bawain aku adik, tanpa susah payah aku menunggunya." Gata menyingkirkan tubuh ayahnya dan mendekat ke arah sang ibu. Memeluk wanita kesayangannya, wanita cantik yang menjadi cinta pertamanya.

"Keluar kamu, Yah." suara Soraya terdengar lemah, namun, sang suami menuruti apa keinginannya. Bahkan, Zaki lantas menutup pintu kamarnya dari luar. Membiarkan istri dan anaknya di dalam sana.

...----------------...

"Sabar ya, Bu," ujar Gata pada ibunya.

"Sakit, Gata," ucap Soraya dalam dekapan sang putra. "Kamu ingat ini, Gata. Jangan sesekali kamu sakiti hati perempuan, jangan," sambung wanita itu dengan air mata yang kembali menetes.

"Jika suatu saat nanti, kamu sudah menikah dan kamu mencintai perempuan yang baru kamu kenal setelah istrimu, hilangkan cinta yang baru itu, Gata. Karena itu hanya akan membunuhmu." Gata mengangguk-anggukkan kepalanya. Mengusap punggung sang ibu tercinta agar wanita yang telah melahirkan dirinya itu merasa nyaman dan tenang.

Gata tahu, ibunya hanya sedang meluapkan amarahnya dengan ngomong panjang kali lebar, dan seperti biasa, ia akan menenangkan wanita itu. Karena, kadang saat ibunya tengah kecewa karena keberadaan sang suami tercinta yang selalu di luar kota, ia akan menjadi pelampiasan dari wanita itu. Pelampiasan nya tak pernah berupa amarah, namun berupa wejangan -wejangan untuk nanti saat sudah menikah.Itulah yang membuat Gata semakin sayang pada ibunya.

"Ibu sabar ya, aku janji nggak akan menyakiti perempuan, Bu. Karena aku tahu, kalau aku menyakiti perempuan, sama aja aku menyakiti Ibu. Sekarang Ibu tenang dulu, semua udah terjadi Bu. Walaupun sakit banget rasa yang dirasa dalam hati, Ibu. Tapi kita bisa apa, Bu."

"Iya, kamu bener. Tapi ... Kalau ibu pengin pisah aja sama ayah kamu, gimana?" tanya Soraya pada anaknya itu.

"Apa itu akan menyelesaikan masalah, Bu?" tanya balik sang putra.

"Ibu nggak tahu," jawab Soraya pelan. Sebagai wanita, ia tentu saja merasa marah dan sangat terluka saat membayangkan lelakinya ber-cinta dengan wanita lain, bahkan ia tak sangat jijik jika mengingat segalanya.

"Ibu tenangin diri dulu ya, aku keluar sebentar." Gata melepas tubuh sang mama dan menyuruh wanita kesayangannya itu untuk tiduran agar sedikit saja lebih tenang.

Soraya mengangguk, ia merebahkan kembali tubuhnya dan membiarkan anaknya keluar.

...----------------...

"Tidurkan di kamar aku aja, Yah," suara Gata membuat Zaki mendongak ke arah sang putra. Saat ini, Zaki tengah memangku putrinya yang tertidur lelap.

"Boleh?" tanya Zaki pada putranya.

Gata mengangguk seraya pergi ke arah kamarnya. Ia membuka pintu kamar dan mempersilahkan sang ayah yang tengah menggendong Gadis untuk masuk. Di ranjang yang selalu rapi karena ada sosok seorang ibu yang sigap membereskan tempat tidurnya, Gata menata bantal untuk tidur sang adik. Ya, gadis adalah adiknya, bukan.

Dengan pelan, Zaki meletakkan Gadis di ranjang empuk milik putranya. Gata lantas menaruh tas sekolah dan menyalakan pendingin ruangan, setelah itu, ia lantas menyelimuti adiknya itu.

"Gata," Zaki benar-benar terharu pada anaknya yang bisa mengatur emosi. Putra pertamanya bahkan tak marah ataupun benci pada Gadis-adiknya.

"Aku nggak tahu, Yah. Kenapa awalnya Ayah sampai nyakitin banget hati Ibu. Tapi, aku juga nggak bisa benci sama anak kecil ini, dia nggak tahu apa-apa, Yah. Dan, aku harap ... Seusai ini, Ayah jangan lagi-lagi nyakitin perasaan Ibu. Ibu selama ini udah benar-benar menjaga aku, menjaga hati saat jauh dari Ayah. Menunggu kepulangan Ayah sampai kesal dan berniat marah pada Ayah, tapi ... Ayah lihat sendiri 'kan, setiap Ayah sampai. Ibu menyambut Ayah penuh keceriaan, lupa akan segala amarah yang pernah ia rasakan. Jadi ... Jika nanti ibu minta--"

"Jangan, Gata. Ayah nggak mau pisah sama Ibu kamu," potong Zaki segera. "Tolong bujuk ibu kamu, dia boleh marah ataupun benci sama Ayah, tapi tolong jangan minta pisah," sambung pria dewasa yang terus saja mengeluarkan air mata itu.

"Kalau itu, Ayah ngomong sendiri. Untuk saat ini, kebahagiaan ibu lebih penting buat aku Yah." Gata keluar dari kamarnya.

Sementara Zaki, ia benar-benar tengah ketakutan. Ia benar-benar tak siap jika Soraya minta pisah darinya. Karena wanita itu adalah cintanya juga. Antara Lana dan Soraya, keduanya tidak bisa di bandingkan. Sama-sama pemilik hatinya.

Pria itu lantas duduk di bawah dan menutup wajahnya dengan telapak tangan. Bak anak kecil yang tengah menangis, pria itu sesenggukan. Kesedihan begitu terasa dalam dirinya. Kehilangan dan kemarahan. Ia tahu pasti ini adalah sebuah kesalahan besar, tapi ... Ia tak pernah menyangka jika semuanya akan jadi seperti ini.

Padahal niatnya, ia akan mengatakan segalanya nanti, saat Lana sudah melahirkan dan dia dengan Lana akan jujur sebelum ketahuan.

Tapi nyatanya ... Semua jadi seperti ini.

"Maafkan aku, Sora," ucap Zaki tak kuasa.

"Ayah," ucap Gadis yang tiba-tiba terbangun.

"Gadis." Zaki mengusap wajahnya dan beranjak ke arah sang putri. "Kamu mau apa?" sambungnya bertanya.

"Aku, mau minum," jawab Gadis pelan.

"Iya, Ayah ambilkan ya." Zaki pergi keluar kamar dan mengambil minum di dapur. Sedangkan Gadis, ia yang tengah duduk itu lantas melihat sekeliling dan memperhatikan kamar bernuansa abu muda itu.

Lalu, dengan pelan Gadis turun dari ranjang itu dan membuka pintu. Ia lantas keluar dari sana. "Ibu," panggilnya.

"Ibu Lana ... Kamu di mana?" suara Gadis sudah hampir menangis.

"Gadis." Zaki mendekat dengan segelas air minum ditangannya. "ini katanya mau minum."

Gadis menggelengkan kepalanya dan mengeluarkan air mata. "Aku mau Ibu, Ayah," ujarnya. "Aku mau Ibu ...."

Tangisan Gadis semakin keras, membuat Zaki menaruh gelas di atas meja dan menggendong anak perempuannya itu.

"Huaaaa ... Ayah, aku mau Ibu."

"Sssst, Gadis. Tenang dulu ya ... Ini ada Ayah."

"Enggak mau. Aku mau Ibu!"

"Sssst ... Iya Sayang. Tenang yaaa."

3) Cerita Masa Silam

Tangisan Gadis semakin kencang, bahkan sampai sesenggukan. Bibirnya terus saja memanggil nama ibunya. Zaki kebingungan, ia tak tahu cara untuk mendiamkan anak kecil. Ia mencoba membawa gadis dalam gendongannya itu ke teras, namun Gadis tak kunjung berhenti menangis.

"Gadis, Sayang. Lihat itu ada pesawat, Gadis suka nggak?" Begitu ujar Zaki. Namun, Gadis benar-benar tidak perduli.

"Aku mau ibu, i-ibu."

Tangis Gadis semakin kencang, bahkan sampai terdengar ke dalam kamar Soraya. Wanita yang saat itu berdiri memandangi foto dirinya dengan Zaki itu lantas mengembuskan napas kasar dan mencoba untuk keluar.

"Rasanya aku nggak pengin perduli. Tapi ... anak kecil itu tahu apa?" tanyanya penuh kesal.

Memutuskan untuk menuruti hati nurani dan melawan ego, Soraya lantas keluar kamar dan mencari keberadaan Gadis yang suaranya masih begitu terdengar. Lalu, di sana lah, Gadis dengan ayahnya.

Zaki terlihat begitu pusing saat menghadapi anaknya yang terus saja menangis. Ia lantas memutuskan untuk membalik badan, berniat untuk mengajak anaknya itu kembali ke dalam rumah. Namun seketika ia mendapati Soraya berada di depannya, memandangnya dengan wajah datar.

Tiba-tiba tangan Soraya meraih Gadis, dan seketika anak kecil itu berada dalam dekapan seorang ibu.

Tangan kanan Soraya mengusap kepala Gadis, mulutnya seraya mengatakan. "Sssttt ... anak ibu diam ya, Sayang," ucapnya.

Seketika Gadis diam, hanya tersisa napas yang tersengal. Kedua tangan kecil itu memeluk leher seorang ibu. "Ibu," gumam Gadis lagi.

"Iya, ini sama Ibu, Nak." Kata Soraya lagi.

Perlahan Soraya membawa Gadis ke dalam rumah. Berjalan dengan pelan agar anak cantik itu semakin tenang. Sampai akhirnya ia bawa duduk di sofa dan Gadis yang berada di pangkuannya. Wajah anak kecil itu sembunyi di dada Soraya, dan wanita dewasa itu lantas mengusap serta mencium puncak kepala Gadis dengan sayang.

"Tenang ya, ini ada Ibu," ucap Soraya lagi.

Zaki hanya bisa meneteskan air mata saat melihat semua itu. Ia pikir istrinya tak akan mau membantu menenangkan anak bungsunya, tapi lihat ... kendati marahnya jelas begitu besar, namun tak akan wanitanya itu lampiaskan pada anak kecil yang tak mengerti apa-apa.

Setelah lumayan lama Gadis memeluk Soraya, gadis itu lantas mendongak. Memperhatikan wajah Soraya yang juga tengah melihat ke arahnya. Tangan seorang ibu itu lantas mengusap pipi basah Gadis.

"Gadis mau makan?" Tanya Soraya dan anak kecil itu menganggukkan kepalanya sebagai jawaban. Soraya sedikit tertawa, "mau makan apa?" Tanyanya selanjutnya.

"Mau telor," jawab si Gadis dengan malu-malu.

"Ok. Ibu buatkan, mau nunggu apa mau bantu?" Tanya Soraya lagi.

"Boleh bantu?" Tanya balik Gadis dengan sedikit takut.

"Boleh dong, ayo." Soraya menurunkan Gadis dan dirinya pun berdiri. Di gandengannya tangan kecil itu dan pergilah keduanya ke arah dapur. Zaki hanya bisa terdiam ditempatnya tanpa bisa berkata apa-apa.

Dengan telaten Soraya menyuapi Gadis. Ia bahkan terus saja tersenyum, begitu senang saat ada anak perempuan di dekatnya dan mau ia suapi.

"Enak nggak, telornya?" tanya Soraya.

"Enak, makasih ya, Bu," jawab Gadis yang kini wajahnya sudah ceria.

"Mmm, sama-sama, Nak Baik."

Keduanya asyik di meja makan, sampai tiba Gata datang dengan sekantong besar di tangannya. "Wah, itu Kak Gata," seru Soraya saat mendapati putranya.

"Oh, udah bangun. Kakak pikir masih tidur." Gata mendekat dan menaruh kantong besar berlebel mini market itu di meja. "Lihat ini, Kakak bawakan apa," sambung Gata.

"Kok, sembab, Bu." Ujar Gata sembari duduk di sebelah.

"Ssst, dia abis konser," jawab Soraya sembari sedikit tertawa.

"Kakak Gata bawa apa?" tanya Soraya lagi.

"Ni." Gata membuka kantong memperlihatkan nya pada adiknya itu. "Jajan banyak, Gadis mau yang mana?" Tanyanya pada si adik kecil.

"Mau ini." Gadis mengambil satu kotak yang berisi biskuit panjang dengan selai rasa strawberry di ujungnya.

"Oh, Gadis sukanya itu. Ok, besok pulang sekolah Kakak borong ya, buat Gadis," kata Gata lagi.

"Makasih, Kak," kata Soraya menjawab. Ia yakin, kalau Gadis masih malu-malu pada Gata, jadi dia sengaja mengatakan demikian agar si anak gadis itu mengikuti kata nya.

Ketiga manusia itu lantas makan cemilan yang Gata beli, Gadis si anak kecil itu lantas menyuapi makanan ringan itu pada Soraya dan sang kakak. Melupakan Zaki yang ketiduran di teras. Pria itu kelelahan dan kini tak ada lagi perhatian.

Bayangkan saja, semalaman penuh ia menemani Lana yang tengah kontraksi, sembari menemani sang anak ke dua. Hingga akhirnya pagi hari Lana tak kuat dan pergi membawa serta anak di dalam kandungannya.

Selain hancur, Zaki juga kebingungan saat itu. Sementara Lana, ia sudah tak memiliki orangtua, sama seperti dirinya dan Soraya. Jadi, seusai mengurus kepulangan jenazah istrinya dan memakamkan dengan warga sekitar komplek perumahan, ia lantas memutuskan untuk membawa Gadis pulang bersamanya ke rumah Sorya.

Hingga akhirnya, lelah itu terasa saat ia duduk di teras setelah mendapati anak cantik dan istri cantiknya memasak berdua di dapur. Ia bahkan hanya menjawab sekilas salam dari putranya yang pulang dari perginya.

Zaki bahkan sampai lupa rasa lapar, ia hanya merasa butuh istirahat sebentar.

Hingga saat malam tiba, Gata tak tega membiarkan ayahnya tidur dengan posisi duduk dan kepala yang menyandar di jendela. Ia bangunkan pria itu dan menyuruhnya untuk tidur di kamarnya. Tak baik rasanya jika menyuruh ayahnya untuk tidur di kamar tamu, sementara rumah itu adalah hasil keringat ayahnya sendiri.

Walaupun bersih dan rapi, namun, Gata tak mungkin seburuk itu. Terkecuali, nanti jika kamar itu sudah di rombak dan di jadikan kamar untuk si adik kecil. Mungkin, akan seperti itu nantinya, pikir Gata.

Usai dengan pindahnya sang ayah, Gata kembali ke kamar sang ibu, ia turut menemani si kecil kembali. Membacakan buku cerita jaman dirinya kecil dan mengajak adik perempuannya itu bermain.

"Kisahnya ... gimana Bu?" Tanya Gata pada ibunya. Saat sang adik barunya itu kini terlihat sibuk menggambar di buku kosong.

"Kisahnya nggak bagus," jawab Soraya.

Gata tersenyum,"ibu jangan coba-coba jodohin aku ya," katanya bercanda.

"Dijodohkan atau nggak, itu semua tergantung orangnya, Ta."

Gata mengangguk-anggukkan kepalanya setuju. Sampai akhirnya, ia melihat sang ibu menarik napas panjang dan mengeluarkannya perlahan. Ia yakin pasti kalau ibu cantiknya itu akan menceritakan kisahnya dulu dengan sang ayah.

"Dulu ... Ibu adalah anak yang baik, walaupun nggak pake jilbab sampe sekarang," jelas awal sang ibu itu.

"Tapi ibu nggak pernah mau pacaran, Ta." ia menoleh ke arah sang putra. "Jadi, nenek dan kakekmu lalu menjodohkan ibu dengan Zaki-ayahmu," sambungnya penuh kesal saat mengucapkan kata 'Zaki.'

Gata mengangguk sembari tersenyum.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!